1
iii
TUGAS MANAJEMEN PRODUKSI DAN OPERASI
Manajamene Persediaan Bahan Baku Produk Mie Instan
PT Indofood Sukses Makmur, Tbk
Disusun Oleh :
Nama : Ibnu Muchtar Rosyidi
NIM : H0812080
Kelas : AGRIBISNIS 5C
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Permasalahan 3
Tujuan 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Sistem Persediaan 3
Persediaan 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Sejarah PT Indofood Sukses Makmur, Tbk 10
Sistem Persediaan Bahan Baku Divisi Noodle, PT ISM, Tbk 11
Karakteristik Bahan Baku PT ISM, Tbk 12
Identifikasi Kebutuhan Bahan Baku PT ISM, Tbk 14
Prosedur Pembelian dan Penerimaan Bahan Baku PT ISM, Tbk 14
Penyimpanan Bahan Baku PT ISM, Tbk 16
Biaya-Biaya Persediaan Bahan Baku PT ISM, Tbk 19
Manajemen Persediaan Bahan Baku PT ISM, Tbk 23
KESIMPULAN 25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar bahan baku tepung terigu 12
Tabel 2. Biaya pemesanan bahan baku per pemesanan 19
Tabel 3. Biaya penyimpanan bahan baku per zak per tahun (Rp/zak/tahun) 21
Tabel 4. Biaya penyimpanan bahan baku per zak per hari (Rupiah /zak/hari) 22
Tabel 5. Biaya kekurangan bahan baku per zak (Rupiah/zak) 22
Tabel 6. Frekuensi pemesanan per hari, rataan jumlah persediaan bahan baku dan rataan kekurangan bahan per hari pada tahun 2006 23
Tabel 7. Total biaya persediaan bahan baku per hari (Rupiah / hari) 24
Tabel 8. Total biaya persediaan bahan baku pada tahun 2006 (Rupiah / tahun) 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada saat ini, industri mie instan adalah salah satu sektor industri pangan yang sudah cukup pesat perkembangannya dan memiliki prospek yang baik. Perkembangan industri mie instan dapat ilihat dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah dilihat dari jumlah konsumsi mie instan per kapita di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika tahun 2000 konsumsi mie instan per kapita hanya mencapai 3,7 kilogram (sama dengan 53,1 bungkus), pada tahun 2005 meningkat 46% menjadi 5 kilogram. Meningkatnya jumlah konsumsi mie instan memberikan kesan bahwa industri mie instan merupakan industri yang tahan krisis dan memiliki peluang yang lebih besar pada masa yang datang. Faktor kedua adalah meningkatnya jumlah perusahaan yang menjadi produsen mie instan di Indonesia. Jika pada tahun 2001 terdapat 57 perusahaan yang terjun ke dalam industri ini, setahun kemudian terjadi peningkatan menjadi 59 perusahaan dan pada tahun 2005 terdapat 84 perusahaan. Faktor ketiga adalah meningkatnya volume produksi mie instan setiap tahunnya. Jika pada tahun 2004 volume produksi mencapai 975.000 ton, pada tahun 2005 meningkat 30% menjadi 1.272.000 ton.
PT Indofood Sukses Makmur (PT ISM), Tbk merupakan produsen mieinstan di Indonesia yang memproduksi mie instan dengan 40 citarasa dan beberapa merek. PT ISM, Tbk pada awalnya menguasai pangsa pasar mie instan di Indonesia 80%, namun seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang menjadi produsen mie instan, pangsa pasar PT ISM, Tbk menurun menjadi 70%. Banyaknya produk mie instan yang beredar di pasaran dan persaingan tingkat produsen yang semakin tinggi, menyebabkan PT ISM, Tbk harus dapat bertahan dengan baik dan meningkatkan daya saing. Salah satu cara meningkatkan daya saing adalah perusahaan harus mengoptimalkan kinerja dari fungsi-fungsi yang ada di perusahaan.
Fungsi produksi dan operasi memegang peranan yang cukup penting dalam kelangsungan hidup perusahaan, karena 50-60% kegiatan perusahaan merupakan aktifitas produksi dan operasi (Render dan Heizer, 2005). Oleh sebab itu, perusahaan harus memperhatikan setiap kegiatan produksinya dan meningkatkan efisiensi produksi agar dapat menekan biaya secara keseluruhan. Efisiensi produksi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengendalian persediaan bahan baku dengan baik.
Bahan baku perlu mendapat perhatian ekstra dari perusahaan, karena bahan baku sangat menentukan mutu produk mie instan itu sendiri. Sebaik apapun proses produksi mie instan suatu perusahaan, tidak akan menghasilkan produk mie instan yang baik dan bermutu, jika bahan baku yang digunakan tidak bermutu atau dalam kondisi yang tidak baik. Hal ini menyebabkan pengendalian persediaan bahan baku mutlak perlu dilakukan perusahaan, baik dari saat pemesanan sampai dengan penyimpanan di gudang.
