1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak Berkebutuhan Khusus atau Children With Special Needs merupakan anak yang mengalami gangguan secara fisik, mental, emosional, intelektual, sosial dan atau indranya mengalami gangguan yang sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education.
Seperti sudah disebutkan diatas, salah satu bentuk anak berkebutuhan khusus ialah anak yang berkelainan emosional. Kelainan emosional merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai di masyarakat. Individu dengan kelainan emosional dikenal sebagai seseorang yang mungkin mempunyai tipe kelainan yang misterius dan yang tidak dapat diselesaikan. Kelainan emosional lebih menjelaskan tentang seseorang yang secara kronis memiliki masalah yang menonjol dalam kehidupan sehari-hari dan bertingkah laku kurang wajar.
Salah satu kategori penderita kelainan emosional ialah autisme. Autisme merupakan suatu kondisi yang jarang ditemukan, yang biasanya mempunyai ciri masalah yang serius dalam berkomunikasi dan ketidakmampuan berhubungan secara normal dengan orang lain. Akibatnya para penderita autis ini terisolasi dari kehidupan sosial di masyarakat sehingga mereka cenderung memiliki minat dan keinginan yang rendah untuk melakukan aktivitas termasuk di dalamnya juga yaitu aktivitas jasmani. Karena kondisi itu begitu serius biasanya anak-anak autistik tidak menempuh jenjang pendidikan di sekolah biasa walaupun mereka sehat, cerdas, dan sering cukup menarik. Anak-anak autistik ini biasanya dimasukkan ke Sekolah Khusus Autis.
Sebenarnya anak autis memiliki potensi yang sama dengan anak yang normal, IQ anak autis juga umumnya normal bahkan ada beberapa anak autis memiliki IQ di atas rata-rata, namun beberapa anak memiliki retardasi mental atau keterbelakangan mental. Dari sini dapat dikatakan bahwa anak autis mempunyai potensi yang sama hanya saja perkembangannya terhambat dan terganggu. Anak dengan autisme memiliki ketidakmampuan dalam belajar dan kegiatan lain yang banyak memerlukan perhatian. Oleh karena itu guru-guru kelas harus memberikan perhatian yang intensif kepada mereka karena mereka sangat memerlukan banyak waktu dan perhatian khusus satu per satu saat belajar. Anak-anak autistik cenderung menarik diri, apatis, dan tidak responsif.
Ada dua tipe anak autistik yaitu hiperaktif dan hipoaktif. Tipe-tipe anak autis hiperaktif sering menunjukkan perilaku-perilaku aneh seperti menggoyang-goyangkan anggota tubuh, mengepak-ngepakkan tangan seperti sayap, berputar-putar, melekukkan jarinya di depan mata dan masih banyak lagi aktivitas anak-anak autis yang hiperaktif. Sedangkan anak-anak hipoaktif biasanya mengalami hipokinetik. Hipokinetik sendiri merupakan suatu keadaan kurang bergerak dalam kehidupan sehari-hari sehingga harus segera di imbangi dengan aktivitas atau latihan fisik yang cukup.
Anak anak autis hipoaktif juga cenderung kurang memiliki minat untuk melakukan suatu permainan, kurang memiliki kemampuan gerak dasar, hal ini terlihat ketika anak hipoaktif mengikuti materi pembelajaran olahraga, aktivitas gerak yang dilakukan cenderung berkurang dikarenakan anak lebih suka menyendiri atau pasif ketika teman-temannya bermain. (Anggawati Imanniyah, 2014: 2)
Anak autis juga mengalami gangguan dalam perkembangan saraf motorik yang meliputi gangguan perkembangan koordinasi, gerakan stereotype, gangguan perkembangan koordinasi ditandai dengan hambatan dalam motoriknya sehingga menyebabkan anak autis sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari. (American Psychiatric Association 2013:32).
Dengan melakukan aktivitas jasmani yang baik, benar, terukur, dan teratur dapat secara efektif dan efisien dapat meningkatkan keterampilan motorik bahkan kemampuan sosialnya juga menjadi lebih terlatih.
Sepertihalnya anak berkebutuhan khusus lainnya, maka anak autis hipoaktif juga memerlukan penanganan khusus dalam bidang pendidikan untuk mengatasi permasalahan yang dialami yaitu hambatan motorik kasarnya (gerak). Lutan (2001:21) menyatakan bahwa "kemampuan gerak dasar dapat diterapkan dalam aneka permainan, olahraga, dan aktivitas jasmani yang dilakukan sehari-hari". Melalui aktivitas bermain, sangatlah tepat untuk mengembangkan keterampilan gerak dasar anak terutama dalam kehidupan sehari-hari.
Perbaikan keterampilan motorik pada anak autistik hipoaktif dapat dilakukan melalui bina diri, konsep diri, dan pendidikan jasmani adaptif yang memungkinkan peserta didik berpartisipasi aktif dalam kegiatan aktivitas jasmani maupun olahraga dengan memperoleh kebugaran jasmani dan membantu perkembangan sosial yang positif dalam berinteraksi di masyarakat. Untuk mengembangkan kebugaran jasmani secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education melalui Pendidikan Jasmani Adaptif (Adapted Physical Education).
Pendidikan jasmani khusus belum banyak dikenal dan dipahami oleh para pendidik di Indonesia. Anak-anak autistik yang menempuh pendidikan di lembaga penyelenggara pendidikan bagi anak yang normal tidak banyak jumlahnya. Pada umumnya anak-anak autistik ketika dalam pembelajaran pendidikan jasmani mereka tidak diikutsertakan oleh guru pendidikan jasmani dalam program kegiatan pendidikan jasmani bagi siswa yang tidak berkelainan.
Sebenarnya siswa yang berkelainan termasuk di dalamnya penderita autis mempunyai hak yang sama dengan siswa normal lainnya dalam segala bentuk kegiatan pembelajaran di sekolah termasuk pendidikan jasmani. Di lembaga penyelenggara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, guru-guru kelas maupun guru pendidikan jasmani adaptif harus merencanakan suatu kegiatan jasmani yang disesuaikan dengan macam-macam dari siswa yang berkelainan. Untuk dapat merencanakan dan melaksanakan program kegiatan pendidikan jasmani khusus mereka harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan tambahan sesuai dengan hal-hal yang dibutuhkan sehingga mereka memiliki kemampuan memberikan pendidikan jasmani adaptif yang efektif dan efisien.
Keterampilan motorik pada anak autis hipoaktif dapat ditingkatkan salah satunya melalui pendidikan jasmani adaptif (adapted physical education), yaitu dengan kegiatan atau aktivitas olahraga maupun permainan. Anak autis pada umumnya memiliki masalah dalam hal motorik yang dapat dilatih. Demikian halnya permasalahan-permasalahan lain, dimana sebenarnya masalah tersebut dapat diatasi asalkan ada penanganan khusus. Karena anak autis bukan tidak bisa melakukan suatu hal (tidak dapat berkembang) hanya saja mereka terhambat dalam perkembangannya. Semua cabang olahraga maupun permainan sebenarnya dapat diterapkan pada anak autis. Karena pada umumnya mereka tidak terganggu dalam aspek fisik. Hanya mungkin perlu perhatian ekstra dan beberapa modifikasi, karena pada umumnya mereka memiliki masalah dalam hal interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik, perkembangan terlambat atau tidak normal.
Pada kenyataannya pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan jasmani adaptif di sekolah anak berkebutuhan khusus pada umumnya masih secara klasikal, dengan kata lain belum melakukan pembelajaran secara individual. Hal ini menyebabkan peserta didik belum mendapatkan perhatian yang maksimal sehingga anak-anak penderita autis hipoaktif ini pun belum dapat mengembangkan keterampilan motoriknya secara maksimal.
Beberapa fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan Penjas Adaptif di enam SLB Surakarta masih dikelola secara klasikal berdasarkan jenis-jenis gangguan/ kelainan/ketunaan yang disandang siswa. Di setiap SLB belum memiliki guru Penjas Adaptif secara spesifik, guru yang mengajar adalah guru kelas akibatnya keprofesionalannya dalam mengelola proses pembelajaran tidak merata, individualistis, dan sangat beragam karena latar pendidikan, motivasi serta kecintaan guru yang berbeda (LPPM UNS, 2012: 3).
