MATERI INTI - 5 PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TB
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN JAKARTA 2013
1
A. DESKRIPSI SINGKAT Petugas kesehatan yang menangani pasien TB merupakan kelompok risiko tinggi untuk terinfeksi TB. Penularan infeksi M. tuberkulosis dari pasien TB ke petugas kesehatan sudah diketahui sejak lama dan angka kejadiannya terus meningkat. Tuberkulosis dapat merupakan penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational disease untuk petugas kesehatan. Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena akan menurunkan kinerja dan produktifitas petugas kesehatan. Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi TB di rumah sakit (RS). Centres for Disease Control and Prevention (CDC) di Atlanta, merekomendasikan tindakan pencegahan penularan infeksi TB dengan 4 pilar yaitu aspek manajerial, pengendalian administratif, pengendalian lingkungan dan perlindungan diri. Pencegahan dan pengendalian infeksi TB merupakan hal yang penting berkaitan dengan banyaknya kasus TB/HIV, TB multi-drug resistance (MDR) dan TB eXtensively drug-resistance (XDR). Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) TB bertujuan untuk mengurangi penularan TB dalam suatu populasi. Dasar pencegahan infeksi adalah diagnosis dini dan cepat serta tatalaksana TB yang adekuat. Tujuan PPI TB adalah untuk mengurangi penularan TB dan melindungi petugas kesehatan, pengunjung dan pasien dari penularan TB. PPI TB merupakan bagian dari kegiatan PPI secara umum di fasyankes. PPI TB merupakan keharusan untuk dilaksanakan di fasyankes yang melayani pasien TB dan TB MDR/XDR termasuk di layanan HIV dimana pasien TB diobati. Pengorganisasian kegiatan PPI TB di Rumah Sakit dilakukan oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), di Puskesmas dilakukan oleh koordinator PPI yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas. Komite PPI di RS dan koordinator tersebut bertanggung jawab untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yang meliputi perencanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta monitoring evaluasi. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu menjelaskan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi TB MDR. 2. Tujuan Pembelajaran khusus (TPK) Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu: 1. Menjelaskan perjalanan alamiah TB 2. Menjelaskan konsep pencegahan dan pengendalian infeksi TB 2
3. Menjelaskan penerapan penatalaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasyankes C. POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN Pokok bahasan/sub pokok bahasan materi pencegahan dan pengendalian infeksi TB adalah: 1. Perjalanan alamiah TB a. Transmisi dan patogenesis TB b. Faktor yang mempengaruhi risiko penularan TB c. Risiko berkembangnya penyakit setelah infeksi 2. Konsep pencegahan dan pengendalian infeksi TB a. Cara penularan TB di masyarakat dan Fasyankes b. Gejala Klinis TB 3. Penatalaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasyankes a. Pilar pengendalian manajerial b. Pilar pengendalian administratif c. Pilar pengendalian lingkungan d. Pilar perlindungan diri petugas D. METODE DAN ALAT BANTU (BAHAN BELAJAR) 1. Metode : a. Ceramah Tanya Jawab b. Diskusi kelompok: Tugas baca, Latihan dan Penugasan c. Evaluasi Akhir Modul 2. Alat Bantu (Bahan Belajar) a. Flipchart, b. Whiteboard, c. Petunjuk Latihan dan penugasan. E. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Langkah 1: Penyiapan Proses pembelajaran Kegiatan Pelatih: 1. Pelatih memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelompok. 2. Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat dan memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, dan materi yang akan disampaikan. 3. Bila belum ada, menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris dan pencatat waktu.
