PENJUALAN ANGSURAN
KELOMPOK 6
DISUSUN OLEH :
Geulis Rachmawati P (16.0102.0076)
Srimaya Indah S (16.0102.0087)
Susmita Zaen (16.0102.0096)
Nur Muhammad Ikhsan (16.0102.0120)
Dika Merlina (16.0102.0125)
PENJUALAN ANGSURAN
Penjualan angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana pembayarannya dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
Pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli, penjual menerima pembayaran pertama sebagian dari harga penjualan (down payment).
Sisanya dibayar dalam beberapa kali angsuran.
Beberapa bentuk perjanjian (kontrak) penjualan angsuran yaitu sebagai berikut:
Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales contract), dimana barang telah diserahkan tetapi hak atas barang masih berada ditangan penjual sampai seluruhnya pembayaran sudah lunas.
Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama telah dilakukan, hak milih diserahkan kepada pembeli tetapi dengan menggadaikan/menghipotikkan untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kepada penjual.
Hak milik atas barang sementara diserahkan kepada suatu badan "trust" (trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah lunas, trustee menyerahkan ha k atas barang ke pembeli.
Beli sewa (lease-purchase) dimana barang yang telah diserahkan ke pembeli. Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dilunasi, setelah itu hak milik berpindah ke pembeli.
Untuk menghindari kemungkinan kerugian, faktor yang diperhatikan oleh penjual yaitu:
Besarnya pembayaran pertama (down payment) harus cukup menutup semua kemungkinan penurunan harga barang dari semula barang baru menjadi bekas.
Jangka waktu pembayaran diantara angsuran satu dengan yang lain hendaknya tidak terlalu lama, atau tidak lebih dari 1 bulan.
Besarnya angsuran periodic harus diperhitungkan cukup menutup kemungkinan penurunan nilai barang yang ada selama jangka pembayaran yang satu dengan pembayaran berikutnya.
Pengakuan Laba Kotor dalam Penjualan Angsuran
Yaitu dengan dua cara:
Laba kotor diakui untuk periode di mana penjualan dilakukan
Laba kotor dapat dihubungkan dengan periode di mana realisasi pembayaran telah terjadi sesuai dengan perjanjian
Laba Kotor Diakui untuk Periode Terjadinya Transaksi Penjualan
Transaksi penjualan angsuran diperlakukan seperti halnya transaksi penjualan kredit. Laba kotor yang terjadi diakui pada saat penyerahan barang dengan ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan kepada pelanggan.
Pengakuan Laba Kotor Dihubungkan dengan Periode-periode Terjadinya Realisasi Penerimaan Kas
Laba kotor yang terjadi diakui sesuai dengan jumlah uang kas dari penjualan angsuran yang direalisasikan dalam periode-periode yang bersangkutan. Dalam hal ini ada beberapa prosedur yang dapat menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada perjanjian penjualan angsuran :
Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai pengembalian harga pokok (cost) dari barang-barang yang dijual, setelah seluruh harga pokok (cost) kembali, maka permintaan selanjutnya baru dicatat sebagai keuntungan.
Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai realisasi keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kontrak penjualan, sesudah seluruh keuntungan yang ada terpenuhi, maka penerimaan-penerimaan selanjutnya dicatat sebagai pengumpulan kembali/pengembalian harga pokok (cost).
Setiap penerimaan pembayaran yang sesuai dengan perjanjian dicatat baik sebagai pengembalian harga pokok (cost) maupun sebagai realisasi keuntungan di dalam perbandingan yang sesuai dengan posisi harga pokok dan keuntungan yang terjadi pada saat perjanjian penjualan angsuran ditanda tangani.
Metode-metode tersebut memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan proporsional dengan tingkat penerimaan pembayaran angsuran.
Penjualan Angsuran untuk Barang-barang Tak Bergerak
Perbedaan antara harga penjualan dengan harga pokoknya dicatat sebagai "Laba Kotor yang Belum Direalisasi". Diakui dengan memindahkan sebagian saldo rekening "Laba Kotor yang Belum Direalisasi" ke dalam rekening "Realisasi Laba Kotor".
