1
I.
PENGERTIAN UMUM 1.1 PERILAKU LENTUR BALOK Balok ataupun batang lentur adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. longitudinalnya. Hal ini menyebabkan balok itu melentur. Perhatikan Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 di bawa ini :
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Dari Gambar 1.1, sebuah balok ditumpu ditumpu sederhana. Tumpuan tersebut tersebut adalah sendi di ujung kiri dan rol di ujung kanan, akan menghasilkan suatu kondisi yang dapat diperlakukan dengan mudah secara matematis, misalnya untuk mencari reaksi, momen, geser lintang dan defleksi. Sedangkan pada Gambar 1.2 diperlihatkan balok kantilever yang mempunyai tumpuan jepit di ujung kiri. Jenis tumpuan demikian memberikan reaksi vertikal dan horizontal, juga tahanan rotasi. Tumpuan jepit seperti ini cukup untuk mempertahankan keseimbangan statis balok.
Dari kedua Gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa Apabila suatu balok dibebani, maka akan mengalami deformasi atau perubaan berupa Lenturan (Deflected). (Deflected).
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
2
1.2 TEORI DASAR LENTURAN Deformasi adalah salah satu kontrol kestabilan suatu elemen balok terhadap kekuatannya. Biasanya deformasi dinyatakan sebagai perubahan bentuk elemen struktur dalam bentuk lengkungan (berupa lendutan) di tengah bentang (y) untuk (y) untuk balok 2 perletakan dan putaran sudut di A dan B ( Ө A dan ӨB) tergantung B) tergantung pada harga EI. “EI” disebut Kekakuan Lentur; E = Elastisitas Bahan I = Momen Inersia bahan/balok → Makin besar Besar N ilai
EI,, EI
makin KECIL NILAI LENDUTAN dan LENDUTAN dan SUDUT PUTAR
Untuk dapat m enurunkan persamaan matematis lenturan yang terjadi pada suatu bat batang ang struktur, diambil beberapa persyaratan dan asumsi sbb. a.
Bahan dari batang masih dalam kondisi elastis selama pembebanan
b.
Besarnya lenturan akibat gaya geser kecil sekali dibanding dengan lenturan yang terjadiakibat beban momen (hanya untuk batang yang relatif panjang).
c.
Besarnya modulus elastisitas (E) dan momen inertia (I) konstan sepanjang batang yangditinjau. Apabila besaran E atau I tidak konstan, fungsi matematis kedua besaran tersebut terhadap panjang batang harus diketahui.
d.
Struktur bahan sepanjang batang dianggap homogin, sehingga deformasi yang terjadi akibat beban selalu kontinyu. Dengan demikian bentuk lenturan yang terjadi berupa suatu curva yang kontinyu dan terdapat bidang netral ditengah-tengah batang pada waktu terjadilenturan.
e.
Besarnya lenturan l enturan yang terjadi kecil ke cil sekali dibanding d ibanding panjang panja ng batang, sehingga sehin gga kwadrat dari dari bes besara aran sudut lenturannya dapat dapat diabaikan
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
2
1.2 TEORI DASAR LENTURAN Deformasi adalah salah satu kontrol kestabilan suatu elemen balok terhadap kekuatannya. Biasanya deformasi dinyatakan sebagai perubahan bentuk elemen struktur dalam bentuk lengkungan (berupa lendutan) di tengah bentang (y) untuk (y) untuk balok 2 perletakan dan putaran sudut di A dan B ( Ө A dan ӨB) tergantung B) tergantung pada harga EI. “EI” disebut Kekakuan Lentur; E = Elastisitas Bahan I = Momen Inersia bahan/balok → Makin besar Besar N ilai
EI,, EI
makin KECIL NILAI LENDUTAN dan LENDUTAN dan SUDUT PUTAR
Untuk dapat m enurunkan persamaan matematis lenturan yang terjadi pada suatu bat batang ang struktur, diambil beberapa persyaratan dan asumsi sbb. a.
Bahan dari batang masih dalam kondisi elastis selama pembebanan
b.
Besarnya lenturan akibat gaya geser kecil sekali dibanding dengan lenturan yang terjadiakibat beban momen (hanya untuk batang yang relatif panjang).
c.
Besarnya modulus elastisitas (E) dan momen inertia (I) konstan sepanjang batang yangditinjau. Apabila besaran E atau I tidak konstan, fungsi matematis kedua besaran tersebut terhadap panjang batang harus diketahui.
d.