3
4. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan Pencegahan dan Pengendalian TB Resistan Obat dengan metode curah pendapat/brainstorming. 5. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan ruang lingkup bahasan Pencegahan dan Pengendalian TB Resistan Obat. 6. Memandu peserta untuk membaca Diskripsi singkat dan Tujuan pembelajaran. Kegiatan Peserta 1. Mempersiapkan nama untuk ditaruh di meja, serta alat tulis yang diperlukan. 2. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan Pelatih. 3. Memilih ketua, sekretaris dan penyaji (bila belum terpilih). 4. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. 5. Membaca bagian modul sesuai instruksi dari pelatih. 6. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih bila ada hal-hal yang belum jelas dan perlu klarifikasi. Langkah 2 : Review pokok bahasan Kegiatan Pelatih 1. Menyampaikan Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Pencegahan dan Pengendalian TB Resistan Obat secara garis besar dalam waktu yang singkat. 2. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk membaca bagian modul pokok bahasan dan sub pokok bahasan dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas. 3. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta. Kegiatan Peserta 1. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting. 2. Membaca modul dan mengajukan pertanyaan kepada Pelatih sesuai materi dan kesempatan yang diberikan. 3. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Pelatih. Langkah 3 : Pendalaman pokok bahasan Kegiatan Pelatih 1. Memandu peserta untuk membaca modul secara bergiliran dan memberikan bimbingan didalam proses pembelajaran. 2. Menugaskan peserta untuk mengerjakan latihan dan studi kasus yang terdapat pada modul sesuai dengan materi pembelajaran yang telah disampaikan. Kegiatan Peserta 4
1. Mendengar, membaca modul secara bergantian, mencatat dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas pada Pelatih. 2. Mengerjakan latihan dan studi kasus sesuai dengan materi pembelajaran dan penugasan yang terdapat pada modul. Langkah 4: Pembahasan hasil latihan, studi kasus dan demonstrasi dikaitkan dengan pokok bahasan serta situasi dan kondisi di tempat tugas. Kegiatan Pelatih 1. Memimpin proses pengerjaan latihan, studi kasus dan demonstrasi sesuai materi pembelajaran yang sedang dibahas. 2. Memberikan arahan agar peserta dapat mengkaitkan bahan latihan dan studi kasus dengan situasi dan kondisi di tempat kerja. 3. Merangkum hasil pembahasan, dan memberikan penekanan pada halhal yang penting. Kegiatan Peserta 1. Mengerjakan latihan, studi kasus dan demonstrasi sesuai dengan materi yang sedang dibahas. 2. Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh Pelatih. 3. Bersama Pelatih mengkaitkan hasil latihan dan studi kasus dengan situasi dan kondisi di tempat kerja. Langkah 5 : Rangkuman dan evaluasi hasil belajar Kegiatan Pelatih 1. Melakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sesuai pokok bahasan dan meminta peserta mengerjakan Evaluasi Akhir Modul. 2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan. 3. Mendiskusikan rangkuman butir-butir penting proses pembelajaran Pencegahan dan Pengendalian TB Resistan Obat 4. Membuat kesimpulan. Kegiatan Peserta 1. Menjawab pertanyaan yang diajukan Pelatih dan mengerjakan Evaluasi Akhir Modul. 2. Mencatat rangkuman hasil proses pembelajarankepemimpinan dan gaya kepemimpinan. F. URAIAN MATERI 1. PERJALANAN ALAMIAH TB a. Transmisi dan Patogenesis TB 5
