Randa/Memahami Paradigma
1
MEMAHAMI PARADIGMA DALAM MEMBANGUN RISET AKUNTANSI Fransiskus Randa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Makassar
Abstrak This article describes the status of paradigms in research methodology so the researchers can build a paradigm of science in accordance with the objectives to be achieved. With understanding of the concept of multi-paradigm (positivistic, interpretive, critical and postmodern), the accounting research can be rich in approaches, methods and analysis to build a holistic and not confined to a single paradigm that had dominated the study of accounting. Keywords: research paradigms, positivistic, interpretive and critical.
1. Pendahuluan Memahami paradigma dalam penelitian sangat penting sebelum melangkah lebih jauh dalam menetapkan metodologi dan metode penelitian. Menurut Muhajir (2000) seorang peneliti harus menyadari akan tiga hal yaitu: sadar akan pendekatan filsafat ilmu, sadar akan teoritik yang digunakan dan sadar akan teknik penelitian yang tepat. Hal itu penting dilakukan agar hakekat suatu penelitian sebagai usaha untuk mencari kebenaran ilmu pengetahuan dapat dicapai. Tanpa memahami paradigma, metodologi dan metode penelitian peneliti dapat tersesat dan salah dalam merumuskan kesimpulan atau membangun teori. Paradigma penelitian mengantarkan peneliti pada suatu pemahaman bahwa untuk mendapatkan kebenaran ilmu pengetahuan harus melalui pendekatan filsafat ilmu yang benar yaitu prosedur kerja mencari kebenaran atau hakekat ilmu pengetahuan. Menurut Muhajir (2000) kebenaran suatu ilmu dibangun dari sejumlah kenyataan atau fakta yang dapat dibedakan atas fakta empirik sensual, fakta empirik logik, fakta empirik etis dan fakta empirik transenden.
Fakta-fakta tersebut dapat menjadi ilmu pengetahuan melalui
Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
2
proses kerja yang tepat yaitu paradigma ilmu pengetahuan. Jika tidak, maka bukan kebenaran ilmu pengetahuan yang diperoleh tetapi malah sebaliknya kebohongan yang dilegitimasi. Mendefenisikan paradigma bergantung pada sudut pandang masingmasing peneliti dan penggunanya.
Menurut Kuhn (1962) paradigma
merupakan kumpulan hasil penelitian yang merupakan konsep, nilai, teknik yang digunakan secara bersama-sama dalam suatu komunitas untuk menetukan keabsahan suatu masalah beserta solusinya. Defenisi ini melihat paradigma sebagai suatu implementasi hakekat ilmu pengetahuan pada tataran epistimologi dan aksiologi bahwa paradigma menjadi dasar berpikir untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang diakui kebenarannya serta bermanfaat bagi kehidupan suatu komunitas yang menerima paradimga tersebut. Memahami paradigma secara holistik dan universal sangatlah penting agar peneliti tidak terjebak pada suatu panatisme paradigma yang dianut. Suatu penelitian akan menghasilkan output yang berkualitas dan mencapai tujuan apabila penelitian tersebut dapat dilakukan sesuai dengan kontek tujuan yang ingin dicapai, karakteristik obyek yang diteliti dan metode penelitian yang sesuai.
Hasil dari proses kerja paradigma ilmu pengetahaun kemudian
menjadi kebenaran teori. Kebenaran teori ini kemudian dapat dikukuhkan oleh paradigma yang lain atau oleh paradigma yang sama. Paradigma juga dapat digunakan untuk menemukan teori yang baru dan membantahkan teori lama. Hal itu terjadi karena suatu kebenaran teori tidak absolut kecuali pandangan religious bahwa yang absolut hanya berasal dari Tuhan (Muhajir,2000). Membedakan paradigma hendaknya tidak dipandang sebagai upaya untuk mengunggulkan suatu paradigma dengan paradigma yang lain tetapi lebih pada pemahaman secara konseptual dan pembentukan mind set seorang peneliti dalam menentukan paradigma penelitian yang digunakan. Menurut As Babbs (1982) dalam Berg (2004) paradigma-paradigma tersebut sebaiknya tidak Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
3
dipertentangkan mana yang unggul di antara paradigma yang lain mengingat suatu paradigma akan tetap hidup sejauh dapat mencapai tujuannya yaitu mendapatkan kebenaran atau hakekat suatu ilmu pengetahuan. Pembagian pendekataan ini hendaknya menyadarkan pemahaman secara mendalam karena pemahaman yang dangkal dapat mengaburkan makna paradigma dalam penelitian.