Struktur bahan sepanjang batang dianggap homogin, sehingga deformasi yang terjadi akibat beban selalu kontinyu. Dengan demikian bentuk lenturan yang terjadi berupa suatu curva yang kontinyu dan terdapat bidang netral ditengah-tengah batang pada waktu terjadilenturan.
e.
Besarnya lenturan l enturan yang terjadi kecil ke cil sekali dibanding d ibanding panjang panja ng batang, sehingga sehin gga kwadrat dari dari bes besara aran sudut lenturannya dapat dapat diabaikan
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
3
II.
METODE UNTUK MENENTUKAN BESAR LENDUTAN DAN SUDUT PUTAR Ada beberapa Metode yang dapat digunakan untuk menentukan Besarnya Deformasi (Lendutan) suatu Struktur dan Besar Sudut Putarnya, yaitu :
1. Metode Beban Satuan (Unit ( Unit Load ) / Prinsip Kerja Maya
Metode ini ditemukan oleh John Bernoulli pada Taun 1717.
Prinsip kerja metode ini adalah Kerja/Work didapatkan dari hasil perkalian Gaya dengan Simpangan sesuai dengan Arah Gaya yang ditinjau.
2. Metode Turunan Parsial – Teorema Castigliano
Metode ini ditemukan ole Ir. Alberto Castigliano dari Italia pada Taun 1873.
Prinsip Kerja metode ini adalah lenturan yang terjadi pada titik pada sebuah batang merupakan turunan parsial dari persamaan energi yang tersimpan didalam batang akibat beban yang bekerja, terhadap gaya yang bekerja pada titik tersebut.
3. Metode Bidang Momen (Momen ( Momen Area) Area )
Prinsip kerja metode ini adalah dengan memanfaatkan sifat-sifat dari persamaan matematis lenturan.
Luas bidang momen tidak dicari dengan menurunkan persamaannya, tetapi dengan cara menghitung luasan yang terjadi secara geometri.
4. Metode Balok Padanan ( Conjugate Beam) Beam )
Metode ini dikembangkan oleh Otto Mohr pada tahun 1868
Prinsip dasarnya adalah Analogi hubungan antara Beban, Gaya Geser dan Momen Lentur dengan Slope (Rotasi) dan Defleksi (Lendutan)
Pada Mata Kulian Mekanika Rekayasa ini. Kita ana akan membaas Peritungan besar Lendutan dengan Metode Balok Padanan (Conjugate ( Conjugate Beam). Beam).
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
4
III.
METODE BALOK PADANAN (CONJUGATE BEAM)
Metode ini dikembangkan oleh Otto Mohr pada tahun 1868
Prinsip dasarnya adalah Analogi hubungan antara Beban, Gaya Geser dan Momen Lentur dengan Slope (Rotasi) dan Defleksi (Lendutan)
Syarat-syarat Balok Conjugate, sbb: 1. Bentangnya = balok bentang sebenarnya 2. Balok Conjugate dibebani oleh (M/EI)
.
3. Gaya lintang pada potongan balok Conjugate merupakan sudut putaran pada potongan tersebut di balok sebenarnya. 4. Momen pada suatu balok Conjugate = lendutan pada potongan di balok sebenarnya. sebenarnya.
Jadi Jika (M/EI) (M/EI) diberlakukan sebagai Beban pada Balok Conjugate, Conjugate, maka Geser dan Momen Lentur pada pada Balok Conjugate Conjugate merupakan merupakan Rotasi dan Defleksi pada Balok Asli.
Definisi Balok Conjugate adalah Conjugate adalah Balok Fiktif yang sama panjangnya seperti pada Balok Aslinya tetapi mungkin mempunyai Tumpuan yang berbeda yang di bebani oleh Diagram (M/EI) dari balok asli sedemikian rupa seingga Gaya Geser dan Momen Lentur pada suatu titik pada balok conjugate merupakan Putaran Sudut dan Lendutan pada balok aslinya.
Teori Moh’r Untuk Balok Conjugate : 1. TT-MOH’R MOH’R I : Sudut Rotasi ( Ө) adalah “Reaksi/Gaya Lintang” Lintang ” dari (M/EI) sebagai bidang muatan. 2. T-MOH’R T-MOH’R II : Lendutan (y) (y) adalah “Momen/Statis Momen” dari (M/EI) sebagai bidang muatan.