Proses pembelajaran Penjas Adaptif cenderung konvensional, yang terjadi di kelas (lapangan, ruang kelas, dan laboratorium) masih dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan selera guru pada pokok bahasan atau pembelajaran permainan dan aktivitas. Proses pembelajarannya kental dengan praktik pembelajaran konvensional, yakni masih berorientasi ke penguasaan teknik dasar permainan dan olahraga, dan belum berubah atau bergeser ke arah proses bagaimana masalah taktik bermain dan berolahraga itu dibelajarkan. Praktik yang mencolok adalah beberapa guru di SLB mengelola kelas besar secara gabungan, terdiri atas siswa pada jenjang pendidikan yang berbeda (SDLB, SMPLB, dan SMALB), sehingga program dan layanan individual dalam pembelajaran tidak efektif, efisien dan kurang menarik.
Dari keadaan yang telah dijelaskan diatas, seharusnya guru-guru kelas maupun guru pendidikan jasmani adaptif mampu mengerti, memahami, dan membuat program aktivitas pendidikan jasmani dan permainan yang sesuai dengan karakteristik, aktivitas-aktivitas jasmani yang boleh diajarkan dan aktivitas jasmani yang diboleh diajarkan kepada anak-anak autistik, menekankan pada pembelajaran pendekatan taktik dalam bentuk permainan sehingga mereka terangsang untuk berinteraksi sosial dengan teman sebayanya. Dengan demikian tujuan pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani untuk memperoleh kebugaran jasmani dan meningkatkan keterampilan motorik serta membantu perkembangan sosialnya pun menjadi lebih baik dan dapat tercapai secara maksimal. Akan tetapi tidak banyak dari guru-guru kelas ataupun guru pendidikan jasmani adaptif mengetahui karakteristik, aktivitas-aktivitas yang disarankan maupun yang dilarang bagi penderita autisme serta macam-macam permainan yang baik untuk meningkatkan kebugaran jasmani maupun kemampuan sosialnya.
Banyak karakteristik khusus dari kelainan sosial dapat menghambat proses pembelajaran dalam pendidikan jasmani, oleh karena itu sebagai seorang guru yang profesional harus mengetahui ciri-ciri maupun karakteristik dari anak-anak autistik hipoaktif sehingga lingkungan pembelajaran menjadi lebih kondusif.
Dalam melakukan pembelajaran pendidikan jasmani kepada penderita autisme hipoaktif perlu menggunakan metode, pendekatan, dan strategi instruksional yang tepat. Tetapi tidak banyak guru kelas maupun guru pendidikan jasmani adaptif mampu menggunakan metode, cara, pendekatan yang baik dan benar.
Disinilah pendidikan jasmani adaptif melakukan perannya sebagai bentuk layanan langsung pendidikan khusus (special education) bagi anak-anak autistik hipoaktif pada umumnya dan guru kelas maupun guru pendidikan jasmani adaptif pada khususnya. Selain bermanfaat bagi penderita autisme hipoaktif, pendidikan jasmani adaptif juga bermanfaat bagi guru-guru kelas maupun guru pendidikan jasmani. Dengan dilaksanakannya pendidikan jasmani adaptif di sekolah, para guru dapat memperoleh pengetahuan, mengerti, memahami, dan dapat membuat rencana pembelajaran pendidikan jasmani yang menyenangkan bagi peserta didik karena memang tujuan utama dari pendidikan jasmani ialah siswa memperoleh kesenangan, bebas stres, dan menumbuhkan jiwa sportivitas.
Pendidikan jasmani adaptif memungkinkan proses pembelajaran dapat terlaksana dengan aman, tertib, lancar, bermanfaat dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
Rumusan Masalah
Apa karakteristik dan strategi instruksional yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif bagi anak autis?
Apa aktivitas-aktivitas yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak autis hipoaktif?
Bagaimana model aktivitas pendidikan jasmani adaptif yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani anak autis hipoaktif?
Apa contoh permainan sederhana yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif untuk anak autis hipoaktif?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang karakteristik dan strategi instruksional dalam mengajar anak autis.
Untuk mengetahui aktivitas-aktivitas apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif bagi anak autis hipoaktif.
Dapat memahami dan membuat program aktivitas jasmani, latihan dan atau permainanyang menyenangkan untuk anak autis hipoaktif.
Untuk mengetahui contoh-contoh permainan sederhana yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif untuk anak autis hipoaktif.
BAB II
KAJIAN TEORI
Anak Berkebutuhan Khusus dan Autis
Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang mengalami gangguan secara fisik, mental, emosional, intelektual, sosial dan atau indranya mengalami gangguan yang sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education.
ABK memiliki hak yang sama dalam semua hal termasuk hak memperoleh pelayanan pendidikan dan pengajaran seperti anak-anak lain pada umumnya. Yang membedakan antara anak yang berkebutuhan khusus dengan anak normal ialah adanya gangguan, kelainan, dan/atau ketunaan yang disandangnya. Gangguan bisa terletak pada aspek fisik, mental, emosional, intelektual, sosial, maupun indranya bahkan gabungan dari beberapa kelainan yang ada. Mereka mempunyai gangguan atau kelainan yang sedemikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan jasmani adaptif.
Jumlah ABK usia sekolah di Indonesia tidak sedikit. Menurut data BPS, Jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 sekitar 220 juta, jumlah penyandang cacatnya 1,54 juta (0,7%) Sedangkan jumlah penyandang cacat usia sekolah sebanyak 330 ribu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006).
Autis
Autistic berarti sendiri. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan anak yang selalu mempunyai keinginan sendiri. Autis adalah anak yang mengalami gangguan pada kontak afektif atau perasaan. (Tin Suharmini, 2009: 71).
Menurut Indra Gamayanti dalam Tin Suharmini (2009: 71) menjelaskan bahwa autisme merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu jenis gangguan perkembangan pervasif pada anak. Kendala yang sangat menyolok pada anak autis ini adalah interaksi sosial dan komunikasi.
Sedangkan menurut Yatim dalam Tin Suharmini (2009: 71) mengatakan bahwa autis bukan gejala penyakit melainkan berupa syndrome, anak mengalami gangguan perkembangan sosial, kemampuan bahasa dan ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri.
Menurut Kak Okha (2013: 7) mengatakan bahwa autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak yang gejalanya telah timbul sebelum anak tersebut mencapai usia tiga tahun. Penyebabnya adalah gangguan neurobiologist yang mempengaruhi fungsi otak sehingga anak tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia luar secara efektif.
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika memperkirakan 2% dari semua anak dan pemuda menderita kelainan emosional. Hasil dari sejumlah survey melaporkan bahwa autisme dijumpai satu dari 10.000 kelahiran biasanya bayi laki-laki pertama.
Dulu anak-anak dengan gejala autisme sering disebut sebagai schizophremia anak-anak. Namun kemudian beberapa ahli menjelaskan bahwa autisme tidak sama dengan schizophremia. Anak-anak autistik biasanya sudah menunjukkan penyimpangan sejak dini, sedang penderita schizophremia biasanya belum ada ketika anak masih kecil. Pada anak autistik mengalami kesukaran dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan tidak ada interest (ketertarikan) sehingga anak autistik ini tidak berhalusinasi. (Tin Suhartini, 2009: 71). Sedangkan schizophremia sendiri merupakan individu psikotik yang serius biasanya terlibat dalam perilaku yang berkaitan dengan seseatu yang sangat menghantui pikirannya (obsesif) dan perilaku bercirikan halusinasi. (Arma Abdoellah, 1996: 112).