Pendekatan penelitian yang dilakukan para
ilmuwan cukup banyak, sehingga menjadi perdebatan dan menimbulkan pertentangan.
Namun pertentangan itu wajar karena suatu paradigma akan
bertahan jika ada penganutnya dan akan mati ketika paradigma tersebut dibantahkan oleh munculnya suatu paradigma baru (Feyerabend 1965) dalam (Chalmers 1983). 2. Paradigma Penelitian Istilah paradigma mulai dikenalkan oleh Giona dan Pietre (1990) yang mebahas tentang hubungan antaraparidma riset dan teori organisasi yang dihasilkan serta membahas tentang garis asumsi dalam pemikiran Borrel dan Morgen (1979). Burrel & Morgan (1979),membedakan cara pandang terhadap realitas sosial pada dimensi subyek-obyek pada bidang ilmu dan dimensi regulasi-perubahan radikal untuk bentuk masyarakat.
Atas dasar keempat
dimensi tersebut, maka paradigma dapat dibedakan atas fungsionalisme, interpretisme, radikal humanisme dan radikal strukturalisme. Paradigma juga dapat dibedakan berdasarkan perkembangan logika matematis untuk mendapatkan kebenaran yaitu paradigma positivistik dan paradigma nonpositivistik. Paradigma positivistik mencari kebenaran dalam kerangka fungsional secara empirik, sedang postpositivistik mencari kebenaran dibalik empirik sensual. Pencarian makna dibalik empirik sensual ini dilakukan dengan empat pendekatan yaitu: pertama, postpostivistik rasional yang mencari makna berdasarkan grand concept yang dikembangkan oleh Leibnis. Kedua, Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
4
postpositivistik fenomenologi interpretif yang mencari makna dari grass root yang dirintis oleh Bertrand Russell. Ketiga, pospositivistik teori kritis yang mencari makna berdasarkan pandangan keadilan yang dikembangkan oleh Institut Franfrukt dan Habermas serta keempat, pragmatisme meta-etik yaitu mencari makna lewat action ( Muhajir ,2000). Pembagian paradigma atau pendekatan kajian terhadap suatu realitas sosial juga dilakukan oleh Sarantakos (1993) yang membedakan paradigma atas tiga pendekatan yaitu positivist, interpretive dan critical. Ketiga pendekatan tersebut dapat dibedakan atas dasar dominasi paradigma, persepsi tentang realitas, persepsi tentang aktivitas manusia, persepsi natural of science, dan tujuan penelitan sosial. Pendekatan positivist mendefenisikan realitas sebagai sesuatu diluar diri sendiri, diatur dengan hukum yang tidak berubah yang dapat diperoleh melalui pengalaman. Para penganut positivist melihat realitas dengan cara yang sama karena memahami dan menggunakan konsep yang sama. Pada aspek natural science positivist mendasarkan ilmu para aturan dan prosedur yang jelas, tidak spekulatif, menggunakan penarikan kesimpulan secara deduktif, nomothetic dan diturunkan dari ilmu atau teori sebelumnya.
Dalam hal tujuan pendekatan
positivist diharapkan mampu mengeneralisasi fenonema-fenomena sosial guna dapat mengontrol fenomena tersebut dan memperediksi dampak yang ditimbulkan (Sarantakos 1993). Namun sejalan dengan perkembangan filsafat ilmu yang mulai meragukan kemampuan paradigma positif untuk dapat menjelaskan fenomena dibalik realitas sosial, maka muncul paradigma interpretive yang mencoba memahami realitas sosial secara mendalam dan menginterpretasi makna dibalik realitas yang ada. Paradigma ini menyadari bahwa fenomena-fenomena yang ada tidak hanya dapat digeneralisasi dan diprediksi tetapi juga harus digali makna dibalik fenomena tersebut. Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
5
Pendekatan interpretive memandang realitas sebagai suatu yang bersifat subyektif, diciptakan/ditemukan dan ditafsirkan.
Paradigma ini memahami
hakikat manusia sebagai pencipta dunianya, dan pencipta makna.
