4 Macam Motorik Mo torik Kasar Pada Anak Anak 1. Jalan
Untuk berjalan, perkembangan yang harus dikuatkan adalah keseimbangan dalam hal berdiri. Ini berarti, si kecil tak hanya dituntut sekadar berdiri, namun juga berdiri dalam waktu yang lebih lama (ini berkaitan dengan lamanya otot bekerja, dalam hal ini otot kaki). Bila perkembangan jalan tidak dikembangkan dengan baik, anak akan mengalami gangguan keseimbangan. Si kecil jadi cenderung kurang pede dan ia pun selalu menghindari aktivitas yang melibatkan keseimbangan seperti main ayunan, seluncuran, dan lainnya. Sebaliknya, anak lebih memilih aktivitas pasif seperti membaca buku, main playstation, dan sebagainya. 2. Lari Perkembangan lari akan memengaruhi perkembangan lompat dan lempar serta kemampuan konsentrasi anak kelak, Pada tugas perkembangan ini, dibutuhkan keseimbangan tubuh, kecepatan gerakan kaki, ketepatan 4 pola kaki-(heel strike/bertumpu pada tumit, toe off/telapak kaki mengangkat kemudian kaki bertumpu pada ujung-ujung jari kaki, swing/kaki berayun dan landing/setelah mengayun kaki menapak pada alas)dan motor planning (perencanaan gerak). 3. Lompat Kemampuan dasar yang harus dimiliki anak adalah keseimbangan yang baik, kemampuan koordinasi motorik dan motor planning (perencanaan gerak). Contoh, saat anak ingin melompati sebuah tali, ia harus sudah punya rencana apakah akan mendarat dengan satu kaki atau dua kaki. Kalaupun satu kaki, kaki mana yang akan digunakan. Jika anak tidak adekuat dalam perkembangan melompat, biasanya akan menghadapi kesulitan dalam sebuah perencanaan tugas yang terorganisasi (tugas-tugas yang membutuhkan kemampuan motor planning). 4. Lempar Pada fase ini yang berperan adalah sensori keseimbangan, rasa sendi (proprioseptif), serta visual. Peran yang paling utama adalah proprioseptif, bagaimana sendi merasakan suatu gerakan atau aktivitas Jika kemampuan melempar tidak dikembangkan dengan baik, anak akan bermasalah dengan aktivitas yang melibatkan gerak ekstrimitas atas (bahu, lengan bawah, tangan dan jari-jari tangan). Seperti, dalam hal menulis. Tulisannya akan tampak terlalu menekan sehingga ada beberapa anak yang tulisannya tembus kertas, atau malahan terlalu kurang menekan (tipis) atau antarhurufnya jarang-jarang (berjarak). Dalam permainan yang membutuhkan ketepatan sasaran pun, anak tidak mahir. Gangguan lain berkaitan dengan koordinasi, rasa sendi dan motor planning yang bermasalah.
Kenali Tubuh Kita Dalam berlatih, kita sering melihat setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap berbagai pendekatan latihan dan diet. Hal itu terjadi karena kondisi tubuh tiap individu tidak sama. Untuk mempermudah pendekatan dalam berlatih, dan diet sangat penting mengetahui tipe tubuh kita. Metode yang paling populer adalah membagi dalam tiga kategori yaitu :
1. Tipe Ektomorph Ciri-ciri :
Tubuh bagian atas lebih pendek Tangan dan kaki panjang Dada dan bahu sempit Metabolisme sangat tinggi Sangat mudah membakar kalori Sulit menambah berat badan Sulit menambah massa otot
2. Tipe Mesomorf Ciri-ciri :
Dada dan bahu lebar Struktur otot kuat Metabolisme tinggi Bahu lebar Punggung kecil Mudah menambah massa otot
3. Tipe Endomorph Ciri-ciri :
Leher pendek Pinggul lebar Kada lemak tubuh tinggi Metabolisme lambat Sulit membakar lemak dalam tubuh