Pasien TB dapat mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada waktu pasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin (sekitar 1 juta droplet). Droplet tersebut dengan cepat menjadi kering dan menjadi partikel yang sangat halus di udara. Ukuran diameter droplet yang infeksius tersebut hanya sekitar 1 – 5 mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam beberapa jam sampai hari. Pada keadaan gelap dan lembab kuman TB dalam droplet tersebut dapat hidup lebih lama; sedangkan jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB tersebut akan cepat mati. Seseorang akan terinfeksi kuman TB jika orang tersebut menghirup droplet yang mengandung kuman TB yang masih hidup dan kuman tersebut mencapai alveoli paru. Seseorang yang terinfeksi biasanya asymptomatic/tanpa gejala. Jika kuman tersebut mencapai paru, kuman ini akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya dapat tersebar ke seluruh tubuh. Orang yang terinfeksi kuman TB dapat menjadi sakit TB bila kondisi daya tahan tubuhnya menurun. Sebagian dari kuman TB akan tetap tinggal “dormant” dan tetap hidup sampai bertahun-tahun dalam tubuh manusia. Hal ini dikenal sebagai infeksi TB laten. Seseorang dengan infeksi TB laten tidak mempunyai gejala TB aktif dan tidak menular. b. Faktor yang Mempengaruhi Risiko Penularan TB Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan seorang yang terpapar dengan kuman TB menjadi terinfeksi, yaitu: Konsentrasi droplet-infeksius di udara. Ini dipengaruhi oleh jumlah droplet-infeksius yang dikeluarkan oleh pasien TB Paru maupun keadaan ventilasi di area paparan, Lamanya paparan tersebut terjadi. Jika seseorang tinggal bersama dengan pasien TB Paru, mereka mempunyai risiko besar untuk menghirup droplet infeksius. Hanya droplet yang halus yang dapat mencapai alveoli paru. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan meningkatnya risiko menularkan dari seorang pasien TB Paru: − Lokasi penyakitnya (di paru, saluran nafas atau laring) − Dahak mengandung kuman TB − Ada kavitas pada paru − Tidak menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau bersin Biasanya setelah pengobatan TB dimulai, dalam waktu singkat pasien TB menjadi tidak menular (sekitar 2 minggu). Petugas kesehatan dapat berperan pada penularan TB, bila: 6
− Terlambat mendiagnosis dan memulai pengobatan pada pasien TB − Tidak memberikan paduan OAT yang memadai − Tidak memperhatikan prosedur pengamanan perorangan ketika melakukan pemeriksaan pasien TB (misalnya bronkoskopi, atau induksi sputum) Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan penularan, adalah: - Paparan terjadi di ruangan yang relatif kecil dan tertutup - Kurangnya ventilasi untuk mengalirkan udara Jadi, makin dekat dan makin lama seorang kontak dengan pasien TB yang menular (Pasien TB paru BTA positif yang belum diobati), maka makin besar risiko terinfeksi TB. c. Risiko Berkembangnya Penyakit Setelah Infeksi Tidak semua orang yang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis akan jadi sakit TB. Hanya kira-kira 10% saja yang akan berkembang menjadi sakit TB aktif. Pada umumnya orang menjadi sakit TB sebelum 1 tahun setelah terjadi infeksi. Beberapa faktor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga yang bersangkutan mudah berkembang menjadi sakit TB aktif, misalnya: malnutrisi, kondisi yang menurunkan sistem imunitas, infeksi HIV, diabetes, penggunaan kortikosteroid atau obat imunosupresif lain dalam jangka panjang. Sekitar 60% dari ODHA yang terinfeksi kuman TB akan menjadi sakit TB selama hidupnya, sedangkan pada orang dengan HIV negatif sekitar 10%. 2. KONSEP PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) TB MDR a. Cara Penularan TB di Masyarakat Dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penularan M. tb melalui udara (airborne) yang menyebar melalui percik renik (droplet nuclei) saat seseorang batuk, bersin, berbicara, berteriak atau bernyanyi. Percik renik ini berukuran 1-5 mikron dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam sampai beberapa hari sampai akhirnya ditiup angin. Infeksi terjadi bila seseorang menghirup percik renik yang mengandung M. tb dan akhirnya sampai ke alveoli. Respon imun terbentuk 2-10 minggu setelah terinfeksi. Sejumlah kuman akan tetap dorman bertahun-tahun yang disebut dengan infeksi laten. 7
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi percik renik di udara dan jumlah kuman yang terhirup, ventilasi udara serta lamanya pajanan. Makin dekat dengan sumber infeksi, makin lama waktu terpajan (dalam hari atau minggu) akan meningkatkan faktor risiko seseorang terinfeksi. Keadaan yang dapat meningkatkan risiko penularan: TB paru atau laringitis TB Batuk produktif Pasien TB dengan BTA positif Pasien TB dengan gambaran kavitas Tidak menutup hidung atau mulut saat batuk dan bersin Tidak mendapat OAT Melakukan tindakan intervensi (induksi sputum, bronkoskopi, suction) Risiko penularan hospital-care associated infections (HAI)s TB pada petugas kesehatan. Petugas yang berisiko untuk tertular: Perawat Dokter Mahasiswa kedokteran Petugas laboratorium Petugas lain yang kontak dengan pasien Faktor yang mempengaruhi: Frekuensi kontak langsung Masa kerja Kontak dengan pasien yang belum terdiagnosis dan terobati Risiko penularan nosokomial dapat dikurangi dengan pengendalian infeksi, diagnosis dini dan pengobatan secepatnya pada pasien TB. Survei pada tenaga kesehatan mendapatkan bahwa sebagian besar tidak mengetahui adanya panduan pencehgahan dan pengendalian infeksi di tempat kerja b. Gejala Klinis TB Pada umumnya pasien datang ke fasyankes dengan berbagai keluhan dan gejala, yang mungkin akan menunjukkan bahwa yang bersangkutan termasuk suspek. 1. Gejala utama : batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. 2. Gejala tambahan yang sering dijumpai: - Gejala respiratorik: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada. 8
3. Gejala sistemik: badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan lain-lain. 4. Di negara endemi TB seperti di Indonesia, setiap orang yang datang ke rumah sakit dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 5. Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terkena, misalnya pada limfadenitis TB akan ditemukan pembesaran pada kelenjar getah bening. 6. Pada ODHA yang menderita TB gejala klinis adalah perlu dicari kemungkinan juga menderita TB. Tujuan utama pencegahan dan pengendalian infeksi TB adalah: Deteksi dini Pemberian OAT secepat mungkin Mencegah orang lain terinfeksi 3. PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TB DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN Pelaksanaan PPI TB merupakan hal yang penting untuk mencegah penyebaran dan penularan kuman M. tuberculosis. Hal ini penting bukan hanya untuk mencegah penularan dari pasien ke petugas kesehatan saja tetapi juga dari pasien ke pasien. Sesuai dengan karakteristik penularan M.tb melalui udara, maka kewaspadaan transmisi airborne yang menjadi fokus utama upaya PPI TB di fasyankes yang memberi pelayanan TB Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di fasyankes Pencegahan dan pengendalian infeksi di RS dimulai adanya komitmen dan kepemimpinan oleh manajemen RS dalam bentuk dukungan manajerial yang diikuti dengan dilaksanakannya empat pilar pengendalian yaitu dukungan manajemen, administratif, lingkungan dan perlindungan diri.
MANAJERIAL Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang efektif dalam kegiatan PPI TB di RS termasuk dukungan dana ADMINISTRATIF 9
Untuk mengurangi pajanan TB dan kemungkinan terinfeksi melalui penerapan kebijakan yang efektif dan dilaksanakan prosedur PPI TB dengan benar LINGKUNGAN Pengendalian lingkungan dilakukan untuk mengurangi kadar percik renik M. tb bila terjadi kontaminasi udara PERLINDUNGAN DIRI Pengendalian perlindungan diri adalah untuk melindungi petugas kesehatan yang harus bekerja di lingkungan dengan kontaminasi percik renik di udara yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya dengan pengendalian administratsi dan lingkungan
1. Pilar Pengendalian Manajerial Untuk menurunkan risiko penularan TB di fasyankes diperlukan kebijakan PPI TB yang dimulai dari aspek manajerial berupa komitmen dan kepemimpinan untuk kegiatan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan. Tujuan pengendalian manajerial adalah untuk menjamin tersedianya sumber daya terlatih yang diperlukan untuk pelaksanaan PPI. Kegiatan pengendalian manajerial meliputi pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi pada semua aspek PPI TB. Pelaksanaan kegiatan PPI TB meliputi penyediaan sarana dan prasarana, penyusunan prosedur tetap (protap), pendidikan dan pelatihan petugas. Kegiatan monitoring dan evaluasi untuk PPI TB meliputi tingkat ketersediaan sarana, kepatuhan terhadap pelaksanaan prosedur PPI dan surveilens gejala dan tanda TB pada petugas. Dukungan manajerial bagi terlaksananya PPI TB adalah berupa penguatan dari upaya manejerial bagi PPI sesuai dengan “Pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya”. Upaya penguatan bagi PPI TB ini meliputi penetapan: Penanggung jawab PPI TB Untuk PPI TB perlu ditunjuk kelompok PPI TB yang terdiri dari IPCO (Infection Prevention and Control Officer) dan dibantu oleh IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) yang bertanggung jawab dalam terlaksananya rencana PPI TB Rencana atau program kerja PPI TB Rencana pencegahan dan pengendalian infeksi TB Rencana PPI TB perlu disusun oleh kelompok PPI TB sebagai bagian dan terintegrasi dengan program PPI RS Rencana PPI TB meliputi 10
Prosedur penyaringan pasien dengan triase Pendidikan pasien mengenai etiket batuk. Penyediaan tisu dan masker, serta tempat pembuangan tisu maupun pembuangan dahak dengan benar Menempatkan semua suspek dan pasien TB di ruang tunggu yang mempunyai ventilasi baik Mempercepat pelayanan segera bagi pasien dengan suspek TB, pastikan bahwa proses investigasi diagnostik dilakukan dengan cepat, termasuk segera merujuk ke tempat pemeriksaan diagnostik bila harus dibawa ke tempat lain Menjalankan dan mempertahankan upaya pengendalian lingkungan Menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas ditempat pelayanan Melaksanakan pelatihan dan pendidikan mengenai TB dan rencana kerja bagi TB semua petugas kesehatan Melakukan pemeriksaan kesehatan bagi petugas untuk menyaring kemungkinan terkena TB, serta menyediakan pelayanan bagi mereka. Melakukan pemantauan pelaksanaan rencana kerja PPI TB dan melakukan koreksi terhadap praktek yang tidak berjalan atau kegagalan menerapkan kebijakan dan prosedur PPI TB
2. Pilar Pengendalian Administratif Pengendalian administratif merupakan prioritas utama dalam mengurangi penyebaran TB di fasyankes. Pelaksanaan pengendalian infeksi secara administratif seperti identifikasi pasien dengan gejala TB sehingga dapat dipisahkan dan segera mendapatkan pengobatan. Pengendalian administratif adalah upaya utama yang penting dilakukan untuk mengurangi pajanan M. tb kepada petugas kesehatan dan pasien, dengan mengurangi adanya percik renik di udara. Risiko ini tidak dapat dihilangkan 100% tetapi dapat diturunkan secara bermakna dengan upaya administratif yang benar. Upaya ini mencakup: - Melaksanakan triase dan pemisahan kasus berpotensi infeksius - Menerapkan etiket batuk untuk mencegah penyebaran kumanpatogen - Mengurangi lama waktu pasien ketika berada di fasyankes Tujuan pengendalian administratif adalah untuk melindungi petugas kesehatan, pengunjung dan pasien dari penularan TB MDR dan untuk menjamin tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan PPI. 11