Ilmu
pengetahuan yang dibangun dengan paradigma ini sifatnya common sense, induktif, ideografis, menekankan pada pemaknaan dan tidak bebas nilai. Paradigma ini bertujuan untuk menginterpretasi (to interpret) dan memahami (to understand) dari fenomena sosial (Sarantakos, 1993). Paradigma
Interpretive
kemudian
dipandang
juga
tidak
dapat
memberikan solusi atas persoalan utama realitas sosial karena paradigma interpretive terlalu fokus pada aktor peneliti dan aktor informan yang cenderung hanya memaknakan masalah sosial secara subjektif dan mengabaikan konflik utama dalam masyarakat sosial.
Kemudian muncul paradigma kritis yang
menncoba melakukan telaah kritis dan berusaha merekonstruksi suatu keadaan sosial ke arah pemecahan masalah. Peradigma kristis memandang realitas sosial dengan cara yang berbeda dengan pradigma interpretive.
Realitas dibangun atas dasar alamiah tetapi
diciptakan oleh manusia. Dengan demikian realitas bukan karena dibuat-buat tetapi karena ada konflik, tujuan dan kontradiksi dengan hasil yang ingin merubah dunia (Sarantakos, 1993). Paradigma ini memahami hakikat manusia sebagai sesuatu yang dinamis, mandiri, karena adanya unsur eksploitasi dan tekanan dari pihak lain. Dengan demikian ilmu pengetahuaan yang dibangun berada diantara positivist dan interpretive yang senantiasa membuka diri untuk perubahan, membebaskan dan memperdayakan serta tidak bebas nilai. Tujuan penelitian dari paradigma kritis adalah mengungkap hubungan nyata (real relation) yang ada dipermukaan, mengungkap mitos dan ilusi, meghilangkan kepercayaan yang salah serta berusaha untuk membebaskan dari belenggu situasional yang ada.
Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
6
Selain ketiga bentuk paradigma di atas, saat ini juga berkembang paradigma Posmodern. Paradigma ini dikembangkan dari aliran filsafat postmodern yang dipelopori oleh Fucoult, Derida dan lain-lain. Meskipun batasan antara paradigma kritis dan paradigma postmodern agak sulit dibedakan, namun para penganut paradigma postmodern dalam berbagai ilmu pengetahuan telah mengklain diri sebagai pengikut postmodern. Paradigma postmodern memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang terus berkembang sehingga dibutuhkan dekonstruksi atas suatu tatanan sosial yang telah mapan menjadi sesuatu yang betul-betul baru. 3. Paradigma Penelitian dalam Riset Akuntansi Memahami paradigma penelitian dalam penelitian akuntansi juga penting untuk dapat menjadikan akuntansi sebagai bidang ilmu yang dinamis dan berkembang. Para peneliti akuntasi telah mengembangkan ilmu akuntansi tidak terbatas pada paradigma positivistik saja tetapi masuk dalam rana paradigma yang lain. Chua (1986) mencoba memetakan paradigma penelitian akuntansi dengan konsep perkembangan filsafat ilmu dengan membagi paradigma atas paradigma manstrim, paradigma interpretive dan paradigma kritis. Paradigma Manstrim (positivistic) telah mendominasi penelitian akuntansi selama beberapa tahun yang ditandai dengan adanya dominasi paradigma manstrin dalam publikasi jurnal akuntansi.
Disamping itu,
paradigma ini juga telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu akuntansi dengan kehadiran teori akuntansi positif (positivistic accounting theory =PAT) yang disusun secara baik oleh Watt and Zibermen (1978). Teori tersebut antara lain memuat teori kontingensi (Govindarajan,
1972), Teori
pasar efisen pasar modal (Gonedes, 1974), teori agensi (Jansen Macling, 1975) dan teori-teori lain sebagai hasil pengembangannya. Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
7
Sejalan dengan perkembangan paradigma ilmu pengetahuan yang ditandai dengan munculnya paradigma interpretive, riset akuntansi dengan pendekatan paradigma ini juga mulai dilakukan meskipun tidak sebanyak dengan paradigma positivistik.
