MAKALAH TENTANG TEORI HOFSTEDE
MATA KULIAH : TEORI AKUNTANSI Dosen : DR. Sekar Mayang Sari, Ak, MSi
Disusun oleh : Ade Trisyanto (123130002) (123130002) Adijono ( 123121001 ) Ririen Novia Agness Siswadi (123130036) Sunarwan (123130045)
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS TRISAKTI 2014
Page 1
BAB I PENDAHULUAN 1. DEFINISI
Dalam buku Culture and Organization, Hofstede mendifinisikan budaya (culture) sebagai keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial, yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain. Istilah the collective mental programming atau software of mind digunakan untuk menyebutkan keseluruhan pola dalam kajian budaya. Mental prorams atau budaya suatu kelompok terbentuk oleh lingkungan sosial, (seperti negara,
daerah, tempat kerja, sekolah dan rumah tangga) dan kejadian-kejadian yang dialami dalam kehidupan para anggota kelompok yang bersangkutan.
Kemudian proses terbentuknya pola fikir, perasaan dan perbuatan tersebut dianalogikan dengan proses penyusunan program dalam computer ( Heru Kurnianto). Dalam teori ini budaya dapat dikelompokkan ke dalam berbagai tingkatan antara lain: nasional, daerah, gender, generasi, kelas sosial, organisasional atau perusahaan.
2. DIMENSI BUDAYA a. Collectivism vs Individualism
Mayoritas orang di dunia yang tinggal dalam suatu komunitas yang memiliki minat pada kelompok melebihi secara individu disebut sebagai kelompok masyarakat collectivist . Sebagian besar lingkungan
collectivist , ‘keluarga’ di mana anak tumbuh berkembang terdiri dari
sejumlah orang yang hidup bersama seperti: kakek-nenek, paman, bibi, pembantu, atau anggota lainnya. Dalam antropologi budaya ini dikenal sebagai extended family . Ketika anak tumbuh berkembang mereka belajar untuk berpikir mereka sebagai bagian dari kelompok ‘kita’.
Minoritas orang di dunia hidup dalam masyarakat di mana minat-minat individu di atas minat kelompok, masyarakat itu disebut sebagai individualist . Di sini sebagian besar anak-anak dilahirkan dalam keluarga yang terdiri dari dua orang tua dan, kemungkinan dari keluarga dengan orangtua tunggal. Saudara-saudara lain hidup terpisah dan jarang bertemu. Keluarga jenis ini dikenal sebagai nuclear family (dari bahasa Latin yang berarti inti). Anak-anak dari keluarga seperti ini akan tumbuh dan d an kemudian berpikir bahwa mereka sebagai ‘aku’.
Page 2
Pertanyaan-pertanyaan survey di mana individualism index diperkenalkan termasuk ke dalam kumpulan 14 ‘work goals’. Pertama adalah individualism versus collectivism, dan yang kedua
dinamai masculinity versus feminimity (lihat D: Masculinity dan Feminimity ). Untuk individualism:
1. Personal time. Memiliki suatu pekerjaan yang memberikan anda waktu yang cukup untuk kehidupan personal atau keluarga. 2. Freedom. Memiliki kebebasan yang tinggi untuk menggunakan pendekatan anda sendiri dalam pekerjaan anda. 3. Challege. Memiliki tantangan pekerjaan yang dilakukan – bekerja di mana anda dapat mencapai prestasi yang berarti bagi pribadi. Untuk collectivism:
4. Training. Memiliki kesempatan training (untuk meningkatkan ketrampilan anda atau mempelajari ketrampilan baru) 5. Physical conditions. Memiliki kondisi kerja fisik yang baik (ventilasi dan penerangan yang baik, tempat kerja yang leluasa, dsb.). 6. Use of skills . Secara penuh menggunakan ketrampilan dan kemampuan anda dalam pekerjaan.
Banyak negara dengan skor tinggi untuk PDI memiliki skor rendah pada IDV dan sebaliknya. Dengan kata lain hubungan kedua dimensi tersebut cenderung berkorelasi
negatif.
Perbedaan individualism-collectivism dalam negara juga ditunjukkan atau ditentukan pula oleh kelas sosial, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Dalam mengukur perbedaan individualismcollectivism juga dapat dihubungkan dengan perbedaan-perbedaan di dalam keluarga, sekolah,
tempat kerja, propinsi dan ide-ide besar dalam negara.
b. Power distance Power distance adalah satu dari ‘dimensi’ budaya nasional yang merefleksikan jarak jawaban
yang ditemukan dalam beragam negara ke dalam pertanyaan mendasar tentang bagaimana mengelola fakta bahwa orang-orang dalam keadaan tidak seimbang. Skor-skor power distance dari 50 negara dan 3 wilayah kelompok negara dihitung dari jawaban karyawan IBM pada posisi pekerjaan yang sama dan survey yang sama. Seluruh pertanyaan terdapat kode tipe jawaban yang diwakili oleh skor angka: biasanya 1, 2, 3, 4 atau 5. Prosedur statistika dengan faktor
Page 3
analisis digunakan untuk meringkas survei pertanyaan ke dalam kelompok yang disebut faktor atau klaster. Suatu klaster tersusun dari pertanyaan yang terkait dengan power dan (in) equality . Dari pertanyaan ini, Hofstede menyeleksi tiga yang paling kuat terkait. Skor rata-rata
standar sampel karyawan-karyawan IBM dalam suatu negara pada tiga pertanyaan, suatu power distance index (PDI) untuk perhitungan negara. Tujuan formula PDI adalah: menjamin
bahwa tiap-tiap tiga pertanyaan menunjukkan bobot yang seimbang yang terdapat pada indeks akhir dan nilai indeks berjarak dari 0 untuk negara dengan power distance yang rendah sampai 100 untuk negara dengan power distance yang tinggi. Tiga pertanyaan survey yang digunakan untuk menyusun power distance index adalah: 1. Pertanyaan yang menunjukkan kekhawatiran atau ketakutan karyawan/ bawahan. 2. Pertanyaan yang menunjukkan perasaan karyawan terhadap lingkungan kerja terkait dengan gaya otokrasi atau paternalistik. 3. Pertanyaan yang menunjukkan dan mengekspresikan preferensi responden (karyawan).