Ciri-ciri yang dijelaskan diatas adalah kondisi ekstrem masing-masing tipe tubuh. Pada kenyataannya jarang sekali orang yang memiliki tipe tubuh murni seperti diatas. Sebagian orang memiliki tubuh yang merupakan kombinasi dari ketiga tipe tersebut. Dengan mengenali tipe tubuh kita sangat membantu dalam menentukan program diet dan latihan yang tepat. Seseorang dengan tipe tubuh ektomorph jika melakukan latihan untuk tipe tubuh endomorph maka ia akan kesulitan menambah massa otot dan cenderung overtraining. Prinsip dasar latihan bagi semua orang relatif sama. Namun bagaimana mengatur program latihan dan mengintegrasikan latihan dengan program diet dan konsumsi nutrisi yang dilakukan haruslah sesuai dengan tubuh kita. Demikian pembahasan kami mengenait tipe-tipe tubuh dan cara mengenalinya. Untuk jenis-jenis latihan, supelementasi dan diet yang baik akan kita bahas pada artikel berikutnya. Terima kasih www.malikfitness.com
Latihan Untuk Masing-Masing Tipe Tubuh
Pada artikel sebelumnya kita membahas mengenai tipe-tipe tubuh manusia dan pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai pola latihan untuk masing-masing tipe tubuh tersebut. 1. Tipe Ektomorph = Sebaiknya tetap berlatih dengan latihan dasar untuk membangun massa otot. Karena tipe tubuh ini adalah sukar untuk menambah massa otot Jenis latihan : Lakukan latihan dasar seperti bench press, squat, chin up, press, rowing , dan deadlift . Serta kurangi latihan isolasi seperti cable cross over dan leg extension Set dan Repetisi : Lakukan latihan dengan jumlah set 10-12 set untuk masing-masing bagian tubuh dengan repetisi 6-10. Fokuskan set dalam rentang 5-10 untuk menambah massa otot. Intensitas : Berlatih dengan repetisi yang rendah dengan beban berat dianjurkan. Dengan istirahat antar set sekitar 1-2 menit untuk pemulihan sebelum mengangkat pada sesi berikutnya. Frekuensi latihan : Melatih tiap bagian tubuh seminggu sekali. Karena dengan membakar kalori yang terlalu banyak saat latihan akan membuat massa otot berkurang (diluar harapan kita). Istirahat cukup sebelum sesi latihan berikutnya. Kardio : Jangan lakukan latihan kardio berlebihan, karena akan menghambat perkembangan massa otot. Berjalan dan kardio 5-10 menit sudah cukup sebagai pemanasan. 2. Tipe Endomorph = Sebaiknya berlatih dengan fokus pada pengurangan lemak tubuh melalui aktifitas aerobik. Jenis latihan : Melakukan latihan secara kombinasi baik untuk bagian tubuh besar (compound training) ataupun untuk otot kecil (isolasi training). Dimana untuk menghindari perkembangan tubuh berhenti (plateu). Set dan Repetisi : Lakukan latihan dengan jumlah set 12 – 15 untuk bagian tubuh besar dan untuk bagian tubuh kecil dengan 10 – 12 set. Intensitas : Berlatih diawali dengan pemanasan terlebih dahulu. Istirahat antar set maksimal 1 menit untuk memaksimalkan pembakaran lemak. Frekuensi latihan : Karena tipe tubuh ini fokus untuk pembakaran lemak. Untuk tiap bagian tubuh kita dilatih lebih dari sekali tiap minggunya. Lakukan perubahan jenis dan urutan latihan tiap minggunya. Kardio : Lakukan latihan kardio 3-6 kali seminggu durasi 30- 60 menit. Dan usahakan untuk detak jantung kita berada dalam kisaran 60-75% dari MHR (Maximum Heart Rate). Rumus MHR = 220 (pria) – usia MHR = 226 (wanita) – usia
3. Tipe Mesomorph : Sebaiknya berlatih dengan mengkombinasikan berbagai variasi latihan untuk mencapai simetri dan detail otot.
KONTRAKTUR Oktober 16, 2008 at 8:13 am (Bedah / Surgery) (Bedah Plastik , kontraktur, luka bakar, pencegahan dan penanganan kontraktur , Plastic Surgery, proses penyembuhan luka) A. Pendahuluan
Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka. Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri.
(1,2,3,4,5,6)
Definisi kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit.
(1,2,3,7)
Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin me lakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontr aktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.
(2,8)
B. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi t erjadinya sikatrik dan jaringan yang menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase penyembuhan luka.
