Permasalahan Anak Autis DISUSUN OLEH : 1. 2.
Dian Lestari Mamah Rohimah
3.
Siska Julaeha
4.
Yuli Yuliawati
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Swt semata, yang telah memberikan petunjuk dan Rahmat-Nya kepada kita semua. S ehingga atas izin Nya lah makalah ini telah selesai dan rampung, guna memenuhi tugas yang di amanahkah kepada kami. Tentunya banyak pihak yang sudah membantu terselesaikannya tugas ini. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pada anggota yang merelakan waktu, tenaga dan pikirannya pikirannya untuk menyelesaikan tugas ini. Semoga Allah SWT mem balas kebaikan para teman-teman sekalian, amin. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen Administra Administrasi si Pendidikan Pendidikan yang telah sabar membimbing kami, s emoga Allah Swt selalu memberikan kesehatan dan keberk ahan kepada ibu sekeluarga, amin. Makalah ini tentunya sangat jauh dari sempurna, kami meny adari banyak kekurangan dan kesalahan yang terj adi disana sini. Semoga hal itu bisa kami perbaiki pada kesempatan ya ng lainnya. Akhirnya kepada Allah lah tempat kami ber sandar, semoga ma kalah ini memberikan manfaat yang besar bagi kita sem ua dan semoga Allah Swt selalu meridhoi usaha kita, amin Wassalamualaikum Wr. Wb
Sukabumi, Maret 2011
Tim Penulis
DAFTAR
ISI
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN I.1
LATAR BELAKANG
I.2
TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN MAKALAH
APAKAH AUTISME ITU ? II.1
PENGERTIAN AUTISME
II.2
GEJALA AUTISME
BAGAIMANA MENDETEKSI DINI AUTIS ? III.1
PENYEBAB AUTIS
III.2
DETEKSI DINI AUTIS
BAB IV
APAKAH AUTIS BISA DISEMBUHKAN ?
BAB V
PENUTUP
BAB I
PENDAHUALUAN I.1
LATAR BELAKANG
Setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan berbagai masalah. Masalah yang dihadapi anak, terutama anak usia dini, biasanya berkaitan dengan ganguuan pada proses perkembannya. Bila gangguan tersebut tidak segera diatasi maka ak an berlanjut pada fase perkembangan berikutnya yaitu fase perkembangan anak sekolah pada gilirannya, gangguan tersebut dapat menghambat proses perk embangan yang optimal. Dengan demikian, penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami perm asalahanpermasalahan anak agar dapat m eminimalkan kemunculan dan dampak permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya bantuan yang tepat. Memiliki anak merupakan anugerah terindah yang dirasak an suami istri. Sudah pasti hal terbaik pulalah yang kita harapkan dari buah hati kita itu. Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anaknya menderita autis. Sebagian masyarakat mem ang masih menganggap tabu terhadap penderita autis. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang menolak anak autis berada di lingkungannya. Jumlah anak pengidap autis di Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Sehingga diperlukan sema cam sosialisasi edukasi deteksi dini pada orangtua, supaya bisa memperhatikan perkembangan a naknya dengan lebih baik. I.2
TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah 1. Agar mahasiswa dapat mengetahui permasalahan anak penderita autisme 2. Mahasiswa memahami pengertian Autisme 3. Mahasiswa memahami cara mengetahui dan mendeteksi dini anak autis 4. Mahasiswa dapat mengam bil tindakan dan kesimpulan yang bijaksana terhadap lingkungan anak bermasalah.
BAB II
APAKAH AUTISME ITU ? II.1
PENGERTIAN AUTISME
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita,
yang membuat dirinya tidak dapat mem bentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive , aktivitas dan minat yang obsesif . (Baron-Cohen, 1 993). Menurut Power ( 1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
y
interaksi sosial,
y
komunikasi (bahasa dan bicara),
y
perilaku-emosi,
y
pola bermain,
y
gangguan sensorik dan motorik
y
perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala autisme dapat sangat ringan ( mild ), sedang ( moderate) hingga parah ( severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paral el-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menya kiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan seba gai low functioning autism . Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu m enggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kema mpuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan seba gai high functioning autism . Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model -model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis
menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk sema kin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal.