Contoh 1:
PT SENTANA bergerak dalam bidang jual beli harta tak bergerak, menjual rumah kepada Tn. Hartono seharga Rp 2.500.000, harga pokoknya Rp 1.500.000. Pembayaran pertama(down payment) sebesar Rp 500.000. PT SENTANA dan Tn. Hartono sepakat menghipotikkan rumah tersebut dari Tn. Hartono kepada PT SENTANA sebesar Rp 2.000.000. Akte hipotik ditanda-tangani pada 1 September 1980 dibayar dalam jangka 5 tahun, pembayaran tiap ½ tahun @Rp 200.000 dengan bunga hipotik 12% setahun. Biaya lain untuk menyelesaikan akte sejumlah Rp 50.000. Jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi yaitu:
Transaksi
Jurnal
Laba diakui pada periode penjualan
Laba diakui secara proporsional dengan jumlah penerimaan angsuran
1 September 1980 :
Dijual sebuah rumah dengan harga Rp 2.500.000,00 harga pokok rumah sebesar Rp 1.500.000,00
Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00
Rumah 1.500.000,00
Laba penjualan 1.000.000,00
Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00
Rumah 1.500.000,00
Laba kotor yang belum
direalisasi 1.000.000,00
Penerimaan pembayaran pertama (down payment) sebesar Rp 500.000,00 dan Hipotik U/K untuk saldo yang belum dibayar sebesar Rp 2.000.000,00
Kas 500.000,00
Hipotik U/K 2.000.000,00
Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00
Kas 500.000,00
Hipotik U/K 2.000.000,00
Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00
Pembayaran biaya-biaya, komisi dan pengurusan akte hipotik dan lain-lain Rp 50.000,00
Ongkos penjualan 50.000,00
Kas 50.000,00
Ongkos penjualan 50.000,00
Kas 50.000,00
31 Desember 1980 :
a) Bunga yang masih harus diterima atas Hipotik-UK. 12% untuk jangka waktu 4 bulan = (4/12 x 12% x Rp 2.000.000,00 = Rp 80.000,00)
b) Laba kotor yang direalisasi adalah sebagai berikut : laba kotor = 40% atau 1.000.000/2.500.000 x 100%.
Penerimaan kas tahun 1980, sebesar : Rp 500.000,00 (down payment). Jadi laba kotor yang direalisasi 40% x 500.000,00 = Rp 200.000,00
Bunga hipotik yang akan
diterima 80.000,00
Pendapatan bunga 80.000,00
Bunga hipotik yang akan
diterima 80.000,00
Pendapatan bunga 80.000,00
Laba kotor yang belum
direalisasi 200.000,00
Realisasi laba kotor 200.000,00
Menutup rekening nominal ke Rugi Laba
Laba penjualan rumah 1.000.000,00
Pendapatan bunga 80.000,00
Ongkos penjualan 50.000,00
Rugi-laba 1.030.000,00
Realisasi laba kotor 200.000,00
Pendapatan bunga 80.000,00
Ongkos penjualan 50.000,00
Rugi-laba 230.000,00
1 Januari 1981 :
Reversal entries untuk bunga yang akan diterima pada akhir 1980.
Pendapatan bunga 80.000,00
Bunga hipotik yang
akan diterima 80.000,00
Pendapatan bunga 80.000,00
Bunga hipotik yang
akan diterima 80.000,00
1 Maret 1981 :
Diterima pembayaran angsuran hipotik sebesar Rp 200.000,00 dan bunga hipotik sebesar Rp 120.000,00
Kas 320.000,00
Hipotik U/K 200.000,00
Pendapatan bunga 120.000,00
Kas 320.000,00
Hipotik U/K 200.000,00
Pendapatan bunga 120.000,00
1 September 1981 :
Diterima pembayaran angsuran hipotik Rp 200.000,00 dan bunga dari pokok hipotik Rp 1.800.000,00 @12% untuk jangka waktu 6 bulan = Rp 108.000,00.
Kas 308.000,00
Hipotik U/K 200.000,00
Pendapatan bunga 108.000,00
Kas 308.000,00
Hipotik U/K 200.000,00
Pendapatan bunga 108.000,00
31 Desember 1981 :
Adjustment bunga hipotik dari pokok Rp 1.600.000,00 @12% untuk jangka waktu 4 bulan = Rp 64.000,00.
Bunga hipotik yang akan
diterima 64.000,00
Pendapatan bunga 64.000,00
Bunga hipotik yang akan
diterima 64.000,00
Pendapatan bunga 64.000,00
Laba kotor yang direalisasi 40% dan pembayaran angsuran yang diterima tahun 1981 sebesar Rp 400.000,00 atau Rp 160.000,00
Laba kotor yang belum
direalisasi 160.000,00
Realisasi laba kotor 160.000,00
Menutup rekening nominal ke rugi-laba
Pendapatan bunga 212.000,00
Rugi-laba 212.000,00
Pendapatan bunga 212.000,00
Realisasi laba kotor 160.000,00
Rugi-laba 372.000,00
Apabila pembayaran angsuran hipotik dari Tn Hartono dapat diterima sesuai dengan perjanjian yang ada, maka kedua metode pengakuan laba kotor atas transaksi penjualan angsuran tidak berakibat perbedaan jumlah "Pendapatan Bunga" yang diperoleh dalam setiap tahun bukunya. Akan tetapi laba (rugi) bersih yang diakui pada setiap tahun buku diantara kedua metode itu akan tetap berbeda.