Hasil analisis menunjukkan bahwa negara-negara Latin, seperti Amerika Latin, Perancis dan Spanyol juga negara-negara di Asia dan Afrika memiliki power distance yang tinggi. Sedangkan sebagian besar negara-negara barat, USA dan Inggris tergolong memiliki power distance yang rendah. Jika power distance yang dimiliki rendah berarti ketergantungan subordinat pada pimpinan terbatas, ada hubungan interdependensi anatara mereka dan jarak emosional antara mereka relatif rendah, dan sebaliknya. Perbedaan power distance dalam negara juga ditunjukkan atau ditentukan pula oleh kelas sosial, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Dalam mengukur perbedaan power distance juga dapat dihubungkan dengan perbedaan-perbedaan di dalam keluarga, sekolah, tempat kerja, propinsi dan ide -ide besar dalam negara.
c.
Masculinity and Feminity
Dalam suatu masyarakat terdiri atas laki-laki dan perempuan. Secara biologis mereka berbeda. Perbedaan biologis menggunakan terminologi male dan female, sedangkan perbedaan sosial dan secara budaya ditentukan oleh peran masculine dan feminine. Seorang laki-laki dapat berkelakuan feminim dan sebaliknya. Dimensi kedua ini secara erat berhubungan dengan item terkait berikut. Untuk masculine: 1. Earnings. Memiliki kesempatan untuk meraih pendapatan yang besar. 2. Recognition. Memperoleh pengakuan yang layak.
Page 4
3. Advancement . Memiliki kesempatan untuk maju ke tingkat pekerjaan yang le bih tinggi. 4. Challenge. Memiliki pekerjaan yang menantang untuk berprestasi. Sebaliknya untuk feminine: 5. Manager . Memiliki hubungan kerja yang baik dengan superior di atas anda. 6. Cooperation. Bekerja baik dengan orang lain 7. Living area. Hidup di lingkungan menarik bagi anda dan keluarga anda. 8. Employment security . Memiliki jaminan di mana anda dapat bekerja pada perusahaan anda sepanjang anda inginkan. Skor MAS dihitung dari 50 negara-negara dan 3 wilayah dalam data IBM. Skor 0 menunjukkan paling feminim dan skor 100 menunjukkan paling maskulin.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa maskulinitas tertinggi di Jepang (rank 1), selanjutnya beberapa negara di Eropa kontinental seperti: Austria, Italia, , Swi tzerland juga sejumlah negara di Amerika Latin seperti: Venezuela, Meksiko, dan negara-negara Anglo seperti: Irlandia, Jamaika. Perbedaan masculinity-feminity dalam negara juga ditunjukkan atau ditentukan pula oleh kelas sosial, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Dalam mengukur perbedaan masculinity feminity juga dapat hubungkan dengan perbedaan-perbedaan di dalam keluarga, sekolah,
tempat kerja, propinsi dan ide-ide besar dalam negara.
d. Uncertainty avoidance
Terminologi uncertainty avoidance telah dipinjam dari organisasi sosiologi Amerika khususnya dari karya James G.March. Cara untuk mengatasi ketidakpastian merupakan bagian dan bidang dari setiap manusia di negara manapun. Sebagai manusia kita harus berhadapan dengan fakta bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok; masa yang akan datang tidak pasti tetapi kita harus menghadapinya. Ketidakpastian yang ekstrim menciptakan kegelisahan yang tidak dapat ditolelir. Setiap lingkungan masyarakat telah berkembang cara untuk meredakan kegelisahan tersebut. Caracara tersebut dapat berasal dari bidang teknologi, hukum dan agama.
e. Confucian Dynamism
Hofstede dan Bond dalam Zaitul menambahkan dimensi budaya kelima yaitu Confucian Dynamism, yang kemudian dinamakan dengan orientasi jangka panjang. Hofstede (2001)
Page 5
mendefinisikan orientasi jangka panjang sebagai gambaran masa datang yang berorientasi pad a rewarddan punishment. Dimensi ini diciptakan ketika survey budaya cina dan mungkin mewakili perbedaan antara budaya barat dan timur.
sumber gambar: www.fig.net
3. Budaya organisasional dan Budaya Nasional
Berbicara mengenai ‘budaya’ suatu perusahaan atau organisasi telah menjadi suatu mode di antara para manajer, konsultan, dan dengan pehatian yang agak berbeda di antara para akademisi. Dalam terminologi akademis, “Budaya organisasional” merupakan suatu konstruk,
yang merupakan abstraksi dari fenomena yang dapat diamati dari banyak dimensi. Sehingga banyak ahli ilmu-ilmu sosial dan manajemen belum memiliki “communal opinio” mengenai definisi budaya organisasional. Meskipun demikian banyak para ahli sepakat pada karakteristik konstruk budaya organisasional.
Hofstede membagi budaya organisasional ke dalam
enam dimensi praktek: (1) Process-
Oriented vs. Results Oriented , (2) Employee-Oriented vs. Job-Oriented , (3) Parochial vs. Professional , (4) Open System vs. Closed System (5) Loose Control vs. Tight Control (6) Normative vs. Pragmatic.
