Manfaat dan Kekurangan Farmakoekonomi
Manfaat yang dapat diperoleh dengan penerapan farmakoekonomi antara lain: 1. Memberikan pelayanan maksimal dengan biaya yang terjangkau. Seiring dengan perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit tertentu telah tersedia berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom penyakit tersebut. Hal ini memberikan manfaat, yaitu terdapat banyak pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi bagi pasien. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, pertimbangan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien sangat diperlukan, misalnya dengan penggunaan obat generik. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat patennya. 2. Angka kesembuhan meningkat. Angka kesehatan meningkat dan angka kematian menurun. Terapi yang diberikan oleh dokter akan berhasil apabila pasien patuh terhadap pengobatan penyakitnya. Kepatuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Misalnya saja harga obat yang diresepkan oleh dokter terlalu mahal maka pasien tidak akan sanggup membeli dan tentu saja tidak dapat mengkonsumsi obatnya. Dan sebaliknya apabila harga obat terjangkau, maka pasien dapat mengkonsumsi obatnya dan mengalami kesembuhan. Selain itu ketepatan dokter dalam memilih terapi yang tepat untuk penyakit pasien atau berdasarkan Evidense Based Medicine juga berpengaruh. Misalnya saja dokter hanya memberikan obat yang sifatnya simptomatis kepada pasien, tentu saja penyakit pasien tidak sembuh dan harus kembali berobat dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan semakin besar.
3. Menghindari tuntutan dar pihak pasien dan asuransi terhadap dokter dan rumah sakit karena pengobatan yang mahal. Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara pasien, dokter, dan lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Seorang pasien menjadi semakin kritis dan ingin tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam hal obat-obatan atau terapi serta pemeriksaan yang dilakukan. Apabila ada kesan kelalaian dokter dan pihak rumah sakit, pasien berhak mengajukan tuntutan ke pengadilan. Apabila dokter telah memberikan obat-obat generik dengan harga yang murah dengan syarat memang tepat indikasi untuk penyakit pasien, dan rumah sakit selalu menyediakannya, maka dokter dan rumah sakit akan terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi atas biaya pengobatan yang mahal. Sedangkan kekurangan atau kendala yang mungkin dihadapi dalam penerapan farmakoekonomi antara lain: 1. Untuk mendapatkan manfaat dari farmakoekonomi secara maksimal maka diperlukan edukasi yang baik bagi praktisi medik termasuk dokter maupun masyarakat. Dokter harus memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidence Based Medicine dari penyakit pasien. Pendidikan masyarakat tentang kesehatan harus ditingkatkan melalui pendidikan formal maupun informal, dan menghilangkan pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal itu pasti bagus. Hal ini belum tentu karena obat yang rasional adalah obat yang murah tapi tepat untuk penyakitnya. 2. Diperlukan peran pemerintah membuat regulasi obat-obat generik yang bermutu untuk digunakan alam pelayanan kesehatan baik tingkat pusat sampai kecamatan dan desa. Karena dalam banyak kasus, obat-obat non generik yang harganya jauh lebih mahal terpaksa diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti contoh obat peningkatan protein jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
3. Tidak selamanya ke empat evaluasi farmakoeonomi yang meliputi Cost-Minimization Analysis (CMA), Cost-Effectiveness Analysis (CEA), Cost-Benefit Analysis (CBA), dan Cost-Utility Analysis (CUA) dapat berjalan bersamaan.
Kaitan Dokter dan Farmakoekonomi
Seorang dokter diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam mendiagnosis penyakit secara individual, kemudian berdasarkan pengetahuan mengenai patofisiologi, etiologi penyakit dan terapetika, mampu memberikan terapi secara tepat dan melakukan upaya-upaya agar pasien patuh terhadap terapi yang diberikan. Di samping itu dalam tingkat populasi pasien atau komunitas, seorang dokter diharapkan mengetahui faktorfaktor risiko dan penyebab penyakit, sehingga mampu untuk menganjurkan upaya-upaya pencegahan penyakit dalam populasi. Dalam dunia kedokteran terdapat kesenjangan antara pendidikan farmakologi yang lebih banyak menekankan sifat maupun efek obat dan pendidikan klinik yang lebih menekankan mengenai diagnosis, patofisiologi dan penanganan penyakit. Pendidikan Farmakologi Klinik dan Terapetika diberikan untuk menjembatani kesenjangan ini, terutama membahas mengenai pemakaian obat dalam klinik dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Dimana salah satu topik bahasannya adalah mengenai penerapan farmakoekonomi. Dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh WHO pada tahun 1978, para delegasi dari 134 negara dan 67 organisasi PBB menyatakan bahwa kesehatan tidak hanya sekedar bebas dari suatu penyakit, tetapi juga sebuah kesejahteraan yang utuh baik dari segi fisik, mental, maupun sosial. Kesehatan adalah hak asasi manusia yang fundamental. Selama beberapa waktu lamanya, bahkan hingga kini, konsep medis tradisional masih kerap digunakan oleh masyarakat Timur., dengan silver bullet (peluru ajaib), yakni obat. Satu pil untuk memecahkan satu masalah. Dengan kata lain, untuk setiap gangguan kesehatan, kita berharap pada bidang medis untuk memberikan pengobatan yang sederhana dan tepat. Yang menjadi pertanyaan adalah sejauh manakah bidang medis dapat memenuhi harapan tersebut.