Selain itu, sebagian besar perusahaan melibatkan investasi yang besar pada aspek persediaan bahan baku, yaitu 30-40% (Hill, 1994). Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menggunakan bahan baku tepung terigu dan tepung tapioka dalam jumlah yang cukup besar yaitu sebesar 1.394.837 zak per tahun dan 10.902 zak per tahun. Jumlah persediaan bahan baku yang berlebihan akan meningkatkan biaya penyimpanan dan akan menyebabkan opportunity cost atas modal yang seharusnya dapat diinvestasikan pada sektor lain yang lebih menguntungkan.
Sebaliknya, jumlah persediaan bahan baku yang tidak mencukupi kebutuhan akan menyebabkan terganggunya kontinuitas proses produksi dan operasi perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengadaan darurat yang lebih mahal. Selain itu juga mengakibatkan mutu pelayanan perusahaan kepada konsumen berkurang dan dapat membuat konsumen kecewa, serta beralih kepada merek atau perusahaan lain. Oleh sebab itu, manajemen persediaan bahan baku mutlak harus dilakukan perusahaan mengingat konsukuensi yang dihadapi perusahaan atas kekurangan dan kelebihan persediaan bahan baku.
Permasalahan
a. Bagaimana sistem persediaan bahan baku pada Divisi Noodle, PT Indofood Sukses Makmurm Tbk ?
b. Apa saja biaya dalam persediaan bahan baku pada Divisi Noodle, PT Indofood Sukses Makmurm Tbk ?
3. Tujuan
a. Mengetahui sistem persediaan bahan baku pada Divisi Noodle, PT Indofood Sukses Makmurm Tbk
b. Mengetahui biaya dalam persediaan bahan baku pada Divisi Noodle, PT Indofood Sukses Makmurm Tbk
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistem Persediaan
Baroto (2002) mendefinisikan sistem persediaan sebagai suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem persediaan bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tepat. Atau dengan kata lain, sistem dan model persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa dan kapan pesanan dilakukan secara optimal (Handoko, 2000).
2. Persediaan
a. Pengertian Persediaan
Persediaan adalah barang yang disimpan atau digunakan atau dijual pada periode mendatang, dapat berupa bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses pada proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual (Kusuma, 2004). Pengertian persediaan menurut Pardede (2003) adalah sejumlah bahan atau barang yang tersedia untuk digunakan sewaktu-waktu pada masa yang akan datang. Persediaan terjadi apabila jumlah bahan atau barang yang diadakan melalui proses produksi atau pembelian lebih besar daripada jumlah yang digunakan (dijual atau diolah sendiri).
Persediaan merupakan material yang ditempatkan di sepanjang jaringan proses produksi dan jalur distribusi (Render dan Heizer, 2005). Menurut Rangkuti (2004), persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
b. Peranan dan Fungsi Persediaan
Menurut Sumayang (2003) terdapat tiga alasan mengapa persediaan diperlukan :
Menghilangkan Pengaruh Ketidakpastian.
Untuk menghadapi ketidakpastian, pada sistem persediaan ditetapkan persediaan darurat yang dinamakan safety stock.
Memberi Waktu Luang untuk Pengelolaan Produksi dan Pembelian.
Tujuan ini memberikan kemudahan untuk :
a) Memberikan kemungkinan untuk menyebarkan dan meratakan beban biaya investasi pada sejumlah produk.
b) Memungkinkan penggunaan satu peralatan untuk menghasilkan bermacam-macam jenis produk.
3) Mengantisipasi Perubahan pada Demand dan Supply.
Persediaan disiapkan untuk menghadapi beberapa kondisi yang menunjukan perubahan demand dan supply.
a) Bila ada perkiraan perubahan harga dan persediaan bahan baku.
b) Sebagai persiapan menghadapi promosi pasar, dimana sejumlah besar barang jadi disimpan menunggu penjualan tersebut.
c) Perusahaan yang melakukan produksi dengan jumlah output tetap akan mengalami kelebihan produk pada kondisi permintaan yang rendah atau pada kondisi musim lesu atau low season. Kelebihan produk akan disimpan sebagai persediaan yang akan digunakan nanti apabila produksi output tidak dapat memenuhi lonjakan permintaan yaitu pada musim ramai atau pada peak season.
Alasan diperlakukannya persediaan oleh suatu perusahaan pabrik menurut Assauri (2000) adalah :
1) Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi, untuk memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.
2) Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat jadwal operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.
Menurut Assauri (2000), persediaan yang diadakan mulai dari bentuk bahan mentah sampai dengan barang jadi yang mana berguna untuk :
1) Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan.
2) Menghilangkan risiko dari material yang dipesan tidak baik, sehingga harus dikembalikan.
3) Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
4) Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.
5) Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
6) Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersediannya barang jadi tersebut.
7) Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya.
Menurut Rangkuti (2004) terdapat tiga fungsi persediaan, yaitu :
1) Fungsi Decoupling
Fungsi decoupling persediaan adalah fungsi persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung kepada pemasok. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaan dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses dilakukan agar departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan.
2) Fungsi Economic Lot Sizing
Fungsi economic lot sizing adalah fungsi persediaan yang perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dansebagainya.
