LAPORAN KELOMPOK 3 SISTEM ONKOLOGI Modul 1 DISFAGIA
Tutor
: Dr.Anwar Wardy Sp.S
Ketua
: Lia Dafia
Sekertaris
: Balqis Basbeth
Anggota
:AMF.Faidzin A
Gusti Ayu Pitoyo Hesti Pusparani M.Alif Zainal M.Thanthawi Jauhari Mahardika Johansyah Nindya Adeline Surayya Ardillah
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2014
BAB I PENDAHULUAN
I.
Tujuan dan Sasaran Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Pembelajaran Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penyakit-penyakit dengan gejala pada disfagia, pathogenesis, patologis, cara diagnosis dan penanganan penyakit-penyakit tersebut.
Sasaran Pembelajaran Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat : 1. Membuat arti dan definisi disfagia 2. Menyebutkan dan menjelaskan tumor jinak dan ganas penyebab/degenerasi disfagia 3. Menjelaskan pathogenesis terjadinya disfaiga a. Menjelaskan struktur anatomi pencernaan/GI Tract bagian atas 4. Menjelaskan cara diagnosis penyakit-penyakit dengan disfagia 5. Menjelaskan pemeriksaan penunang yang dibutuhkan untuk membantu menegakkan diagnosis keganasan dan lain-lain kelainan yang menyebabkan disfagia a. Menggambarkan perubahan histopatologi pada bermacam-maam penyakit tumor pencernaan b. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan untuk mendeteksi penyakit tersebut 6. Menyebutkan stadium kanker pada pencernaan dengan menggunakan system TNM 7. Menjelaskan cara penanganan neoplasma jinak dan ganas 8. Menjelaskan terapi utama dan tambahan pada tumor jinak maupun ganas 9. Mengetahui prognosis kanker pencernaan
BAB I PENDAHULUAN
I.
Tujuan dan Sasaran Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Pembelajaran Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penyakit-penyakit dengan gejala pada disfagia, pathogenesis, patologis, cara diagnosis dan penanganan penyakit-penyakit tersebut.
Sasaran Pembelajaran Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat : 1. Membuat arti dan definisi disfagia 2. Menyebutkan dan menjelaskan tumor jinak dan ganas penyebab/degenerasi disfagia 3. Menjelaskan pathogenesis terjadinya disfaiga a. Menjelaskan struktur anatomi pencernaan/GI Tract bagian atas 4. Menjelaskan cara diagnosis penyakit-penyakit dengan disfagia 5. Menjelaskan pemeriksaan penunang yang dibutuhkan untuk membantu menegakkan diagnosis keganasan dan lain-lain kelainan yang menyebabkan disfagia a. Menggambarkan perubahan histopatologi pada bermacam-maam penyakit tumor pencernaan b. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan untuk mendeteksi penyakit tersebut 6. Menyebutkan stadium kanker pada pencernaan dengan menggunakan system TNM 7. Menjelaskan cara penanganan neoplasma jinak dan ganas 8. Menjelaskan terapi utama dan tambahan pada tumor jinak maupun ganas 9. Mengetahui prognosis kanker pencernaan
Skenario 1 Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan muntah setelah makan. Mula-mula rasa tidak enak di dada dan dirasakan makin lama makin berat. Belakangan rasa sakit disertai muntah dan seterusnya setiap kali makan muntah terutama kalau makan cair. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 tahun
Kata Kunci :
Pria Lansia
Muntah Setelah Makan(Regurgitasi kronis )
Nyeri setelah Makan ( kronis )
PERTANYAAN 1. Jelaskan definisi dan etiologi Disfagia dan jelaskan klasifikasi
disfagia? 2. Jelaskan patogenesis Disfagia dan jelaskan pada promotiv,preventif dan rehabilitatif terhadap kasus ini ? 3. Jelaskan perbedaan Regurgitasi akut dan kronis dan apakah ada hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus? 4. Jelaskan patomekanisme muntah dan saat makan cair pada kasus dan jelaskan patomekanisme Nyeri pada kasus? 5. Jelaskan alur pemeriksaan pada kasus? serta penyakit penyakit 6. Jelaskan pada tumor Primer dan Sekunder serta pada kasus dan jelaskan perbedaan penanganan tumor jinak dan ganas pada kasus? 7. Bagaimana penatalaksanaan awal pada kasus dan bagaimana penatalaksanaan yang terencana pada kasus 8. Jelaskan Different Diagnosis pada CA ESOFAGITIS? 9. Jelaskan Different Diagnosis pada CA GASTER? 10. Jelaskan Different Diagnosis pada CA LARING?
PEMBAHASAN 1. Definisi dan klasifikasi disfagia Definisi
Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung.Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas :
Disfagia mekanik Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh Massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelemjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta
Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan kel ainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esophagus
Disfagia oleh gangguan emosi Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal dikenal sebagai globushisterikus .
Berdasarkan Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas :
Disfagia orofaringeal Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk
Disfagia esophageal Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.
DISFAGIA PATOFISIOLOGI
Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase menelan yang dipengaruhinya. Fase Oral
Gangguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan menelan. Ketika meminum cairan, pasien mungkin kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kedalam faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi. Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut: ·
Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena tidak rapatnya pengatupan bibir
·
Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah
·
Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah dan koordinasinya
·
Tidak mampu mengatupkan gigi untuk mengurangi pergerakan mandibula
·
Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior karena berkurangnya tonus otot bibir.
·
Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah
·
Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau berkurangnya sensibilitas mulut
·
Pencarian gerakan atau ketidakmampuan untuk mengatur gerakan lidah karena apraxia untuk menelan
·
Lidah bergerak ke depan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
·
Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan lidah
·
Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah
·
Kontak lidah-palatum yang tidak sempurna karena berkurangnya pengangkatan lidah
·
Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah ke atas
·
Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan kekuatan lidah
·
Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease
·
Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar
·
Piecemeal deglutition
·
Waktu transit oral tertunda
Fase Faringeal
Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin tidak akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada valleculae atau si nus pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien
mungkin menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih setelah menelan. Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut: ·
Penundaan menelan faringeal
·
Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan velofaringeal
·
Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar lidah
·
Osteofit Cervical
·
Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan kontraksi bilateral faringeal
·
Sisa makanan pada vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari dasar lidah
·
Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan faringeal
·
Sisa makanan pada puncak jalan napas karena berkurangnya elevasi laring
·
Penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas
·
Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring
·
Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan laringeal anterior
Fase Esophageal
Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan minuman di dalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabkan oleh obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter esophageal bawah. Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal sebagai berikut: ·
Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal
·
Tracheoesophageal fistula
·
Zenker diverticulum
·
Reflux PATOGENESIS
1. Obstruksi lumen esofagus atau orofaring akibat lesi intrinsik pada dinding, kompresi ekstrinsik atau benda asing dalam lumen. Penyebab meliputi: Keganasan (primer atau sekunder) Striktur peptik Cedera kimiawi (misalnya korosif) “Oesophageal web” Cincin perbatasan skuamo-kolumnar (cincin Schatzki) Divertikulum esofagus Infeksi esofagus (misalnya kandidiasis) Benda asing
Vaskular (misalnya atrium kiri raksasa) 2. Kelainan neuromuskular yang mengganggu koordinasi aliran makanan dan cairan yang normal dari esofagus ke lambung. Penyebab meliputi: Kecelakaan serebro-vaskular Penyakit motor neuron Sklerosis multipel Miastenia gravis Polimiositis, dermatomiositis, Skleroderma Miopati tirotoksik Akalasia Beberapa upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. a. Pelayanan promotif dan preventif adalah pelayanan bagi kelompok masyarakatyang sehat, agar kelompok ini tetap sehat dan bahkan meningkat statuskesehatannya. Pada dasarnya pelayanan ini dilakukan oleh kelompok profesikesehatan masyarakat. b. Pelayanan kuratif dan rehabilitatif adalah pelayanan kesehatan masyarakat yangsakit, agar kelompok ini sembuh dari penyakit dan menjadi pulih kesehatannya.Pada prinsipnya pelayanan jenis ini dilakukan kelompok profesi kedokteran.
1. Upaya Promotif Adalah upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan status atau derajatkesehatan yang optimal Tujuannya adalah agar masyarakat mampu meningkatkan kesehatannya Sasarannya adalah kelompok orang yang sakit Dengan cara memberikan informasi kepada orang yang menderita penyakit disfagia
2. Upaya Preventif Adalah upaya promosi kesehatan untuk mencegah te rjadinya penyakit
Tujuannya adalah agar masyarakat tidak jatuh sakit dan terkena penyakit(primary prevention) Sasarannya adalah kelompok masyarakat yang beresiko tinggi terkena penyakit
3. Upaya Kuratif Adalah upaya untuk mencegah penyakit menjadi lebih parah melalui pengobatan Tujuannya adalah mencegah penyakit menjadi lebih parah (secondary prevention) Sasarannya adalah orang sakit ( pasien ) terutama penyakit kronis Dengan cara pemeriksaan dan pengobatan yang tepat kepada pasien yang menderita penyakit disfagia
4. Upaya Rehabilitatif Adalah upaya untuk memelihara dan memulihkan kondisi atau mencegah kecacatan Tujuannya adalah pemulihan dan pencegahan kecacatan (tertiery prevention) Sasarannya adalah kelompok orang yang baru sembuh dari penyakit Dengan cara pemulihan keadaan pasca sakit dan juga istirah at yang cukup
Jelaskan Hubungan Jenis Kelamin dan Usia pada Kasus!