Hasil riset akuntansi dengan paradigma
interpretive antara lain dilakukan oleh Demski dan Feltham (1978), Hopwood (1982), Boland & Pondy (1983), Berry (1995), dan Laughlin (1990). Paradigma kritis juga telah masuk dalam riset akuntansi. Paradigma kritis dalam riset akuntansi dikenal dalam bentuk PEA(Political Economic accounting). Riset PEA mencoba mengkaji pengaruh politik dan ekonomi terhadap eksistensi akuntansi. Riset akuntansi paradigma kristis antara lain dilakukan oleh Tinker, Merino & Neimark (1982), Lehman & Tinker (1985), dan Iryanto(2004) Demikian juga dengan paradigma postmodern, paradigma ini lahir dengan ungkapan yang serba penuh reaksiner seperti dekonstruksisme, nihilism, lokalisme dan spiritualisme juga telah merambah ilmu akuntansi yang mencoba mengkaji akuntansi dari perspektif geneologi histori, holistic, religi dan budaya. Riset akuntansi postmodern antara lain dilakukan oleh Gafikin, Sukoharsono dan Triyuwuno(1995). Dalam konteks riset akuntansi di Indonesia nampak bahwa paradigma positivistik telah menguasai paradigma riset akuntansi dalam dekade sebelumnya.
Buku-buku penelitian yang ditulis oleh para ahli di bidang
akuntansi dominan menggunakan pendekatan positivistik sehingga riset-risert akuntansi hanya berputar pada poros paradigma positivistik. Hal ini mungkin juga disebabkan karena adanya kecenderungan Perguruan Tinggi di Indonesia memperkenalkan riset akuntansi hanya dengan paradigma positivistik kepada mahasiswa selama menempuh pendidikan baik pada strata sarjana, maupun Pasca Sarjana. Mulyana (2006) mengatakan bahwa ibarat kereta kuda begitu masuk di Pergururan Tinggi mahasiswa langsung dipasangi kacamata kuda Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
sehingga hanya mengenal paradigma positivistik.
8
Selain kondisi pada
Perguruan Tinggi, paradigma ini juga menguasai penelitian karena pendekatan positivistik baik pada tingkat teori maupun praktik, sangat formal dan terstruktur sehingga akuntansi dipraktekkan atas dasar prosedur dan aturan yang ketat, yang menciptakan universalitas akuntansi yang mendukung penyebaran praktek akuntansi (Triyuwono, 2006) Kekuatan paradima postivistik dalam riset akuntansi juga dapat dilihat dari hasil-hasil riset akuntansi pada tingkat nasional.
Dalam simposium
Akuntansi Nasional sebagai ajang penyampaian hasil riset akuntansi, sejak simposium pertama sampai dengan simposium kesepuluh, riset akuntansi paradigma positif masih sangat dominan bahkan menjadi satu-satunya padigma yang digunakan. Hal itu disebabkan karena riset akuntansi non positivistik belum banyak dilakukan, namun juga terdapat dugaan bahwa jika riset non positivistik diusulkan dalam SNA, para reviewer kurang tertarik dengan riset tersebut karena sebagian besar reviewer membangun ilmu mereka atas dasar paradigma positivistik. Dengan demikian riset non postivisme belum menjadi bagian dari riset yang diterima dalam ajang SNA. Dengan adanya kondisi demikian, mungkinkah riset akuntansi dengan paradigma non positivistik dapat diterima baik dalam kalangan ilmuwan akuntansi? Salah satu Perguruan Tinggi yang secara tegas menerima paradigma non positivistik dalam kurikulum pengajaran adalah jurusan akuntansi Univesitas Brawijaya baik pada tingkat sarjana, magister maupun PDIA (Program Doktor Ilmu Akuntasi). Setiap mahasiswa diberi kebebasan dalam menentukan topik penelitian dalam bingkai keempat paradigma yaitu paradigma positif, interpretif, kritis dan postmodern. Pada PDIA Brawijaya meskipun alumni belum banyak, namun dengan adanya komitmen yang kuat untuk mengembangkan multiparadigma, maka akan menjadi motor penggerak riset akuntansi non postivistik di masa akan datang. Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
9
Di samping itu dengan kembalinya para dosen dari luar negeri yang melakukan riset non positivistik ke kampus masing-masing di Indonesia, maka riset paradigma non postivistik mulai menggeliat muncul kepermukaan. Hal itu dapat dilihat dari simposium akuntansi kesebelas dan seterusnya dimana riset akuntansi non positivistik mulai masuk dalam daftar riset yang diunggulkan.