3) Fungsi Antisipasi
Fungsi antisipasi adalah fungsi persediaan dalam menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman atau seasional inventories. Selain itu perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman atau safety stock.
c. Jenis dan Tipe Persediaan
Menurut Assauri (2000), berdasarkan fungsinya persediaan dibedakan atas :
1) Batch stock atau lot size inventory adalah persediaan yang diadakan karena membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu.
2) Fluctuation stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3) Anticipation stock adalah persediaan yang diadakan untuk mengahadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat pada satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.
Menurut Handoko (2000), berdasarkan jenisnya persediaan dapat dibedakan atas :
1) Persediaan bahan mentah atau raw material, yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti baja, kayu, dan komponenkomponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para pemasok atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
2) Persediaan komponen-komponen rakitan atau purchased part, yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponenkomponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3) Persediaan bahan penolong atau supplies, yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4) Persediaan barang dalam proses atau work in process, yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadisuatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5) Persediaan barang jadi atau finished goods, yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
Pembagian tipe persediaan berdasarkan sifat permintaan
(Sumayang, 2003), terbagi atas :
1) Independent demand (permintaan bebas) atas persediaan, yaitu persediaan untuk jenis-jenis produk atau bahan baku yang permintaan atau penggunaaannya tidak bergantung kepada produk atau bahan baku lain.
2) Dependent demand (Permintaan terikat) atas persediaan, yaitu persediaan untuk jenis-jenis produk atau bahan baku yang permintaan atau penggunaaannya bergantung kepada produk atau bahan baku lain. Biasanya digunakan untuk jenis-jenis persediaan komponen dan barang dalam proses untuk menghasilkan produk akhir.
d. Biaya-Biaya Persediaan
Menurut Rangkuti (2004) untuk mengambil keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya yang harus dipertimbangkan adalah :
1) Biaya Penyimpanan atau Holding Cost
Biaya penyimpanan atau holding cost adalah biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rataan persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah :
a) Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya.
b) Biaya modal atau opportunity cost of capital, yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
c) Biaya keusangan.
d) Biaya perhitungan fisik.
e) Biaya asuransi persediaan.
f) Biaya pajak persediaan.
g) Biaya pencurian, pengerusakan, atau perampokan.
h) Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.
2) Biaya Pemesanan atau Ordering Cost
Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik, apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Biaya-biaya pesanan meliputi :
Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi.
Upah.
Biaya telepon.
Pengeluaran surat menyurat.
Biaya pengepakan dan penimbangan.
Biaya pemeriksaan atau inspeksi penerimaan.
Biaya pengiriman ke gudang.
Biaya utang lancar dan sebagainya.
3) Biaya Penyiapan atau Set-Up Cost
Biaya penyiapan atau set-up cost terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan. Biaya-biaya ini terdiri dari :
Biaya mesin-mesin menganggur.
Biaya persiapan tenaga kerja langsung.
Biaya penjadwalan.
Biaya ekspedisi dan sebagainya.
4) Biaya Kehabisan atau Kekurangan Bahan atau Shortage Cost
Biaya kehabisan atau kekurangan bahan atau shortage cost adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah :
Kehilangan penjualan.
Kehilangan pelanggan.
Biaya pemesanan khusus.
Biaya ekspedisi.
Kehilangan keuntungan.
Terganggunya operasi.
Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sejarah PT Indofood Sukses Makmur, Tbk
PT ISM, Tbk bergerak dalam bidang industri makanan olahan yaitu pembuatan mie instan dan pengemasannya. PT ISM, Tbk didirikan pada tahun 1970 dengan nama PT Sanmaru Food Manufacturing Co, Ltd. Perusahaan ini mulai berproduksi secara komersial pada tahun 1971 dengan jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak 70 orang.
Pada tahun 1984 dan tahun 1988 terdapat dua perusahaan yang bergabung dengan PT Sanmaru Food Manufacturing Co, Ltd, yaitu PT Sarimi Asli Jaya dan PT Lambang Insan Makmur. Kemudian, pada tahun 1990 PT Sanmaru Food Manufacturing Co, Ltd mengubah namanya menjadi PT Panganjaya Intikusuma berdasarkan akta pendirian No. 228, tanggal 14 Agustus 1990.
Pada tahun 1994, perusahaan ini merubah namanya menjadi PT ISM berdasarkan akta pendirian No. 51, tanggal 5 Februari 1994. Seminggu kemudian yaitu pada tanggal 12 Februari 1994, perusahaan melakukan merger atau penggabungan dengan 18 perusahaan lain yang juga bergerak dalam bidang industri makanan. Perusahaan-perusahaan yang melakukan merger tersebut selanjutnya dibagi menjadi beberapa divisi di PT ISM. Divisi-divisi tersebut, antara lain Divisi Noodle, Divisi Ingredient, Divisi Packaging, Divisi Baby Food, Divisi Beverage, Divisi Snack, Divisi Distribusi, dan Divisi Pastry.