Menurut Hofstede antara budaya nasional dan budaya organisasional sulit dibedakan dan merupakan fenomena yang identik. Perbedaan keduanya tercermin dalam manifestasi budaya
Page 6
ke dalam nilai-nilai dan praktek. Pada budaya organisasional, perbedaan banyak pada tingkat praktek dibandingkan perbedaan nilai-nilai. Perbedaan budaya organisasional selanjutnya dianalisis pada tingkat sub organisasi atau sub unit organisasi. 4. Contoh kasus: Mutasi GM dari AS ke Korea John Denver, seorang GM berasal dari Amerika Serikat, baru saja dipindahtugaskan ke Korea Selatan. Guna mempelajari perbedaan budaya kerja di Korea Selatan, John Denver dapat menggunakan hasil studi Hofstede yang membandingkan berbagai negara pada dimensi Power Distance, Uncertainty Avoidance dan Individualism. Kajian Hofstede yang secara ringkas membandingan Amerika Serikat dan Korea Selatan (dan Thailand) adalah sebagaimana terlihat pada Gambar di bawah. Dengan mengacu pada Hofstede Framework tersebut, maka dapat dilihat bahwa Korea Selatan (dan Thailand) relatif terhadap Amerika Serikat adalah: Lebih tidak dapat menerima ketidakpastian, Power distance tinggi dan Tingkat individualisme rendah.
Diolah dari sumber: Han, et. Al. (2006) International Business, 3rd Ed. Pp. 76-77 Gambar Hofstede Framework
Dengan demikian, sebagaimana disampaikan oleh Hofstede, seorang John Denver yang berasal dari Amerika Serikat, ketika ditugaskan di Korea Selatan haruslah dapat: 1. Memahami perilaku masyarakat/komunitas Korea Selatan yang menganggap beberapa orang lebih superior dibandingkan dengan yang lain karena status sosial, gender, ras, umur, pendidikan, kelahiran, pencapaian, latar belakang dan lainnya. 2. Menyesuaikan dengan budaya Korea Selatan yang cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan 3. Memahami bahwa kebanyakan orang Korea Selatan lebih suka menghindari risiko
Page 7
4. Memiliki kemampuan untuk mengikuti peraturan formal dan juga ritual yang berlaku di Korea Selatan 5. Memahami bahwa di Korea Selatan, kepercayaan hanyalah diberikan kepada keluarga dan teman yang terdekat. 6. Memahami bahwa masyarakat Korea Selatan menerima hubungan kekuasaan yang lebih autokratik dan patrenalistik. Bawahan mengenal kekuasaan orang lain melalui formalitas, misalnya posisi hierarki.
Page 8
BAB II PEMBAHASAN JURNAL JURNAL 1
TINJAUAN KRITIS TENTANG PENGARUH BUDAYA TERHADAP SISTEM AKUNTANSI Zaitul Fakultas Ekonomi Universias Bung Hatta
, Budaya merupakan faktor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistem akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu dinegara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Pengaruh budaya terhadap sistem akuntansi merupakan isu yang banyak dibicarakan oleh akademisi dan praktisi. Bahkan isunya menyangkut tentang apakah budaya mempengaruhi akuntansi atau sebaliknya. Banyak para ahli menawarkan kerangka teori hubungan budaya dan akuntansi seperti Gray dan Hofstede. Pengujian tentang kerangka teori ini pun sudah banyak di lakukan. Hasil pengujian menyimpulkan hasil yang beragam tapi secara keseluruhan kerangka teori Gray dan Hofstede masih relevan bahkan berguna dalam mendesain standar akuntansi internasional. Latar Belakang
Ada tiga aspek penting kajian tentang pengaruh budaya terhadap sistem akuntansi, diantaranya adalah : a. Pelaporan keuangan, b. Pertimbangan dan sikap auditor, dan c. Sistem pengendalian manajemen. Makalah ini hanya memfokuskan pada pengaruh budaya terhadap pelaporan keuangan. Mengacu pada model Hofstede's (1980) untuk pembentukan dan stabilisasi pola budaya, Gray (1988) mengembangkan kerengka untuk menjelaskan bagaimana budaya mempengaruhi sistem akuntansi nasional. Secara singkat, Gray (1988) menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya yang di amalkan secara bersama-sama di negara tertentu akan merubah budaya akuntansi yang seterusnya akan mempengaruhi sistem akuntansi negara yang bersangkutan. BUDAYA DAN AKUNTANSI
Budaya adalah nilai dan attitude yang digunakan dan di yakini oleh suatu masyarakat atau negara. Hofstede (1980; 1983) meneliti dimensi budaya di 39 negara. Dia mendefinisikan
Page 9
budaya sebagai “The collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group from another” (Hofstede 1983 ) dan membagi dimensi budaya menjadi 4
bagian :
Individualism (lawan dari collectivism). Individualism merefleksikan sejauh mana individu
mengharapkan kebebasan pribadi. Ini berlawanan dengan collectivism (kelompok) yang didefinisikan menerima tanggungjawab dari keluarga, kelompok masyarakat (suku dll).
Power distance. Didefinisikan sebagai jarak kekuasan antara boss dengan bawahan dalam
hirarki organisasi adalah berbeda antara sejauh mana boss dapat menentukan prilaku bawahan dan sebaliknya (Hofstede 1983).
Uncertainty avoidance. Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar
kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak ketidakpastian dengan teknologi, peraturan dan ritual.