Gejala autisme sebenarnya sudah dapat diamati sejak bayi, karena autis dimulai sejak bayi lahir. Autisme dapat terdeteksi sejak usia ¾ bulan, yaitu dengan melihat gejala seperti tidak ada kontak mata, tidak merespon lingkungandengan ocehan-ocehan, dan tidak mengoceh. Pada usia satu tahun menunjukkan hambatan interaksi sosial timbal balik contohnya menolak dipeluk. Tidak adanya kontak mata menunjukkan anak tidak mempunyai kemampuan untuk berinteraksi sosial dengan orang lain. Anak juga nampak tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Anak autistik juga menunjukkan ketidakmampuan dalam berkomunikasi.
Sampai saat ini beberapa penyebab autis masih dalam penelitian para ahli. Ada yang menyebutkan bahwa penyebab autis adalah karena anak kehilangan afeksi, gangguan perkembangan otak, atau sirkulasi darah ke otak. Ada juga yang menyebutkan bahwa penyebab autis adalah disfungsi otak, organik dan faktor keturunan. (Tin Suharmini, 2009: 72-73).
Kurang lebih 50% anak autistik mengalami gangguan berbahasa dan berbicara. Ada anak yang mengalami gangguan pengucapan atau yang sering disebut dengan echolalia. Echolalia sendiri merupakan suatu gangguan pegucapan yang diasosiasikan dengan autis dimana anak-anak menggemakan apa yang mereka dengar. Contohnya, jika ada orang lain yang bertanya "Siapa namamu?", maka dia akan menjawab "Siapa namamu?". (Tin Suharmini, 2009:73).
Gejala dan Ciri-Ciri Anak Autis
Menurut Koegel & Lazebnik dalam Tin Suharmini (2009: 71) memberikan gambaran bahwa gejala-gejala autis yaitu sebagi berikut:
Kesukaran untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Kesukaran untuk berinteraksi dengan orang lain.
Tidak ada interest (ketertarikan).
Ketiga gejala ini terus menerus ada dalam diri dan kehidupan anak tersebut.
Arma Abdoellah (1996: 112) menyebutkan bahwa anak-anak autistik memperlihatkan satu atau lebih ciri khusus antara lain sebagai berikut:
Mempunyai kesulitan dalam berbicara dan bahasa.
Menarik diri, apatis, dan tidak responsif.
Tidak mau berubah, tidak bosan melakukan hal yang sama.
Tidak menaruh perhatian pada orang lain dan lingkungan.
Perhatian berlebih pada objek yang tidak hidup.
Hiperaktif (sering sibuk sendiri dengan perbuatan yang merangsang diri sendiri seperti mengguncang-gunjang kepala, menggoyang-goyangkan tubuh, mengepak-negepakkan sayap seperti sayap, menekuk jari-jarinya di depan mata, melompat naik turun, dimanan perlaku-perilaku ini dilakukan secara stereotype).
Sulit tidur dan makan.
Menurut Stone (Arma Abdoellah, 1996: 113) menyebutkan bahwa ada beberapa perilaku yag kurang tepat dari peserta didik yang berkelainan emosional pada saat diberikan pelajaran pendidikan jasmani yaitu:
Distraktibilitas (kemampuan mengalihkan perhatian orang lain dari satu objek yang sedang diamati).
Kurang baik interaksi dengan teman sebaya.
Secara berlebihan mengganggu peserta didik lain.
Tingkah laku yang aneh.
Tidak berdiri dalam satu barisan.
Sukar mengerjakan tugas yang dilakukan sendiri.
Ketidakmampuan menerima petunjuk dan pengarahan.
Cepat marah.
Inaksesibilitas (tidak esponsif terhadap rangsang atau perintah verbal). idak esponsif terhadap rangsang atau perintah verbal).
Perhatian tidak lama pada sesuatu.
Menggangu kegiatan rutin di kelas dan bertingkah laku merusak.
Menentang guru dan menyerang orang lain secara impulsif (tanpa dipikirkan).
Ekspresi yang kosong, tidak dapat diramalkan, diam membeku dan terkadang tertawa sendiri.
Merusak atau mengambil benda milik orang lain.
Eksitabilitas (mudah terangsang secara emosional).
Disorientasi (kehilangan menentukan tempat dn waktu).
Perkembangan Motorik dan Keterampilan Motorik
Perkembangan motorik adalah suatu proses kemasakan motorik atau gerakan yang langsung melibatkan otot untuk bergerak dan proses pensyarafan yang menjadikan seseorang mampu menggerakkan anggota tubuhnya. Sedangkan perkembangan motorik menurut B. Suhartini adalahbertambah baiknya aktivitas jasmani yang dikoordinasi oleh pusat syaraf, syaraf dan otot. Ketiganya berjalan secara selaras. (Endang Rini Sukamti, 2011: 11).
Menurut Hurlock perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerak jasmaniah melalui kegitan pusat syaraf, syaraf dan otor yang terkoordinasi. Pengendalian tersenut berasal dari perkembangan refleksi dan kegitan massa yang ada pada waktu lahir. (Endang Rini Sukamti, 2011:11).
Menurut Keogh mengatakan bahwa perkembangan gerak yaitu perubahan kompetensi kemampuan dari mulai bayi (infancy) sampai masa dewasa (adulthoud) serta melibatkan berbagai aspek perilaku manusia, kemampuan gerak, dan aspek perilaku yang ada pada manusia mempengaruhi perkembangan gerak dan perkembangan gerak sendiri mempengaruhi kemampuan dan perilaku manusia. (Endang Rini Sukamti, 2011:12).
Sedangkan menurut Cronbach mendefinisikan keterampilan motorik dengan mengaitkan pada kata otomatik cepat dan akurat. Setiap rangkaian keterampilan yang terlatih merupakan rangkaian koordinasi dari beratus-ratus otot yang rumit dan melibatkan perbedaan isyarat serta koreksi kesalahan yang berkesinambungan. (Endang Rini Sukamti, 2011: 13). Berikut hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam mempelajari keterampilan motorik yaitu:
Kesiapan belajar
Kesempatan belajar
Kesempatan berpraktik
Model yang baik
Bimbingan
Motivasi
Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu
Keterampilan sebaiknya dipelajari satu per satu.
Keterampilan motorik yang berbeda akan memainkan peran yang berbeda pula dalam penyesuaian sosial dan pribadi anak. Dibawah ini kategori fungsi keterampilan motorik menurut Endang Rini Sukamti (2011: 26) antara lain:
Keterampilan bantu diri (self help)
Untuk mencapai kemandiriannya, anak harus mempelajari keterampilan motorik yang memungkinkan mereka mampu melakukan segala sesuatu bagi diri mereka sendiri. Contohnya keterampilan makan, berpakaian, merawat diri, dan mandi.
Keterampilan bantu sosial
Untuk menjadi anggota kelompok sosial yang diterima di dalm sekolah, tetangga, dan lingkungan pergaulan, anak harus menjadi anggota yang kooperatif. Untuk dapat diterima dalam kelompok, anak memerlukan keterampilan tertentu.
Keterampilan bermain
Untuk dapat menikmati kegiatan kelompok sebaya dan menghibur diri di luar kelompok sebaya. Anak harus mempelajari keterampilan bermain.
Keterampilan sekolah
Sebagaian besar pekerjaan di sekolah melibatkan keterampilan motorik seperti menulis, menggambar, melukis, mewarnai, menari, dll. Semakin banyak dan semakin baik keterampilan yang dimiliki, maka semakin baik pula pola penyesuaian sosial yang dilakukan.
Perkembangan Motorik Kasar
Motorik kasar memacu kemampuan anak saat beraktivitas dengan menggunakan otot-otot besarnya, seperti lokomotor, nonlokomotor, dan manipulatih. Nonlokomotor ialah aktivitas gerak tanpa harus memindahkan tubuh ke tempat lain, contoh: meregang, mendorong, menarik, dan membungkuk. Lokomotor ialah aktivitas gerak memindahkan tubuh daari satu tempat ke tempat lain, contoh: jalan, lari, lompat, loncat, jingkat, dan lompat tali. Manipulatif ialah aktivitas gerak memanipulasi benda, contoh: melemper, menggiring, menangkap, dan menendang. (Endang Rini Sukamti, 2011: 53).