Pada tanggal 7 Maret 1994, PT ISM mengubah statusnya dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dan pada tahun yang sama, PT ISM telah menjadi perusahaan yang go public dengan nama PT ISM, Tbk. Divisi Noodle yang merupakan salah satu divisi dalam PT ISM, Tbk mempunyai 15 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu di Medan, Lampung, Palembang, Pontianak, Pekanbaru, Banjarmasin, Semarang, Cibitung, Ancol, Bandung, Surabaya, Beji, Teluk Kumai, Menado, dan Ujung Pandang. Divisi Noodle cabang Ancol tergolong berskala besar dan merupakan pabrik yang pertama kali berdiri.
Divisi Noodle, PT ISM, Tbk cabang Ancol terletak di Jalan Ancol I No. 4-5, Ancol Barat Jakarta Utara. Perusahaan ini berbatasan dengan PT Wirantono di sebelah utara, gudang kaca PT Asahi Mas di sebelah timur, Jalan Ancol I di sebelah selatan dan PT Wuhan di sebelah barat.
2. Sistem Persediaan Bahan Baku Divisi Noodle, PT ISM, Tbk
Divisi Noodle, merupakan divisi dari PT ISM, Tbk yang melaksanakan proses produksinya dengan menggunakan bahan baku yang cukup besar kuantitasnya. Mengingat begitu pentingnya pengadaan bahan baku untuk mendukung aktivitas produksi, maka perusahaan memandang perlu untuk dilakukan sistem persediaan bahan baku yang terpadu sehingga efektifitas pengadaan bahan baku dapat tercapai.
Motivasi perusahaan dalam melaksanakan sistem persediaan bahan baku adalah tercapainya efisiensi dan efektivitas produksi dimana kelangsungan proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Ini berarti dengan adanya sistem persediaan bahan baku dalam jumlah, mutu dan waktu yang tepat, serta biaya minimal yang dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran produksi.
Sistem persediaan bahan baku pada Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menjadi tanggung jawab Departemen PPIC. Departemen ini berperan dalam menyusun rencana produksi, mengkoordinir pengadaan bahan baku untuk kegiatan produksi, memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi dan berapa pesanan yang harus dilakukan. Departemen PPIC dipimpin oleh seorang PPIC Supervisor, yang dibantu oleh sejumlah staf administrasi untuk mendukung pekerjaannya. Dalam struktur organisasi Divisi Noodle, PT ISM, Tbk, Departemen PPIC berada dalam naungan Direktorat Manufacturing yang dipimpin oleh Factory Manager.
Karakteristik Bahan Baku PT ISM, Tbk
Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menggunakan beberapa bahan baku dalam pembuatan mie instan. Bahan baku yang digunakan didatangkan dari beberapa perusahaan yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Adapun bahan baku tersebut adalah :
Tepung Terigu
Bahan baku utama pembuatan mie instan adalah tepung terigu. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum yang digiling. Fungsi tepung terigu dalam pembuatan mie instan, antara lain memberi atau membentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lain dan mendistribusikan secara merata, mengikat gas selama proses penggorengan, membentuk struktur mie instan, serta sebagai sumber karbohidrat dan protein. Tepung terigu yang digunakan Divisi Noodle, PT ISM, Tbk secara rutin diperoleh dari perusahaan lokal yaitu PT Bogasari Flour Mills Indonesia.
Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menggunakan tiga jenis tepung terigu sebagai bahan baku utama, yaitu strong flour (tepung keras cap Cakra Kembar), medium flour (tepung setengah keras cap Segitiga Biru) dan soft flour (tepung lunak cap Segitiga Hijau). Ketiga jenis tepung tersebut bukan dianggap sebagai kelas-kelas mutu tepung, tetapi mempunyai klasifikasi khusus sehingga akan disesuaikan untuk tujuan penggunaan berbeda. Ketiga jenis tepung tersebut sudah mengandung telur sehingga mempunyai kadar protein tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penanganan dalam proses pembuatan mie instan. Adapun standar bahan baku tepung terigu dapat telihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar bahan baku tepung terigu
No
Jenis Tepung
pH
Kadar Air (%)
Gluten (%)
Protein (%)
1
Cakra Kembar
5,5-6,8
14,5 (Max)
31 ( Min )
13
2
Segitiga Biru
5,5-6,8
14 ( Max )
25 ( Min )
10,5-11,5
3
Segitiga Hijau
5,5-6,8
14 ( Max )
21 ( Min )
9
Dalam proses pembuatan mie instan dikehendaki terigu yang memiliki kadar protein 8-12% untuk menghasilkan tekstur dan rasa yang khas dari produk. Tepung terigu cap Cakra Kembar adalah terigu yang bermutu paling baik untuk pembuatan roti dan mie karena memiliki kandungan protein yang paling tinggi, yaitu sebesar 13% yang dihasilkan dari 100% hard wheat, mempunyai masa gluten yang kuat dan ulet dengan daya serap air minimal 60%, serta memiliki daya mengembang yang paling baik. Tepung terigu cap Segitiga Biru adalah tepung medium yang dihasilkan dari pencampuran gandum berkadar protein tinggi dengan protein rendah, sehingga kadar proteinnya ± 10,5-11,5%, mempunyai daya serap air minimal 58% serta memiliki daya mengembang yang sedang. Sedangkan tepung terigu cap Segitiga Hijau adalah tepung lunak yang dihasilkan dari gandum berkadar protein rendah (9%), mempunyai daya serap air minimal 57% serta memiliki daya mengembang yang rendah. Masing-masing jenis tepung terigu tersebut dikemas dalam karung dengan berat per karung 25 kg.