Masculinity , (vs femininity ). Nilai Masculine menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian
yang nampak,sedangkan Feminine lebih pada preferensi pada kualitas hidup, hubungan persaudaraan, modis dan peduli pada yang lemah. Empat dimensi budaya diatas mengidenfikasi nilai dasar yang mencoba untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan budaya secara umum di seluruh dunia. Hofstede dan Bond (1988) menambahkan dimensi budaya kelima yaitu Confucian Dynamism, yang kemudian dinamakan dengan orientasi jangka panjang. Hofstede (2001) mendefinisikan orientasi jangka panjang sebagai gambaran masa datang yang berorientasi pada reward dan punishment. Dimensi ini diciptakan ketika survey budaya cina dan mungkin mewakili perbedaan antara budaya barat dan timur.
Gray (1988) mengidentifikasi empat budaya akuntansi yang bisa digunakan untuk endefinisikan sub-budaya akuntansi: Professionalism, Uniformity, Conservatism, and secrecy. Penjelasan mengenai nilai-nilai sub-budaya tersebut sebagai berikut;
Professionalism vs. Statutory Control adalah preferensi untuk melaksanakan pertimbangan profesional individu dan memelihara aturan-aturan yang dibuat sendiri untuk mengatur profesionalitas dan menolak patuh dengan perundangan-undangan dan kontrol dari pihak pemerintah.
Page 10
Uniformity vs. Flexibility – adalah suatu preferensi untuk memberlakukan praktik akuntansi yang seragam antara perusahaan dan penggunaan praktik tersebut secara konsisten dan menolak flexibelitas.
Conservatism vs. Optimism – adalah suatu preferensi untuk suatu pendekatan hati-hati dalam pengukuran dan juga sesuai dengan ketidakpastian masa yang akan datang. Dimensi menolak untuk konsep lebih optimis dan pendekatan yang penuh resiko.
Secrecy vs Transparency – adalah suatu preferensi untuk bersikap konfidensial dan membatasi disclosure informasi mengenai bisnis dan menolak untuk bersikap transfaran, terbuka, dan pendekatan pertanggungjawaban pada publik.
Hubungan antara dimensi budaya menurut Hofstede dan dimensi akuntansi menurut Gray dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;
Profesionalisme berhubungan erat dengan individualisme yang tinggi, sangat tergantung pada pertimbangan profesional dan menolak pengawasan hukum. Profesionalisme juga berhubungan dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah (menerima variasi pertimbangan profesional) dan masculiniti serta power distance yang kecil (butuh dana pensiun dan mutual fund lainnya).
Keseragaman dekat dengan tingkat menghindari ketidakpastian yang kuat dan individualisme yang rendah serta power distance yang tinggi.
Konservatisme berhubungan kuat dengan menghindari ketidak pastian yang kuat dan individualisme yang rendah dan maskulinitas yang tinggi.
Secrecy sangat dekat dengan menghindari ketidakpastian yang tinggi dan power distance yang besar serta individualisme dan maskulinitas yang rendah.
BUDAYA DAN DISCLOSURE
Lingkungan dimana perusahaan beroperasi akan berdampak terhadap pelaporan keuangan dan disclosure. Salah satu aspek lingkungan adalah budaya. Negara-negara yang mempunyai budaya menghindari ketidakpastian yang tinggi, di harapan akan lebih menyimpan informasi sehingga hubungan antara disclosure dan tingkat ketidakpastian negative.
Masyarakat yang bersifat individualistik dan lingkungan lebih kompetitif dan kurang menyimpan rahasia, sehingga mempengaruhi disclosure secara positif (Jaggi dan Low, 2000). Masyarakat yang Power distance yang tinggi akan mempunyai gambaran usaha dengan
Page 11
menggalakan penggunaan informasi secara ektensif (Zarzeski 1996) sehingga mempunyai hubungan negative dengan disclosure. Masyarakat dengan karakteristik maskuliniti cendrung melaporkan informasi (high disclosure).
BUDAYA
Hofstede - Individualism - Power distance - Uncertainty Avoidance - Masculinity Gray -
PELAPORAN KEUANGAN DISCLOSURE
Professionalism Uniformity vs Flexibility Conservatism vs Optimism Secrecy vs Transparency
Masyarakat yang bersifat individualistik cenderung kurang menyimpan rahasia, sehingga mempengaruhi disclosure secara positif, dalam arti banyak yang diungkapkan dalam laporan keuangan.
Masyarakat yang memiliki power distance yang tinggi akan menggunakan informasi secara ektensif sehingga mempunyai hubungan negative dengan disclosure.
Negara-negara yang mempunyai budaya menghindari ketidakpastian yang tinggi, di harapan akan lebih menyimpan informasi sehingga hubungan antara disclosure dan tingkat ketidakpastian negative.
Masyarakat dengan karakteristik masculinity cendrung melaporkan informasi (high disclosure).
Pengujian dalam jurnal ini dilakukan secara empiris
JURNAL 2
The Influence of Culture on Accounting Disclosures: The Case of the UAE (Uni Arab Emirates) By Yass Alkafaji Department of Accounting and Finance The American University of Sharjah, UAE Page 12
INTRODUCTION
Literatur tentang akuntansi internasional telah jelas menetapkan bahwa akuntansi dipengaruhi dan dibentuk oleh, variabel politik sosio - ekonomi (Nair & Frank 1980, Alkafaji 1988). Variabel-variabel tersebut meliputi tingkat pembangunan ekonomi, sumber modal, kompleksitas perusahaan bisnis, tingkat inflasi, hubungan politik , dan budaya. Dalam tulisan ini , penulis mengeksplorasi nilai-nilai budaya dari Uni Emirat Arab ( UEA ) dan dampaknya terhadap sistem akuntansi berkembang dan praktek dalam bangsa. Penulis menggunakan dua model menonjol sebagai kerangka kerja untuk analisis ini. Model yang digunakan adalah Dimensi Budaya Hofstede dan Nilai Akuntansi Gray. Pentingnya menerapkan nilai-nilai akuntansi Gray - yang diperpanjang dari dimensi budaya Hofstede adalah untuk menemukan pola bagaimana pelaporan keuangan suatu negara dikembangkan dan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti budaya (Gray, 1988).