′′ = = = ∆ MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
5
TAHAP PENENTUAN LENDUTAN DAN SUDUT ROTASI : a. Akibat beban/gaya luar, dilakukan : menentukan reaksi dan gambar bidang momen dan Lintang. b. Mengubah konstruksi asli menjadi balok Conjugate c. Membebani balok Conjugate dengan (M/EI) sebagai beban. d. Dari (M/EI) dicari :
Sudut rotasi (Ө) → prinsip “Gaya Lintang”.
Lendutan (y) → prinsip “Momen/Statis M”.
e. Perubahan Jenis Tumpuan dari Balok Sebenarnya menjadi Balok Conjugate
No
Balok Asli
Balok Conjugate
1
Tumpuan Jepit
Tumpuan Bebas
2
Tumpuan Bebas
Tumpuan Jepit
3
Tumpuan Balok Sederhana
Tumpuan Balok Sederhana
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
6
IV. HUBUNGAN ANTARA BALOK SESUNGGUHNYA DENGAN BALOK CONJUGATE 4.1 TUMPUAN SENDI – SENDI
[ Balok Sebenarnya ]
[ Balok Conjugate ]
TITIK A - TUMPUAN SENDI – A Ada
, R A Ada
YA = 0
, M A = 0
TITIK B - TUMPUAN SENDI – B
Ada
YB = 0
, R B Ada , M B = 0
4.2 TUMPUAN SENDI – ROLL
[ Balok Sebenarnya ]
[ Balok Conjugate ]
TITIK A - TUMPUAN SENDI – A Ada
, R A Ada
YA = 0
, M A = 0
TITIK B - TUMPUAN ROLL – B
YB = 0
Ada
, R B Ada , M B = 0
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
7
4.3 TUMPUAN BEBAS – JEPIT
[ Balok Sebenarnya ]
[ Balok Conjugate ]
TITIK A - TUMPUAN BEBAS – A
=0
, R A = 0
YA = 0
, M A = 0
TITIK B - TUMPUAN JEPIT – B
Ada
, R B Ada , M B Ada
YB = 0
4.4 TUMPUAN JEPIT – SENDI
[ Balok Sebenarnya ]
[ Balok Conjugate ]
TITIK A - TUMPUAN BEBAS – A
=0
YA = 0
, R A = 0 , M A = 0
TITIK B - TUMPUAN SENDI – B
YB = 0
Ada
, R B Ada , M B = 0
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
8
V.
CARA MENENTUKAN BESAR LENDUTAN DAN SUDUT PUTAR DARI BEBERAPA BALOK SEDERHANA (STRUKTUR STATIS TERTENTU – SST) 5.1 TUMPUAN JEPIT – BEBAS , BEBAN TERPUSAT Langkah : 1. Gambar Bidang Momen 2. Menentukan Besar Titik Berat (Q) 3. Menentukan Reaksi Tumpuan
yang akan menjadi Nilai Besar
sudut Putar ( ) 4. Menentukan Besar Momen Statis yang akan menjadi Nilai
Besar
Lendutan (y)
= ⁄..= .. = == = = = Mengitung Reaksi Tumpuan , V = 0
Mengitung Momen Statis
( ). . =. = = = → = = =
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
9
5.2 TUMPUAN JEPIT – BEBAS , BEBAN MERATA Langkah : 1. Gambar Bidang Momen 2. Menentukan Besar Titik Berat (Q) 3. Menentukan Reaksi Tumpuan
yang akan menjadi Nilai Besar
sudut Putar ( ) 4. Menentukan Besar Momen Statis yang
akan menjadi Nilai Besar
Lendutan (y)
Bidang Momen :
=. .= . = . = ==
Mengitung Reaksi Tumpuan , V = 0
= = =
Mengitung Momen Statis
=. = . = → = = =
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
10
5.3 TUMPUAN SENDI – ROLL, BEBAN TERPUSAT Langkah : 1. Gambar Bidang Momen 2. Menentukan Besar Titik Berat (Q) 3. Menentukan Reaksi Tumpuan
yang akan menjadi Nilai Besar
sudut Putar ( ) 4. Menentukan Besar Momen Statis yang
akan menjadi Nilai Besar
Lendutan (y)
= = Mengitung Reaksi Tumpuan
= ; = + . + = = . = + + . = = + Sehingga Besar Sudut Pusat didapatkan :
+ = = + = = MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
11
Jika panjang a = b = ½.L maka
= .( )= → = =
Mengitung Momen Statis
= = + = + → = = = +
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
12
5.4 TUMPUAN SENDI – ROLL, BEBAN MERATA Langkah : 1. Gambar Bidang Momen 2. Menentukan Besar Titik Berat (Q) 3. Menentukan Reaksi Tumpuan
yang akan menjadi Nilai Besar
sudut Putar ( )
4. Menentukan Besar Momen Statis yang
akan menjadi Nilai Besar
Lendutan (y)
= . = = . =
→ = . =
Mengitung Reaksi Tumpuan
= =
Sehingga Besar Sudut Pusat didapatkan :
. = = = =
Mengitung Momen Statis
.. = . . . =. . . . = . . → = = = MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
13
I.