Tepung Tapioka
Selain tepung terigu, campuran lain untuk adonan mie instan adalah tepung tapioka. Tepung tapioka digunakan untuk membentuk tekstur mie menjadi lebih keras, sehingga adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang diinginkan. Tepung tapioca yang baik digunakan untuk pembuatan mie instan adalah memiliki pH 4-8 dan kadar pati 80%. Tepung tapioka ini diperoleh dari perusahaan Darma Grindo, Lampung. Tepung tapioka ini dikemas dalam karung dengan berat per karung 50 kg.
Bahan Baku Tambahan
Bahan baku tambahan merupakan bahan yang dipakai dalam proses produksi yang akan mempengaruhi mutu adonan yang dibuat. Bahan baku tambahan yang dipakai adalah :
Air
Air digunakan untuk membentuk tekstur adonan dan gluten, mengkontrol kepadatan dan suhu adonan, melarutkan garam dan bahan-bahan tambahan lainnya, sehingga bahanbahan tersebut dapat tersebar secara merata dalam adonan. Air yang digunakan harus air bersih, baik secara kimiawi maupun mikro biologis dan berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM).
Alkali
Alkali merupakan campuran dari zat antioksidan, pengemulsi, pengatur keasaman, pengental, pengembang, pewarna, mineral dan penguat rasa yang aman untuk dikonsumsi dan berfungsi untuk membuat bentuk, warna, rasa dan mutu mie instan lebih baik. Dalam penelitian ini dibahas pengendalian persediaan bahan baku tepung terigu dan tepung tapioka. Hal ini disebabkan tepung terigu dan tepung tapioka adalah bahan baku utama dan pemakaiannya paling besar.
Identifikasi Kebutuhan Bahan Baku PT ISM, Tbk
Identifikasi kebutuhan bahan baku adalah penentuan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk produksi mendatang. Identifikasi tersebut dilakukan berdasarkan perkiraan penjualan produk mie instan yang dihasilkan perusahaan dan pemakaian bahan baku pada periode sebelumnya.
Prosedur Pembelian dan Penerimaan Bahan Baku PT ISM, Tbk
Sistem pembelian dan penerimaan bahan baku pada Divisi Noodle, PT ISM, Tbk melibatkan beberapa pihak yang saling berkepentingan menurut fungsinya dalam perusahaan, yaitu Departemen ASP, PPIC, Purchasing (Pembelian), Ware House (Gudang), PDQC dan Finance and Accounting. Ke enam bagian ini memegang peranan penting dalam pengadaan bahan baku baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga produksi dapat berlangsung karena ketersediaan bahan baku tersebut. Sebelum melakukan pemesanan bahan baku,
Departemen ASP memberikan masukan kepada Departemen PPIC berupa peramalan atau prediksi penjualan produk jadi untuk satu minggu ke depan berdasarkan kondisi pasar dan pengalaman pada periode-periode sebelumnya. Selanjutnya dari peramalan penjualan produk dan data pemakaian bahan baku tiga perode sebelumnya, Departemen PPIC akan merencanakan kebutuhan bahan baku. Kemudian, Departemen PPIC mengajukan permintaan pembelian dengan membuat atau mengisi formulir permintaan pembelian atau Purchase Requition (PR). Formulir ini diberikan kepada atasan yang berwenang untuk dimintakan tanda tangan sebagai bukti persetujuan. Formulir tersebut selanjutnya diberikan kepada Departemen Purchasing untuk dilakukan pembelian.
Departemen Purchasing yang menerima PR dari Departemen PPIC, kemudian memeriksanya. Apabila permintaan pembelian tersebut tidak sesuai dengan syarat-syarat dan anggaran yang telah ditetapkan, maka PR tersebut dikembalikan pada Departemen PPIC. Tetapi apabila syarat-syarat telah terpenuhi dan sesuai dengan anggaran, maka Departemen Purchasing akan menandatangani PR tersebut.
Berdasarkan PR yang telah ditandatangani oleh Departemen Purchasing, kemudian dibuat penawaran harga atau Price Offer (PF) untuk meminta penawaran harga dari pemasok untuk setiap jenis bahan baku yang dibutuhkan. Pada bahan baku tepung tapioka dan tepung terigu, baik Cakra Kembar, Segitiga Biru, maupun Segitiga Hijau perusahaan sudah memiliki sistem kontrak dengan pihak pemasok. Sistem kontrak dilakukan untuk menjaga kontinuitas pasokan bahan baku, kestabilan harga, dan mutu yang baik sesuai dengan standar yang telah disepakati.
Setelah PF disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu pihak perusahaan dan pihak pemasok, maka kemudian dibuatlah permintaan pesanan atau Purchase Order (PO). Di dalam PO sudah dinyatakan nama pemasok, nomor pesanan, jumlah yang dipesan, harga dan tanggal penerimaan barang. Pemesanan ini melibatkan sejumlah dana yang dibayarkan kepada pihak pemasok bahan baku tersebut. Salah satu dokumen PO, didistribusikan ke Departemen Finance and Accounting dengan tujuan untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk membayar pesanan tersebut.
Pada saat barang-barang yang dikirim pemasok telah sampai diperusahaan, Petugas warehouse (gudang) dan QC bertugas menerima barang tersebut dengan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan. Petugas gudang akan memeriksa dengan teliti mengenai kelengkapan dokumen atau surat jalan, kondisi kemasan, label, segel, kuantitas pesanan (volume atau berat) dan jumlah barang yang diterima dengan yang tercantum di dalam PO. Kemudian barang diuji oleh Departemen QC dengan mengambil contoh secara acak. Jika hasil dari pemeriksaan dan pengujian tidak sesuai dengan yang tercantum dalam PO dan standar dalam kontrak ataupun dokumennya tidak lengkap, maka bagian Departemen Purchasing akan mengembalikan barang tersebut kepada pihak pemasok dan meminta penggantian barang. Sedangkan apabila barang yang diterima telah memenuhi syarat, maka bagian penerimaan di gudang akan mengeluarkan bukti penerimaan dan mencatat barang-barang yang diterima ke dalam kartu persediaan.
Penyimpanan Bahan Baku PT ISM, Tbk
Bahan baku yang menjadi bagian penting dalam proses produksi ditempatkan di gudang bahan baku. Hal yang berkenaan dengan penyimpanan bahan baku berada pada wewenang Departemen Warehouse (Gudang). Departemen Gudang bertanggungjawab atas keluar masuknya bahan baku serta penyimpanannya. Dalam manajemen gudang bahan baku Divisi Noodle, PT ISM, Tbk terdapat prosedur penanganan bahan baku, yaitu :
Penerimaan
Penerimaan bahan baku ke Departemen Warehouse (Gudang) merupakan hasil pemesanan yang dilakukan oleh Departemen Purchasing. Sebelum masuk gudang, bagian penerimaan barang digudang akan mengontrol jumlah yang diterima berdasarkan pesanan (PO) dan selanjutnya Departemen QC akan mengambil contoh untuk memeriksa mutu yang telah ditetapkan. Apabila sudah sesuai standar kemudian Departemen Gudang akan membuat nota bukti penerimaan bahan dan mencatatnya ke dalam kartu persediaan.
Perhitungan jumlah bahan baku tepung terigu dan tepung tapioka akan disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Divisi Noodle, PT ISM, Tbk. Tepung tapioka mempunyai berat 50 kg per zak, dan perusahaan telah memperhitungkan rendemen, sehingga berat per zak 49,85 kg. Sedangkan untuk tepung terigu, berat per zaknya 25 kg dan perusahaan juga telah memperhitungkan rendemennya sehingga berat per zak 24,55- 24,85 kg.
Penyusunan
Setelah bahan baku diterima oleh petugas penerimaan Departemen Gudang, selanjutnya dilakukan kegiatan pengeluaran bahan baku dari dalam truk atau kontainer. Kegiatan pengeluaran bahan baku untuk jenis tepung dilakukan dengan cara diangkat oleh kuli angkut. Setelah bahan baku diturunkan dari truk atau kontainer, bahan baku terlebih dahulu ditumpuk secara bersilang agar saling mengunci antar satu lapisan dengan lapisan lainnya di atas palet, sehingga bahan baku tidak terkontak langsung dengan lantai. Tinggi tumpukan maksimal tepung adalah 10 zak perpalet.
Bahan baku yang sudah disusun di atas palet akan dimasukan ke dalam gudang dengan menggunakan forklift. Kemudian bahan baku tersebut disimpan di dalam gudang dengan jarak simpan dari dinding 10-30 cm. Hal ini dilakukan agar bahan baku lebih mudah dalam pengeluaran, memudahkan pengontrolan dan pembersihan di ruang penyimpanan serta mencegah kontaminasi terhadap bahan baku. Kemudian, bahan baku tersebut diberi label sesuai tanggal kedatangan dan lokasi penempatannya. Pemberian label ini bertujuan untuk mengetahui umur bahan baku.
Pengeluaran
Pengeluaran bahan baku dilakukan apabila bagian produksi memerlukan bahan baku dalam proses produksi. Bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi, biasanya akan dikirimkan dari gudang sehari sebelumnya untuk menghindari kemacetan produksi akibat menunggu bahan baku dari gudang. Apabila ada bahan baku yang berlebih, maka bahan baku tersebut akan dikirim kembali ke gudang. Semua kegiatan pengeluaran ataupun pengembalian bahan baku dari bagian gudang dilakukan dengan bukti atau laporan tertulis mengenai berapa jumlah bahan baku yang keluar dari gudang dan berapa bahan baku yang dikembalikan ke gudang.
Bahan baku yang dikeluarkan mengikuti sistem First In First Out (FIFO) yaitu bahan baku yang pertama masuk ke gudang dikeluarkan lebih dahulu dari gudang untuk proses produksi. Hal ini berkaitan dengan sifat bahan baku yang mempunyai batas kadarluasa dan kerugian akibat penyimpanan yang terlalu lama. Bahan baku tepung terigu mempunyai batas penyimpanan di gudang bahan baku, yaitu satu bulan. Pada cuaca panas, penyimpanan melebihi satu bulan akan menimbulkan kutu pada tepung terigu.