TEORI NILAI-NILAI BUDAYA HOFSTEDE
Hofstede mendefinisikan budaya sebagai "pemrograman kolektif pikiran yang membedakan anggota satu kelompok manusia dari yang lain" (Hofstede, 1980, hal.25. Teori Hofstede diklasifikasikan berdasarkan empat indeks Power Distance Index (PDI), Individualisme (IDV), Penghindaran Ketidakpastian Index (UAI), dan Maskulinitas Index (MAS) (Hofstede, 1983). Di bawah ini adalah penjelasan singkat dari masing-masing indeks : Daya Jarak Index (PDI) berkaitan dengan distribusi kekuasaan di antara anggota yang lebih dan kurang kuat dari suatu organisasi atau masyarakat. Hal ini juga berkaitan dengan ketidaksetaraan di antara anggotanya. Artinya, semakin tinggi skor pada PDI, semakin tinggi tingkat ketimpangan ada yang dirasakan oleh anggota yang kurang kuat dari organisasi atau masyarakat. Indeks Individualisme (IDV) terdiri dari dua berlawanan : individualisme vs kolektivisme. Individualisme mengacu pada masyarakat di mana orang-orang berkonsentrasi pada diri mereka sebagai individu atau keluarga mereka sendiri. Hal ini bertentangan dengan kolektivisme di mana masyarakat memiliki ikatan abadi yang kuat yang melampaui individu dan keluarga dekat mereka. Skor IDV tinggi menunjukkan masyarakat yang lebih individualistis. Penghindaran
Ketidakpastian
Index
(UAI)
mengukur
bagaimana
masyarakat
berhubungan dengan ketidakpastian dan ambiguitas, dan bagaimana budaya berperan ketika
Page 13
anggotanya berada dalam situasi baru dan tidak dikenal. Skor UAI tinggi menunjukkan masyarakat dimana anggotanya lebih nyaman dengan ketidakpastian. Maskulinitas Index ( MAS ) mengacu pada kecenderungan masyarakat untuk mengambil sifat-sifat yang dianggap lebih maskulin seperti ketegasan, kinerja dan persaingan, karena bertentangan dengan ciri-ciri lebih feminin, seperti layanan dan solidaritas. Dalam pekerjaan kami, namun, kami tidak mempertimbangkan hal ini sebagai faktor utama karena skor UEA bukanlah substansial tinggi atau rendah.
SISTEM AKUNTANSI DAN NILAI AKUNTANSI MENURUT GRAY
Berdasarkan nilai budaya Hofstede, Gray membuat hubungan antara nilai-nilai sosial dan sistem sosial. Gray menyatakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki konsekuensi kelembagaan dalam bentuk sistem hukum, sistem politik, sifat pasar modal, pola kepemilikan perusahaan dan sebagainya (1988, p. 5). Dalam banyak cara yang sama, nilai-nilai akuntansi dari satu negara memiliki konsekuensi yang besar terhadap sistem akuntansi negara. Gray kemudian mengidentifikasi empat sistem akuntansi dasar yang dipengaruhi oleh empat nilai akuntansi yang berbeda : Accounting System
Accounting Values
Authority
Professionalism vs Statutory Control Nilai-nilai ini mengindikasi apakah budaya akuntansi dalam suatu bangsa termasuk Profesionalisme (berdasarkan penilaian professional atau persepsi professional organisasi). Sebaliknya, Statutory Control adalah keadaan di mana hukum atau peraturan pemerintah menjadi yang paling utama.
Enforcement
Uniformity vs Flexibility Nilai ini mengacu pada budaya akuntansi yang cenderung seragam dan praktek yang konsisten di perusahaan-perusahaan, dan konsisten dari waktu ke waktu. Sebaliknya,
fleksibilitas
lebih
membebaskan
individu
atau
perusahaan dalam menghadapi berbagai situasi. Measurement
Conservatism vs Optimism Mengacu pada bagaimana melihat masa depan dan kejadian yang
Page 14
tidak pasti. Nilai ini berkaitan dengan budaya pendekatan yang mengutamakan kehati-hatian dan optimistis (pengambil resiko). Disclosure
Secrecy vs Transparency Dalam menyajikan laporan keuangan, nilai ini berkaitan dengan budaya yang bersifat rahasia dan pembatasan, berbanding terbalik dengan pendekatan akuntansi transparansi dan publikasi.
Kerangka Pemikiran :
Hofstede’s Culture : Power Distance
Individualism Uncertainty Avoidance
Gray’s Accounting Value : Professionalism vs Statutory Control
Masculinity
Uniformity vs Flexibility Conservatism Optimism
vs
Gray’s Accounting System : Authority
Enforcement
Measurement
Disclosure
Secrecy vs Transparency
Contoh :
Tingkat Power Distance yang tinggi dikombinasiakn dengan individualisme yang rendah serta tingkat menghindari ketidakpastian yang tinggi menurut Gray, mencerminkan
Low
Professionalism. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai akuntansi di UAE adalah Statutory
Control, dan sistem akuntansi berdasarkan nilai akuntansi Statutory Control adalah Authority.