Hakikat Pendidikan Jasmani
Pendidikan Jasmani adalah sebuah proses pendidikan yang menitikberatkan pada kegiatan aktifitas fisik, sehingga pendidikan tersebut dapat berguna untuk perbaikan kualitas hidup suatu individu, baik itu dalam hal fisik, mental, serta emosional.
Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang memperhatikan dua aspek unsur yang membentuk seseorang yaitu aspek fisik dan aspek mental. Pendidikan Jasmani adalah suatu bidang kajian yang luas. Namun lebih memperhatikan peningkatan gerak manusia. Terutama berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh fisik dengan pikiran dan jiwanya. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia.
Dalam literatur terdapat banyak definisi pendidikan jasmani yang disampaikan oleh para pakar, antara lain: pendidikan jasmani sebagai proses gerak insani (human movement) yang dapat berupa aktivitas jasmani, permainan atau olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan. Sejalan dengan upaya mencapai tujuan pendidikan maka dalam pendidikan jasmani dikembangkan potensi individu, kemampuan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral spiritual.
Menurut Nixon dan Jewett (Arma Abdoellah, 1996: 2) menyebutkan bahwa pendidikan jasmani adalah suatu aspek dari pendidikan secara keseluruhan yang berkenaan dengan dengan pengunaan dan perkembangan kemampuan gerak individu yang sukarela dan berguna serta berlangsung dengan respon mental, emosional dan sosial.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani adalah salah satu aaspek dari proses pendidikan keseluruhan peserta didik melalui kegiatan jasmani yang dirancang secara sistematis yang dilakukan secara sadar dan terprogram dalam usaha meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, sosial, dan perkembangan kognitif.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 2) mengatakan bahwa tujuan pendidikan jasmani dapat diklasifikasikan menjadi lima antara lain:
Perkembangan keehatan, jasmani, dan organ-organ tubuh.
Perkembangan mental-emosional
Perkembangan syaraf-otot (neuro-muskular) atau keterampilan jasmani.
Perkembangan sosial.
Perkembangan kecerdasan atau intelektual.
Pendidikan Jasmani Adaptif
Pendidikan jasmani khusus merupakan suatu sistem penyampaian pelayanan yang komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Pelayanan tersebut mencakup penilaian, porgram pendidikan individual (PPI), pengajaran bersifat pengembangan dan/atau yang disarankan, konseling, dan koordinasi dari sumber atau layanan untuk memberikan pengalaman pendidikan jasmani yang optimal kepada semua anak dan pemuda. (Sherril dalam Arma Abdoellah, 1996: 3).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani khusus adalah satu bagian khusus dalam pendidikan jasmani yang dikembangkan untuk menyediakan program bagi individu yang berkebutuhan khusus. (French dan Jansma, 1982: 8).
Sedang pendidikan jasmani disesuaikan atau yang sering dikenal dengan istilah pendidikan jasmani adaptif (adapted physical education) adalah pendidikan melalui program aktivitas jasmani yang dimodifikasi untuk memungkin individu yang berkelainan memperoleh kesempatan untuk dapat berpartisipasi dengan aman, sukses, dan memperoleh kesenangan yang berarti.
Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif
Tujuan pendidikan jasmani adaptif bagi anak berkebutuhan khusus juga bersifat holistik, seperti tujuan penjasorkes untuk anak-anak normal pada umumnya, yaitu mencakup tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial, dan intelektual. Di samping itu, proses pendidikan itu penting untuk menanamkan nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan baik dari segi fisik maupun mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri.
Oleh karena itu para guru penjaskes adaptif seyogyanya membantu peserta didiknya agar tidak merasa rendah diri dan terisolasi dari lingkungannya. Kepada peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan aktifitas jasmani melalui berbagai macam olahraga dan permainan. Pemberian kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anak-anak normal. Melalui aktivitas pendidikan jasmani adaptif yang mengandung unsur kegembiraan dan kesenangan, anak-anak dapat memahami dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan serta mengoreksi kelainan-kelainan yang dialami setiap anak.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 4) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan jasmani bagi anak yang berkebutuhan khusus adalah untuk membantu mereka mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani, emosional, sosial, intelektual yang sepadan dengan potensi mereka melalui program aktivitas jasmani biasa dan khusus yang dirancang dengan hati-hati. Adapun tujuan khusus pendidikan jasmani adaptif adalah untuk menolong peserta didik untuk mencapai tujuan umum sebagai berikut:
Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat di perbaiki.
Untuk membantu siswa melindungi diri sendir dan kondisi apapun yang akan mempeprburuk keadaannya melalui aktivitas jasmani tertentu.
Untuk memberikan kesempatan siswa mempelajari dan berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas jasmani dan permainan yang rekreatif.
Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
Untuk membantu siswa melakukan penyesusaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.
Untuk menolong siswa memahami dan menghargai berbagai macam olahraga maupun permainan yang dapat dinikmatinya sebagai penonton.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 9) ada enam manfaat pendidikan jasmani adaptif yaitu:
Aktivitas jasmani dapat membantu perkembangan jasmani secara maksimal.
Aktivitas jasmani mempengaruhi perkembangan keterampilan gerak, dapat membantu anak mengembangkan gerak secara efisien koordinasi syaraf-otot (neuromuskular).
Dapat membantu anak mengembangkan tingkat kebugaran jasmaninya secara optimal untuk kehidupan sehari-hari.
Anak dapat belajar untuk menguasai emosinya dan perilaku lainnya dengan baik.
Pendidikan jasmani dapat membantu anak belajar dengan cara berinteraksi dengan orang lain.
BAB III
PEMBAHASAN
Karakteristik dan Strategi Instruksional
Banyak dari karakteristik khusus dari anak autistik yang dapat menghambat pembelajaran pendidikan jasmani. Oleh karena itu para pendidik harus memperhatikan karakteristik dan harus mengetahui strategi instruksional yang tepat dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Karakteristik anak autistik dan strategi insruksional dalam pembelajaran pendidikan jasmani menurut Arma Abdoellah (1996: 115) antara lain:
KARAKTERISTIK
STRATEGI INSTRUKSIONAL
Psikomotor
Peserta didik dengan kelainan emosional biasanya mencapai pertumbuhan fisiologis dan anatomis tanpa perkembangan afektif yang sama.
Semakin besar kelainan emosional semakin cenderung individu kurang tajam daya persepsi dan kebugaran jasmaninya. Secara khusus hal ini benar bagi individu yang sangat emosional.
Individu berkelainan emosional sering mempunyai emosi yang meningkat secara langsung sehingga mempengaruhi parameter fisiologisnya (contohnya denyut jantung meningkat) yang dapat menyebabkan kemarahan yang tidak wajar.
Peserta didik berkelainan emosional mempunyai satu rentangan yang luas dalam gerak dan kebugaran jasmani dari yang rendah ke yang tinggi.
Gangguan perilaku khusus tipe apapun (agresi, tidak responsif, menarik diri) menghalangi pembelajaran gerak dan peningkatan kebugaran jasmani.
Untuk kerja psikomotorik dari peserta didik dapat berubah dari waktu ke waktu.
Peserta didik cenderung berorientasi tindakan (action oriented).
Peserta didik yang tidak dapat menyesuaikan diri secara sosial yang berkelainan emosional sering mencapai kemampuan yang menonjol dalam olahraga dan permainan.
Sebagaian dari peserta didik yang tidak dapat menyesuaikan diri atau nakal cenderung tidak mau berolahraga yang ada unsur "kalah-menang" di dalamnya.
Kognitif
Skor tes IQ peserta didik berkelainan emosional rata-rata di bawah normal. Prestasi mereka di sekolah biasanya lebih rendah daripada yang diramalkan, dan banyak juga masalah dalam belajar.
Peserta didik yang emosinya terganggu atau kacau sering salah memahami reaksi atau maksud orang lain.
Beberapa peserta didik dengan gangguan emosional yang sangat berat, sama sekali tidak mempunyai pengertian tentang keselamatan dan mengabaikannya.