4. Perbedaan antara Riset Positivistic dan Non Positivistic Dengan memahami jenis-jenis paradigma di atas, maka secara umum penelitan dapat dikelompokkan atas dua yaitu penelitian positivistic dan non postivististic. Istilah ini untuk membedakan secara tegas bahwa penelitian positivistic secara ontotologi, espistimologi dan metodologi berbeda dengan penelitan non positivistic. Secara ontologi penelitan positivistic memandang adanya realitas diluar dirinya sedang non positivistic memandang realitas sebagai bagian dari dirinya. Pada tataran epistimologi sebagai cara untuk mendapatkan ilmu, maka penelitan positivistic menggunakan pendekatan pure science yang pada intinya ilmu dibangun dari verifikasi dan falsifikasi yang terukur, obyektif yang tinggi serta bebas nilai. Sedang penelitan non positivistic dibangun dengan menjadi bagian dari realitas yang diteliti bukan diluar. Peneliti ini mengedepankan subyektivitas peneiti dan serta tidak bebas nilai. Demikian juga pada metodologi yang digunakan, penelitan positivistic yang cenderung monothetic (tunggal) sehingga terikat dengan pakem yang ada dengan melakukan kuantifikasi sehingga peralatan statistik sangat dibutuhkan dalam menguji hipotesis yang dibagnun sebelumnya. Sedang pada penelitan non positivistis yang cenderung ideografic yang hanya dapat dilakukan secara natural apa adanya oleh sang peneliti yang sering mengedepankan unsur subyektivitas dan tidak bebas nilai. Perbedaan kedua jenis penelitian ini sering juga dibedakan dengan istilah penelitan metode ilmiah untuk peenlitan positivistic dan penelitian Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
10
naturalistic untuk penelitian non positivistic ( Jogianto , 2007) dan yang lain menyebutnya penelitan kwantitatif untuk positivistic dan kualitatif untuk penelitian non positivistic. Untuk itu peneliti seharusnya tidak terpaku pada nama yang diberikan tetapi lebih dari itu memahami dari sudut keilmuan baik secara ontology, epistimologi maupun metodologi. Hal ini penting karena nama yang dilekatkan sebagai atribut dapat menyesatkan jika kita tidak memehami dasar yang membedakan suatu penelitan. 5. Penutup Dengan memahami bentuk-bentuk paradigma dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkembang sejalan dengan perkembangan filsaat ilmu, maka akuntansi selayaknya juga dikembangkan sejalan dengan perkembangan paradigma ilmu pengetahaun. Di samping itu dengan memahami paradigma yang lain, mind set tentang pengembangan ilmu akuntansi tidak mendewakan suatu paradigma yang dianut tetapi menerima paradigma lain yang digunakan orang lain.
Dengan demikian riset akuntansi ke depan menjadi riset yang
dinamis dan sejalan dengan perkembangan paradigma ilmu pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA Basrowi & Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Insan Cendekia. Surabaya Burrell,G. & Gareth M. 1979. Sosiological Paradigms and Organisational analysis, Elements of the sociology of corporate life. Athenaeum press. Newcastle Chalmers A.F. 1983. What is this Thing called Science?:Apa Itu yang Dinamakan Ilmu: Suatu Penilaian tentang Watak dan Status Ilmu serta Metodenya. Hasta Mitra. Jakarta Chua, Wai Fong. 1986. Radical developments in accounting thought. The Accounting Review LXI (4): 601-32. Held, David. 1980. Introduction to Critical Theory: Horkheimer to Habermas. Berkeley: University of California Press. Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar
Randa/Memahami Paradigma
11
Kuhn,T.S. 1962. The Structure of Sciencetific Revolution:Peran paradigma Dalam Revolusi Sains. Rosda Karya. Bandung. Muhajir, N. 2000. Metodologi Penelitan Kualitatif. Edisi IV. Rake Sarasin.Yogyakarta. Mulyana,D. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung Sarantakos, S. 1993 Social Research. Macmillian Education Australia PTYLTD.South Melborne. Triyuwono, I. 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Biodata Penulis: Fransiskus Randa. S-1 Akuntansi Universitas Hasanuddin. S-2 Magister Sains Manajemen Keuangan Universitas Hasanuddin. S-3 Program Doktor Ilmu Akuntansi FE Universitas Brawijaya
Jurnal Sistem Informasi, Manajemen dan Akuntansi Vol 6 No 2 Oktober 2008 1-10 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar