Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia edisi Revisi 2006, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 3
Miru, Ahmadi. Sutaran Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Rajawali Pers. Hlm. 33
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan oleh ulah dari produsen-produsen nakal akhir-akhir ini marak terjadi. Banyak para produsen yang memasarkan produknya dengan tidak memiliki standar kualifikasi yang akan dapat sangat merugikan konsumen. Konsumen membutuhkan upaya penegakan hukum dalam melindungi hak-haknya sebagai konsumen dan perlindungan hukum tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung.
B. Rumusan Masalah
Apa Pengertian Konsumen?
Apa Pengertian Perlindungan Konsumen?
Bagaimana Asas Dan Tujuan Dalam Perlindungan Konsumen?
Apa Saja Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Produsen?
Apa Saja Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha?
Bagaimana Tanggung Jawab Pelaku Usaha?
Bagaimana Tugas Dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional?
Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa Dalam Perlindungan Konsumen?
Apa Saja Sanksi Yang Diberikan Untuk Produsen Yang Melanggar Hukum Perlindungan Konsumen?
Bagaimana Contoh Analisis Kasus Hukum Perlindungan Konsumen?
C. Tujuan
Agar Kita Mengetahui Apa Pengertian dari Konsumen.
Agar Kita Mengetahui Apa Pengertian Perlindungan Konsumen.
Agar Kita Mengetahui Bagaimana Asas Dan Tujuan Dalam Perlindungan Konsumen.
Agar Kita Mengetahui Apa Saja Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Produsen.
Agar Kita Mengetahui Apa Saja Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha.
Agar Kita Mengetahui Bagaimana Tanggung Jawab Pelaku Usaha.
Agar Kita Mengetahui Bagaimana Tugas Dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Agar Kita Mengetahui Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa Dalam Perlindungan Konsumen.
Agar Kita Mengetahui Apa Saja Sanksi Untuk Produsen Yang Melanggar.
Agar Kita Memahami Analisis Kasus Hukum Perlindungan Konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai "orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu" atau "sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". Amerika Serikat mengemukakan pengertian "konsumen" yang berasal dari consumer berarti "pemakai", namun dapat juga diartikan lebih luas lagi sebagai "korban pemakaian produk yang cacat", baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan pemakai. Perancis berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang mengartikan konsumen sebagai "the person who obtains goods or services for personal or family purposes".
Dari definisi diatas terkandung dua unsur, yaitu (1) konsumen hanya orang dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya. India juga mendefinisikan konsumen dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen India yang menyatakan "konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.
Istilah konsumen juga dapat kita temukan dalam peraturan perundangundangan Indonesia. Secara yuridis formal pengertian konsumen dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, "konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan". Dari pengertian konsumen diatas, maka dapat kita kemukakan unsur-unsur definisi konsumen :
Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/ atau jasa. Istilah "orang" disini tidak dibedakan apakah orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon). Oleh karena itu, yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang perseorangan, tetapi konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas daripada badan hukum.
Pemakai
Kata "pemakai" dalam bunyi Penjelasan Pasal 1 angka (2) UU Perlindungan Konsumen diartikan sebagai konsumen akhir (ultimate consumer).
Barang dan/ atau jasa
UU Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai sebagai benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, benda yang dapat dihabiskan maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
Yang tersedia dalam masyarakat
Barang/ jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Namun, di era perdagangan sekarang ini, syarat mutlak itu tidak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan telah biasa mengadakan transaksi konsumen tertentu seperti futures trading dimana keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan sesuatu yang diutamakan.
Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.
Barang dan/ atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya, keluarganya, atau pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tanggana (keperluan non-komersial). Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah pengguna terakhir, tanpa melihat apakah si konsumen adalah pembeli dari barang dan/ atau jasa tersebut.22 Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius yang menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (pengertian konsumen dalam arti sempit).
Pengertian Perlindungan Konsumen
Konsumen Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen. Hal ini dapat kita lihat bahwa hukum konsumen memiliki skala yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hakhak konsumen terhadap gangguan pihak lain.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.
Adapun tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan :
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum;
Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya;
Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yangmenipu dan menyesatkan;
Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan.
Asas dan Tujuan
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamankan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil.