PENGERTIAN UMUM 1.1 PENGERTIAN KOLOM
Kolom merupakan jenis elemen struktur yang memilki dimensi longitudinal jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi transversalnya dan memiliki fungsi utama menahan gaya aksial tekan. kolom tidak mengalami lentur secara langsung, karena tidak ada beban tegak lurus terhadap sumbunya.
Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996)
SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi late ral terkecil.
Beberapa fungsi dari Kolom : a. Kolom merupakan batang Tekan. b. Menahan Beban-beban dari Struktur Balok dan Rangka Atap diatasnya c. Meneruskan Beban-beban pada suatu konstruksi ke Pondasi. d. Meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barangbarang), serta beban hembusan angina
1.2 KATEGORI KOLOM 1.2.1
Jenis-jenis Kolom
Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986), ada 3 jenis kolom : 1. Kolom ikat (tiecolumn) 2. Kolom spiral (spiralcolumn) 3. Kolom komposi (compositcolumn)
Menurut Istimawan Dipohusodo (1994) 1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton ya n g ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada j a r a k s p a s i tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral.
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
14
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya s a j a sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adala tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. 3. Struktur kolom komposit seperti tampak pada gambar 1.(c). Merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.
1.2.2
Kategori Kolom 1. Kolom Pendek
Elemen struktur kolom yang mempunyai nilai perbandingan antara panjangnya dengan dimensi penampang relative kecil.
Dalam merencanakan kolom pendek, masalah Tekuk tidak perlu di perhatikan karena pengaruhnya sangat kecil.
Apabila beban yang diterima terlalu besar atau berlebihan, maka kolom pendek umumnya akan Gagal karena hancurnya Material, yaitu lelehnya baja tulangan atau hancurnya beton.
2. Kolom Panjang
Elemen struktur kolom dengan Dimensi arah memanjang jauh lebih besar dibandingkan dimensi arah lateral.
Dalam merencanakan kolom panjang, masalah Tekuk sangat perlu di perhatikan karena kegagalan kolom ini ditentukan oleh Tekuk. Keruntuan kolom akibat Tekuk yang besar.
1.3 PERILAKU KOLOM
Berdasarkan posisi beban, kolom dibedakan menjadi 2 yaitu kolom dengan beban sentris dan kolom dengan beban eksentris. Kolom dengan beban sentris mengalami gaya aksial dan tidak mengalami momen lentur.
Pada kolom panjang yang mempunyai kekakuan lebi besar teradap satu sumbu (sumbu kuat) dibandingkan dengan terhadap sumbu lainna (sumbu lema) maka akan menekuk terhadap Sumbu Lemah.
Kondisi Ujung atau Tumpuan sangat mempengaruhi besar beban kritis. Apabila kedua kolom Identik, hana berbeda pada kondisi ujung/tumpuannya, maka kolom yang mempunyai ujungtumpuan Jepit dapat memikul beban Lebih Besar daripada Kolom yang Berujung/Tumpuan Sendi
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
15
Hubungan umum antara panjang kolom dengan Beban tekuk : Kegagalan pada kolom pendek adalah kehancuran material. Kegagalan pada kolom panjang adalah karena tekuk, semakin panjang suatu kolom, semakin kecil kapasitas pikul bebannya.
)
(
L
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
(panjang Kolom)
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
16
II.