Banyak peserta didik yang menaruh perhatian tidak terlalu lama pada satu objek.
Peserta didik sering mengkomunikasikan kebutuhan mereka tidak dengan kata-kata.
Beberapa peserta didik mempunyai tingkat kekecewaan yang rendah khususnya yang berkaitan dengan persepsi orang lain mengenai bahasa yang mereka gunakan.
Afektif
Sebagai satu populasi, individu berkelainan emosional khususnya dalam bidang afektif.
Peserta didik berkelakuan tidak baik, terkadang peka terhadap sentuhan.
Peserta didik yang berkelainan emosional dapat dengan mudah terganggu perhatiannya.
Peserta didik sering mudah marah atau tersinggung.
Sejumlah peserta didik berkelainan emosional cenderung memperlihatkan perilaku ekstrovert seperti agresi.
Peserta didik cenderung memperlihatkan perilaku introvert seperti menarik diri atau mengurung diri.
Peserta didik terkadang menentang secara lisan atau fisik kewenangan tertentu dari guru.
Peserta didik asyik dengan pikirannya sendiri bahkan kadang tidak masuk akal. Mereka asyik dengan berhalusinasi dan berkhayal.
Peserta didik kadang-kadang menunjukkan diri dalam bentuk merusak diri sendiri.
Perilaku yang bertentangan seperti hiperaktivitas dan hipoaktivitas adalah ciri peserta didik yang berkelainan emosional.
Peserta didik kurang mempunyai konsep diri.
Peserta didik sering curiga terhadap orang lain.
Peserta didim dengan masalah perilaku sering sulit menerima perubahan, kritik, dan pembatasan.
Peserta didik cenderung mudah takut dan sering takut akan sanksi sosial sesungguhnya atau yang dibayangkan.
Peserta didik sering berusaha untuk menarik perhatian dalam bentuk apapun.
Reaksi emosional terhadap aktivitas baru dalam bentuk ketakutan yang berlebihan dan kekhawatiran yang sangat adalah biasa.
Melanggar peraturan dengan sengaja adalah ciri individu yang tidak dapat menyesuaikan diri secara emosional.
Umum
Cenderung ke arah ekstrim dalam frekuensi, lamanya dan perilaku yang tidak pentas.
Peserta didik biasanya mempunyai ciri melakukan sesuatu yang tidak dapat diramalkan.
Gangguan perilaku dan kemampuan menyesuaikan diri yang berlangsung lama akan membentuk gaya hidup individu.
Pilih aktivitas jasmani dengan tujuan meningkatkan perkembangan afektif. Contohnya: Permainan Ular Naga Panjang, permainan ini membutuhkan kerja sama dan kekompakan dalam tim. Hal ini akan mengakibatkan peserta didik berkomunikasi satu sama lain.
Lakukan aktivitas penguatan dan ulanglah aktivitas tersebut untuk meningkatkan kebugaran jasmani, keterampilan gerak, dan perkembangan sosialnya.
Menyusun program pendidikan jasmani yang sistematis. Hal ini cenderung merangsangn reaksi fisiologis yang alami dan akan dapat menyalurkan dengan baik kemarahannya.
Usahakan menyusun satu program pendidikan jasmani untuk perorangan.
Mengendalikan perilaku dan menjalin komunikasi adalah prasyarat penting dalam pembelajaran psikomotorik.
Kumpulkan data dari kemampuan jasmani, gerak atau kebugaran jasmani. Skor-skor terbaik akan sangat berguna dan memberikan informasi.
Semua tipe aktivitas pendidikan jasmani dapat diberikan dengan sukses.
Lebih ditekankan pada olahraga dan permainan, namun guru pendidikan jasmani juga menjelaskan kepada mereka bahwa kemampuan akademiknya jangan diabaikan.
Jangan dipaksakan aktivitas olahraga kepada peserta didik yang enggan untuk melakukannya. Secara sedikit demi sedikit perkenalkan aktivitas jasmani dengan penekanan awal pada partisipasi dan kesukaan menonton.
Secara tradisional dorongan yang kuat untuk berprestasi dalam semua bidang adalah hak istimewa bila berpartisi adalam olahraga antar sekolah dan intramural.
Harus jujur dengan peserta didik, secara langsung bicarakan masalah yang mereka hadapi pada waktu yang tepat.
Ciptakan satu lingkungan yang membatasi dan peraturan pokok dipatuhi oleh guru dan peserta didik.
Rencanakan beberapa aktivitas jasmani dalam setiap pembelajaran pendidikan jasmani. Jika peserta didik membantu dalam perencanaan, maka perhatian mereka cenderung lebih baik.
Amati dengan cermat serta bersikap empatik jika terpaksa bereaksi terhadap perilaku yang kurang baik atau pantas.
Temukan sumber-sumber yang menjembatani dwi bahasa (bilingual). Usaha ini dapat mencakup penggunaan bahasa sebagai syarat dalam pendidikan jasmani. Bantu peserta didik memiliki kebanggaan dengan latar belakang etniknya. Kelambatan dan kurang sabar dalam bahasa jangan dikaitkan dengan kurang cerdas.
Merencanakan program perorangan secara hati-hati.
Ciptakan komunikasi dengan peserta didik sebelum menggunakan manipulasi kinestetik dan manual.
Semua rangsang lingkungan harus di bawah kontrol guru. Tonjolkan rangsang yang relevan dan kurangirangsang yang mengganggu.
Harus tenang dan sabar. Gabungkan aktivitas tenang dengan yang tidak tenang.
Berikan aktivitas jasmani yang tidak hanya memenuhi kebutuhan psikomotor, tetapi juga menhindari perilaku yang ekstrim. Sifat agresif dan marah kadang-kadang perlu ditangani untuk pengendalian diri.
Berikan perhatian pada hubungan yng sehat melalui aktivitas yang menciptakan interaksi. Aktivitas satu lawan satu, kelompok kecil dan kelompok besar harus diberikan secara bertingkat.
Tegakkan disiplin dan sikap konsisten. Yang paling utama adalah tetap tenang, menjadi pendengar yang aktif, gunakan tindakan fisik jika peserta didik bertindak membahayakan dirinya tau orang lain.
Berikan rencana pelajaran yang tidak hanya memenuhi kebutuhan perkembangan, tetapi juga agar membentuk gerak yang lancar.
Guru memberikan perhatian dan menasihati peserta didik, mencari bantuan dengan tim pendidikan yang mempunyai pengetahuan lebih banyak dalam menangani gangguan psikologis dan reaksi tidak dapat menyesuaikan diri.
Gunakan aktivitas yang rileks dan nonkompetitif untuk anak hiperaktif, permainan dengan unsur banyak gerak paling tepat untuk anak hipoaktif.
Berikan aktivitas pendidikan jasmani yang sistematis sehinnga memungkinkan anak memperoleh sukses. Hal ini kan memperbaiki penampilan dan perasaan harga diri.
Menciptakan hubungan dan komunikasi yang baik dengan peserta didik.
Komunikasikan dengan positif semua hal yang ada, usahakan agar mereka mempunyai apresiasi terhadap perbedaan setiap orang sehingga mereka menerima perubahan tanpa menarik diri dari pergaulan.
Melibatkan peserta didik dalam aktivitas yang tidak menakutkan dan tidak ada menang-kalah.
Berikan peran menjadi pemimpin kepada mereka yang berperilaku baik.
Jangan paksakan aktivtas kepada peserta didik. Secara bertahap perkenalkan aktivitas baru dalam lingkungan yang sudah dikenal. Dimulai dari aktivitas sederhana menuju kompleks.
Bermain dalam olahraga beregu dapat menimbulkan rasa hormat terhadap peraturan, guru, dan teman sebaya.
Tidak semua peserta didik dengan masalah yang sama harus ditempatkan dalam kelas yang sama.
Mereka harus diberi tahu akibat dari perilaku yang tidak dapat diramalkan dan yang tidak baik.
Intervensi dini dan memperlihatkan perilaku yang baik akan membantu dalam pencegahan gangguan perilaku.