Namun sekali lagi, apapun diagnosa ma upun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi ya ng tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka. II.2
GEJALA AUTIS
Anak dengan autisme dapat tampak norm al di tahun pertama m aupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterla mbatan kemampuan berbahasa dan cara-cara ter tentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak ters ebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan- rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-k epakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat m enjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pa sif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka. Beberapa atau keseluruhan karakt eristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun. 1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami ba hasa. 2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. 3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar. 4. Sulit menerima perubahan pada r utinitas dan lingkungan y ang dikenali. 5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang t ertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan b ahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya s ehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya mengg unakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Deng an demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya. Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala -gejala yang terlihat. The
National Institute of C hild Healt h and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat
menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut : 1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan 2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggengg am) hingga usia 12 bulan 3. Anak tidak mengucapkan s epatah kata pun hingga usia 16 bulan 4. Anak tidak mampu m enggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan 5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu Adanya kelima lampu merah di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat m eliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
BAB III BAGAIMANA MEN DETEKSI DINI AUTISME III.1
PENYEBAB AUTISME
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, y ang gejalanya
sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak
sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang c enderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.
Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar -putar, mengepak-ngepakan tangan seperti say ap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya. Gejala autisme sangat berv ariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit meng endalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau mar ah-marah tanpa sebab yang jelas. Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat. Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spek trum Autistik (GSA). Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang
rendah. Sebagian dari mer eka dapat m encapai pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada
pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bida ng tertentu (musik, matematika, menggambar). Prevalensi autisme menigkat dengan sangat m engkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meni ngkat dengan sangat pesat dan pada ta hun 2005 sudah menjadi 1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1 Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah faktor -faktor yang diduga kuat mencetuskan autisme y ang masih misterius ini. 1. Genetik
Ada bukti kuat yang m enyatakan perubahan dalam gen b erkontribusi pada terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahir kan anak yang juga autisme. Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama. Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi. 2. Pestisida
Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem s araf pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang punya bakat autisme.
3.
Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan t halidomide . Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. Obat t halidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Na mun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder . 4.
Usia orangtua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20 -29 tahun. "Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks. 5. Perkembangan otak
Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood , berkaitan dengan autisme. Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak jug a dihubungkan dengan autisme.
III.2
DETEKSI DINI AUTISME
Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan yang
tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk berkembang secara optimal. Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu checklist yang dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers). Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua: 1.
Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain?
2.
Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada sesuatu?
3.
Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua?
4.
Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda?
5.
Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?
6.
Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke arah
mainan tersebut?
Bila jawaban anda TIDAK pada 2 per tanyaan atau lebih, maka anda sebaiknya berkonsultasi dengan profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan m endalami bidang autisme.
BAB IV APAKAH AUTIS BISA DISEMBUHKAN ?
Sebelum kita membahas terapi atau pengobatan apa s aja yang bisa dilakukan oleh penderita Autisme, hal terpenting adalah mengenali Autis dengan simbol -simbolnya sebagai upaya mendeteksi dini Autisme. Kenali Autisme
Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya m emperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala -gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara masing -masing individu. Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan m endalami bidang autisme, jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini :
Sulit bersosialisasi dengan anak -anak lainnya
Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
Tidak peka terhadap rasa sakit
Lebih suka menyen diri; sifatnya agak menjauhkan diri.
Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata
Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin
Tidak peduli bahaya
Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
Tidak tanggap terhadap isyarat kata- kata; bersikap seperti orang tuli
Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
Tentrums suka mengamuk/mem perlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)
Catatan : Daftar di atas bukan pengganti diagnosa. Hubungi profesional yang a hli untuk memperole h diagnosa lengkap
Palembang (ANTARA News) - Anak yang menderita autis atau "cacat mental" bisa disembuhkan dengan penanganan yang sabar dan bertahap, kata Ketua Yayasan Bina Autis Mandiri dr Muniyati Ismael di Palembang, Selasa. Autisme belum ada obatnya. Ada banyak metode penanganan yang dapat membuat hidup penderita autisme menjadi lebih baik.
Dr Muniyati yang telah lama berpengalaman membina anak penderita autis mengatakan, lanjut dia, pembinaan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, jangan setengah-setengah supaya mental mereka semakin normal.
FAKTOR GENETIK dianggap sebagai satu-satunya penyebab autisme sehingga penderitanya
dianggap tidak bisa disembuhkan namun bukti-bukti yang sekarang muncul menunjukkan ada peluang untuk penyembuhan karena gangg uan itu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik melainkan juga dipengaruhi faktor lingkungan.
Pada peringatan Hari Peduli Autisme Sedunia di Jakart a, Rabu (2/4), dr. Melly Budiman SpKJ dari Yayasan Autisma Indonesia mengatakan hal itu juga menunjukkan adanya peluang
penyembuhan dan perbaikan kondisi bagi p enyandang autisme.