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
Asas keamanan dan keselmatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaataan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Di dalam Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan untuk :
meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cra menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan/ atau jasa;
meningkat pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam usaha;
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban
Hak konsumen adalah:
Hak atas kenyamanan. Keamanan, dam keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
Hak untuk menapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama,, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya;
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen adalah :
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak pelaku usaha adalah :
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
Hak untuk melakukan pembelaan dari sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan /atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfataan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Pelaku usaha dilarang memproduksidan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
Tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfataan yang paling baik atas barang tertentu; jangka waktu penggunaan/pemanfaatannya yang paling baik adalah terjemahan dari kata best before yang biasa digunakan dalam label produk makanan.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkankan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Selain itu, Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. Sediaan farmasi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Dan yang terakhir pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Menteri dan menteri teknis berwenang menariknya barang dan/atau jasa dari peredaran.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :
Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, sejarah atau guna tertentu;
Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru
Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja, atau aksesori tertentu;
Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliansi;
Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Barang dan/atau jasa sebaimana dimaksud pada ayat diatas dilarang untuk diperdagangkandan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat diatas dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
Harga atau tariff suatu barang dan/atau jasa;
Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkankonsumen dengan:
Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud barang yang lain; Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup adalah jumlah yang memadai sesuai dengan antisipasi permintaan konsumen.
Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
Menaikkan harga atau tarif barang/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah ditawarkan, promosikan, atau diiklankan.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankansuatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang/atau jasa lain.
pelaku usaha dalam menawarkan barang/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberi hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
Memberikan hadiah tidak sesuai yang diinginkan;
Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang di janjikan.
15. Pelakuusaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
16. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusak an, pencemaran, kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan jasa yang di hasilkan atau diperdagangkan
Ganti rugi sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat berupapengembalian uang atau barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan dan pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan per undang0undang yang berlaku.
Perberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
Ketentuan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak berlaku apa bila pelaku usaha dapatmembuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang di produksi dan segalah akibat yang dilakukan oleh iklan tersebut.
1. importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang di impor apa bila importasi tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
2. importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan jasa asing.
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagai mana dimaksud dalam pasal 19 ayat (4). Pasal 20,21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tampak menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. Ketentuan ini di maksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.
Pelaku usaha yang menolak/ atau tidak memberi tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1),(2),(3) dan (4) dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pelaku usaha yang menjual barang dan jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan ayat gugatan konsumen apabila:
pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan jasa tersebut
pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan jasa yang di lakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Badan perlindungan konsumen nasional berkedudukkan di ibukota negara republik indonesia dan bertanggung jawab kepada presiden. Badan perlindungan konsumen nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen indonesia.
Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, badan perlindungan konsumen nasional mempunyai tugas:
Memberikan saran rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan dibidang perlindungan konsumen.
Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
Melakukan penelitian terhadap barang atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen keberpihakkan kepada konsumen imaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen( wise consumerism)
Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga erlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha;
Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Dalam melakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan perlindungan konsumen nasionnal dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional.
Penyelesaian Sengketa
setiap konsumen yang dirugikan dapt menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.
penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap yang diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang simaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undang undang ini.
penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang – undang.
apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapt dilakukan oleh;
seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan ;
sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; undang undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action.gugatan kelompok atau class action harus diajukan konsumen yang benar benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukumatau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
pemerintah atau instansi terkait apabila barang dan jasa yang dikonsumsikan atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar atau korban yang tidak sedikit.
Tolak ukur kerugian materi yang besar dan korban yang tidak sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen. Gugatan yang yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara berikut :
Konsultasi
Negosiasi
Mediasi
Konsialisasi
Penilaian ahli
I. SANKSI-SANKSI
Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
Pengembalian uang
Penggantian barang
Perawatsan kesehatan, dan/atau
Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
Sanksi Administrasi
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Hukuman tambahan , antara lain :
Pengumuman keputusan Hakim
Pencabuttan izin usaha;
Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
Analisis Kasus Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen di Bidang Pangan
Contoh kasus pelanggaran UU Perlindungan konsumen di bidang pangan. Kasus di bidang pangan ini adalah kasus yang paling mengkhawatirkan masyarakat. Kasus tersebut adalah kasus – kasus tentang masalah penyalahgunaan zat-zat berbahaya pada produk pangan ataupun bahan yang diperbolehkan untuk digunakan tetapi penggunaannya oleh sang pelaku usaha dalam produk pangan melebihi batas yang telah ditentukan. Zat-zat yang berbahaya diantaranya formalin, boraks, rhodamin – B, Metanil Yellow dan lain sebagainya. Jika zat-zat ini masuk ke dalam tubuh konsumen, maka akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh dalam jangka panjang karena zat-zat tersebut telah terakumulasi dalam tubuh.