Gambar 1. Salah satu contoh pengendalian secara administratif yaitu penerapan etiket batuk yang jelas dan diletakkan di tempat yang strategis Upaya pengendalian administratif ini dapat dicapai dengan melaksanakan lima langkah penatalaksanaan pasien sebagai berikut: Tabel 1. Lima langkah penatalaksanaan pasien untuk mencegah infeksi TB pada fasyankes Lima langkah penatalaksanaan pasien untuk mencegah infeksi TB pada fasyankes Langkah Kegiatan Keterangan 1 Triase Pengenalan segera pasien suspek atau terkonfirmasi TB sebagai langkah pertama. Hal ini dilakukan dengan menempatkan petugas untuk menyaring pasien dengan batuk lama segera saat datang ke fasyankes. Pasien dengan batuk ≥ 2 minggu atau dalam investigasi TB tidak boleh mengantri dengan pasien lain untuk mendaftar atau mendapatkan kartu. Mereka harus segera dilayani dengan langkah-langkah berikut dibawah ini 2 Penyuluhan Menginstruksikan pasien yang tersaring di atas untuk melakukan etiket batuk yaitu menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin. Kalau perlu berikan masker 12
3
Pemisahan
4
Pemberian pelayanan segera
5
Rujuk untuk investigasi atau pengobatan TB
atau tisu untuk membantu menutup mulut Pasien suspek atau kasus TB melalui pertanyaan penyaringan harus dipisahkan dari pasien lain dan diminta menunggu di ruang terpisah dengan ventilasi baik serta diberi masker bedah atau tisu untuk menutup mulut dan hidung pada saat menunggu Pada tempat pelayanan terpadu, pasien dengan gejala di triase ke baris depan untuk mendapatkan pelayanan segera (misalnya di unit HIV, kunjungan pengobatan) agar dapat segera terlayani dengan dan mengurangi waktu orang lain yang terpajan dengan mereka. Di tempat layanan terpadu, usahakan agar pasien yang hanya datang untuk mendapatkan pelayanan HIV mendapatkan pelayanan HIV sebelum layanan untuk ODHA dengan TB Pemeriksaan diagnostik TB sebaiknya dilakukan di tempat pelayanan itu tetapi bila layanan ini tidak tersedia, fasilitas perlu membina kerjasama baik dengan sentra diagnostik TB untuk merujuk pasien dengan gejala TB. Selain itu, fasilitas perlu mempunyai kerjasama dengan sentra pengobatan TB untuk menerima rujukan pengobatan bagi pasien terdiagnosis TB
Adaptasi dari Tuberculosis infection control in the era of expanding HIV care and treatment – addendum to WHO guidelines for the prevention of tuberculosis in health care facilities in resources-limited setting. 3. Pilar Pengendalian Lingkungan Pengendalian lingkungan bertujuan untuk mengurangi konsentrasi aerosol respirasi yang infeksius dalam udara dan metodenya untuk mengendalikan arah udara infeksius tersebut. Pemilihan metode pengendalian lingkungan berkaitan dengan desain bangunan dan konstruksi. Metode juga berhubungan dengan iklim dan keadaan sosioekonomi. Pengendalian lingkungan adalah upaya dengan menggunakan teknologi yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran 13
dan menurunkan kadar percik renik di udara sehingga tidak menularkan orang lain. Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan sistem ventilasi yang menyalurkan percik renik kearah tertentu atau ditambah dengan penggunaan radiasi ultraviolet sebagai germisida. Tujuan dari pengendalian lingkungan adalah untuk mengurangi konsentrasi droplet nuclei di udara dan mengurangi keberadaan benda-benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Lokasi di poli rawat jalan, rawat inap pasien TB, HIV dan TB-MDR dan laboratorium. Langkah dari pengendalian lingkungan adalah: Ruangan untuk kewaspadaan berdasarkan transmisi airborne: Ruangan dengan ventilasi alami atau mekanis dengan pergantian udara (12 ACH) dengan sistem pembuangan udara keluar atau penggunaan penyaring udara (Hepa Filter) sebelum masuk ke sirkulasi udara area lain di RS. Sinar Ultra Violet (UV) Kebersihan and desinfektasi (Cleaning and disinfection) Rekomendasi WHO saat ini untuk ruangan dengan risiko tinggi penularan melalui udara adalah minimal 12 ACH yang berarti 80 l/detik/pasien untuk volume 24 m3. Pemilihan sistem ventilasi yang alamiah, mekanik atau campuran perlu memperhatikan kondisi lokal seperti struktur bangunan, cuaca, biaya dan kualitas udara luar. Rumah Sakit perlu memasang ventilasi yang mengalirkan udara dari sumber penularan ke titik exhaust atau ke tempat dimana terjadi dilusi udara yang adekuat.
Rekomendasi utama 1. Untuk pencegahan dan pengendalian infeksi airborne pelu diupayakan ventilasi yang adekuat di semua area pelayanan pasien di fasyankes 2. Untuk fasilitas yang menggunakan ventilasi alamiah, perlu dipastikan angka ventilation rate per jam yang minimal tercapai yaitu, − 160/l/detik/pasien untuk ruangan yang memerlukan kewaspadaan airborne (dengan ventilation rate terendah adalah 80l/detik/pasien) − 60/l/detik/pasien untuk ruangan perawatan umum dan poliklinik rawat jalan − 2.5l/detik untuk jalan atau selasar atau korodor yang hanya dilalui sementara oleh pasien. Bila pada suatau keadaan tertentu ada pasien yang dirawat di selasar RS maka berlaku ketentuan yang sama untuk ruang kewasapadaan airborne atau ruang perawatan umum 3. Desain ruangan harus memperhitungkan fluktuasi dalam besarnya ventilation rate. Bila ventilasi alamiah saja tidak dapat menjamin angka
14
ventilasi yang direkomendasikan maka dianjurkan menggunakan ventilasi campuran atau ventilasi mekanik saja 4. Rancangan ventilasi alamiah di RS perlu memperhatikan bahwa aliran udara harus mengalirkan udara dari sumber infeksi ke area dimana terjadi dilusi udara yang cukup dan lebih diutamakan ke udara luar 5. Di ruangan di mana dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol berisi patogen menular maka ventilasi alamiah minimal mengikuti rekomendasi no 2 diatas. Bila agen infeksi adalah airborne maka mengikuti rekomendasi no 2 dan 3
Gambar 2. Ventilasi alamiah berupa jendela terbuka lebar di ruang rawat inap (kiri) dan ruang rawat jalan (kanan)
Gambar 3. Ventilasi campuran yaitu alamiah (jendela yang terbuka lebar) dan mekanik (exhaust fan) di ruang tunggu polikliinik Paru
15
Gambar 4. Beberapa contoh ventilasi mekanik
Gambar 5. Desain ruangan dengan sistem tertutup
Gambar 6. Arah udara dengan memanfaatkan ventilasi alami 4. Pilar Perlindungan Diri Petugas Alat pelindung diri pernapasan melindungi petugas kesehatan di tempat, dimana kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan. Petugas kesehatan perlu menggunakan respirator pada saat melakukan prosedur yang berisiko tinggi misalnya bronkoskopi, intubasi, induski sputum, aspirasi sekret saluran napas dan pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan pasien atau tersangka pasien TB MDR dan XDR. Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama pasien TB di rungan tertutup. Pasien atau tersangka TB
16
tidak perlu menggunakan respirator N95 tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
Gambar 4. Petugas kesehatan dengan alat pelindung diri berupa respirator N95 dan pasien dengan masker bedah
Gambar 5. Berbagai jenis alat pelindung diri, masker bedah (atas) dan respirator N-95 (bawah)
17
Pemakaian respirator (N-95) Respirator N-95 merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang dari partikel berukuran < 5μm yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Masker ini dapat membuat pernapasan pemakai menjadi berat. Harga masker N-95 lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum memakai masker ini, petugas kesehatan perlu dilakukan fit test. Pada fit test sebaiknya dilakukan antara lain: Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat cacat atau lapisan yang tidak utuh, jika ditemukan maka masker tersebut tidak dapat digunakan Memeriksa tali masker apakah tersambung dengan baik. Tali harus menempel dengan baik disemua sambungan Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada pada tempatnya dan berfungsi baik. Cara menggunakan respirator: 1. Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan depan bagian hidung pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntai bebas dibawah tangan anda 2. Posisikan respirator di bawah dagu anda dan sisi untuk hidung berada di atas 3. Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali dibawah telinga. Tariklah tali pengikat respirator yang diatas dan posisikan tali agak tinggi dibelakang kepala anda diatas telinga 4. Letakkan jari-jari kedua tangan anda di atas bagian hidung yang terbuat dari logam. Tekan sisi logam dengan dua jari untuk masingmasing tangan, mengikuti bentuk hidung anda. Jangan menekan dengan satu tangan karena dapat mengakibatkan respirator kurang efektif 5. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan dengan hatihati agar posisi respirator tidak berubah. Pemeriksaan segel positif Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dan/atau ketegangan tali. Uji kembali kerapatan respirator. Pemeriksaan segel negatif Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negative di dalam respirator menyebabkan hilangnya tekanan
18
negative di dalam respirator akibat udara masuk melalui celahcelah pada segelnya.