Administrasi
Sistem pencatatan terhadap semua barang yang masuk atau keluar dari gudang dilakukan setiap hari dimana pengecekan barang oleh operator gudang akan dilaporkan kepada bagian administrasi gudang. Bagian administrasi mencatat seluruh laporan yang masuk ke dalam Daily Stock Report (Laporan Stok Harian).
Kontrol
Pengontrolan dilakukan terhadap keadaan bahan baku di tempat penyimpanan. Pengontrolan dilakukan setiap harinya pada pukul 09.00-10.00 WIB. Hal ini dilakukan untuk penelusuran apabila ada kesalahan dalam penanganan barang. Selain itu pengontrolan terhadap jumlah bahan bahan baku dilakukan dengan melihat Laporan Stok Harian. Hal ini dikarenakan besarnya jumlah bahan baku, sehingga tidak dilakukan perhitungan manual di lapangan. Perhitungan manual terhadap jumlah bahan baku hanya dilakukan pada saat bahan baku tersebut masuk dan keluar dari gudang.
Biaya-Biaya Persediaan Bahan Baku PT ISM, Tbk
Secara umum total biaya persediaan di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk terdiri dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan bahan. Biaya penyiapan tidak diperhitungkan, karena biaya tersebut timbul apabila perusahaan memproduksi bahan bakunya sendiri, sedangkan Divisi Noodle, PT ISM, Tbk tidak memproduksi sendiri bahan bakunya. Biaya pemesanan adalah biaya yang timbul akibat dari pembelian bahan baku.
Komponen biaya pemesanan tepung terigu dan tapioca meliputi biaya telepon (telepon dan faksimili) dan biaya administrasi. Biaya ini bersifat konstan sehingga tidak terpengaruh dengan jumlah bahan baku yang dipesan perusahaan. Biaya telepon dan faksimili diperlukan saat pemesanan barang dan untuk mengirimkan PO kepada pemasok. Sedangkan biaya administrasi pesan diperlukan untuk surat menyurat, prosedur pembuatan faktur, pengiriman order dan pencatatan pemesanan tepung terigu. Biaya pengiriman atau biaya clearance tidak dibebankan ke dalam biaya pemesanan, karena biaya-biaya ini ditanggung oleh pemasok. Komponen biaya pemesanan bahan baku tepung terigu dan tepung tapioka per pemesanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Biaya pemesanan bahan baku per pemesanan
Harga pembelian tepung terigu Cakra Kembar Rp 88.800 per zak, tepung terigu Segitiga Biru sebesar Rp 79.200 per zak, tepung terigu Segitiga Hijau sebesar Rp 66.300 per zak dan tepung tapioca sebesar Rp 222.000 per zak. Pemasok tidak membatasi jumlah pembelian karena selama ini pemasok mampu memenuhi kebutuhan perusahaan. Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul akibat dari bahan baku yang disimpan. Biaya penyimpanan terdiri dari biaya utilitas, biaya upah, equipment dan maintenance, serta biaya opportunity cost of capital (biaya modal).
Biaya utilitas merupakan biaya fasilitas penyimpanan seperti air dan listrik untuk pencahayaan, pemanas atau pendingin. Biaya upah merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperkerjakan karyawan dalam pengangkutan, pemeliharaan dan penjagaan bahan baku. Equipment dan maintenance adalah biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan dan pemeliharaan bahan baku tersebut di gudang, seperti pemeliharaan forklift, pemeliharaan ruang penyimpanan, pembersihan dan penyemprotan fungisida serta aktifitas lain yang mengeluarkan sejumlah dana bagi perusahaan.
Biaya modal atau disebut dengan opportunity cost of capital merupakan alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan. Biaya modal dihitung dari harga bahan baku dikalikan dengan suku bunga simpanan. Suku bunga simpanan berjangka rupiah menurut kelompok Bank Umum, pada tahun 2007 adalah sebesar 9,25% (www.bi.go.id, 2007). Besarnya biaya penyimpanan bahan baku per zak per tahun dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya penyimpanan bahan baku per zak per tahun (Rp/zak/tahun)
Simulasi yang digunakan pada sistem persediaan bahan baku di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk, adalah per hari, sehingga biaya penyimpanan bahan baku yang digunakan dalam simulasi adalah biaya harian. Sehingga biaya penyimpanan untuk setiap jenis bahan baku di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk per zak per hari dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Biaya penyimpanan bahan baku per zak per hari (Rupiah /zak/hari)
Biaya kekurangan bahan adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya kebutuhan pemakaian bahan baku. Biaya kekurangan bahan yang diperhitungkan adalah biaya pemesanan khusus dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya pemesanan khusus adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengadakan pemesanan khusus sejumlah bahan baku yang dibutuhkan. Biaya pemesanan khusus terdiri dari biaya pengiriman secara kilat dan biaya tambahan pengepakan. Biaya kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan adalah sejumlah keuntungan yang hilang, karena tidak ada produk yang diproduksi dan dijual kepada konsumen akibat tidak tersediaanya bahan baku yang dibutuhkan. Besarnya biaya kekurangan bahan per zak dapat dilihat pada Tabel. 5
Tabel 5. Biaya kekurangan bahan baku per zak (Rupiah/zak)
8. Manajemen Persediaan Bahan Baku PT ISM, Tbk
Biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya yang mencakup biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan bahan. Total biaya pemesanan per hari adalah biaya pemesanan per pesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan bahan baku per hari. Total biaya penyimpanan per hari adalah biaya penyimpanan bahan baku per zak per hari dikalikan dengan rataan jumlah persediaan bahan baku. Total biaya kekurangan bahan per hari adalah biaya kekurangan bahan baku per unit dikalikan jumlah rataan kekurangan bahan baku per hari.