TEORI TEKUK (BUCKLING) 2.1 PENGERTIAN UMUM 2.1.1
PENGERTIAN TEKUK Buckling stress (Tegangan Tekuk) adalah ketidakstabilan yang mengarah ke modus kegagalan. Tegangan tekuk bisa disebut juga sebagai suatu proses dimana suatu struktur tidak mampu mempertahankan bentuk aslinya. Konsekuensi buckling pada dasarnya adalah masalah geometrik dasar, dimana terjadi lendutan besar sehingga akan mengubah bentuk struktur.
2.1.2
PENYEBAB TERJADINYA TEKUK Tegangan tekuk biasa terjadi bila ada kelebihan beban, contoh yang biasa kita temui setiap hari seperti tegangan tekuk pada jembatan, kulit logam pada konstruksi pesawat atau sayap dengan beban torsional yang berlebihan. Tekuk adalah hasil dari tindakan kompresi. Secara keseluruhan torsi atau geser juga dapat menyebabkan tekuk.
2.1.3
PENYEBAB TERJADINYA TEKUK Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk ( Pcr ) pada suatu elemen struktur tekan panjang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Panjang Kolom Kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemennya. Faktor lain yang menentukan besar beban tekuk adalah yang berhubungan dengan karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material, bentuk, dan ukuran penampang). 2. Kekakuan Kekakuan elemen struktur sangat dipengaruhi oleh banyaknya material dan distribusinya. Pada elemen struktur berbentuk berpenampang simetris (misalnya bujursangkar atau lingkaran) tidak mempunyai arah tekuk khusus seperti penampang segiempat. Ukuran
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
17
distribusi material (bentuk dan ukuran penampang) dalam hal ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia ( I ). 3. Kondisi ujung elemen struktur Apabila ujung-ujung kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikulbeban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit.
2.2 TEORI EULER 2.2.1
Beberapa penelitian tentang Tekuk Kolom sudah pernah di lakukan oleh beberapa Ilmuwan, antara lain :
Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler (1759). Euler melakukan percobaan dimana sebuah kolom memiliki beban konsentris yang semula lurus dan seratnya tetap elastis sehingga tekuk yang terjadi akan mengalami lengkungan kecil seperti pada gambar di bawa ini.
Teori Selanjutnya di kemukakan oleh Considered dan Esengger (1889). Keduanya menemukan bahwa Kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastis.
Kemudian Shanley (1946) , menemukan teori bahwa Kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk. Dari ketiga teori tersebut, yang akan dibahas adalah dengan Teori Euler.
2.2.2
Pembatasan Rumus Euler Teori yang dikemukakan oleh Leonhard Euler pada tahun 1744 didasarkan pada asumsi-asumsi berikut : a. Kolom yang dianalisis berbentuk lurus sempurna. b. Beban aksial tekan bekerja secara sentris pada penampang kolom. c. Dimensi longitudinal kolom jauh lebih besar dibandingkan dimensi transversalnya
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
18
Kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh pada keadaan umum. Keadaan seperti ini disebut tekuk in-elastic (tidak elastis). Tekuk murni akibat beban aksial terjadi bila anggapan-anggapan ini berlaku, yaitu sebagai berikut: 1. Sifat tegangan-regangan tekan sama diseluruh titik pada penampang 2. Tidak ada tegangan internal seperti akibat pendinginan setelah penggilingan (rolling) 3. Kolom lurus sempurna dan prismatis 4. Resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur 5. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan. 6. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan. 7. Puntiran atau distorsi pada penampang lintang tidak terjadi selama melentur
Rumus Euler berlaku untuk keadaan Elastis (Tekuk Elastis), seingga didapat Tegangan Kritis :
= → = . . = . . → = = .⁄ → = ℎ → = .
Dimana :
= = = = = = =
tegangan rata-rata pada penampang Beban Tekuk Kritis (kg) modulus Elastisitas (kg/cm2)
Momen Inersia (cm4)
Panjang Kolom (cm) Angka Kelangsingan
Jari— jari Kelembaban
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
19
Kekakuan kolom Euler dapat digambarkan dengan grafik Hubungan Beban Kritis (Pcr) dengan Deformasi ( ) seperti pada Gambar dibawa ini ::
Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus tetap lurus. 2.2.3
Pengaruh Bentuk Penampang Kolom pada Tekuk Dalam perencanaan suatu struktur kolom, akan ditemukan berbagai macam bentuk penampang ang bervariasi, sesuai dengan kebutuan dan design ang diinginkan. Akibat dari variasi beberapa bentuk penampang tersebut, maka akan di dapatkan nilai besar Tekuk yang berbeda-beda pula.