Disfagia adalah rasa nyeri, rasa tidak nyaman, dan atau kesulitan dalam memulai atau menyelesaikan proses penelanan. Disfagia dapat disebabkan oleh kelainan neurologis, kelainan anatomis di kepala dan leher, psikogenik atau penyebab lainnya. Disfagia terjadi pada 13-14% pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan 30-35% pada pasien di pusat rehabilitasi. 70-90% pasien usia lanjut di fasilitas perawatan atau rumah jompo mengalami masalah pada proses menelan walaupun tanpa penyakit neurologis. 41% pasien dengan kanker kepala leher mengalami aspirasi. 40-70% pasien stroke akut mengeluhkan disfagia. 40-50% pasien stroke mengalami aspirasi dan setengahnya tanpa gejala. 20% pasien stroke dengan aspirasi meninggal akibat pneumonia karena aspirasi di tahun pertama. 1,2,3 Pada penelitian yang dilakukan oleh bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, RS Hasan Sadikin, Bandung. Kesimpulan pada
penelitian ini adalah bahwa pasien dengan keluhan disfagia terbanyak (54%) berusia >40 tahun. Penyakit tersering yang mendasaari keluhan disfagia adalah kelainan neurologis (30%). Pada pemeriksaan FEES untuk pasien-pasien dengna keluhan disfagia didapatkan dari 13 pasien, 69% perempuan dan 31% laki-laki, namun tidak ada penelitian yang menyebutkan bahwa ada pengaruh dari jenis kelamin terhadap kejadian disfagia. Hawson, F. Y. pada penelitiannya menyebutkan bahwa pada orang dengan usia >75 tahun memiliki risiko 6 kali lebih besar terjadi disfagia dan pneumonia akibat aspirasi jika dibandingkan dengan dewasa muda. 3 Cichero, J pada bukunya menyebutkan bahwa mulai usia 65 tahun terjadi proses degenerasi seperti ossifikasi kartilago laring, atrofi otot-otot intrinsik laring, dehidrasi pada mukosa laring, berkurangnya elastisitas ligamen-ligamen laring, berkurangnya gigi geligi, penurunan kemampuan sensoris di daerah faring dan laring terutama pada kelompok umur 41-60 tahun dan 61-90 tahun dimana semua hal tersebut akan dapat menyebabkan keluhan disfagia dengan atau tanpa aspirasi. 4 Perbedaan pendapat yang disampaikan antara Cichero, J dan Hawson, F. Y. ialah jumlah populasi yang tidak seimbang pada setiap kelompok umur yang akan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang perbandingan kejadian disfagia pada setiap kelompok umur.
Jelaskan Regurgitasi!
Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut. Bedanya dengan muntah adalah karena regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan tidak disertai oleh mual. Gangguan ini dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit. Regurgitasi tanpa tenaga ini cukup sering terjadi pada bayi akibat perkembangan sfingter esofagus bawah yang tidak sempurna. Pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan adanya inkompetensi
sfingter esofagus bagian bawah dan kegagalan sfingter esofagus bagian atas untuk bertindak sebagai sawar regurgitasi.5
Fisiologi Menelan (Deglutisi) 1.
Proses menelan yang kompleks.
Menelan adalah mekanisme kompleks, terutama karena faring hampir setiap saat melakukan beberapa fungsi lain di samping menelan dan hanya diubah dalam beberapa detik untuk mendorong makanan. Penting untuk dingat bahwa respirasi tidak terganggu akibat menelan. 2.
Tahap-tahap proses menelan.
Proses menelan bermula dari fase volunter (oral) selama bolus makanan didorong ke dalam faring oleh kontraksi dari lidah. Bolus kemudian mengaktivasi reseptor sensoris orofaring yang kemudian akan menginisiasi fase involunter (faringeal dan esofageal), atau disebut juga refleks deglutisi. Secara lengkap, tahap-tahap menelan umumnya dapat dibagi menjadi : Tahap volunter, yang mencetuskan proses menelan, Bila makanan sudah siap untuk ditelan, "secara sadar" makanan ditekan atau digulung ke arah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum. Tahap faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus; 1. Rangkaian kontraksi otot faringeal saat menelan. Sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah reseptor menelan di seluruh pintu faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan impuls-impuls dari sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai berikut : Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior,
dengan cara ini mencegah refluks makanan ke rongga hidung. Lipatan palatofaringeal di kedua sisi faring tertarik ke medial
untuk saling mendekat. Dengan cara ini, lipatan-lipatan tersebut
membentuk celah sagital yang harus dilewati makanan untuk masuk ke dalam faring posterior. Celah ini melakukan kerja selektif, sehingga makanan yang telah cukup dikunyah dapat lewat dengan mudah sementara menghalangi lewatnya benda yang besar. Karena tahap ini berlangsung < 1 detik, tiap benda besar apa pun sangat dihalangi untuk berjalan melewati faring masuk ke esofagus.
Pita suara laring bertautan secara erat, dan laring ditarik ke atas dan anterior oleh otot-otot leher. Kerja ini, digabung dengan adanya ligamen yang mencegah pergerakan epiglotis ke atas, menyebabkan epiglotis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea. Yang paling penting adalah eratnya tautan pita suara, namun epiglotis juga membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara. Kerusakan pita suara atau otot-otot yang membuatnya bertautan dapat menyebabkan strangulasi. Sebaliknya, pembuangan epiglotis biasanya tidak menyebabkan gangguan yang serius pada penelanan.
Gerakan
laring
ke
atas
juga menarik dan
melebarkan
pembukaan esofagus. Pada saat yang sama, 3-4 cm di atas dinding otot esofagus, suatu area yang dinamakan sfingter esofagus
bagian
atas
atau
sfingter
faringoesofageal
berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di antara penelanan, sfingter ini, tetap berkontraksi dengan kuat (sebesar tekanan 60 mm Hg di dalam lumen usus), mencegah udara masuk ke esofagus selama respirasi. Pada saat yang sama dengan terangkatnya laring dan relaksasi
sfingter
faringoesofageal,
seluruh
otot
dinding
faring
berkontraksi, mulai dari superior faring dan menyebar ke bawah
sebagai gelombang peristaltik yang cepat melintasi daerah faring media dan inferior, untuk kemudian mendorong makanan ke dalam esofagus.
Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring: trakea tertutup, esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik cepat berasal dari faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas. Seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
2. Pengaturan saraf pada tahap faringeal dari menelan. Daerah taktil paling sensitif dari mulut posterior dan faring yang
mengawali fase penelanan terletak pada suatu cincin yang mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar pada tiang-tiang tonsil. Impuls dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris saraf trigeminal dan glosofaringeal ke daerah medula oblongata di dalam atau yang berhubungan erat dengan traktus solitarius, yang terutama menerima semua impuls sensoris dari mulut.
Proses menelan selanjutnya diatur secara otomatis dalam urutan yang rapi oleh daerah-daerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis dan bagian bawah pons. Urutan refleks penelanan ini sama dari satu penelanan ke penelanan berikutnya, dan waktu untuk seluruh siklus juga tetap sama. Daerah di medula dan pons bagian bawah yang mengatur penelanan disebut pusat menelan atau pusat deglutisi. Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas dijalarkan oleh saraf kranial ke-5, 9, 10, dan 12 serta beberapa saraf servikal superior.
Ringkasnya, tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya
merupakan suatu refleks (involunter ), yang hampir tidak pernah dimulai oleh rangsangan langsung pada pusat menelan atau
daerah yang lebih tinggi di sistem saraf pusat. Sebaliknya, proses ini hampir selalu diawali oleh gerakan makanan secara volunter (disadari) masuk ke bagian belakang mulut, yang merangsang reseptor-reseptor sensoris untuk menimbulkan refleks menelan. 3. Pengaruh tahap faringeal dari penelanan terhadap respirasi. Seluruh tahap faringeal dari penelanan terjadi dalam waktu < 2 detik, dan mengganggu respirasi hanya sekejap. Pusat menelan secara khusus menghambat pusat respirasi medula selama waktu ini, menghentikan pernapasan untuk memungkinkan berlangsungnya penelanan. Namun bahkan saat seseorang sedang berbicara, penelanan akan menghentikan pernapasan selama waktu yang sedemikian singkat sehingga tidak pernah untuk diperhatikan.
Tahap esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari faring ke lambung. 1. Penyesuaian gerakan dengan fungsi esofagus : peristaltik primer dan sekunder . Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut. Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik: peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang
peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari penelanan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik. Makanan yang ditelan dalam posisi tegak biasanya bahkan dihantarkan lebih cepat daripada gelombang peristaltik itu sendiri (sekitar 5-8 detik), akibat adanya efek gravitasi.
Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi
gelombang peristaltik
sekunder
yang
dihasilkan
dari
peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan, dan terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus esofagus dan sebagian oleh refleks-refleks yang dihantarkan melalui seratserat aferen vagus dari esofagus ke medula dan kemudian kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat eferen vagus. 2. Pengaturan saraf pada tahap faringeal dari menelan. Susunan otot faring dan 1/3 bagian atas esofagus adalah otot lurik. Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh impuls saraf rangka dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada 2/3 bagian bawah esofagus, yang ototnya merupakan otot polos,
juga
secara
kuat
diatur
oleh
saraf
vagus
melalui
hubungannya dengan sistem saraf mienterikus. Bila saraf vagus yang menuju esofagus terpotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esofagus mampu menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat tanpa bantuan dari refleks vagal. Karena itu, sesudah paralisis refleks penelanan, makanan yang didorong dengan cara lain ke dalam esofagus bagian bawah tetap siap untuk masuk ke dalam lambung. 3. Relaksasi reseptif dari lambung. Saat gelombang peristaltik esofagus berjalan ke arah lambung, timbul suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat mienterikus,
mendahului peristaltik . Selanjutnya,
seluruh lambung, bahkan duodenum menjadi terelaksasi saat gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian mempersiapkan diri lebih awal untuk menerima makanan yang didorong ke bawah esofagus selama proses menelan.
Patofisiologi Muntah Makanan masuk berbetuk bolus akan dibantu oleh gerakan peristaltic esophagus sedangkan makanan cair pada keadaan normal akan cepat turun ke sfingter esophagus bawah dibantu gerakan peristaltic, jika ada tumor ganas atau karsinoma maka gerakan motoric esophagus akan menurun yang berakibat melemahnya peristaltic. Makanan akan tertahan di atas tumor karena tidak dapat masuk ke lambung sehingga dimuntahkan. Mulanya waktu menelan makanan padat terasa hambatan menelan, selanjutnya mengonsumsi makanan setengah padat atau bahkan cair akan timbul gejala tersebut. Muntah lendir juga dapat terjadi, volume yang keluar bertambah sesuai derajat obstruksi tumor. Karena ludah dan secret esophagus tidak dapat mengalir ke lambung, ditambah kanker dan peradangan menyebabkan kelenjar esophagus dan kelenjar liur secara reflek bertambah sekretnya, cairan ini semua menumpuk di lumen esophagus di atas tumor. Ketika volumenya berlebihan, muntah akan keluar dan dapat terhisap ke saluran napas.
Patofisiologi Nyeri Dada Ketika bolus masuk ke dalam esophagus yang terdapat tumor maka bolus tersebut akan tertahan di atas tumor. Untuk memaksa agar bolus dapat diteruskan ke lambung maka esophagus akan meregang dan merangsang reseptor tekanan di dinding esophagus akibatnya terjadi gelombang peristaltic yang lebih kuat yang diperantai oleh pleksus saraf intrinsic di tempat peregangan. Awalnya bolus yang menumpuk di atas tumor menimbulkan sensasi tidak enak di dada. Namun ketika esophagus berusaha mendorong bolus masuk ke lambung akan terjadi penekanan pada dinding yang terdapat tumor sehingga menimbulkan sensasi nyeri
5. Jelaskan alur pemeriksaan pada kasus ? ANAMNESIS KU :
Apakah terdapat kesulitan menelan makanan cair maupun padat ?
Bagaimana awal timbul dan perkembangannya? ( sulit menelan sekaligus padat sejak awal menunjukkan adanya gangguan motilitas.) Adakah kesulitan melakukan gerakan menelan (pertimbangkan kelumpuhan bulbar)?
Adakah nyeri saat menelan ( odinofagia )? ,pertimbangkan jika ada keganasan atau esophagitis?
Adakah tonjolan pada leher atau mendeguk?( pertimbangkan jika ada kantung faring )
Ditanyakan biasanya pasien merasa ada benda yang tersangkut di bagian mana?
Adakah batuk atau tercekik saat menelan ?( ini menunjukkan penyebab neuromuscular)
Pernahkan adanya penurunan berat badan?
Adakah tanda-tanda kelemahan di bagian tubuh m anapun?
Adakah hematemesis,muntah atau regurgitasi?
RIWAYAT DAHULU :
Ditanyakan adakah riwayat ulkus,penyakit sitemik (misalnya scleroderma ),atau gangguan neurologis (misalnya miastenia gravis).
Adakah riwayat operasi untuk ulkus (misalnya fundoplikasi)
RIWAYAT KEBIASAAN
Tanyakan mengenai riwayat merokok dan alcohol pada pasien?
RIWAYAT OBAT-OBATAN
Adakah pasien mengkonsumsi obat seperti inhibitor pompa proton?
Adakah pasien mengkonsumsi obat yang mungkin menyebabkan eksaserbasi esophagitis (misalnya OAINS)?
PEMERIKSAAN FISIK
Dilihat apakah pasien sakit ringan atau berat?
Apakah adanya tanda-tanda anemia,limfanodenopati atau icterus?
APakah adanya tanda-tanda penurunan berat badan?
Adakah kelainan pada leher dan adakah struma (kelenjar gondok)
Lakulan pemeriksaan mulut dan lidah?
Pertimbangkan pemeriksaan spesialis THT untuk faring dan laring
Adakah tanda-tanda gangguan cardiovascular dan pernapasan?
Cari tanda-tanda aspirasi
Apakah adanya massa abdomen?,adakah hepatomegaly atau nyeri tekan epigastrium?
Lakukan pemeriksaan neurologis.pemeriksaan yang lengkap perlu dilakukan dengan penekanan khusus pada setiap gejala-gejala kelemahan otot,fasikulasi (kedutan),kelemahan otot pada lidah dan ref leks muntah.
Perhatikan saat pasien menelan cairan,adakah terdesak,batuk atau pembesaran leher?
6.Jelaskan pengertian tumor primer dan sekunder, sebutkan penyakitpenyakitnya!
Kanker merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk pertumbuhan yang ganas, otomatis dan tidak terkontrol dari sel-sel pada jaringan. Pertumbuhannya membentuk tumor, merusak jaringan normal, dan merebut gizi serta oksigen jaringan normal. Penyebaran terjadi saat kelompok kecil sel terlepas dari tumor induk, dan terbawa ke tempat lainnya melalui pembuluh darah dan lympha dan mulai menjadi tumor baru seperti induknya (WHO 2006) Tumor primer didefinisikan sebagai tumor yang tumbuh pada lokasi anatomi tertentu dan bukan berasal dari lokasi lain atau bukan penyebaran dari tumor lain. Tumor sekunder atau tumor metastasis didefinisikan sebagai penyebaran tumor dari lokasi asalnya melalui sistem sirkulasi darah, sistem limfatik dan cairan serebrospinal.
JARINGAN ASAL
JINAK
GANAS
Epitel skuamosa berlapis Jaringan mesenkim jaringan ikat dan turunannya
Papiloma sel skuamosa Fibroma Lipoma Kondroma Osteoma
Karsinoma sel skuamosa/ karsinoma epidermoid Fibrosarkoma Liposarkoma Kondrosarkoma Sarkoma osteogenik
Hemangioma Limfangioma Leiomioma Rhabdomioma
Angiosarkoma Limfangiosarkoma Leiomiosarkoma Rhabdomiosarkoma
Endotelium dan jaringan terkait lainnya: Pembuluh darah Pembuluh limfe Otot polos Otot Lurik
Jelaskan perbedaan penanganan pada tumor jinak dan ganas!