Respirator – mempunyai pori yang halus yang dapat menyaring droplet infeksius dan mempunyai seal udara yang ketat sekali pada sepanjang pinggirnya.
Masker kain/kertas – mempunyai pori yang besar dan tidak mem-punyai seal udara yang ketat di sepanjang pinggirnya.
19
G. REFERENSI 1.
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulsosi di Rumah Sakit, 2010 2. World Health Organization. Guidelines for prevention of tuberculosis in heatlh care facilities, congregate settings and households, WHO 2009 3. World Health Organization. Guidelines for prevention of tuberculosis in helathh care facilities in resources-limited settings. Gevena, world health organization, 1999. 4. Natural Ventilation for Infection Control in Health-Care Settings, World Health Organization 2009 5. WHO policy on TB Infection Control in Health Care Facilities, Congregate settings and Households, Max Meis, TBCAP Infection Control Program Officer KNCV, Netherlands 6. Tuberculosis Infection Control The National Performance Review (now the National Partnership for Reinventing 7. Pedoman Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya 8. Pedoman manajerial Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Rumah Sakit 9. Instrumen penilaian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit 10. Natural Ventilation guideline, SEARO Regional Publication No. 41 WPRO Regional Publication 11. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012, WHO 2012. H. EVALUASI AKHIR MATERI 1. Ukuran diameter droplet yang dikeluarkan ketika pasien TB sedang batuk adalah a. 1-5 mikron b. >10 mikron c. > 20 mikron d. > 30 mikron e. > 50 mikron 2. Hal yang perlu diperhatikan dalam risiko penularan pasien TB paru adalah dibawah ini a. Lamanya pengobatan TB (Paparan) b. Frekuensi batuk pasien c. Terdapat kavitas di paru d. Pasien dengan imunitas rendah 20
e. Jenis obat anti TB yang digunakan 3. Dibawah ini adalah langkah penatalaksanaan pasien untuk mencegah infeksi TB pada tempat layanan, KECUALI: a. Pemisahan b. Penyuluhan c. Pelayanan segera d. Rujuk untuk investigasi e. Pemisahan pasien dengan sesak 4. Pengendalian dengan perlindungan diri dibawah ini yaitu a. Pasien TB menggunakan respirator b. Petugas kesehatan menggunakan masker bedah c. Semua pasien yang datang berobat menggunakan masker bedah d. Petugas kesehatan menggunakan respirator e. Petugas kesehatan menggunakan face shield 5. Dibawah ini sesuai dengan pilar pengendalian administratif yaitu: a. Pemisahan pasien BTA negatif b. Menerapkan etiket batuk untuk mencegah penyebaran c. Pemberian masker respirator kepada semua pasien d. Poliklinik paru dengan ventilasi yang baik e. Ruangan dengan aliran udara baik
21