(6)
1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, bendabenda asing dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama fase ini berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan re sorpsi sebelum fase proliferasi dimulai. Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu : a. Komponen vaskuler Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan scrotonin dan histamin yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem. b. Komponen hemostatik Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. c. Komponen selluler Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan kotoran luka dan bakteri. 2. Fase proliferasi / fase fibroplasi / fase jaringan ikat Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga, mempunyai 3 komponen, yaitu : a. Komponen epitelisasi Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal ter lepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. b. Komponen kontraksi luka Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. P roses terjadinya kontraksi luka ini be rhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka. c. Reparasi jaringan ikat
Luka dipenuhi sel radang, fbroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. 3. Fase remodeling/fase resorpsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ke tiga sampai berbulan bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang diserap, sel m udah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan. C. Klasifikasi Kontraktur
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :
(2,3,4,5,6)
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi. 2. Kontraktur Tendogen atau Myogen Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi. 3. Kontraktur Arthrogen . Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri. D. Patofisiologi
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan
kontraktur sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-7 hari akan me ngakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar se ndi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.
(2,8)
E. Pencegahan Kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur meliputi :
(1,2,3,6,9,10)
1. Mencegah infeksi Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur. 2. Skin graft atau Skin flap Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap. 3. Fisioterapi Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ; a. Proper positioning (posisi penderita) b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi) c. Stretching d. Splinting / bracing e. Mobilisasi / ambulasi awal F. Penanganan Kontraktur
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. dan operatif :
(1,2,6,8,10)
Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif
1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi : a. Proper positioning Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur.
(3,4)
Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning
antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.
(1,24,10)
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :
- Leher : ekstensi / hiperekstensi - bahu : abduksi, rolasi eksterna - Antebrakii : supinasi - Trunkus : alignment yang lurus - Lutut : lurus, jlarak antara lutut kanan dan kiri 20” - Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna - Pergelangan kaki : dorsofleksi
Proper positioning untuk penderita luka bakar a. Exercise Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. (2,8,10) Adapun macam-macam exercise adalah :
- Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri. - Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
- Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat.
- Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
- Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita. b. Stretching Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 me nit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang.
(2,10)
c. Splinting / bracing Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang me ngalami kesakitan dan kebingungan. d. Pemanasan Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi y ang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar. 2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
(11)
a. Z - plasty atau S - plasty Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty. b. Skin graft Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
c. Flap Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek t adi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja. KEPUSTAKAAN
1. Saleem S, Valbona C. Immobilization. In : Garrison S,I. Handbook oh physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia. JB. Lippincott Co. 1995; 188-189. 2. Halar EM, Bell KR. Contracture and other deletrious. In : DeLisa JA. Rehabilitation medicine, principles and practices. Second ed. Philadelphia, Lippincott Co. 1993-, 681-689. 3. Irain K. Burns. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia.
JB. Lippincott Co. 1995; 95-97, 102-103. 4. Fisher SV. Rehabililation management of burns. In : Medical rehabilitation. Baltimore; Williams and Wilkins 1984; 306-307. 5. Bowser BL, Solis IS. Pediatrics rehabilitation. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and
rehabilitation basics. Philadelphia. .113. Lippincott Co. 1995; 261-262, 267 -270. 6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar bedah, 1997, 72-73, 1131, 1219-1221. 7. Dorland’s. Illustrated medical dictionary. 25
th
ed. WB Saunders 1980; 355-815.
8. Kottke FJ. Therapeutic exercise to maintain mobility. In : Krusen’s Handbook of physical medicine and
rehabilitation. Thieth ed. Philadelphia. WB Saunders Co. 1982; 398-401. 9. Powell M, Kershaw R. Principles of treatment o f orthopaedic patients. In Orthopaedic nursing and th
rehabilitation. 9 ed. Churcill Livingstone : English Language Book Society. 1986; 34-42. 10. Joynt RL, Findley TW. Therapeutic and exercise. In : D eLisa JA. Rehabilitation medicine; principles and practices. Seconded. Philadelphia, Lippincott Co. 1993; 535. 11. Converse JM. Reconstructive plastic surgery. Second ed. WB Saunders, 1977; 1596-1635.
Langkah-langkah Latihan Aktif dan Pasif / ROM Posted on 21:31 No Comments Label: Keperawatan Medikal Bedah 1.