Terapi kanker dewasa ini terutama terdiri atas operasi, radioterapi, kemoterapi, dan terapi biologis serta beberapa metode lainnya. Terapi operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi kuratif kanker yang bersifat lokal. Begitu timbul residif lokal, diseminasi dan metastasis jauh, operasi dan radioterapi sulit mengendalikannya. Terapi biologis merupakan metode terapi sistemik yang sangat prospektif, namun pada saat ini efektivitasnya masih kuranng sehingga belum dipakai luas secara klinis. Berbeda dari terapi operasi dan radioterapi,kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker sistemik (contoh: Leukemia, mieloma, limfoma, dll). Pada kanker stadium lanjut lokal, kemoterapi sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi efektif. Hingga saat ini kanker yang dapat disembuhkan kemoterapi mencapai 10 jenis lebih, atau 5% dari seluruh pasien kanker, menduduki 10% dari angka kematian akibat kanker tiap tahunnya, termasuk kanker derajat keganasan tinggi seperti kanker trofoblastik, leukemia limfositik akut anak, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, kanker ovarium, dan lain-lain. Sebelum menentukan terapi pada penyakit neoplasma ganas / kanker maka harus ditentukan lebih dahulu : a. Diagnosa Utama Bila mungkin dengan hasil pemeriksaan histopatologi b. Diagnosa Sekunder
Yaitu penyakit lain yang dapat mempengaruhi prognosa dan atau pengobatan dari penyakit utamanya c. Diagnosa Komplikasi Yaitu penyakit lain akibat penyakit utama yang memerlukan terapi khusus atau tersendiri d. Status Penampilan
A. TUJUAN TERAPI 1. KURATIF = PENYEMBUHAN Yaitu tindakan pengobatan untuk menyembuhkan penderita atau membebaskan penderita dari kanker untuk selama lamanya. Umumnya hanya pada kanker stadium dini, operabel, chemo-radio sensitif. 2. PALIATIF Yaitu semua tindakan guna meringankan beban penderita kanker yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Tujuannya adalah : memperbaiki kualitas hidup –mengatasi komplikasi atau mengurangi keluhan. B. MACAM TERAPI 1. TERAPI UTAMA Yaitu terapi yang ditujukan untuk menghilangkan penyakit kanker. Bisa dikerjakan dengan berbagai cara: Contoh : Tumor solid lokal Operasi Bila telah menyebar luas dan hormonal dependent maka terapi utamanya adalah terapi hormonal
2. TERAPI TAMBAHAN (ADJUVANT) Yaitu tindakan / tambahan terapi pada terapi utama yang ditujukan untuk menghancurkan sel-sel kanker yang mikroskopik mungkin masih ada. Contoh:
Ca-Mamma std II, terapi utama :operasi, terapi adjuvant: radiasi, hormonal, khemoterapi
Ca-Mamma std IV, terapi utama: hormonal / khemoterapi, terapi adjuvant: operasi
3. TERAPI KOMPLIKASI Yaitu tindakan terhadap komplikasi penyakit kanker itu sendiri atau komplikasi karena pengobatan penyakit kankernya. 4. TERAPI BANTUAN Yaitu terapi berupa nutrisi, transfusi darah, fisioterapi C. CARA TERAPI 1. Operasi 2. Radioterapi 3. Khemoterapi 4. Hormonal terapi 5. Immunoterapi 6. Lain-lain : Elektrokoagulasi 7. Terapi kombinasi
7. BAGAIMANA PENATALAKSANAAN AWAL PADA KASUS DAN BAGAIMANA PENATALAKSANAAN YANG TERENCANA PADA KASUS? JAWABAN: Penatalaksanaan
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri memperlihatkan tahapan-tahapan dalam menelan. Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan. Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus untuk minumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang panan ataupun dingin. Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal
Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
a. Modifikasi diet Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat. Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal. b. Suplai Nutrisi Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral. c. Hidrasi Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi. d. Pembedahan Pembedahan gastrostomy Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal. Cricofaringeal myotomy Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan untuk mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot utama dari PES. Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari CPM.
TATA LAKSANA DISFAGIA SECARA KOMPREHENSIF
Terapi menelan, baik prosedur terapi langsung maupun kompensatori, dapat memperbaiki fungsi menelan pada pasien dengan disfagia orofaring, mengurangi risiko pneumonia aspirasi, dan memperbaiki status gizi pasien. Tujuan dari terapi rehabilitatif adalah untuk keamanan dari proses menelan (misalnya mencegah aspirasi) dan efektivitas (misalnya meningkatkan kecepatan menelan dan mengurangi residu makanan di rongga mulut dan faring). 1 1. Compensatory Treatment Procedures Teknik terapi ini dirancang untuk melancarkan aliran bolus melewati rongga mulut dan faring. Terdiri atas :
postur (chin tuck, head back, head rotation)
peningkatan input sensoris (bolus dengan rasa berbeda, suhu dan tekstur yang berbeda)
modifikasi volume bolus dan kecepatan makan (volume kecil dan kecepatan yang perlahan)
modifikasi viskositas/tekstur makanan ( konsistensi cair atau lunak)
intraoral prosthetics (Palatal lift, obturator dan augmentation)
1,2
2. Prosedur Terapi Langsung Prosedur Terapi Langsung dirancang untuk mengubah fisiologi menelan dengan cara mengubah komponen spesifik dari fase oral maupun faringeal. Antara lain dengan latihan untuk memperbaiki kekuatan, gerakan, kemampuan kontrol otot-otot menelan, dan memperbaiki integrasi sensori-motor. a. Latihan gerak, resistensi, dan kontrol Latihan gerak memperbaiki gerakan rahang, bibir, lidah dan dasar lidah, konstriktor faringeal, laring, dan hyoid. Latihan ini berguna terutama memperbaiki oropharyngeal swallow efficiency (OPSE) untuk pasien dengan pengobatan kanker rongga mulut, pasien Parkinson, multipel sklerosis, dan amyotrophic lateral sclerosis.
Latihan kekuatan melibatkan teknik resistensi aktif dan targetnya biasanya adalah otot-otot lidah, bibir, rahang, dan suprahyoid. Kekuatan lidah biasa berkurang pada orang lanjut usia, pasien stroke, traumatic brain injury (TBI), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Parkinson, dan kanker rongga mulut yang diradioterapi. Latihan kontrol lidah memperbaiki kontrol bolus pada saat mengunyah. Latihan Shaker adalah latihan untuk memperbaiki pembukaan upper esophageal sphincter (UES) saat menelan. b. Prosedur Integrasi Sensori-motor Stimulasi termal-taktil digunakan sebagai mekanisme inisiasi untuk menstimulasi susunan saraf pusat. Dilakukan pijatan pada arkus faucial anterior dengan kaca laring 00 yang dingin dan pasien diperintahkan untuk menelan. Jika dikombinasikan dengan rangsangan asam dapat mengurangi waktu laten dari proses menelan. c. Manuver Manuver dirancang untuk mengubah fisiologi menelan, khususnya fase faringeal dengan menjadikan fase faringeal dibawah kontrol volunter. -
Supraglotis swallow dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan nafas sebelum dan selama menelan pada level glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas, menelan, dan batuk.
-
Super supraglotis swallow untuk meningkatkan penutupan jalan nafas sebelum dan selama menelan pada level laringeal vestibulum dan glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas dalam agar arytenoid sampai ke dasar epiglotis sehingga laringeal vestibulum tertutup, menelan lalu batuk.
-
The effortful swallow dirancang untuk meningkatkan gerakan dasar lidah posterior selama menelan dan memperbaiki bersihan bolus yang melewati dasar lidah. Manuver ini berguna pada pasien dengan
penurunan gerak dasar lidah posterior, residu pada dasar lidah, valekula,
dan
dinding
faringeal
atas.
Pasien
diinstruksikan
menghancurkan makanan dengan lidah dan otot tenggorokan selama menelan yang akan meningkatkan pembersihan bolus melewati dasar lidah dan melalui faring atas. Manuver ini sering dikombinasikan dengan postur chin tuck . -
The
Mendelsohn
maneuver
dirancang
untuk
meningkatkan
perpanjangan elevasi laring dan gerakan anterior selama menelan, dengan
demikian
meningkatkan
luas
dan
durasi
pembukaan
cricofaringeal selama menelan. Manuver ini juga dapat meningkatkan koordinasi faringeal selama fase faringeal. Pasien diinstruksikan menelan seperti biasa dan saat setengah menelan (saat laring terangkat) tahan selama 2 detik kemudian relaksasi. -
The tongue-hold maneuver (Masako manuver) dirancang untuk meningkatkan gerakan anterior dinding faring posterior. Gerakan dinding faring posterior lebih besar sehingga terdapat kontak dengan dasar lidah selama menelan. Teknik ini digunakan pada pasien dengan penurunan kontak dasar lidah dengan dinding faring dan penurunan pembersihan bolus melewati dasar lidah. 1,2
8. KARSINOMA ESOFAGUS
Karsinoma esofagus secara umum merupakan tumor yang sangat agresif dengan prognosis yang buruk. Biasanya tumor ini ditemukan dalam stadium lanjut dimana penyembuhan sudah sulit dilakukan. Dengan kemajuan dibidang endoskopi dan teknik pencitraan, tumor esofagus dapat ditemukan sejak dini, sehingga dapat dilakukan tindakan kuratif. Teknik pencitraan modern, termasuk barium esophagography, contras-enhanced computed tomography(CT), Magnetic Resonance Imaging (MRI), ultrasonografi endoskopik (Eus), dan tomografi emisi positron-(PET), adalah alat yang kuat dalam mendeteksi, diagnosis, dan menstaging adanya malignancy.
Reseksi esofagus masih merupakan pilihan utama penanganan karsinoma esofagus. Beberapa tahun terakhir, dengan perbaikan standar teknik operasi dan perawatan perioperatif, angka morbiditas dan mortalitas operasi karsinoma esofagus telah menurun. Angka kesembuhan meningkat, dan apabila tidak mungkin disembuhkan lagi dapat diberikan terapi paliatif yang berkualitas. Mayoritas tumor pada esofagus adalah tumor ganas, hanya kurang dari 1% yang merupakan tumor jinak. Dari tumor ganas 60 % adalah dari jenis karsinoma sel skuamosa yang tersebar merata pada seluruh esofagus dan sisanya 40 % adenokarsinoma yang biasanya ditemukan pada esofagus bagian distal. Tumor esofagus pertama kali diuraikan dalam literatur kuno oleh Galen pada abad 2 masehi yang menyebutkan pertumbuhan pada esofa gus yang menyebabkan kesulitan menelan dan kematian. Dalam literatur China disebutkan sebagai suatu penyakit yang diderita pada musim semi dan tidak akan bertemu musim panas berikutnya. Pembedahan tumor esofagus pertamakali dilakukan oleh Czerny pada tahun 1877 yang berhasil melakukan reseksi tumor esofagus pars cervikalis. Dengan ditunjang kemajuan dibidang anestesi, Ohsawa pada tahun 1933 berhasil melakukan operasi tumor esofagus pars thoracalis dan rekonstruksi dengan menggunakan lambung satu tahap. Sejak saat itu pembedahan esofagus memasuki era baru dan memungkinkan melakukan reseksi primer dan anastomosis dengan resiko morbiditas dan mortalitas yang dapat diterima.