"Autisme memengaruhi otak dan tubuh. Jika gangguan pada tubuh dapat disembuhkan maka itu akan m embantu memperbaiki otak pula," katanya dan menambahkan bahwa hal itu didukung pula oleh fakta tentan g banyaknya anak autistik yang "m enyembuh".
Lebih lanjut dia menjelaskan, anak dengan g angguan spektrum autistik (Autistic Spectrum Disorder/ASD) biasanya mengalami gangguan pada saluran pencernaan, sistem kekebalan tubuh, susunan syaraf pusat dan proses detoksifikasi.
Mereka, ia melanjutkan, juga alergi terhadap banyak jenis makanan, keracunan logam berat (Hg,Pb,As,Cd) dan kondisi biokimiawi tubuhnya terganggu. "Bila semua gangguan di tubuhnya dapat disembuhkan, maka otaknya akan bisa lebih berfungsi dengan baik," katanya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa yang terpenting dalam hal ini adalah mendeteksi dan mendapat diagnosa ga ngguan tersebut sedini mungkin.
Semakin awal seorang anak terdiagnosa dan mendapat terapi yang tepat, menurut dia, semakin besar kesempatannya untuk kembali ke jalur perkembangan yang normal. Penatalaksanaan komprehensif bagi penyandang autisme, ka tanya, meliputi perbaikan tubuh dari dalam (penatalaksanaan biomedis), medikamentosa (obat) bila diperlukan dan tatalaksana non-medis seperti terapi perilaku, wicara, okupasi, integrasi sensoris dan yang lainnya.
"Tak ada sa tu jenis obatpun yang bisa menyembuhkan autisme," tambahnya. Ia menjelaskan pula bahwa keberhasilan penyembuhan atau perbaikan gangguan autisme tergantung pada banyak faktor seperti berat a tau ringannya gangguan pada otak, berat atau ringannya gangguan pada tubuh, kecepatan anak terdiagnosa serta penanganan dini, tepat, terpadu dan intensif.
"Banyak anak meng alami perkembangan yang luar biasa, namun banyak pula yang tidak berkembang dengan baik," katanya. Ia menjelaskan pula bahwa dalam hal ini orang tua penyandang autisme membutuh dukungan dari dokter, terapis dan terutama masyar akat
supaya bisa tegar menghadapi k eadaan anaknya dan tidak berputus asa.
"Karena itu kami mengimbau masyarak at untuk lebih memahami apa itu autisme, dan tidak mengolok-olok atau melecehkan individu autistik, tetapi lebih bersikap toleran dan membantu, untuk bersikap empatik terhadap orang tua anak p enyandang autisme dan mengerti kesulitan yang mereka hadapi," katanya.
Pengelola sekolah, kata dia, hendaknya juga mem beri kesempatan pendidikan kepada anak penyandang autisme yang memang layak dan m ampu. "Dan pemerintah tentunya harus memberi jaminan dalam bidang kesehat an, pendidikan d an terapi yang terjangkau oleh semua golongan masyarakat," demikian dr. Melly. 10 Jenis Terapi Autisme
Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat / suplemen yang ditawarkan dengan iming iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang -kadang secara g encar dipromosikan oleh si penjual, ada pula cara-car a mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan.
Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang diharapkan tidak tercapai. Dibawah ini ada 10 jenis terapi y ang benar -benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangg uan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang la ma. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda. 1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi y ang telah lam a dipakai , t elah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak deng an memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme m empunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non -verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun merek a tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong. 3)
Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perk embangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, merek a kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan k emulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk me latih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar. 4)
Terapi Fisik
Autisme adalah suatu g angguan perkembangan per vasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan m emperbaiki keseimbangan tubuhnya. 5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam k etrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.
6)
Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang a nak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, ko munikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. 7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, merek a merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mer eka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan menca ri solusinya denga n merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya, 8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA y ang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik. 9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan m etode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode . Dan PECS ( Picture Exc hange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk meng embangkan ketrampilan komunikasi. 10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada g angguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
BAB V PENUTUP
Setiap permasalahan tentu memiliki solusi. Demikian pula permasalahan yang dihadapi anak, merupakan suatu cara bagi orang tua da n guru untuk belajar memberikan solusi yang terbaik bagi proses tumbuh kembang anak-anak mereka. Semoga paparan dalam makalah ini memberikan manfaat bagi banyak pihak. Terima kasih.