Guru pendidikan jasmani adaptif sebaiknya memahami karakteristik anak autis dan mengetahui strategi instruksional dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani sehingga tujuan-tujuan telah ditentukan dapat dicapai dengan baik. Ketika guru memahami karakteristik dan kebutuhan peserta didiknya maka pembelajaran dapat terlaksana dengan aman, tertib, lancar, dan bermanfaat bagi peserta didik. Guru juga harus membuat program pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik sehingga aspek motorik, aspek perkembangan sosial dan psikologis dapat berkembangan secara maksimal. Guru menyusun program aktivitas jasmani, latihan maupun permainan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketika seorang guru bertujuan meningkatkan keterampilan motorik kasar maka guru harus menyusun program latihan, aktivitas jasmani atau permainan yang sesuai dan merujuk pada inti latihan yaitu melatih komponen-komponen keterampilan motorik kasar seperti pola gerak dasar. Maka dari itu guru sebaiknya paham mengenai prinsip-prinsip perkembangan keterampilan manusia dan tahapan perkembangan keterampilan motorik anak sehingga hal ini dapat dijadikan pedoman untuk menyusun program latihan yang sesuai.
Dalam proses pembelajaran guru juga harus mampu mengendalikan peserta didik atau lebih tepatnya pengelolaan kelas agar lingkungan pembelajaran menjadi lebih kondusif dan efektif.
Aktivitas yang Disarankan dan Dilarang untuk Anak Autis Hipoaktif
Kebugaran Jasmani
Menurut Arma Abdoellah (1996: 119) menyatakan bahwa indeks kebugaran jasmani dari peserta didik yang berkelainan emosional cenderung berada di bawah normal. Penelitian juga mendukung pendapat bahwa gambar diri dan konsep diri peserta didik cenderung kurang. Jadi peserta didik autis membutuhkan program pendidikan jasmani yang menitikbertakan pada kebugaran jasmani dan keterampilan gerak (motorik).
Perbaikan atau peningkatan kebugaran jasmani tidak saja akan memberikan gambar diri dan konsep diri, tetapi juga memungkinkan partisipasi dalam olahraga, aktivitas jasmani, maupun permainan yang mempunyai dampak langsung terhadap pengalaman sosial yang positif. Selain itu dengan kebugaran jasmani yang baik peserta didik dapat lebih baik dalam mengahadapi kegiatan pembelajaran di kelas termasuk pendidikan jasmani yang menuntut aktivitas jasmani yang lebih kompleks. Dengan tingkat kebugaran jasmani yang baik pula dapat sedikitnya mengurangi resiko terkena pernyakit.
Oleh karena itu pendidikan jasmani adaptif seharusnya ditekankan pada program mengembangkan daya tahan tubuh, kardiovaskuler, dan kardiorespirasi. Aktivitas kesegaran jasmani dapat dilaksanakan dalam situasi terbuka jika sarana dan prasarana kurang memadai. Contohnya dengan melakukan senam kebugaran jasmani di halaman sekolah secara berkelompok. Latihan penguluran dan lari bersama-sama satu arah secara berkelompokpun dapat dilakukan. Ban-ban bekas dapat pula digunakan untuk membatasi gerak pada suatu tempat.
Keterampilan Motorik Kasar dan Pola Gerak Dasar
Peserta didik berkelainan terbukti juga kurang dalam penguasaan keterampilan gerak dan pola gerak dasar. Anak-anak harus diberikan aktivitas secara terus-menerus untuk meningkatkan pemahaman orientasi tempat, arah, gambar diri, konsep diri gerak, sikap tubuh, koordinasi mata dengan tangan adan kaki, keseimbangan dan irama.
Semua anak memerlukan kepercayaan diri dalam bekerja secara individual dengan sarana dan prasarana yang tidak menakutkan untuk meningkatkan pola gerak dasar. Hal ini diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam permainan, dan yang lebih penting ialah unsur sosial yang sangat dibutuhkan.
Untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar, seorang guru dapat memerintahkan kepada peserta didik untuk membuat terowongan dari kedua tangan peserta didik. Anak-anak yang lain berbaris kebelakang dan diperintahkan bernyanyi sambil berjalan melewati terowongan. Barangsiapa yang berada dalam terowongan saat lagu berhenti maka dia berfungsi sebagai terowongan dan berdiri di belakang kedua temannya yang bertugas sebagai terowongan. Begitu seterusnya sampai habis barisan peserta didiknya.
Peserta didik juga dapat melakukan aktivitas memantulkan bola atau lempar tangkap bola warna-warni dengan teman sepermainannya. Setelah itu selesai peserta didik diarahkan membentuk formasi lingkaran. Dan satu anak di tengah sebagai serigala dan lainnya bertugas sebagai harimau. Mereka akan bermain kejar-kejaran ketika seorang serigala melemparkan bola ke salah satu harimau, harimau harus lari dan mengumpan atau melempar bola ke teman yang lain agar dia tidak menjadi target kejaran dari serigala. Apabila bola yang dilempar mengenai atau bahkan tertangkap oleh serigala maka harimau yang mmelempar berubah menjadi serigala pemburu. Permainan ini dapat melatih gerak seperti jalan, lari, menangkap, melempar, dan koordinasi tubuh.
Aktivitas Individual dan Kelompok
Partisipasi dalam aktivitas perorangan dan kelompok tidak saja memberikan keuntungan psikomotik, tetapi memberikan satu suasan dimana mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Aktivitas perorangan dan kelompok mempunyai unsur yang memungkinkan mengurangi sifat agresif dan energi yang menumpuk dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Selain itu peserta didik dapat memperoleh kesenangan sehingga mampu berinteraksi dan bekerjasama dengan teman satu kelompoknya.
Guru pendidikan jasmani harus memberikan aktivitas sosial untuk penguatan dan memasukkanya secra sistematis dalam program pendidikan jasmani. Guru harus memperkenalkan permain dari yang mudah menjadi sulit dan sederhana menjadi kompleks.
Pendidikan Gerak
Peserta didik yang perhatiannya mudah terganggu mungkin akan memperoleh keuntungan dari pendidikan gerak yang tidak terstruktur, tetapi karena banyak gerak yang acak jelas akan mengganggu peserta didik lain. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah bermain menurut cerita atau sosiodram yang kreatif dapat memperbaiki perilaku tertentu. Contohnya melakukan gerakan menggergaji kayu, atau bermain patungan-patungan. Hal ini dapat mengurangi ketegangan dan sifat agresif. Menghayalkan kelas mengunjungi Disneyland dan memerankannya dalam sebuah cerita akan meningkatkan sosialisasi anak yang menarik diri dari pergaulan.
Mengelompokkan Peserta Didik
Guru harus selalu memberikan perhatian pada saat pengelompokan peserta didik dan pengaruhnya terhadap dinamika antar individu. Dalam pemilihan tim pun dibutuhkan perhatian khusus yang sungguh-sungguh saat menentukan cara memilih tim dan pemimpinnya. Salah satu cara yang kelihatannya mempunyai nilai tinggi adalah pemilihan pemimpin secara acak, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan setengah dari anggota tim oleh pemimpin tiap tim. Selebihnya guru memilih anggota tim untuk tiap tim. Dengan menggunakan sistem ini peserta didik yang kurang terampil dan memiliki harga diri rendah tidak akan terakhir dipilih.
Memodifikasi Peraturan
Peraturan permainan dapat dimodifikasi menjadi lebih sederhana dari permainan yang sesungguhnya. Akan tetapi tetap memperhatikan unsur-unsur pokok dari permainan yang dimodifikasi. Hal-hal yang dapat dimodifikasi dalam permainan yaitu peraturan, lapangan, alat, dan jumlah pemainnya.Setiap guru pendidikan jasmani harus mampu membuat permainan modifikasi yang aman, menyenangkan dan bermanfaat bagi peserta didik.