Bentuk kolom dinyatakan dengan :
=
Jika I x Besar, maka r Besar , Secara pendekatan : I = r 2 .A
Beberapa Bentuk penampang kolom yang Umum digunakan :
b b
r = 0,289 b
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
D
r = 0,25
r = 0,40
r = 0,23
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
20
2.2.4
Rumus Euler pada Konstruksi Kayu
Bila Angka Kelangsingan
Untuk
Untuk 100 <
Nilai Faktor Tekuk
> 100, maka berlaku Rumus Euler.
> 100 , maka factor keamanan n = 3.5 < 150 , maka factor keamanan n = 3.5 – 4
= 35003 .. =2.5 + 10−.
Bila Angka Kelangsingan 0 <
Nilai Faktor Tekuk
< 100, maka berlaku Rumus Tetmaer (Den Hartog, 1949)
= 2 300+300
2.2.5
Tahapan Perhitungan untuk mendapatkan Besar Tekuk 1. Hitunglah panjang tekuk (Lk) , dilihat dari Tumpuan yang di gunakan.
2. Hitung Besar
“r”
3. Hitung Angka Kelangsingan 4. Lihat dari Daftar Peraturan 5. Kemudian cek
I min
r
tj .
A
“ ”
“ ” ,
P
λ
lk r
maka diperoleh besar “
”
σ
A
Jika TIDAK terpenuhi, maka Harus diperbesar kekakuan kolom ; perbesar penampang / perpendek Lk.
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
21
III.
PENURUNAN RUMUS TEORI EULER 3.1 KOLOM DENGAN TUMPUAN SENDI – SENDI
= → =. . = → . += + = → = += ∶ = +
Nilai A dan B adalah konstanta yang tergantung pada kondisi batas. Kondisi Batas untuk x = 0 dan y = 0, sehingga menjadi :
= + = + =+ → =, =
Kondisi batas untuk x = L dan y = 0, sehingga menjadi :
= = → ≠, = → = → = , = → = , = ∶ = . MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
22
3.2 KOLOM DENGAN TUMPUAN SENDI – JEPIT
=+ =+ + → =. =+ → =. . =+ + = → = , ↔ += . ∶ = + + . = + + . Nilai A dan B adalah konstanta yang tergantung pada kondisi batas. Kondisi Batas untuk x = 0 dan y = 0, sehingga menjadi :
= + + . = + + . → =, = + .
Kondisi batas untuk x = L dan dy/dx = 0, sehingga menjadi :
= + . → = + = .
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
23
Seingga persamaan menjadi :
= . + . = .[ ]
Kondisi batas untuk x = L dan y = 0, sehingga menjadi :
= .[ ] = .[ ] → ≠ → = √ , = √ → = → = = ∶ = .
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
24
3.3 KOLOM DENGAN TUMPUAN JEPIT – JEPIT
=+ → =. . =+ + = → = , ↔ += ∶ = + +
Nilai A dan B adalah konstanta yang tergantung pada kondisi batas. Kondisi Batas untuk x = 0 dan y = 0, sehingga menjadi :
= + + = + + =+ → = , = + +
Kondisi batas untuk x = 0 dan dy/dx = 0, sehingga menjadi :
= + → =.+. →≠ = + →= =
Seingga persamaan menjadi :
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
25
Kondisi batas untuk x = L dan y = 0, sehingga menjadi :
= = . → ≠ = → = → = , = → = → = = ∶ = .
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
26
3.4 KOLOM DENGAN TUMPUAN BEBAS – JEPIT
= = → =. . = → . += + = → = , ↔ += ∶ = + +
Nilai A dan B adalah konstanta yang tergantung pada kondisi batas. Kondisi Batas untuk x = 0 dan y = 0, sehingga menjadi :
= + + = + + → =+ → = = + +
Kondisi batas untuk x = 0 dan dy/dx = 0, sehingga menjadi :
= + → = →≠ = + →=
Seingga persamaan menjadi :
Kondisi batas untuk x = L dan y = a, sehingga menjadi :
= → = = → = → = → = , = → = = ∶ = . MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
27
3.5 TABEL-TABEL 3.5.1
Tabel Panjang Tekuk Efektif Kolom Ideal
3.5.2
Tabel Beben Kritis dari Kombinasi Tumpuan Kolom
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
28
3.5.3
Tabel Angka Kelangsingan dan Fakor Tekuk (PKKI 1961)
3.5.4
Tabel Tegangan Tekuk Ijin (PKKI 1961)
3.5.5
Tabel Modulus Elastisitas Kayu (PKKI 1961)
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
29
3.5.6
Tabel Angka Kelangsingan dan Fakor Tekuk (PKKI 1961)
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
30
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
31
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
32
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
33
I.