Latihan pasif anggota gerak atas A. Gerakkan menekuk dan meluruskan sendi bahu : Tangan satu penolong memegang siku, tangan lainnya memegang lengan. Luruskan siku, naikkan dan turunkan lengan dengan siku tetap lurus. B. Gerakkan menekuk dan meluruskan siku : Pegangan lengan atas dengan lengan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan siku. C. Gerakkan memutar pergelangan tangan : Pegangan lengan bawah dengan lengan satu, tangan lainnya menggenggam telapak tangan pasien. Putar pergelangan tangan pasien ke arah luar (terlentang) dan ke arah dalam (telungkup). D. Gerakkan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan : Pegang lengan bawah dengan lengan satu, tangan lainnya memegang perge langan tangan pasien. Tekuk pergelangan tangan keatas dan kebawah. E. Gerakkan memutar ibu jari : Pegang telapak tangan dan keempat jari dengan tangan satu, tangan lainnya memutar ibu jari tangan. F. Gerakkan menekuk dan meluruskan jari-jari tangan : Pegang pergelangan tangan dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan jari-jari tangan. Latihan pasif anggota gerak bawah. A. Gerakkan menekuk dan meluruskan pangkal paha : Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai. Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus. B. Gerakkan menekuk dan meluruskan lutut : Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai.Tekuk dan luruskan lutut. C. Gerakkan untuk pangkal paha : Gerakkan kaki pasien menjauh dan mendekati badan (kaki satunya) D. Gerakkan memutar pergelangan kaki : Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan lainnya memutar pergelangan kaki. 3. Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah A. Latihan 1
2.
Angkat tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat keatas. Letakkan kedua tangan diatas kedua kepala
3.
Kembalikan tangan ke posisi semula. B. Latihan 2
4.
Angkat tangan yang lumpuh melewati dada kearah tangan yang sehat Kembalikan ke posisi semula C. Latihan 3
5.
Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat keatas Kembali seperti semula D. Latihan 4
6.
Tekuk siku yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat Luruskan siku, kemudian angkat keatas Letakkan kembali tangan yang lumpuh ditempat tidur. E. Latihan 5 Pegang pergelangan tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat, angkat keatas dada Putar pergelangan tangan kearah dalam dan kearah luar Sumber : Leaflet kuliah
pergerakan sendi
Dislokasi Sendi Bahu
Sering ditemukan pada orang dewasa, jarang pada anak-anak Klasifikasi • Dislokasi anterior • Dislokasi posterior • Dislokasi inferior atau luksasi erekta • Dislokasi disertai fraktur Dislokasi anterior • Yang tersering ditemukan • Kaput humerus berada dibawah glenoid, sub korakoid dan sub klavikuler Gambaran klinis Didapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Kontur sendi bahu menjadi rata karena kaput humerus bergeser kedepan. Pengobatan Dengan pembiusan umum - Metode hipocrates - Metode kocher Tanpa pembiusan umum - Teknik menggantumg lengan
Dislokasi rekuren dengan frekuensi yang tinggi, memerlukan tindakan operasi seperti operasi menurut Putti-Platt, Bristow dan Bankart Komplikasi - Kerusakan nervus aksilaris - Kerusakan pembuluh darah - Tidak dapat tereposisi - Kaku sendi - Dislokasi rekuren Dislokasi posterior - Lebih jarang ditemukan - Trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna Gambaran klinis Nyeri tekan serta benjolan dibagian belakang sendi Pemeriksaan radiologis Tanda khas berupa light bulb karena adanya rotasi interna humerus Pengobatan Reduksi dengan menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi eksterna, serta imobilisasi selama 3-6 minggu http://www.infofisioterapi.com/tag/pergerakan-sendi
Efek dari Ketuaan dan Disuse Terhadap Tubuh Pada Nyeri Leher dan Punggung Penyakit sendi degeneratif (PSD) umumnya mengenai sendi facet. Pada keadaan ini, nyeri sering tercetuskan oleh gerakan ekstensi dan rotasi dari tulang spinal. Gerakan fleksi akan mengurangi keluhan nyeri. Terapi dari PSD spinal terdiri dari pemberian NSAID, latihan memperkuat otot punggung, dan instruksi mengenai pola pergerakan sendi spinal untuk mencegah timbulnya keluhan nyeri. Suntikan langsung pada sendi facet kadang diperlukan untuk kasus yang ekstrim. Pada keadaan degenerasi yang berat dimana telah terjadi spondylolisthesis, diperlukan program latihan seperti isometric flexion strengthening exercise dan kemungkinan diperlukan ortosis lumbosakral. Fraktur osteoporotik merupakan kejadian akhir dari suatu proses osteoporosis. Fraktur