Ketika dalam permainan guru sebaiknya menggunakan tanda yang tepat untuk memulai ataupun mengakhiri permainan. Tanpa ada kesepakatan yang jelas mengenai tanda yang digunakan akan menggangu perilaku anak. Peluit, suara, cahaya dan alat lainnya merupakan tanda-tanda biasanya yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
Mengontrol Agresi
Peserta didik yang sangat agresif dan menyenangi kompetisi dapt diberikan aktivitas yang mendorong mereka untuk menarik, mendorong, memukul, menyepak, dan meninju objek yang berada dalam satu lingkungan yang terkontrol. Guru harus mampu mengawasi mereka yang agresif akan tetap dalam batasan-batasan yang wajar saat bermain. Salah satu tanggung jawab guru ialah mengajarkan dan memperlihatkan kepada peserta didik cara bagaimana mengontrol agresi dengan cara yang dapat diterima dengan baik. Contohnya, guru menyarankan menjunjung tinggi peraturan dan sikap sportivitas saat bermain. Karena tujuan dari pendidikan jasmani sendiri membuat siswa merasa senang.
Beberapa aktivitas bagi anak-anak yang secara alami dapat mengontrol agresi yaitu tenis, bulutangkis, bola voli, dan renang. Aktivitas sepakbola, bola basket, permainan striking/fielding sebaiknya dihindari bagi peserta didik yang mempunyi kecenderungan tidak dapat mengontrol sifat agresif dan yang tidak dapat berkompetisi.
Model Aktivitas Pendidikan Jasmani untuk Meningkatkan Keterampilan Motorik Kasar Anak Autis Hipoaktif
Untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar pada anak autis hipoaktif perlu menggunakan suatu permainan yang dimodifikasi secara menyenangkan sehingga dapat menarik minat dan perhatian mereka. Berikut salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak autis hipoaktif:
Pemanasan (Alokasi waktu 20 Menit)
Mengikuti Alunan Musik
Anak-anak autis diminta di dalam ruangan,di hall senam maupun di lapangan terbuka. Jika di dalam ruangan, ruangan dirancang sedemikian rupa dengan aneka hiasan yang menarik dan dijauhkan dari benda-benda berbahaya. Jika dilakukan di lapangan terbuka guru sebaiknya melakukan pengawasan terhadap masing-masing anak.
Anak autis di putarkan sebuah musik yang menyenangkan bagi mereka, sebelumnya anak-anak autis diputarkan beberapa musik, kemudian musik yang dirasa menarik dan dapat membuat seorang anak autis menari dapat digunakan dalam latihan ini.
Di sini anak-anak autis dibiarkan bergerak mengikuti alunan musik sesuai kehendak mereka selama 5 menit, latihan ini hendaknya dilakukan oleh lebih dari 5 anak agar ada interaksi diantara anak-anak.
Dengan mereka bergerak mengikuti alunan musik secara tidak langsung mereka sudah melakukan aktivitas jasmani.
Kemudian guru bertugas membimbing anak-anak autis untuk melakukan gerakkan yang dicontohkan. Guru sebagai pembimbing memberikan contoh-contoh gerakan yang dinamis sesuai dengan tujuan dari latihan inti. Guru membantu anak-anak yang mengalami kesulitan. Pemanasan ini dilakukan selama 10 menit.
Permainan ini dapat melatih kemampuan gerak dasar anak seperti berjalan, jalan ditempat, melompat, meloncat, berjinjit dan sebagainya yang tujuannya dapat melatih keterampilan motorik kasar anak autis hipoaktif. Tujuan lainnya yaitu untuk meningkatkan interaksi dan sosialisasi di antara mereka yang sedang melakukan aktivitas.
Setelah melakukan gerakan yang terstruktur, peserta didik diminta melakukan permainan selama 5 menit. Contoh permainan:
Menjala ikan
Guru menentukan tiga orang anak bertugas sebagai jala, dan sisanya sebagai ikan. Ikan dianggap terjala bila dapat dilingkari oleh jala dengan saling berpegang tangan. Ikan yang terjala dibawa ke kolam penyimpanan bila telah berjumlah lima orang, sebuah jala dapat diganti. Ke dua jala dapat segera menjadi satu bila kiranya dipandang perlu untuk menjala ikan yang lebih banyak.
Pemainan ini dapat dimainkan oleh anak autis hipoaktif. Bagi anak di kelas rendah permainan ini dapat melatihkan latihan daya tahan dan kelincahan, sedangkan bagi anak yang berada di kelas tinggi bisa merupakan latihan pemanasan. Ada berbagai macam latihan yang dapat dikembangkan untuk tujuan meningkatkan keterampilan gerak dasar anak autis hipoaktif.
Ini merupakan contoh bentuk pemanasan yang mengacu pada tujuan meningkatkan keterampilan motorik kasar pada anak-anak hipoaktif. Pemanasan ini dominan menggunakan otot-otot besar sehingga sangat memungkinkan dalam membantu mencapai tujuan dari pembelajaran pendidikan jasmani adaptif.
Latihan Inti (Alokasi waktu 25 menit)
Lempar Tangkap Bola Warna-Warni
Permainan lempar tangkap bola ini digunakan guna melatih respon dan agar anak autis mau memperhatikan guru. Walaupun mungkin mereka kadang tidak balas melempar tetapi respon dari anak autis sangatlah penting untuk perkembangan otak, motorik, dan kondisi fisik anak autis. Dengan menggunakan bola warna-warni diharapkan mampu membuat perhatian anak tertuju kepada bola. Guru harus dapat menyesuaikan dengan perilaku dan kondisi si anak, yaitu dengan cara:
Seorang guru berpenampilan menarik dan tidak membuat anak autis ketakutan.
Guru menatap langsung kedua mata anak autis agar perhatian mereka dapat tertuju kepadanya.
Guru diharapkan dapat menarik perhatian dari si anak dengan berperilaku baik dan dapat memberikan kenyamanan pada si anak.
Guru harus sabar dan jeli dalam melatih agar anak autis dapat termonitoring perkembangannya.
Contoh permainan dapat dapat dilakukan pada latihan inti antara lain:
Peserta didik melakukan aktivitas memantulkan bola ke tanah atau lempar tangkap bola dengan teman sepermainannya selama 5 menit. Setelah itu selesai peserta didik diarahkan membentuk formasi lingkaran. Dan satu anak di tengah sebagai serigala dan lainnya bertugas sebagai harimau. Mereka akan bermain kejar-kejaran ketika seorang serigala melemparkan bola ke salah satu harimau, harimau harus lari dan mengumpan atau melempar bola ke teman yang lain agar dia tidak menjadi target kejaran dari serigala. Apabila bola yang dilempar mengenai atau bahkan tertangkap oleh serigala maka harimau yang mmelempar berubah menjadi serigala pemburu.
Permainan ini dapat melatih motorik kasar dan keterampilan gerak dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari seperti jalan, lari, menangkap, melempar, koordinasi tubuh, bahkan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sepermainan dapat terlatihkan.
Pendinginan (Alokasi waktu 5 menit)
Pendekatan dari Hati ke Hati
Anak autis hipoaktif terkadang juga ada yang tidak mau bergerak dan cenderung pendiam. Dalam hal ini seorang pengajar, pembimbing, praktisi, dan pelatih memiliki peranan sangat penting yaitu dengan melakukan pendekatan kepada seorang anak autis dengan langkah-langkahnya sebagai berikut:
Seorang guru melakukan interaksi dengan seorang anak autis, dengan cara mengajak bicara dan memberikan sentuhan dan pelukan lembut kepada mereka.
Apabila si anak sudah menurut, secara bertahap dan perlahan guru dapat menggerakan beberapa angota tubuh si anak, dengan latihan ini perlahan-lahan maka si anak sudah melakukan aktifitas pendinginan.
Tahap selanjutnya guru mengajak si anak bermain bersama, dengan ini maka si anak dapat mendapatkan rasa nyaman, aman, senang, dan gembira serta memberikan rasa kepercayaan kepada guru yang sedang mengajar.
Untuk aktivitas pendinginan selanjutnya, guru memberikan instruksi kepada anak untuk bernyanyi bersama kemudian melakukan penenangan dengan cara olah nafas.