Page 15
JURNAL 3 Praktek akuntansi dalam budaya kapitalisisme Ringkasan :
Merupakan teori akuntansi positif; dikembangkan dari hasil riset
Metodologi penelitian ; -
Merupakan data empiris; disarikan dari hasil pengamatan dan ditarik kesimpulan (budaya berpengaruh terhadap informasi akuntansi/sebaliknya dan akuntansi tidak terlepas dari nilai dan dipengaruhi oleh budaya setempat.
-
Bersifat kelompok karena berhubungan dengan budaya satu Negara (kapitalis)
Hubungan praktek akuntansi kapitalisme dengan budaya hofstede Budaya Hofstede terdiri dari : a. Individualism (lawan dari collectivism). Individualism merefleksikan sejauh mana individu mengharapkan kebebasan pribadi. Ini
berlawan dengan collectivism (kelompok) yang didefinisikan menerima tanggungjawab dari keluarga, kelompok masyarakat, suku dan lainnya. b. Power distance. Didefinisikan sebagai jarak kekuasan antara atasan dan bawahan dalam hirarki organisasi adalah berbeda antara sejauh mana atasan dapat menentukan perilaku bawahan dan sebalikany (Hofstede 1983) c. Uncertainty avoidance. Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak ketidakpastian dengan teknologi, peraturan dan ritual. Sedangkan masyarakat dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah akan lebih santai sehingga praktik lebih tergantung prinsip dan penyimpangan akan lebih bisa ditoleransi.
d. Masculinity vs femininity . Nilai masculine menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian yang nampak, sedangkan feminine lebih pada preferensi pada kualitas hidup, hubungan persauda raan, modis dan
peduli pada yang lemah.
Page 16
Empat dimensi budaya diatas mengidenfikasi nilai dasar yang mencoba untuk menjelaskan persamaan
dan
perbedaan
budaya
secara
umum
di
seluruh
dunia.
Hofstede dan Bond (1988) menambahkan dimensi budaya kelima yaitu Confucian Dynamism, yang kemudian dinamakan dengan orientasi jangka panjang. Hofstede (2001)
mendefinisikan jangka panjang sebagai gambaran masa datang yang berorientasi pada reward dan punishment . Dimensi ini dicipta kan ketika survey budaya cina dan mungkin
mewakili perbedaan antara budaya barat dan timur.
Karakteristik sistem kapitalisme Bila dikaitkan dengan sistem ekonomi, penggunaan sistem kapitalisme setidaknya akan memunculkan lima
karakteristik pokok. Lima
menurut Pratama Rahardja (2001) diantaranya
karakteristik pokok
tersebut
:
a) Hak kepemilikan; sebagian besar kepemilikan individu/swasta b) Profit/keuntungan; tujuan utama untuk mencapai kemakmuran bagi pemilik modal c) Konsumerisme; mengejar kepuasan sebesar-besarnya d) Kompetisi; dituntut efisiensi agar dapat berkompetisi dengan lainnya e) Harga; identik dengan kelangkaan
Kaitan dengan budaya Hofstede dan kapitalisme
Collectivism versus Individualism
Budaya timur tengah ternyata lebih bersifat kolektif dibandingkan dengan budaya Amerika Serikat yang cenderung individual. Di negara-negara timur tengah seperti
Arab Saudi, Kuwait dan Suriah cenderung melakukan konsensus secara kolektif dalam pengambilan keputusan, landasan berpikir yang diambil didapat dari Al Quran, Hadits, prakteknya dalam akuntansi negara-negara timur tengah ini akan dipengaruhi
oleh intervensi pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi
dalam pemerintahan dalam penyusunan sistem akuntansi.
Hal ini berlaku sebaliknya di mana kapitalisme dengan kedudukan yang tinggi bagi seorang kapitalis akhirnya membentuk akuntansi yang memihak kepentingan kapitalis, bahkan praktisi akuntansi ikut terpengaruh dengan memanipulasi angka-angka laba untuk memuaskan kepentingan kapitalis.
Page 17
Power distance Power
distance masyarakat
dengan
masyarakat Israel
Timur Tengah (Arab) lebih tinggi
dibandingkan
dan Amerika Serikat. Dalam masyarakat yang
kesenjangan kekuasaannya tinggi bentuk: pemerintahannya cenderung sentralitas, hal ini berpengaruh terhadap praktek akuntansi di negara tersebut dimana bila dikaitkan dengan pajak
dan income differentials. Negara-negara yang
memiliki
income differentials yang besar dikombinasikan dengan sistem pajak yang tidak
adil, kesenjangan kekuasaannya cenderung besar. Dengan pemerintahan yang cenderung sentralistis maka
sistem akuntansi yang berlaku akan dipengaruhi
oleh intervensi pemer inta h.
Uncertainty avoidance Negara-negara Timur Tengah cenderung memiliki tingkat kepastian yang tinggi,
karena mereka berpe gag teguh pada keyakinan yang mereka anut. Agama adalah nilai budaya terpenting di Timur Tengah, dengan mayoritasnya penganut agama Islam maka Al Qur'an dijadikan panduan dalam menciptakan aturan tentang hubungan
manusia
dengan
Pencipta,
juga
mencakup
aturan
tentang
hubungan manusia dengan Pencipta seperti etika, kejujuran, kepailitan, negosiasi bisnis, kontrak, akuntabilitas dan lainnya. Kapitalis lebih cenderung egois dalam konsep akuntansi dan menempatkan konsep entity theory (perusahaan eksis jika mampu menciptakan laba). Manipulasi laba, pajak dapat ditemui seperti di kasus Enron, untuk Indonesia seperti kasus Lippo dan Asian Agri.