ini sering mengenai tulang vertebra thoracalis ataupun lumbalis. Nyeri sendi umumnya berkurang pada saat fraktur mulai sembuh dan memerlukan waktu beberapa bulan. Fraktur ini sering menyebabkan deformitas berupa kifosis. Jika tidak dijumpai defisit neurologis, maka penanganan fraktur kompresi akut ini adalah pada periode istirahat yang singkat, pemberian analgesik, dan penderita dianjurkan untuk segera kembali ke aktivitas bila kondisi klinis memungkinkan. Posisi seperti fleksi harus dicegah. Pemakaian back brace tidak selalu dapat ditolerir oleh usia lanjut dengan fraktur kompresi. Spinal stenosis tidak jarang dijumpai pada kelompok usia lanjut dan umumnya timbul pada daerah vertebra cervicalis serta lumbalis. Stenosis juga dapat timbul pada area intervertebra foramina, yaitu daerah dimana nervus spinalis keluar dari canalis vertebralis. Stenosis yang
terjadi setinggi vertebra cervicalis dapat menyebabkan myelopati atau kerusakan spinal cord. Kondisi ini akan memberikan tanda-tanda lower motor neuron pada setinggi daerah lesi dan gambaran upper motor neuron pada daerah di bawah lesi. Penderita sering mengeluh rasa kebas, semutan, dan kelemahan, terutama pada lengan atas dan tangan. Pada kasus yang lebih berat, dapat dijumpai spastisitas, hiperefleksia, dan timbulnya refleks patologis, terutama pada ekstremitas bawah. Diagnosa dapat dilakukan dengan elektromiografi dan dikonfirmasi dengan myelogram, CT, ataupun MRI. Terapi bersifat konservatif dengan cervical collar, NSAID, dan latihan fisik ringan. Bila keluhan penderita sedemikian menganggu aktivitas harian maka tindakan dekompresi secara operatif harus dilakukan. Gambaran klinis dari stenosis vertebra lumbalis sering berupa klaudikasio neurogenik (pseudoclaudicatio). Dalam klinik, perlu dibedakan klaudikasio murni akibat terganggunya aliran darah arterial ke tungkai dengan claudicatio neurogenik. Pada klaudikasio murni, nyeri tungkai dapat diprediksikan setelah suatu interval pergerakan tungkai. Simtom dari pseudoclaudicatio lebih bervariasi dan umumnya nyeri timbul bila dilakukan ekstensi punggung dan saat berdiri (tidak hanya berjalan). Simtom tidak muncul saat olah raga dalam posisi sendi spinal dalam keadaan fleksi (seperti posisi bersepeda ataupun berjalan dengan membungkuk ke depan). Gambaran inilah yang sering membedakannya dengan klaudikasio murni, di mana nyeri akan berkurang saat istirahat dan tidak tergantung pada posisi sendi spinal. Stenosis spina lumbalis sering diterapi dengan program latihan fleksi pada lumbal pemakaian korset, ataupun dengan sepatu shock-absorbing. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan operasi dekompresi. Spinal stenosis pada area foramina intervertebralis (lateral stenosis) akan memberikan gambaran radikulopati sesuai dengan nervus spinalis yang terkena. Terapi umumnya bersifat konservatif dengan NSAID, injeksi kortikosteroid epidural, nerve root sleeve, ataupun pemberian oral. Tindakan operatif berupa dekompresi kadang diperlukan dalam beberapa kasus10. Pada kasus dimana lateral stenosis disertai dengan hernia nukleus pulposus, terapi secara operatif jauh lebih berhasil dibanding konservatif11. Selain beberapa kondisi yang disebut di atas, kelompok usia lanjut juga cenderung menderita nyeri leher dan punggung yang disebabkan oleh metastasis karsinoma, nyeri leher akibat rheumatoid arthritis, dan nyeri posttraumatik. Pada kelompok usia muda, ligamentum flavum di bagian posterior dari canalis spinalis bersifat fleksibel dan elastis, tetapi di saat usia bertambah lanjut elastisitasnya akan berkurang. Akibatnya, suatu gerakan hiperekstensi seperti pada gerakan whiplash (fleksi-ekstensi) pada kecelakaan kenderaan bermotor akan menyebabkan trauma pada spinal cord sehingga menyebabkan nyeri leher. Mobilisasi Lutut Pengertian
Mobilisasi sendi adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menangani disfungsi sendi seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri. Mobilisasi merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis pada kecepatan yang cukup lambat sehingga pasien dapat menghentikan gerakan. Tehnik yang diaplikasikan dapat berupa gerakan osilasi, stakato, atau penguluran secara kontinyu untuk meningkatkan mobilitas dan mengurangi nyeri baik dengan gerakan fisiologis atau gerakan assesori. Gerakan fisiologis didasari oleh gerak osteokinamatik seperti fleksi, ekstensi, dan rotasi. Sedangkan gerakan assesori, didasari oleh gerak
artrokinematik berupa traksi-distraksi, translasi, roll slide, dan manipulasi.