Pada tahun 2006, Divisi Noodle, PT ISM, Tbk melakukan pemesanan dengan frekuensi yang berbeda untuk setiap jenis bahan baku. Untuk bahan baku tepung terigu, baik tepung terigu Cakra Kembar, Segitiga Biru maupun Segitiga hijau perusahaan memesan sebanyak 51 kali pemesanan selama satu tahun atau 0,16 kali pemesanan per hari. Sedangkan untuk bahan baku tepung tapioca perusahaan memesan sebanyak 13 kali pemesanan atau 0,04 kali pemesanan per hari. Jumlah unit bahan baku yang dipesan adalah bervariasi setiap kali pemesanan. Rataan jumlah persediaan bahan baku dan rataan jumlah kekurangan bahan per hari bervariasi untuk setiap jenis bahan baku. Frekuensi pemesanan per hari, rataan jumlah persediaan bahan baku dan rataan kekurangan bahan per hari dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Frekuensi pemesanan per hari, rataan jumlah persediaan bahan baku dan rataan kekurangan bahan per hari pada tahun 2006
Total biaya persediaan bahan baku di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk pada tahun 2006 adalah Rp 5.278.980 per hari atau Rp 1.647.041.622 per tahun. Biaya persediaan bahan baku terbesar selama tahun 2006 adalah biaya persediaan bahan baku jenis tepung terigu Cakra Kembar, yaitu Rp 3.745.432 per hari atau Rp. 1.168.574.784 per tahun. Sementara itu yang terendah adalah jenis bahan baku tepung tapioka Rp 132.789 per hari atau Rp 41.430.230 per tahun.
Besarnya biaya persediaan bahan baku tepung terigu Cakra Kembar dikarenakan jumlah persediaan rataan bahan baku tepung terigu Cakra Kembar cukup besar, yaitu 14.126 zak dan rataan kekurangan bahan yang juga besar, yaitu 92 per hari. Sedangkan rendahnya biaya persediaan bahan baku tepung tapioca dikarenakan jumlah persediaan rataan bahan baku tepung tapioca rendah yaitu 589 zak dan rataan kekurangan bahan yang rendah, yaitu 0,6 zak per hari. Total biaya persediaan bahan baku per hari untuk masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Total biaya persediaan bahan baku per hari (Rupiah / hari)
Berdasarkan total biaya persediaan bahan baku per hari, maka total biaya persediaan bahan baku yang telah dikeluarkan oleh perusahaan per tahun dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Total biaya persediaan bahan baku pada tahun 2006 (Rupiah / tahun)
D. KESIMPULAN
1. Bahan baku utama yang digunakan oleh Divisi Noodle, PT ISM, Tbk adalah tepung terigu dan tepung tapioka. Tepung terigu yang digunakan oleh Divisi Noodle, PT ISM, Tbk terdiri dari tiga jenis, yaitu strong flour (tepung keras cap Cakra Kembar), medium flour (tepung setengah keras cap Segitiga Biru) dan soft flour (tepung lunak cap Segitiga Hijau). Penentuan jumlah bahan baku yang dipesan didasarkan oleh perkiraan perusahaan terhadap jumlah penjualan produk mie instan pada masa mendatang dan rataan pemakaian bahan baku pada tiga periode sebelumnya. Sistem manajemen persediaan bahan baku di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menghasilkan total biaya persediaan untuk semua bahan baku Rp 1.647.041.822 per tahun
2. Biaya yang terdapat dalam manejemen persediaan Divisi Noodle, PT ISM, Tbk adalah biaya pemesanan , biaya administrasi, Biaya utilitas, Biaya upah, Biaya Maintenance dan Equipment, Biaya Modal, biaya penyimpanan, biaya pemesanan khusus, biaya kehilangan keuntungan
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2000. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Render, B dan J.Heizer. 2005. Manajemen Operasi (Terjemahan). Salemba Empat, Jakarta.
Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Handoko, T. H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Kusuma, H. 2004. Manajemen Produksi. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.
Pardede, P.M. 2002. Manajemen Operasi dan Produksi. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.
Rangkuti, F. 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. Erlangga, Jakarta.
Sumayang, L. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Salemba Empat, Jakarta.
Hill, T. 1994. Strategy Manufacturing : Manjemen Strategis dari Fungsi Manufacturing (Terjemahan). UI Press, Jakarta.
25