Demi menekan ongkos produksi, para pelaku usaha tega mencampurkan zat-zat berbahaya ke dalam produk yang mereka jual agar produknya bisa tahan lama. Misalnya saja produsen yang menggunakan boraks atau formalin ke dalam produk makanan yang dijualnya agar produk tersebut lebih tahan lama. Kalau produk mereka tahan lama, bisa dijual lagi keesokan harinya, sehingga ongkos produksi juga bisa ditekan.
Konsumen yang telah membayar sejumlah uang untuk mendapatkan produk yang dijual oleh pelaku usaha tersebut malah dicurangi. Konsumen tidak mendapatkan kualitas produk yang sesuai dengan yang diinginkannya. Tetapi justru membahayakan kesehatan mereka di kemudian hari. Kasus seperti ini jelas telah melanggar UU Perlindungan konsumen. Di dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 4 point ke 3 disebutkan salah satu hak konsumen yaitu "hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa".
Kasus tersebut jelas sudah bertentangan dengan bunyi pasal tersebut tentang hak konsumen. Hak konsumen telah diabaikan. Konsumen tidak mendapatkan informasi yang jujur dari pelaku usaha mengenai produk yang mereka jual. Para pelaku usaha seolah tidak jera dan tetap melakukan hal itu lagi. Bahkan seperti tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah untuk menghadapi para pelaku usaha yang demikian.
Dalam kasus ini tidak hanya para pelaku usaha yang salah. Namun konsumen juga harus lebih teliti lagi dalam membeli suatu barang. Konsumen harus lebih mengamati produk yang dibelinya. Jangan sampai tertipu. Dalam membeli suatu barang, konsumen juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk tersebut. Jangan sampai membeli produk yang telah kadaluarsa. Namun, sang pelaku usaha juga harus selalu mengontrol produk yang mereka jual, jangan sampai ada produk yang telah kadaluarsa tetapi masih saja dijual. Jadi, dalam hal ini dibutuhkan peran dari kedua belah pihak.
Untuk mengatasi kasus pelanggaran UU Perlindungan Konsumen dalam bidang pangan tersebut sebaiknya pemerintah sebagai badan yang melakukan pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran barang – barang yang telah beredar di masyarakat luas, selalu melakukan pengawasan – pengawasan terhadap para pelaku usaha maupun para distributor yang menyediakan barang. Selain itu, diperlukan juga sosialisasi kepada masyarakat secara terus-menerus. Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan ketentuannya.
Analisis Hukum
Berdasarkan kasus dan teori diatas masih banyak pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya dan masih banyak konsumen yang merasa dirugikan akibat oknum-oknum pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Jika dilihat menurut Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kasus pelaku usaha dibidang pangan tersebut menyalahi ketentuan. Berikut adalah beberapa pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dilangar oleh pelaku usaha dalam bidang pangan:
1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : "hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa"
Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus. Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow).
Ayat 3 : "Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa."
Para pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti bakso, mie ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan komposisi makanannya bahkan mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen dalam mengetahui informasi komposisi bahan makanannya.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : "Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan."
Pelaku usaha bidang pangan tidak pernah memberitahu kondisi serta penjelasan komposisi makanan apa yang terkandung didalamnya. Terkadang juga pelaku usaha tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa pada makanan kemasan dan kaleng.
3. Pasal 19
Ayat 1 : "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan."
Ayat 2 : "Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Ayat 3 : "Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi."
Hukuman Bagi Para Oknum Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk Pangan di Indonesia.
Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggaran terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
Analisis Etika
Bisnis tertentu merusak masyarakat, baik dalam kaitannya dengan kesehatan, mental, maupun budaya masyarakat. Timbulnya berbagai penyakit yang sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan tidak bisa tidak merupakan tanggung jawab pedagang atau orang bisnis. Demikian pula, sampai pada tingkat tertentu orang bisnis membuat masyarakat menjadi sangat konsumtif dan bahkan sampai pada tindakan kriminal seperti pencurian, perampokan dan korupsi hanya demi memenuhi kebutuhan atau permintaan yang dalam banyak hal tidak begitu diperlukan. Maka, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa bisnis ikut bertanggung jawab (secara etika) atas baik buruknya masyarakat modern ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai "orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu" atau "sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang".
Konsumen Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.
Adapun tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Sementara itu di dalam perlindungan konsumen ini juga diatur mengenai apa saja hak dan kewajiban seorang konsumen dan produsen.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkankan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Selain itu, Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
Pelaku usaha yang menjual barang dan jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan ayat gugatan konsumen apabila:
pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan jasa tersebut
pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan jasa yang di lakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Badan perlindungan konsumen nasional berkedudukkan di ibukota negara republik indonesia dan bertanggung jawab kepada presiden. Badan perlindungan konsumen nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen indonesia.