Efek gerakan sendi
1. Gerakan sendi akan menstimulasi aktifitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan sendi dan fibrokertilago sendi. 2. gerakan sendi dapat mempertahankan ekstensibilitas dan kekuatan tegangan pada jaringan artikular dan periartikular. Pada immobilisasi terjadi poliferasi lemak yang menyebabkan perlekatan intra artikular dan perubahan biokimia pada tendon, ligamen, dankapsul sendi sehingga menyebabkan kontraktur dan kelemahan ligamen. 3. Impuls syaraf afferen dari reseptor sendi akan memberikan informasi ke sistem syaraf pusat yang memberikan kesadaran posisi dan gerakan. Indikasi
Nyeri dan spasme otot Nyeri pada sendi dan spasme otot dapat ditangani dengan tehnik gentle joint play untuk menstimulasi efek neurofisiologi dan efek mekanik. Efek neurofisiologi Tehnik mobilisasi traksi osilasi menstimulasi mechanoreseptor yang dapat menghambat transmisi stimulasi nocicencoric pada level spinal cord atau brain stem. Efek mekanik Tehnik mobilisasi traksi osilasi menyebabkan terjadinya pergerakan cairan sinovial yang membawa zat-zat gizi pada bagian yang bersifat avaskuler di kartilago artikular dan juga di intra artikular fibro kartilago. Tehnik mobilisasi ini membantu menjaga pertukaran zat-zat gizi serta mencegah nyeri dan efek degenerasi statik saat sendi mengalami pembengkakan atau nyeri dan keterbatasan gerak. Hypomobilitas sendi yang bersifat reversibel Tehnik mobilisasi traksi osilasi dapat digunakan untuk memperbaiki secara mekanik struktur jaringan yang mengalami pemendekan. Keterbatasan yang bersifat progresif Pada patologi jaringan yang dapat menyebabkan keterbatasan gerak secara progresif tehnik mobilisasi dapat memelihara gerakan dan memperlambat keterbatasan yang dapat terjadi. Immobilitas fungsional Tehnik traksi osilasi bermanfaat untuk menjaga mobilitas sendi dan gerakan yang mungkin terjadi juga mencegah terjadinya hambatan gerak yang merupakan efek dari immobilisasi. Kontra indikasi
Hypermobilitas Pada hipermobilitas tidak dapat diberikan tehnik mobilisasi karena masalah yang ada pada hypermobilitas bukanlah gangguan mobilitas sendi melainkan stabilatas.