EPIDEMIOLOGI Insidens karsinoma esofagus sangat bervariasi diberbagai negara, banyak ditemukan di China, Jepang, Rusia, Hongkong, Skandinavia, dan Iran. Di negaranegara barat seperti Amerika dan Inggris jarang ditemukan karsinoma esofagus. Dilaporkan di China insiden karsinoma esofagus 19,6/100.000 pada laki-laki dan 9,8/100.000 pada wanita, bahkan pada propinsi Hunan, Shanxi dan Hebey i nsiden mencapai 100/100.000 penduduk. Sedang Di Amerika dilaporkan insiden 6/100.000 pada laki-laki dan 1.6/100.000 pada wanita. Penyakit ini terutama
ditemukan pada umur 50-70 tahun, jarang dibawah 50 tahun. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 3:1.Kulit hitam lebih banyak dibanding kulit putih dengan perbandingan 3,5:1. Banyak ditemukan pada perokok lama dan peminum alkohol serta pada golongan sosial ekonomi rendah dengan defisiensi gizi yang kronis. ETIOLOGI Penyebab pasti dari karsinoma esofagus belum jelas. Beberapa peneliti menduga bahwa faktor lingkungan mempengaruhi epidemiologi karsinoma ini. Dimana perpindahan dari daerah insiden rendah ke daerah insiden tinggi meningkatkan frekwensi, sebaliknya perpindahan dari daerah insiden tinggi ke daerah insiden rendah mengurangi resikonya, terutama pada usia muda. Diantara faktor-faktor tersebut penggunaan alkohol, perokok berat dan esofagitis memegang peranan penting. Dua faktor pertama, alkohol dan merokok, bila terdapat pada seorang individu akan sangat meningkatkan resiko karsinoma esofagus hingga 40 kali lipat. Efek dari bahan karsinogenik seperti nitrosamin, debu silika dan malnutrisi tidak semuanya memberikan banyak kontribusi. Bukti epidemiologik meyakinkan bahwa setiap kelaianan yang mengganggu struktur esofagus, fungsinya dan menyebabkan rangsangan kronik mukosa merupakan faktor predisposisi individual untuk karsinoma, diperkirakan karena proses regenerasi-reparatif merupakanlingkungan yang optimum untuk timbulnya karsinoma.Beberapa keadaan yang merupakan lesi premaligna adalah: Barret’s esofagus, Akalasia, Esofagitis kronis, tylosis, plummer vincent s yndrome dan striktur kaustik.
STAGING Staging karsinoma esofagus didasarkan pada sistem TNM dari Union International Contre Le Cancre (UICC) yaitu:1,6 Tabel 1. Klasifikasi TNM karsinoma esophagus
STAGING TUMOR NODUL METASTASIS Stage0 Tis N0 M0 StageI T1 N0 M0 StageIIA T2 T3 N0 N0 M0 M0 StageIIB T1 T2 N0 N1 M0 M0 StageIII T3 T4 N1 anyN M0 M0 Stage IV any T any N M1 Keterangan : T(Tumor): Tis:Karsinoma in situ T1: Tumor invasi pada lamina propria atau submucosa T2: Tumor invasi pada muskularis T3: Tumor invasi pada lapisan adventitia T4: Tumor invasi pada organ lain N(Nodul): N0: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe N1:Ada pembesaran kelenjar limfe regional M(Metastase): M0: Tidak ada metastase M1: Ada metastase DIAGNOSIS
Gambaran klinis
Keganasan pada esofagusstadium awal biasanya asimptomatik. Gejala utama karsinoma esofagus ialah disfagia progresif yang berangsur-angsur menjadi berat. Keluhan ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai berbulan-bulan. Mulamula disfagia timbul bila makan makanan padat, sampai akhirnya makanan cair ataupun air liurpun sangat mengganggu. Semua ini menyebabkan penderita menjadi kurus dengan keadaan gizi kurang. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis karsinoma esofagus. Tidak ada tanda fisik yang spesifik, kelaianan biasanya akibat sumbatan esofagus atau infiltrasi ke n. laryngeus rekurens yang menyebabkan suara serak. Dapat ditemukan pula tanda-tanda metastasis, seperti pembesaran kelenjar limfe cervicalis atau supraclavicularis, efusi pleura, ascites , hepatomegali dan nyeri tulang. Pada kasus-kasus yang kronis dapat terjadi penurunan berat badan yang drastis.
Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Thoraks Dengan foto thoraks dapat ditemukan metastasis pulmoner, massa mediastinum, pergeseran trachea dan efusi pleura. 2. Esofagografi Dengan barium swallow kontras ganda, tampak gambaran filling defect yang irregularatau striktur yang ulseratif yang mana merupakan gambaran khas untuk karsinoma esofagus. Adanya deviasi dan angulasi dari barium dalam esofagus merupakan tanda lain dari keganasan esofagus. Dapat pula dite ntukan panjang lesi, luasnya jaringan yang terlibat, dan derajat obstruksi. Sensitifitas dari pemeriksaan ini 74-94%. 3. Endoskopi dan Biopsi (Esofagoskopi) Dengan esofagoskopi dapat dilihat secara langsung besar dan letak tumor sekaligus dilakukan biopsy untuk menentukan jenis tumor secara histologis.
4.CT Scan Dengan CT scan dapat diketahui tumor primernya, penyebaran lokal tumor, penyebaran ke struktur mediastinum, keterlibatan limfonodi supraklavikula, mediastinum dan abdomen bagian atas. 5.Magnetic Resonance Imaging Hampir sama dengan CT Scan, pemeriksaan ini kurang populer.
6.Endoultrasonografi (EUS) Menilai kedalaman penetrasi tumor.5 lapisan berselang hiper/hipoekoik. Dapat Menilai kel limfe: ukuran; bentuk;demarkasi; intensitas dan tekstur eko. Deteksi kelenjar soeliakus70-80%; sensitifitas 97%
7.Positron Emission Tomografi (PET) Ketepatan deteksi tumor primer 78%,nodul metastase 86% Menilai respon tumor terhadap kemoterapi
8.Torakoskopi dan Laparoskopi Menentukan resektabilitas tumor, biopsi kelenjar limfe soeliakus yang mencurigakan atau tempat-temat yang sering mengalami metastasis.
PENATALAKSANAAN
Mengenai penanganan penderita dengan kanker esophagus belum ada kesatuan pendapat.Staging, performance status dan usia merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Adapun modalitas terapi dan tujuan terapi adalah sebagai berikut:
Kuratif 1. Pembedahan Reseksi merupakan pendekatan terbaik untuk karsinoma esofagus pada pasien
muda tanpa ditemukan penyebaran jauh.Bila dikombinasikan dengan kemoterapi preoperatif dengan cisplatin – 5-fluorouracil (5-FU) dapat meningkatkan 2-year survival rate 10% dibandingkan dengan pembedahan saja. Beberapa metode esofagektomi: -McKeown’s operation Pendekatan 3 lapangan operasi, meliputi laparotomi, thorakotomi dan Insisi servikal, dibuat anastomosis antara lambung keesofagus di servikal. -Ivor Lewis operation Pendekatan 2 lapangan operasi, meliputi laparotomi dan thorakotomi, dilakukan anastomosis antara lambung dengan oesophagus di thoraks. -Thoracoabdominal approach Dengan insisi tunggal melewati abdomen kiri atas, diaphragma dan thoraks kemudian dilakukan anastomosis lambung dengan esofagus di thoraks. -Transhiatal approach Meliputi laparotomidan insisi servikal dilanjutkan dengan diseksi tumpul dari thoracic oesophagus, mengangkat gastric pedicle ke servikal untuk servikal anastomosis. -Laparoscopy-assistedesophagectomy Hampir sama dengan transhiatal approach tetapi menggunakan laparoscopic instruments untuk mobilisasi esophagus intra thoracic. Beberapa metode rekonstruksi post esofagektomi: Beberapa pilihan rekonstruksi esophagus post esofagektomi meliputi penggantian dengan lambung, jejunum atau colon seperti terlihat pada diagram.
2. Radioterapi Radioterapi atau kombinasi kemo-radiaterapi merupakan terapi pilihan untuk sebagian besar skuamous sel karsinoma esofagus 1/3 t engah dan atas, karena dari penelitian ditemukan penurunan resiko mortalitas operasi dan meningkatkan survival. Preoperatif radiotherapy telah diteliti dengan randomized trial dan tidak ditemukan peningkatan survival. Adjuvant radiotherapy diindikasikan hanya jika
resection margins masih mengandung tumor.
3. Chemotherapy Efektif untukskuamous sel karsinoma dan adenokarsinoma.Untuk skuamus s el karsinoma kombinasi chemotherapy – radiation terbukti memberi manfaat daripada radioterapi atau khemoterapi saja dan memberikan 3-year survival rate sama dengan tindakan pembedahan.