Masculinity versus Femininity Feminitas lebih kekeluargaan, keserdehanaan, peduli pada yang lemah dan kesetaraan hidup dengan pelestarian lingkungan. Dalam prakteknya kapitalis cenderung maskulin, dengan mengeploitasi sumberdaya untuk kepentingan pemegang saham.
JURNAL 4 Page 18
The Influence Of Dysfunctional Behavior And Individual Culture On Audit Quality Perilaku disfungsional dan budaya organisasi mempengaruhi kualitas audit. Secara parsial, perilaku disfungsional memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas audit. Penurunan kualitas audit karena auditor tidak penelitian standar akuntansi keuangan, menetapkan tingkat materialitas lebih rendah dari yang seharusnya, tidak meninjau lebih intensif dari dokumen klien, menghapus sebagian besar waktu audit telah dihabiskan dalam proses audit dan menghapus perbedaan antara waktu aktual serta audit anggaran waktu. Padahal, budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. The meningkatkan kualitas audit karena auditor tidak merasa stres ketika mereka memiliki proses audit, kurang kerja dan persaingan di antara mereka.
Research model :
Obyek dan ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis pengaruh perilaku disfungsional dan budaya organisasi terhadap kualitas audit. Jenis penelitian ini adalah verifikasi deskriptif karena menggambarkan variabel penelitian dan mengamati hubungan variabel dari hipotesis yang telah dibuat secara sistematis oleh uji statistik Sugiyono. Sementara itu, berdasarkan metode yang digunakan , penelitian yang dilakukan oleh penulis termasuk dalam metode penelitian survei . Menurut Kerlinger ( 1973) dalam Sugiyono penelitian survei adalah penelitian yang
dilakukan pada populasi besar maupun kecil , tetapi data dari sampel yang diambil dari populasi , sehingga ditemukan kejadian relatif , distribusi , dan hubungan antara sosiologis dan variabel psikologis . Konsep perilaku disfungsional didasarkan pada pendapat Griffin et al dalam Ghozali dan Setiawan : 2006 yang mendefinisikan disfungsional
Page 19
perilaku sebagai perilaku dimotivasi oleh seorang atau sekelompok karyawan yang memiliki konsekuensi negatif bagi individu dalam organisasi , kelompok , dan / atau organisasi itu sendiri
Selanjutnya konsep perilaku disfungsional mengoperasionalkan variabel ( X1 ) dengan dimensi sebagai berikut : a) Prematur Sign - Off , indikator yang digunakan adalah : - Kelengkapan penyelesaian pekerjaan - Pemutusan pada prosedur audit yang diperlukan - Ketidakpedulian prosedur audit b ) Pengurangan pelaporan Of Time , indikator yang digunakan adalah : - Pemantauan jam waktu aktual - Anggaran waktu audit Pelaporan
Sedangkan untuk konsep budaya organisasi didasarkan pada konsep yang didefinisikan oleh Hofstede (1991 : 4 ) sebagai program mental pola pikir , perasaan dan tindakan atau disebut sebagai " perangkat lunak dari pikiran " Chairuman Armia konsep budaya organisasi mengoperasionalkan variabel ( X2 ) dengan dimensi sebagai berikut : a) jarak Power, indikator yang digunakan adalah : 1 . Luasnya geografis ( yang lebih luas itu , tingkat jarak kekuasaan rendah menjadi ) 2 . Jumlah penduduk yang besar (yang lebih besar itu , tingkat daya yang lebih tinggi menjadi jarak ) 3 .Prosperity ( lebih makmur itu , semakin rendah tingkat jarak kekuasaan menjadi ) Tinggi tingkat kemakmuran diwakili oleh langkah-langkah : kurangnya pertanian tradisional , teknologi yang lebih modern, kehidupan yang lebih urban , mobilitas yang lebih sosial , sistem pendidikan yang lebih baik , dan lebih mid - masyarakat tingkat . b ) Ketidakpastian penghindaran , indikator yang digunakan adalah : 1 . Orientasi aturan , 2 . Pekerja Stabilitas , 3 . Stres .
c ) Individualisme vs Kolektivisme , indikator yang digunakan adalah : 1 . tingkat pendidikan
Page 20
2 . sejarah organisasi 3 . Ukuran organisasi 4 . Teknologi yang digunakan dalam organisasi , dan 5 . Subkultur diadopsi oleh organisasi yang bersangkutan .
d ) Maskulinitas dan Feminitas , indikator yang digunakan adalah : 1 . lebih ambisius 2 . Cinta untuk bersaing 3 . Berani menyatakan pendapat mereka , dan 4 . Meminjamkan mencoba untuk mencapai kesuksesan materi 5 . Lebih memperhatikan kualitas hidup
Konsep kualitas audit didasarkan pada Sawyers pendapat, [ 12 ] peningkatan kualitas audit oleh auditor dapat diukur dari kinerja didukung tujuan audit dan dapat dilihat dalam audit selesai di bawah anggaran waktu , menghasilkan temuan yang berguna dan rekomendasi , dan meningkatnya a jumlah pekerjaan audit permintaan Sawyer [ 12 ] . Selain itu , konsep kualitas audit dioperasionalisasikan dalam ( Y ) , dengan indikator : 1 . Temuan dan rekomendasi 2 . Pencapaian Tujuan Audit
KESIMPULAN Perilaku disfungsional mempengaruhi kualitas audit. Peningkatan perilaku disfungsional akan menurun kualitas audit. Penurunan ini disebabkan auditor tidak belajar dari standar akuntansi keuangan, menetapkan tingkat materialitas lebih rendah dari yang seharusnya dan tidak meninjau dokumen klien serius, menghapus sebagian besar audit waktu yang dihabiskan dalam proses dan menghapus perbedaan antara anggaran waktu Audit dengan waktu yang sebenarnya. Budaya individu mempengaruhi kualitas audit. Budaya individu yang kuat akan meningkatkan kualitas audit. The meningkatkan adalah karena itors aud tidak merasa stres saat proses audit, bekerja kurang dan ada persaingan di antara mereka. Perilaku disfungsional dan budaya indivdual secara simultan mempengaruhi kualitas audit.