Efusi sendi Pada sendi yang mengalami efusi tidak boleh dilakukan mobilisasi karena keterbatasan yang terjadi adalah karena penumpukan cairan dan karena adanya respon otot terhadap nyeri, bukan karena pemendekan otot ataupun kapsul ligamen. 3) Inflamasi Pemberian mobilisasi pada fase inflamasi dapat menimbulkan nyeri dan memperberat kerusakan jaringan. Prinsip umum aplikasi mobilisasi sendi yang aman dan efektif : 1. Pasien harus relax agar pemberian mobilisasi pada sendi bida meximal atau adekuat. 2. Pasien harus seimbang baik pada posisi duduk ataupun berbaring. 3. Terapis harus memegang atau menjaga kontak dengan pasien pada bagian yang akan ditreatmen. 4. Satu bagian harus dipegang stabil atau difixasi saat bagian yang lain dimobilisasi. 5. Jangan berikan tekanan pada bagian yang nyeri atau spasme, terlebih lagi pada daerah yang terdapat nyeri regang. 6. Bila memungkinkam gunakan force minimum untuk mencapai peningkatan gerak suatu sendi. Mobilisasi roll slide fleksi-ekstensi
Definisi Roll adalah suatu gerakan dimana perubahan jarak titik permukaan sendi lawan karakteristiknya adalah suatu tulang rolling terhadap yang lain, sedangkan slide yaitu suatu gerakan dimana hanya ada satu titik yang selalu berusaha pada permukaaan sendi lawan dan pada gerakan slide terjadi peragangan pada serabut oblique dari kapsul sendi. Mobilisasi roll slide fleksi-ekstensi pada sendi lutut merupakan salah satu bentuk mobilisasi berupa gerak pasif pada sendi lutut yang diadaptasi dari gerak fisiologis yang terjadi pada saat gerak fleksi dan ekstensi sesuai dengan osteokinematik dari sendi lutut dan pada intra artikular terdapat unsur gerak rotasi, translasi dan spin. Indikasi Mobilisasi roll slide digunakan untuk memobilisasi sendi apabila terjadi keterbatasan secara mekanik atau pemendekan capsuloligamentair dan dapat memelihara ROM sendi juga meminimalisir nyeri. Dosis dan pengguanaan
Derajat I : Roll slide dengan amplitudo kecil diaplikasikan paralel pada permukaan sendi dan dilakukan pada awal derajat gerakan. Digunakan untuk mengurangi nyeri Derajat II : Tulang bergerak paralel ke permukaan sendi hingga terjadi slack dan jaringan sekitar sendi menegang. Digunakan untuk mengurangi nyeri
Derajat III : Tulang bergerak paralel ke permukaan sendi dengan amplitudo cukup besar untuk mengulur kapsul sendi dan struktur periartikular disekitar sendi Mekanisme peningkatan ROM dengan mobilisasi roll slide fleksi ekstensi pada osteoartritis lutut
Keterbatasan gerak yang ditandai dengan penurunan ROM sendi lutut pada osteoartrosis terjadi akibat adanya osteofit dan retriksi sendi karena adanya abnormal cross links pada kapsul ligamen sendi lutut. Selain itu jaringan disekitar sendi juga ikut terpengaruh dimana otot menjadi spasme dan mikrosirkulasi terganggu. Pemberian mobilisasi roll slide akan menstimulasi aktifitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan sendi dan fibrokertilago sendi. Gerakan yang berulang-ulang pada mobilisasi roll slide akan meningkatkan mikrosirkulasi dan cairan yang keluar akan lebih banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan meningkat dan jaringan lebih elastis. Selain itu pemberian roll slide yang didalamnya terdapat penggabungan unsur gerak translasi dengan gerak fisiologis dari sendi lutut baik fleksi maupun ekstensi dapat menambah dan mempertahankan elastisitas dari kapsul, ligamen, juga otot, dimana pada saat roll slide ke arah fleksi maka kapsul ligamen bagian anterior, posterior, medial, lateral dan juga mencapai serabut oblique pada jaringan ikat akan terulur dan otot bagian anterior juga terulur, kemudian meluruskan waving yang terjadi akibat abnormal cross links pada kapsul ligamen, dan dorongan pada tibia kearah fleksi dapat menambah ROM fleksi lutut. Begitu juga sebaliknya pada roll slide ke arah ekstensi akan mengulur kapsul ligamen dan otot bagian posterior, anterior, medial, lateral dan juga mencapai serabut oblique pada jaringan ikat akan terulur dan menambah ROM ekstensi sendi lutut. Prosedur pelaksanaan mobilisasi roll slide fleksi-ekstensi Arah fleksi
Berikan penjelasan pada pasien sebelum melakukan terapi. Pasien tidur telungkup. Terapist berada didekat tungkai yang akan di terapi Tangan kiri terapist memfiksasi di bagian distal tungkai bawah dan tangan kanan terapis ditempatkan pada bagian depan dari proximal tibia. Posisikan tungkai semi fleksi lutut Kemudian lakukan mobilisasi roll slide garde dan III dengan cara tangan kiri terapis memberi tarikan searah sumbu longitudinal selama gerakan dan tangan kanan terapis melakukan dorongan pada tibia ke arah fleksi Pada akhir fleksi lakukan stretch minimal 6 detik setelah itu berikan istirahat sampai 4 detik kemudian lakukan kembali. Pengulangan gerakan tersebut 10 kali. http://physio.esaunggul.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=117:mobilisasilutut&catid=92:fisioterapi-muskuloskeletal&Itemid=80