Paliatif Penatalaksanaan terapi paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan gejala yang predominan dan kemampuan untuk melakukan tindakan terapi paliatif. Termasuk dalam terapi paliatif
1. Radiotherapi eksterna atau intracavitary technique. Baik untuk skuamous sel karsinoma dan adenokarsinoma
2. Intubation Dengan endoscopically placed stent – terutama berguna untuk mengatasi tracheooesophageal fistula
3. Laser therapy Terapi paliatif untuk dysphagia yang disebabkan oleh exophytic tumours 4. Ethanol injection Secara endoskopi dapat memberikan terapi dysphagia jangka pendek untuk pasien yang kurang fit untuk menjalani pembedahan.
5. By-pass procedure. Kanker esofagus yang unresectable dapat dilakukan prosedur bypass dengan menggunakan jejunum atau colon sebagai conduit.
PROGNOSIS
Prognosis karsinoma esofagus adalah buruk, ketahanan hidup 5 tahun 2% untuk laki-laki dan 6% untuk wanita. Sesudah reseksi, ketahanan hidup 2 tahun 20% dan ketahan hidup 5 tahun 14%. Dengan prognosis yang kurang menggembirakan maka pasien dengan resiko kematian yang rendah lebih cepat dilakukan reseksi, sedangkan pasien dengan resiko kematian yang tinggi akan dilakukan kemoterapi dan operasi dilakukan pada penderita yang paling memungkinkan. Prognosis untuk kanker esophagus yang ditangani dengan pendekatan standar seper ti operasi dan / atau radiasi. Studi retrospektif pada pasien yang dilakukan radioterapi saja atau operasi telah menunjukkan tingkat ketahanan hidup 5 tahun sebesar 6% untuk radioterapi dan 11% untuk operasi.
KOMPLIKASI
karsinoma esofagus mudah meluas melalui dinding esophagus yang tipis karena tidak adanya lapisan serosa . Struktur mediastinum penting yang berdekatan dengan esofagus termasuk trakea, bagian kanan dan kiri dari bronkus, arkus aorta dan aorta descendens , perikardium, pleura, dan tulang belakang. Infiltrasi tumor ke dalam struktur yang paling serius dan, kadang-kadang, komplikasi yang mengancam jiwa seperti kanker kerongkongan. Kebanyakan komplikasi akibat kanker kerongkongan yang disebabkan obstruksi lumen dan invasi tumor l okal. Pasien sering tidak sadar, mereka menyesuaikan diet makanan lunak atau cairan untuk menghindari disfagia makanan padat. Ketidakmampuan progresif untuk menelan makanan padat menyebabkan menurunnya berat badan dan k ekurangan nutrisi. Regurgitasi makanan atau cairan oral juga dapat terjadi dalam penentuan obstruksi lumen yang signifikan. Mungkin halitosis stasis hadir karena makanan dan regurgitasi. komplikasi paru dari aspirasi termasuk pneumonia dan abses paru. Massa tumor dapat menyebabkan obstruksi kompresi dari cabang tracheobronchial, menyebabkan dispnea, batuk kronis, dan pada waktu pneumonia
postobstructive. Fistula esophagoairway dapat berkembang dengan invasi tumor trakea atau bronkus. Airway fistula sangat rapuh dan dihubungkan dengan kematian yang signifikan karena tingginya risiko komplikasi paru seperti pneumonia dan abses. Meskipun arkus aorta dan aorta descendens terletak berdekatan dengan kerongkongan, ekstensi ke dalam struktur ini kurang sering daripada invasi napas. Erosi melalui dinding aorta dapat mengakibatkan pendarahan parah dan sering fatal. Pertumbuhan tumor dari perikardium dilaporkan sebagai penyebab aritmia dan kelainan konduksi
PENCEGAHAN
Tembakau dan alkohol adalah faktor risiko utama dalam pengembangan sel skuamosa kanker esophagus,penghentian tembakau dan alkohol secara signifikan dapat mengurangi resiko terjadinya kanker ini. Buah buahan dan sayur sayuran yang segar dibandingkan dengan asupan makanan tinggi nitrosamine atau yang terkontaminasi dengan racun bakteri atau jamur dapat menurunkan risiko sekitar 50%
9.Karsinoma Lambung (Ca Gaster) Karsinoma gaster merupakan tumor ganas lambung yang tersering adalah adenokarsinoma (90-95%), limfoma (4%), karsinoid (3%) dan tumor mesenkim (2%) yang mencakup tumor stroma gastrointestinal, leiomiosarkoma dan schwannoma.
Epidemiologi
Karsinoma lambung merupakan tumor tersering kedua di dunia. Akan tetapi, insidensnya sangat bervariasi, sangat tinggi di negara seperti Jepang, Chile, Kosta Rika, Kolumbia, Cina, Portugal, Rusia, Bulgaria dan empat hingga enam kali lebih sedikit di AS, Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Perancis dan Swedia. Tumor ini lebih sering dijumpai pada kelompok sosio-ekonomi lemah dan memperlihatkan rasio pria terhadap wanita 2:1. Pada sebagian besar negara, terjadi penurunan tetap insidens dan mortalitas kanker lambung dalam enam dekade terakhir. Terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk karsinoma lambung, yang paling sering digunakan
adalah klasifikasi Lauren dan WHO. Tahun 1965,
Lauren mengklasifikasikan karsinoma lambung menjadi dua subtipe: karsinoma yang memperlihatkan morfologi intestinal disertai pembentukan massa tumor yang terdiri dari struktur kelenjar dan karsinoma berupa pertumbuhan infiltrarif sel difus sel ganas yang berdiferensiasi buruk dan diskohesif. Subtipe intestinal dan difus memiliki dasar patogenetik yang berbeda. Tipe intestinal lebih dominan dijumpai di daerah dengan resiko tinggi, dan timbul dari lesi prekursor. Sebaliknya, insidens tipe difus relatif konstan dan tumor tidak mempunyai lesi prekursor yang jelas. Tipe intestinal memperlihatkan usia rata-rata insidens 55 tahun dengan rasio perbandingan antara pria dan wanita 2:1. Kanker lambung difus timbul pada usia yang sedikit lebih muda, yaitu rata-rata 48 tahun dengan rasio perbandingan antara pria dan wanita hampir setara. Etiologi
1. Faktor diet (1) Di dalam lambung terdapat kersinogen langsung (2) Di dalam makanan terdapat karsinogen indirek (3) Di dalam makanan terdapat zat pemacu karsinogen (4) Ketidakseimbangan atau kekurangan gizi 2. Helicobacter pylori
Pasien dengan infeksi H. Pylori memiliki resiko terkena karsinoma lambung 6 kali dibanding dengan yang tidak terinfeksi H. pylori bergantung pada usia. Infeksi H. pylori semasa anak dapat meningkatkan resiko terjadinya karsinoma gaster. Sedangkan infeksi setelah dewasa umumnya
tidak
sampai
berkembang
menjadi
karsinoma
gaster.
Mekanisme timbulnya karsinoma gaster oleh H. pylori adalah: (1) H. pylori mencetuskan reaksi peradangan biotoksik hemolog yang memacu hiperplasia epitel mukosa gaster dan meningkatkan produksi radikal bebas hingga timbul kanker; (2) Produk metabolik H. pylori langsung mentransformasi mukosa gaster dan menginduksi apoptosis sel mukosa gaster; (3) DNA dari H. pylori dikonversi ke dalam sel mukosa lambung hingga timbul kanker. 3. Penyakit dan lesi prakarsinoma gaster Penyakit prekanker adalah penyakit tertentu yang menyebabkan resiko timbulnya karsinoma gaster meningkat jelas, misalnya gastritis atrofi kronik, tukak lambung kronik, polip lambung, gastropati hipertrofi (penyakit Menetrier), gaster residual, dll. Lesi prekanker adalah perubahan histopatologi mukosa gaster yang mudah menjadi kanker. 4. Faktor genetik Karsinoma gaster merupakan tren familial pada beberapa keluarga. Ada laporan di sebuah keluarga dari 4 generasi total 27 orang 12 diantaranya menderita karsinoma gaster. Dan ditemukan dari keluarga itu, kadar antibodi sel parietal relatif tinggi, terdapat defek imunitas selular. 5. Lainnya Disregulasi sistem surveilan imunologik, proto-onkogen (misal gen, ras) dan supresor onkogen (misal gen p53), rearansemen, delesi dan perubahan lain juga berhubungan tertentu dengan timbulnya karsinoma gaster.
Klasifikasi
Klasifikasi Makroskopik
1. Earlic
gastric
cancer.
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
radiologi,
gastroskopi, dan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi atas: (1) Tipe I (protruded type). Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan submukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler, permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi. (2) Tipe II (superficial type) dapat dibagi atas 3 sub tipe: a. Elevated type, tampak sedikit elevasi mukosa lambung, hampir seperti type I, terdapat sedikit elevasi serta dan lebih luas dan melebar. b. Flat type, tidak terlihat elevasi dan depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada warna mukosa. c. Depressed type, didapatkan dipermukaan yang ireguler dan pinggir
yang tidak rata (ireguler) hiperemesis/pendarahan. (3) Type III (excavated type). Menyerupai Bormann II (tumor ganas
lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti IIc + III atau III + IIc dan IIa + IIc. 2. Advanced gastric cancer (karsinoma gaster lanjut). Menurut klasifikasi
bormann dapat dibagi atas: (1) Tipe I (tipe fungasi): Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa disekitar tumor atrofi dan ireguler. (2) Tipe II (tipe ulserasi lokal): Merupakan non infiltrating carcinomatous ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrosis dengan warna kecoklatan, keabuan, dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemesis.