TEGANGAN AKIBAT GAYA SENTRIS dan EKSENTRISITAS
Untuk Penampang Segiempat : σ
N
A
M W
Untuk Lentur 1 Arah σ
N
A
Mx
Wx
My Wy
Untuk Lentur 2 Arah
Untuk Penampang Selain segiempat σ
N A
M x. y Ix
M y. x Iy
dengan : σ = Tegangan Lentur N = Gaya Normal (tekan / tarik) Mx = Momen yang mengitari sumbu x My = Momen yang mengitari sumbu y Wx = Momen tahanan terhadap sb-x Wy = Momen tahanan terhadap sb-y
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
34
σ
My.x
Iy
σ
Mx.y Ix
II.
M y.1 / 2 b 1 / 12 hb
3
M x.1 / 2h 1 / 12 hb
3
Wy
Wx
1 6 1 6
.h b . 2
.h b . 2
MENENTUKAN KOORDINAT GARIS NETRAL
Rumus yang digunakan : Xn
Iy e x .A
&
Yn
Ix e y .A
Tanda negative (-) dari rumus ini menunjukkan jika garis netral selalu berseberangan dengan letak gaya N. e = eksentrisitas ke arah lebar penampang x
e = eksentrisitas ke arah tinggi penampang y
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
35
I.
DEFINISI UMUM
II.
Bidang Inti / Kern adalah tempat kedudukan titik-titik lokasi gaya normal (N) tekan/tarik dimana tegangan yang terjadi pada penampang tersebut adalah sejenis/sama dengan gaya N yang ada.
TAHAP PERHITUNGAN INTI KERN PENAMPANG
1
2
3
3 ½h
A B D C
½h
4
4 2
1 ½b
½b
Bila N bekerja di A, maka tegangan pada titik-titik yang terletak pada garis 4-4 = nol. Bila di C, maka tegangan pada titik pada garis 3-3 = nol. Bila di B, maka tegangan pada titik pada garis 1-1 = nol. Bila di D, maka tegangan pada titik pada garis 2-2 = nol.
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
36
1
2
3
3 ½h
A B D
Xn
C
½h
4
4 2
1
Iy e x .A
&
Yn
Ix e y .A
Catatan : Garis 1-1, 2-2, 3-3 dan 4-4 disebut GARIS BUNGKUS (ENVELOPE).
½b
½b
Menunjukkan ada 1 (satu) harga tertentu setiap e x dan ey. Semakin besar ex dan ey, maka Xn dan Yn semakin kecil. Jika garis netral menyinggung penampang, maka letak N merupakan batas maximum eksentrisitas (emax). Bila batas-batas eksentrisitas max tersebut dihubungkan, maka terjadilah suatu bidang yang disebut INTI PENAMPANG (KERN). Pada bidang inti, apabila ditempatkan gaya N tekan/tarik, maka pada bidang penampang akan timbul tegangan yang sifatnya bersesuaian dengan gaya normal yang bekerja.
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
37
1. Hitung dan gambarkan diagram tegangan yang terjadi pada dasar / plat pondasi Jawab : A = 40.60 = 2400 cm2 N = - 6 ton (tekan) = - 6000 kg M = 6,5 tm = 650.000 kg cm = (1/6)hb2 = (1/6).(40).(60)2 = 24.000 cm3 (M yang ada My)
W W
N M 6000 650000 2 29,58 kg/cm A W 2400 24000 N M 2 2,5 27,08 24,58 kg/cm A W
σ11 σ 22
2. Suatu Penampang balok 20/30 dibebani gaya tarik N = 10 ton eksentris 10 cm seperti terlihat pada
gambar. Ditanya: Tegangan dan diagramnya..?