Page 21
JURNAL 5 Towards an Understanding of Cultural Influence on the International Practice of Accounting Nigel Finch Macquarie University
Masalah pengaruh budaya dalam menjelaskan perilaku dalam sistem sosial telah diakui selama beberapa waktu, namun, dampaknya terhadap akuntansi sebagai sistem sosial adalah bidang studi yang lebih baru. Makalah ini membahas teori pengaruh budaya pada praktek internasional akuntansi dan kritik metodologi penelitian kontemporer yang digunakan untuk menguji teori ini .
Makalah ini menggunakan pendekatan empiris
dikembangkan dari hasil riset peneliti
sebelumnya
Merupakan penelitian pribadi
DASAR TEORI Gray (1988) mengidentifikasi empat budaya akuntansi yang bisa digunakan untuk mendefinisikan sub-budaya akuntansi: Professionalism, Uniformity, Conservatism, and secrecy. Penjelasan mengenai nilai-nilai sub-budaya tersebut sebagai berikut;
Kemudian Gray (1988) memperluas Model Hofstede dengan memetakan nilai-nilai dan sistem dan link mereka akuntansi untuk nilai-nilai sosial dan norma-norma kelembagaan. Gray berpendapat bahwa sistem nilai akuntansi terkait dengan dan berasal dari nilai-nilai sosial yang unik di setiap negara.
Pada dasarnya, nilai-nilai akuntansi, pada gilirannya, mempengaruhi sistem akuntansi, oleh karena faktor budaya secara langsung mempengaruhi perkembangan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pada tingkat negara (Doupnik & Tsakumis, 2004).
Ringkasan beberapa literatur tes empiris dari hofstede-gray framework berikut ini mencoba untuk mengembangkan atau memperbaiki kerangka Hofstede - Gray dan pemahaman terhadap pengaruh budaya pada akuntansi. :
Page 22
Author
Eddie (1990) Gray and Vint (1995) Salter and Niswander (1995)
Sudarwan and Fogarty (1996)
Zarzeski (1996)
Wingate (1997)
Jaggi and Low (2000)
Hope (2003)
Findings
Examined 13 Asian-Pacific countries and found evidence that supported all four of Gray’s hypotheses. Studied 27 countries and found correlations that supported Gray’s hypotheses with respect to Secrecy. Examined 29 countries and found significant positive associations between: uncertainty avoidance (UA) and Professionalism; Uniformity and UA; Secrecy and UA. Found significant negative associations between Uniformity and Masculinity; Secrecy and Individualism. Studied a single country – Indonesia and found significant positive associations between Power Distance and Conservatism; Power Distance and Uniformity; UA and Uniformity; UA and Conservatism. Individualism and Professionalism; Individualism and Conservatism. Found significant negative associations between UA a nd Secrecy; Secrecy and Individualism. Examined seven countries and found evidence that secretiveness, individualism, masculinity and UA do influence companies’ disclosure practices. Looked at 39 countries and found no significant relationship between Power Distance and financial disclosure, contrary to Gray’s hypothesis. Examined three common law and three code law countries and found no significant relationship between culture, accounting disclosure and the legal system for the common law countries; For the code law countries, all cultural variables were found to be significant. Examined 39 countries over three-year period and found no significant results between culture and financial disclosure.
Page 23
BAB III KESIMPULAN
Budaya merupakan faktor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistem akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu dinegara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Pengaruh budaya terhadap sistem akuntansi merupakan isu yang banyak dibicarakan oleh akademisi dan praktisi. Bahkan isunya menyangkut tentang apakah budaya mempengaruhi akuntansi atau sebaliknya. Banyak para ahli menawarkan kerangka teori hubungan budaya dan akuntansi seperti Gray dan Hofstede. Pengujian tentang kerangka teori ini pun sudah banyak di lakukan. Hasil pengujian menyimpulkan hasil yang beragam tapi secara keseluruhan kerangka teori Gray dan Hofstede masih relevan bahkan berguna dalam mendesain standar akuntansi internasional.
Pada dasarnya, nilai-nilai akuntansi, pada gilirannya, mempengaruhi sistem akuntansi, oleh karena faktor budaya secara langsung mempengaruhi perkembangan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pada tingkat negara.
Page 24
DAFTAR PUSTAKA
Alkafaji,Yass. 2012 .The Influence of Culture on Accounting Disclosures: The Case of the UAE. Social science research network. Finch, Nigel. Towards an Understanding of Cultural Influence on the International Practice of Accounting. Journal of International Business and Cultural Studies.
http://teorionline.wordpress.com/2012/02/23/kajian-budaya-organisasi-dari-hofstede/ http://www.fig.net/council/enemark_papers/Athens.Enemark.march.2007.pdf Kustinah, Siti. 2013. T he Influence Of Dysfunctional Behavior And Individual Culture On Audit Quality . International Journal Of Scientific & Technology Research. Volume 2, Issue 5 Tjahjono, Heru Kurnianto. Tanpa tahun. Cultures And Organizations (Geert Hofstede): Kajian Buku Triantoro, Arvian. 2008. Praktek Akuntansi Dalam Budaya Kapitalisme . Fokus Ekonomi Vol.3 No.1 :60 - 76
Page 25