Dapat disimpulkan bahwa saat membuat model atau program aktivitas jasmani bagi peserta didik harus mencakup tiga komponen yang telah disebutkan di atas, yaitu: pemanasan, latihan inti, dan pendinginan.
Permainan Sederhana serta Mudah Dipraktikkan untuk Melatih Keterampilan Motorik Kasar Anak Autis Hipoaktif
Berburu kijang.
Lapangan lebih kurang 7x7 meter berbentuk persegi. Alat sebuah bola atau dua buah bola untuk bola tangan atau bola tenis. Tiga orang anak bertugas sebagai penembak, sedang sisa siswa yang lain berperanan sebagai kelinci. Tembakan harus dilakukan dengan lemparan ayunan bawah, yang dilakukan dengan menginjak garis lapangan, pada tiap sisi lapangan ada dua orang penembak. Bila kijang terkena tembakan, bergabung dengan tim penembak. Sifat permainan ini ialah melatih kelentukan sendi bahu dan koordinasi para penembak, serta kelincahan kijang.
Tiga serangkai
Anak membuat kelompok yang terdiri dari tiga orang. Mereka mengaitkan kaki kanannya dibelakang pangkal paha mereka, dengan ketinggian kira-kira setinggi pangkal paha, sehingga mereka berdiri di atas kaki kirinya. Setelah kaitan dianggap baik lomba dapat dimulai. Dengan irama tepukan tangan para peserta lomba anak dalam satu kelompok itu berjengket seirama dengan tepukan tangan, sambil mengucapkan sair atau nyanyian. Adapun sair itu sebagai berikut:
"Satu hati, satu hati"
"Seirama satu gerak"
"Kena badai tersiram air"
"Tidak goyah tetap tegak"
Irama dapat dipercepat, sehingga jengket mereka dapal makin cepat pula. Regu yang kaitan kakinya lepas dianggap kalah. Sifat permainan ini adalah latihan kekuatan otot tungkai, berjingkat, koordinasi otot dan syaraf, serta kerjasama antar teman.
Bola-Bola Lunak
Alat : Kertas koran secukupnya dan Lakban
Cara membuat : Remas-remas dan bentuklah ketras koran menjadi seperti bola kemudian rekatkan dengan lakban.
Cara bermain:
Permainan dapat dimainkan beberapa anak, setiap anak memiliki satu buah bola.
Salah seorang anak harus memberikan aba-aba atau guru memberikan aba-aba.
Lakukan sesuai aba-aba sebagai berikut:
Lempar bola rendah dengan kedua tangan dan tangkap dengan kedua tangan.
Lempar bola tinggi dengan kedua tangan dan tangkap dengan kedua tangan. Lempar bola rendah dengan satu tangan dan tangkap dengan satu tangan.
Lempar bola dan tepuk satu kali dan tangkap dengan tangan kanan.
Lempar bola dan tepuk tiga kali dan tangkap dengan tangan kiri.
Makna permainan ini yaitu melatihkan koordinasi otot tangan dengan penglihatan, melatih konsentrasi, serata melatih berpikir kritis.
Bermain Ayunan
Tujuan utama dari bermain ayunan ini adalah untuk memberi kenyamanan sehingga seorang anak autis hipoaktif dapat mengalihkan pandangannya kepada seorang pelatih, pembimbing, dan guru.
Pertama seorang anak autis hipoaktif diminta duduk di ayunan, kemudian guru atau pembimbing mengayun si anak secara perlahan.
Awal-awalnya mungkin seorang anak autis akan merasa senang. Tahap selanjutnya diharapkan si anak mau memperhatikan guru ataupun pembimbing. Tahap terakhir si anak dapat mengayun dirinya sendiri dan mau bergerak sendiri, dengan ini maka secara tidak sadar si anak sudah melakukan aktivitas jasmani.
Sebenarnya masih banyak permainan aktivitas jasmani lain yang dapat membantu meningkatkan keterampilan motorik kasar dan perkembangan sosialnya. Permainan di atas merupakan beberapa contoh bentuk permainan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif bagi anak autis hipoaktif. Sebaiknya guru menekankan prinsip memperoleh kesangan daripada "menang-kalah maupun kompetisi", hal ini penting karena ada beberapa anak yang sifatnya sangat agresif sehingga mudah melakukan tindakan-tindakan yang tidak terduga. Ketika membuat permainan hendaklah memperhatikan unsur keselamatan peserta didik.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Autisme merupakan gangguan perkembangan masa anak yang jumlahnya semakin meningkat saat ini. Namun hal ini tidak berarti anak yang menderita gangguan perkembangan lainnya seperti lambat bicara, sangat aktif dan kurang konsentrasi selalu menderita autisme. Salah satu kecenderungan dari autis yaitu rendahnya keterampilan motorik kasar.
Untuk mengatasi permasalahan mengenai kurangnya keterampilan motorik anak autis hipoaktif dapat diterapkan pendidikan jasmani adaptif yang dimodifikasi. Guru pendidikan jasmani adaptif sebaiknya jugamemahami karakteristik anak autis dan mengetahui strategi instruksional dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani sehingga tujuan-tujuan telah ditentukan dapat dicapai dengan baik. Ketika guru memahami karakteristik dan kebutuhan peserta didiknya maka pembelajaran dapat terlaksana dengan aman, tertib, lancar, dan bermanfaat bagi peserta didik.
Guru harus membuat model pembelajaran aktivitas jasmani yang menyenangkan bagi peserta didik sehingga aspek motorik, aspek perkembangan sosial dan psikologis dapat berkembangan secara maksimal. Dalam menyusun model aktivitas jasmani, latihan maupun permainan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketika seorang guru bertujuan meningkatkan keterampilan motorik kasar maka guru harus menyusun model latihan atau permainan yang sesuai dan merujuk pada inti latihan yaitu melatih komponen-komponen keterampilan motorik kasar seperti pola gerak dasar. Oleh karena itu guru sebaiknya paham mengenai prinsip-prinsip perkembangan keterampilan manusia dan tahapan perkembangan keterampilan motorik anak sehingga hal ini dapat dijadikan pedoman untuk menyusun program latihan yang sesuai.
Dalam proses pembelajaran guru juga harus mampu mengendalikan peserta didik atau lebih tepatnya pengelolaan kelas agar lingkungan pembelajaran menjadi lebih kondusif dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, Arma. 1996. Pendidikan Jasmani Adaptif. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder Fifth Edition (DSM-5). American Psychiatric Publishing.
Edgren, Harry D & Joseph J. Gruber. 1963. Teacher's Handbook of Indoor and Outdoor Games. Englewood Cliffs, N. J: Prentice-Hall, Inc.
French, R & Jansma. 1982. Special Physical Education. Columbus: Charles E. Merril Publising Company.
Imanniyah, Anggawati. 2014. Jurnal Pendidikan Khusus: Pengaruh Bermain Bola Terhadap Kemampuan Aktivitas Gerak Anak Autis Hipoaktif di SLB Autis Mutiara Hati Sidoarjo. Diambil pada tanggal 27 September 2014 dari https://www.scribd.com/document_downloads/direct/234185326?extension=pdf&ft=1412407667<=1412411277&user_id=101029303&uahk=51etiYpHojGYKO4C+w/L1wLZiJY.
Lutan, Rusli. 2001. Asas-Asas Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga.
Okha, Kak. 2013. Permainan & Aktivitas Sederhana serta Mudah Dipraktikkan untuk Anak Autis. Yogyakarta: Javalitera.
Sosne, Michael. 1972. Handbook of Adapted Physical Eduation Equipment and Its Use. Illinois: Charles C Thomas Publiser.
Suharmini, Tin. 2009. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kanwa Publisher.
Sukamti, Endang Rini. 2011. Diktat Perkembangan Motorik. Yogyakarta: FIK Universitas Negeri Yogyakarta.
________. 2012. Pendidikan Jasmani Adaptif Bagi Celebral Palsy. Diambil pada tanggal 25 September 2014 dari http://lppm.uns.ac.id/kinerja/files/luaran/ lppm-luaran-201213082013121741.pdf.