A
= 30.20 = 600 cm2
N
= +10 ton (tarik) = 10000 kg
M
= N.e = 10 t . 10 cm = 100 t cm = 100.000 kg cm
W
1 1
22
N A
N A
Yn
-
M
10000
W M
600
W Ix
e y .A
16,67
100000 3000
33,33
1 .20.30 12 10.600
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
=
1 2 bh 6
16,67
1 .20.30 2 6
- 33,33
50 kg/c
3000 cm 3
-16,67 kg/c
2
2
3
45000 6000
7,5
cm (lihat skets)
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
38
3. Suatu Penampang balok 20/40 dibebani gaya tarik 20 t. Posisi eksentris e x = 5 cm & ey = 15 cm, seperti gambar. Ditanya : Hitunglah Besar Tegangan dan Gambarkan diagramnya…? Jawab : Identifikasi dulu Penampang ; 2
A N
= 20.40 = 800 cm = 20 ton = 20.000 kg (tarik)
Mx = 20000.15 = 300.000 kg cm
Wx
1 20.40 2 6
5333,33 cm 3
My = 20000.5 = 100.000 kg cm
Wy
1 40.20 2 6
2666,67 cm 3
Sehingga didapatkan : σ1
N
σ2
σ3
σ4
Mx
A N
Wx
A N
A
Mx Mx
My
My
Wx
My Wy
300000
5333,33
100000 2666,67
43,75 kg/cm 2
25 56,25 37,50 118,75 kg/cm 2
25 56,25 37,50 68,75 kg/cm 2
25 56,25 37,50 6,25 kg/cm 2
Wy
Mx
20000 800
Wy
Wx
My Wy
Wx
A N
Mencari Garis Netral :
1 Yn
Ix
e y .A
12 15.800 1
Xn
Iy e x .A
.20.403
.40.203
12 5.800
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
8,89 cm
6,67 cm
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
39
Sehingga didapatkan Diagram Teganganna :
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
40
4. Tentukanlah bidang inti untuk penampang di bawah ini : PENYELESAIAN : Spesifikasi Penampang Luas A = bh ; Ix
1
1 bh 3 dan Iy hb 3 12 12
Koordinat Inti ; Xn
1 Untuk e
= x
b ;
Xn
2
-
e x .A
dan Yn
-
hb 3
= - 12
Iy
= b
b ;
e
6
bh
= x
b Xn
Untuk e
= y
h 2
Þ
Yn
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
hb 3 = -
b
2
b 6
bh
-
bh 3 = h bh 2
e y .A
2
= - 12 -
Ix
12
=
2 1
1
b ; 6
e
= y
h Yn 2
=
1
bh 3
12
= -
b bh
h 6
2
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
41
5. Tentukanlah bidang inti untuk penampang Lingkaran di bawah ini : Jawab : Spesifikasi Penampang Luas :
A
πD
4
2
Inersia : I
;
πD
4
64
Koordinat Inti : Xn
πD
Untuk e x
D 2
ey
D 2
; ex
Sehingga jari - jari inti r 2.e x
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
I
D .A 2
D 8
D
.
Yn
I
e.A
4
64
πD
2
πD
4
64
.
8 πD
3
D 8
2 4 D
.2
4
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
42
6.
Suatu kolom kayu tinggi 3 m dengan jenis kayu kelas I mutu A, dengan kedua ujung sendi mengalami gaya tekan ultimate sebesar 40 kN, dimensi kayu 80mm x 100mm, tentukan apakah kayu cukup kuat untuk menahan gaya tekan yang bekerja. (Asumsi: tidak ada penahan lateral, kondisi terlindung kering udara dan dengan pembebanan tetap ) 3
Pembahasan : 1. Hitung Angka Kelangsingan
2. Mencari Nilai Faktor Tekuk Dari table angka kelangsingan dan factor tekuk (PKKI 1961), di dapatkan : Dengan
= 129.9, maka didapatkan
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
= 5.48
BY. PURNAMA DEWI ST.MT
43
3. Kontrol Tegangan Tekuk kayu, jika diketaui Tegangan Ijin (
ijin )
= 13 Mpa
4. Karena Tegangan yang terjadi Lebih Besar dari Tegangan yang diijinkan, maka penampang balok kayu di ubah, sehingga didapatkan : Hitung angka kelangsingan :
Mencari Nilai Faktor tekuk : Dari table angka kelangsingan dan factor tekuk (PKKI 1961), di dapatkan : Dengan
= 103.9, maka didapatkan
MEKANIKA REKAYASA III - ILMU KEKUATAN BAHAN LENDUTAN – TEKUK – INTI KERN POLINEMA - 2016
= 3.28
BY. PURNAMA DEWI ST.MT