(3) Tipe III (tipe ulseratif infiltratif): Berupa infaltring carcinomatous ulcer, ulkusnya mempunyai dinding dan terlihat adanya infiltrasi progresif dan difus. (4) Tipe IV (tipe infiltratif difus): Berupa bentuk diffus infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
Klasifikasi Histologik
a. Tipe Umum: termasuk adenokarsinoma papilar, adenokarsinoma tubular, adenokarsinoma diferesiansi buruk, adenokarsinoma musinosa, karsinoma sel signet ring. b. Tipe Spesifik: termasuk karsinoma adenoskuamosa, karsinoma skuamosa, karsinoid, karsinoma tak berdiferesiansi, tukak lambung berubah keganasan. Penentuan Stadium
Penentuan stadium yang akurat sangat penting untuk menetukan regimen terapi rasional, prognosis, dan menilai hasil terapi. Dewasa ini yang relatif praktis adalah klasifikasi stadium klinis patologik yang dikemukakan UICC dan AJCC TNM.
UICC a. Kedalaman invasi tumor: dilambangkan dengan T. T1: tumor menginvasi mukosa dan (atau) muskularis mukosa (M) atau submukosa (M2). SM dibagi lagi menjadi SM1 dan SM2. T2:tumor menginvasi tunika mukosa (MIP) atau subserosa (SS). T3: tumor menembus membran serosa (SE). T4: tumor menginvasi struktur sekitar atau melalui intraluminal menyebar ke esofagus, duodenum. TX: kedalaman invasi tumor tidak jelas. b. Metastasis kelenjar limfe: N0 adalah tanpa metastasis kelenjar limfe, sisanya berdasarkan lokasi tumor, kelenjar limfe regional dibagi menjadi 3 terminal, yakni N1, N2, N3.
c. Metastasis jauh: M0 menunjukkan tanpa metastasis jauh. M1 terdapat metastasis jauh. d. Klasifikasi stadium klinis patologik.
N0
N1
N2
T1
IA
IB
II
T2
IB
II
IIIA
T3
II
IIIA
IIIB
T4
IIIA
IIIB
H1P1CYM1I1
AJCC
N3
IV
Manifestasi Klinis
Gejala
Pada stadium dini, pasien sering datang tanpa gejala khusus, dengan progresi penyakit dapat timbul gejala berupa gastritis, tukak lambung, terutama adalah: rasa tidak enak pada perut bagian atas terutama sehabis makan, nafsu makan menurun, regurgitasi asam, mual, muntah, melena, dll. Karsinoma gaster stadium progresif selain dengan gejala diatas, sering kali timbul dengan penurunan berat badan, anemia, fatigue, nyeri ulu hati; jika nyeri bertambah berat dan menjalar ke punggung, pertanda pankreas dan pleksus seliak terkena. Bila terjadi perforasi karsinoma gaster, dapat timbul nyeri hebat abdomen tanda perforasi lambung, mual, muntah: sering disebabkan obstruksi atau gangguan gaster akibat tumor. Kanker daerah kardia dapat timbul disfagia progresif dan regugirtasi makanan. Kanker antrum gastrik bila menyebabkan obstruksi pilorus dapat terjadi muntah, perdaraham dan melena: tumor menginvasi pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna. Gejala lain seperti diare (karena hipoklorhidia, pengosongan gaster bertambah cepat), gejala karena metastasis, dll. Pasien usia lanjut dapat mengalami penurunan berat badan, anemia, udem, demam, ikterus dan kakeksia.
Tanda Fisik
Umumnya pada stadium dini tanpa gejala nyata yang jelas: nyeri akut abdomen atas, kadang disertai defens muskular ringan sering menjadi tanda fisik satu-satunya yang perlu diperhatikan. Kemudian ada massa abdominal, asites, obstruksi usus parial atau total, pembesaran kelenjar limfe, supraklavikular, massa di daerah umbilikus, dll. Diagnosis
1. Gastroskopi Pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu diagnosis untuk melihat adanya tumor gaster. Pada pemeriksaan Okuda (1969) dengan biopsi
ditemukan 94% pasien dengan tumor ganas gaster sedangkan dengan sitologi lavse hanya didapatkan 50%. 2. Pemeriksaan sinar X telan barium Kelebihannya adalah menegakkan diagnosa melalui observasi atas bentuk, perubahan mukosa, gerak peristaltik serta waktu pengosongan lambung secara dinamis, relatif tidak menyusahkan pasien. Kekurangannya tidak dapat melakukan biopsi untuk pemeriksaan patologik dan tidak dapat melihat langsung seperti gastroskopi. 3. Endoskopi USG Perpaduan endoskopi dengan USG dan memiliki kelebihan dari endoskopi biasa. Ia tidak hanya dapat menunjukkan kedalaman invasikarsinoma gaster, tetapi juga dapat menemukan metastasis kelenjar limfe sekitar gaster. 4. Pemeriksaan CT Dapat menunjukkan lingkup pertumbuhan ke dalam atau ke luar lumen dari karsinome gaster yang mengenai dinding gaster, hubungan anatomis dengan organ sekitar; juga dapat menentukan kondisi metastasis karsinoma gaster misal hati, empedu, pankreas, kelenjar limfe kavum peritoneal terkena atau tidak, dll. 5. Sitologi Eksfoliatif Kini sudah jarang digunakan, termasuk bilasan biasa dan bilasan langsung melalui gastroksop atau dengan penggosokan. Setelah disentrifugasi, sedimen dipulas untuk mencari sel ganas. 6. Pertanda biologis serum Belakangan ini, CA 19-9, CA 125, CA 72-4, CEA, dll dianggap bermakna tertentu bagi diagnosis karsinoma gaster dan pemantauan rekurensi. Tetapi kurang spesifik, kurang berguna bagi diagnosis karsinoma gaster stadium dini. 7. Diagnosis mikrometastasis karsinoma gaster Terutama memakai potongan patologik kontinu, imunohistologi, RT-PCR, sitologi aliran, sitogenetika, imunositokimia dan teknik pemeriksaan canggih lain. Diagnosis ini dapat membantu dokter menentukan prognosis, memilih
metode operasi, lingkup diseksi kelenjar limfe, menetukan stadium pasca operasi dan menjadi dasar bagi individualisasi formula kemoterapi. Terapi
1. Operasi Terapi paling efektif untuk karsinoma gaster. Asalkan kondisi pasien memungkinkan, semua dapat dilakukan laparotomi eksploratif, terapi operatif. Prinsip umum terapi operatif rasional terkini adalah: memperkecil operasi seraya memperluas reseksi, meningkatkan angka survival sama pentingnya dengan mempertahankan kualitas hidup baik. Operasi radikal karsinoma gaster harus memenuhi tiga tuntutan berikut: (1) reseksi memadai terhadap lesi primer; (2) diseksi tuntas kelenjar limfe sekitar; (3) memberantas habis sel kanker bebas dalam rongga peritoneumdan lesi mikrometastatik. 2. Kemoterapi Indikasi: pasien pasca operasi radikal karsinoma gaster, karsinoma gaster stadium progresif tidak peduli ada atau tidak metastasis kelenjar limfe; pasien pasca operasi non radikal; pasien tak dapat dioperasi atau kambuh pasca operasi. 3. Radioterapi Karena rekurensi karsinoma gaster umumnya di tapak karsinoma atau sekitarnya, maka radioterapi intraoperatif dapat mencegah kekambuhan karsinoma gaster. Kelebihannya adalah: radioterapi dosis tunggal tinggi intraoperatif (20-30Gy) memiliki efek biologis yang jelas lebih tinggi dari iradiasi
fraksional
dengan
dosis
yang
sama;
intraoperatif
dapat
memberikan proteksi terhadap jaringan normal sekitar, mengurangi efek samping radiasi. Radioterapi pasca operatif hanya dilakukan sebagai terapi lokal untuk mengurangi rasa nyeri akibat invasi karsinoma dan terhadap lokasi karsinoma residual. 4. Imunoterapi
Yang sering digunakan termasuk penguat imunitas seperti lentinan, knestin (PSK), ganoderma, dll. 5. TCM (Traditional Chinese Medicine) Secara klinis umumnya digunakan sebagai preventif dan mengatasi efek samping kemoterapi dan sebagai terapi adjuvan pasca operasi. 6. Terapi gen Yang banyak diteliti dan berefek cukup baik adalah terapi gen bunuh diri dan terapi gen anti angiogenesis. Pencegahan
1. Primer Selain terapi agresif terhadap prekanker, juga perlu diperhatikan higienitas makanan; menjaga kesegaran makanan dengan pendinginan; banyak konsumsi sayur dan buah, ikan, produk susu dan kacang; hindari makanan minuman tinggi garam dan stop rokok. 2. Sekunder Pencegahan sekunder dengan target kelompok resiko tinggi karsinoma gaster; terdapat gejala saluran cerna atas dengan sebab tak jelas, khususnya pasien dengan usia setengah baya ke atas; sebelumnya tanpa riwayat lambung, dalam waktu singkat muncul gejala lambung; atau terdapat riwayat penyakit lambung kronis, belakangan ini bertambvah berat; pasien dengan riwayat keluarga karsinoma gaster; kelompok usia diatas 40 tahun. Metode penapisan umum: sistem pemeriksaan double kontras gastrointestinal-endoskopi patologi; penapisan awal model probabilitas komputerisasi karsinoma gasteranalisis cairan lambung dan pemeriksaan CEA-endoskopi-biopsi patologik. Prognosis
Prognosis kanker lambung disesuaikan dengan stadium penyakit dan ketepatan terapi yang diberikan. Sumber:
10. TUMOR LARING TUMOR JINAK LARING
Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring berupa papiloma, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma, neurofibroma.