Dari waktu ke waktu, karena perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang kedokteran dan pengobatan, jenis obat yang tersedia dalam praktek semakin banyak. Untuk masing-masing kondisi penyakit tersedia berbagai alternatif obat yang dapat diberikan. Banyaknya jenis obat yang tersedia cenderung mendorong pemakaian obat yang tidak tepat/ tidak rasional, sehingga diperlukan pemahaman prinsip-prinsip pemilihan dan pemakaian obat dalam klinik secara benar. Salah satu benda yang menakjubkan di dunia ini adalah obat. Meski bentuknya kecil, namun ia berada di antara dua dunia yang besar yaitu ekonomi dan sosial. Hampir setiap orang mengeluhkan biaya pelayanan kesehatan termasuk harga obat yang terus melambung dan mempertanyakan risiko dan manfaat yang ada mengingat ada banyak jenis obat yang beredar untuk satu jenis penyakit. Hal ini membuat pasien semakin bingung. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab, diantaranya bertambahnya populasi penduduk usia lanjut, obat-obat baru, serta perubahan pola pengobatan. Ini tidak diimbangi dengan sumberdaya keuangan yang tersedia dan tingginya kebutuhan. Salah satu cara agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis adalah dengan farmakoekonomi, yakni analisa biaya suatu terapi dengan menggunakan obat terhadap sistem kesehatan di suatu populasi. Ada empat tipe analisa yang digunakan, yaitu: Analisa biaya keuntungan (Cost-benefit) yakni perbandingan nilai moneter dari penggunaan sumber daya alternatif, Analisa biaya efektifitas (Cost-effectiveness) dimana nilai moneter diperbandingkan dengan mengukur biaya dalam satuan kesehatan, Analisa biaya minimisasi (Cost-minimization) merupakan perhitungan banyaknya biaya yang dapat disimpan sebagai akibat dari suatu tindakan terapi, serta Analisa biaya utilitas (Cost-utility) yakni pengukuran dari hasil kesehatan di dalam satuan kualitas hidup. Atau biasa disebut QALY (Qualityadjusted life year). Sabagai contoh, dokter harus memikirkan apakah obat yang diresepkan tersebut sudah Cost-efectiveness atau tidak, terutama ditujukan untuk pasien yang memiliki riwayat atau mengalami penyakit-penyakit yang degeneratif atau progresif.
Manfaat Farmakoekonomi dari Sudut Pribadi Dokter
Manfaat yang dapat diperoleh dokter dengan menerapkan farmakoekonomi dalam setiap pengobatan yang dilakukannya adalah sebagai berikut: 1. Pengobatan yang dilakukan memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang terjangkau oleh pasien. Pelayanan kesehatan yang diberikan dokter akan menjadi lebih efisien dan ekonomis dengan penerapan prinsip farmakoekonomi. Seiring dengan perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit tertentu telah tersedia berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom penyakit tersebut. Hal ini memberikan manfaat pada dokter, yaitu dokter mempunyai banyak pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, seorang dokter perlu untuk mempertimbangkan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien. Misalnya saja untuk obatobat yang telah generiknya dapat menjadi pilihan utama bagi dokter untuk diberikan. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat patennya. Dokter juga tidak perlu membuat pasien mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk pemeriksaan yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan. 2. Dokter terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi karena pengobatan yang mahal. Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara pasien dan dokter. Seorang pasien ingin tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam hal obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. Apabila ada kesan kelalaian dokter, pasien berhak mengajukan dokternya ke pengadilan. Begitu pula apabila seorang dokter meresepkan obat-obatan yang harganya mahal dan ternyata pasien atau pihak asuransi mengetahui bahwa obat tersebut bisa saja disubstitusikan dengan obat-obatan yang lebih murah harganya, maka dokter tersebut akan dituntut ke pengadilan. Hal ini bisa
juga terjadi karena adanya kecurigaan tentang kolusi yang terjadi antara dokter dengan perusahaan farmasi tertentu.
Kesimpulan
Farmakoekonomi
(pharmacoeconomics)
adalah
suatu
metoda
baru
untuk
mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best clinical outcome). Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada RS pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat) dan administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin. Manfaat utama yang dapat diperoleh dokter dengan menerapkan farmakoekonomi dalam setiap pengobatan yang dilakukannya adalah dokter terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi karena pengobatan yang mahal. Saran
Para praktisi medik harus memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidense Based Medicine dari penyakit pasien serta selalu mempertimbangkan farmakoekonominya sehingga pengobatan yang dilakukan memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang terjangkau oleh pasien. Pendidikan masyarakat tentang kesehatan juga harus ditingkatkan melalui pendidikan normal maupun informal, dan menghilangkan pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal belum tentu bagus. Obat yang rasional adalah obat yang murah tetapi tepat untuk penyakitnya.