PAPILOMA LARING
Papiloma laring juvenil : ditemukan pada anak, biasanya multipel dan mengalami regresi saat dewasa.
Pada orang dewasa : biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.
Bentuk Juvenil
Tumor ini tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat juga tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Bentuk seperti buah murbei, berwarna putih kelabu, kadang kemerahan secara makroskopik. Tumor ini mempunyai sifat yang menonjol yaitu sering tumbuh kembali setelah diangkat. Gejala papiloma laring adalah suara parau. Kadang-kadang terdapat pula batuk. Dan apabila telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dan stridor. Diagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan laring langsung, biopsi dan pemeriksaan patologi anatomi. Terapi dilakukan ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau sinar laser. Tetapi karena sifat papiloma yang sering tumbuh kembali, maka tindakan ini diulangi berkali-kali. Terapi terhadap peyebabnya belum memuaskan, karena hingga saat ini etiologinya belum diketahui dengan pasti. Saat ini tersangka penyebabnya ilaha virus, tetapi pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron incluuusion body tidak ditemukan. Untuk terapinya diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus, hormon, kalsium. Tidak diajurkan memberi radioterapi karena bisa menjadi ganas.
NEUROFIBROMA
Neurofibroma terdiri dari aksonal saraf atau dendritik saraf dan elemen sel schwann. Neurofibroma jarang terjadi pada laring, biasanya terjadi di bagian ekstrinsik. Lebih sering pada anak dan dewasa muda. Dan terkadang ada str idor. Lesi ini terjadi pada submukosa, paling sering di daerah supraglotis dan tidak berkapsul. Penyembuhan dengan pembedahan biasanya dikaitkan dengan defisit saraf, baik motorik maupun sensorik. MIOBLASTOMA SEL GRANULER
Sekitar 50% muncul di daerah kepala dan leher, paling sering di lidah. Sekitar 10% muncul pada laring, dimana paling sering muncul padapersimpangan vokal ligamen dan tulang rawan aritenoid sebagai massa s ubmukosa. Keadaan ini dapat dhilangkan dengan cara endoskopi atau thyrotomi. Eksisi lengkap tercatat dapat memberikan penyembuhan jangka panjang. HEMANGIOMA
Keadaan ini dikaitkan dengan kelainan kongenital (5%), dan 70% terjadi pada bagian belakang laring atau dinding posterior trakea. Perdarahan adalah gejala yang paling sering pada hemangioma. TUMOR GANAS LARING KEKERAPAN
Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda beda. Di Amerika Serikat pada tahun 1973 – 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk laki-laki dan 1.3 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk perempuan. Pada akhir-akhir ini tercatat insiden tumor ganas laring pada wanita meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang merokok. Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97 kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total. ETIOLOGI
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu. HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma. Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis
kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik. Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.
Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar 12
limfe regional dan radiasi pasca operasi.
Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan
krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40-60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.
KLASIFIKASI
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas : 1. Supraglotis (30-35%) 2. Glotis (60-65%)
3. Subglotis (1%) Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel. Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior. Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis. Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC : 1. Tumor primer (T) Supra glottis : T is: tumor insitu T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi. T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara palsu T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi T 3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan arah rongga preepiglotis. T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring. Menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid. Glotis : T is : tumor insitu T 0 : tak jelas adanya tumor primer T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior) dengan pergerakan normal T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu. T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring Sub glotis : T is : tumor insitu T 0 : tak jelas adanya tumor primer T 1 : tumor terbatas pada subglotis T 1a : tumor terbatas pada satu sisi T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring. 2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N) Nx : kelenjar limfe tidak teraba N0 : secara klinis kelenjar tidak teraba N1 : secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3cm homolateral N2 : Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6cm N2a
: satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi tidak lebih dari 6cm
N2b
: multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6cm
N2c
: metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6cm
N3 : metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm 3. Metastasis jauh (M) Mx
: tidak terdapat/terdeteksi
M0
: tidak ada metastasis jauh
M1
: terdapat metastasis jauh
4. Stadium
STADIUM
TUMOR
KEL.LIMFA
METASTASIS
PRIMER Stadium 1
T1
N0
N0
Stadium 2
T2
N0
N0
Stadium 3
T3
N0
M0
T1/T2/T3
N1
M0
T4
N0/N1
M0
T1/T2/T3/T4
N2/N3
T1/T2//T3/T4
N1/N2/N3
Stadium 4
M1
GEJALA DAN TANDA
Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :
Suara serak
Gejala utama karsinoma laring. Merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suaragagal berfungsi secara baik disebabkan ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf.
Serak menyebabkan kualitas suara
menjadi kasar, menganggu, sumbang, dan nadanya lebih rendah dari biasanya. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau paralisis komplit.
Hubungan antara suara serak dengan tumor laring tergantung dari letak tumornya. Apabila tumbuh di pita suara asli, maka serak merupakan gejala
dini dan menetap. Pada tumor subglotik dan supraglotik, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak muncul sama sekali.
Sesak nafas dan stridor
Terjadi karena adanya sumbatan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun fiksasi pita suara. Adanya stridor dan dispnea adalah tanda prognosis kurang baik.
Rasa nyeri di tenggorok
Keluhan bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
Disfagia
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, hipofaring, dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling
sering
pada
tumor
ganas
postkrikoid.
Adanya
odinofagi
menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
Batuk dan haemoptisis
Batuk jarang pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Sedangkan haemoptisis sering pada tumor ganas glotik dan supraglotik.
Pembengkakan pada leher
Biasanya dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menu jukan tumor pada stadium lanjut.
Nyeri alih telinga ipsilateral, halitosis, penurunan berat badan
Perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.
Nyeri tekan laring
Gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnese 2. Pemeriksaan THT rutin 3. lanringoskopi indirek dengan kaca laring
4. Laringoskopi direk dengan menggunakan laringoskop 5. Radiologi foto polos leher dan dada 6. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI 7. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti DIAGNOSA BANDING
1. TBC laring 2. Sifilis laring 3. Tumor jinak laring. 4. Penyakit kronis laring
PENGOBATAN
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi. I. PEMBEDAHAN
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari : A. LARINGEKTOMI
1. Laringektomi parsial Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor s tadium II. 2. Laringektomi total Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
B. DISEKSI LEHER RADIKAL
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
II. RADIOTERAPI
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad. Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500 – 5000 rad selama 4 – 6 minggu diikuti dengan laringektomi total.
III. KEMOTERAPI
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun 2
paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80 – 120 mg/m dan 5 FU 800 – 2
1000 mg/m .
IV. REHABILITASI
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. rehabilitasi mencakup : “Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation”.
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang berada di dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini. Tetapi faktor fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor utama. Mungkin dengan adanya wadah perkumpulan guna menghimpun pasien-pasien tuna laring guna
menyokokng aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah operasi. (5)
PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.
DAFTAR PUSTAKA
-
DASAR PATOLOGIS PENYAKIT, Edisi 7, Robbins & Cotran, 2005, EGC.
-
ONKOLOGI KLINIS Edisi 2.
1. Abou-Elsaad, Handout Assessment And Management of Oropharyngeal Dysphagia in Adults “Workshop”, IALP, Copenhagen, 2007 2. Rosen, A., Rhce, T.T., Kaufman, R. Prediction of Aspiration in Patients With Newly Diagnosed Untreated Advanced Head and Neck Cancer. Arch Otolaryngology Head Neck Surgery. 2001 3. Hawson, F.Y., The Assessment of Oropharyngeal Dysphagia in Adults. Philippine Journal Of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2009 4. Cichero, J., Dysphagia:foundation, theory, and practice, John Wiley & Sons Ltd, 2006, England. 5. Price, Sylvia A., Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Ed. 6, Jakarta: EGC, 2005.
-
http://yanuar.blog.undip.ac.id/files/2012/11/GAMBARAN-FEES-DR.-YANUARIMAN-SANTOSA-Sp.-THT-KL-dr-THT-Semarang1.pdf
-
-
Lazarus, Cathy L. Management of Dysphagia, Head & Neck Surgery Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006: Philadelphia. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia, a National clinical guideline. June 2010