Apabila laba diakui dalam periode dimana penjualan itu terjadi, maka atas transaksi penjualan rumah itu PT Sentana akan melaporkan labanya sebesar Rp 950.000,00 (Rp 1.000.000,00 – Rp 500.000,00) dalam tahun buku 1980 dan oleh karenanya tidak ada pengakuan laba untuk 5 tahun kemudian saat berakhirnya transaksi tersebut. Di lain pihak menurut metode angsuran laba penjualan rumah sebesar Rp 950.000,00 akan dianggap direalisasikan sebesar Rp 150.000,00 (Rp 200.000,00 – Rp 50.000,00) pada tahun 1980 dan Rp 800.000,00 sisanya akan diakui dalam masa 5 tahun kemudian sesuai dengan jangka waktu penyelesaian transaksi masing-masing sebesar Rp 160.000,00 setiap tahun.
Apabila kontrak dibatalkan berarti tidak selruh laba yang diperhitungkan dapat direalisasikan. Di samping itu harus diperhitungkan pengaruh penurunan harga barang yang bersangkutan karena dengan demikian barang hanya dapat dijual kembali dalam bentuk barang bekas pakai.
Apabila dari contoh tersebut, Tn Hartono tidak dapat memenuhi kewajibannya pada tanggal 1 Maret 1982, maka PT Sentana akan menarik kembali saldo hipotiknya sebesar Rp 1.600.000,00 dan memiliki kembali rumah, sedangkan jumlah pembayaran yang telah dilakukan Tn Hartono tidak dapa ditarik kembali dan menjadi haknya PT Sentana.
Diumpamakan penilaian kembali atas rumah tersebut pada tanggal 1 Maret 1982 adalah sebesar Rp 1.200.000,00. Dengan demikian pencatatan pada masing-masing metode sebagai berikut :
Transaksi
Laba diakui pada periode berjalan
Laba diakui secara proporsional dengan penerimaan angsuran
Dimiliki kembali rumah yang dibeli Tn Hartono dinilai kembali sebesar Rp 1.200.000,00. Hipotik yang berjalan ditarik kembali dengan saldo Rp 1.600.000,00
Rumah 1.200.000,00
Rugi pemilikan kembali 400.000,00
Hipotik U/K 1.600.000,00
Rumah 1.200.000,00
Laba kotor yang belum
direalisasi 640.000,00
Hipotik U/K 1.600.000,00
Laba pemilikan kembali 240.000,00
Laba atau rugi pemilikan kembali pada masing-masing metode tersebut diatas, dapat dibuktikan dengan perhitungan berikut :
Laba diakui pada periode berjalan
Laba diakui secara proporsional dengan penerimaan angsuran
Jumlah pembayaran yang telah diterima
Rugi karena penurunan harga :
Harga pokok -1.500.000,00
Harga penilaian -1.200.000,00
Laba bersih
Laba yg diakui sebelum pemilikan kembali
Laba (rugi) dalam pemilikan kembali
Rp 900.000,00
(Rp 300.000,00)
Rp 600.000,00
Rp 1.000.000,00
(Rp 400.000,00)
Rp 900.000,00
(Rp 300.000,00)
Rp 600.000,00
Rp 360.000,00
Rp 240.000,00
Penjualan Angsuran untuk barang-barang (bergerak)
Prosedur akuntansi untuk penjualan barang dagangan dengan perjanjian angsuran, pada dasarnya sama dengan cara-cara yang berlaku bagi harta tetap (barang-barang tak bergerak). Dalam mencatat transaksi-transaksi penjualan perlu untuk membedakan antara penjualan regular (regular sales) dan penjualan angsuran (installment sales). Hal ini sangat penting artinya untuk memberikan data bagi perhitungan laba kotor yang diakui sebagai hasil penerimaan pembayaran piutang dari penjualan angsuran.
Untuk dapat memberikan gambaran tentang proses akuntansi dalam penjualan angsuran untuk barang-barang bergerak. Diberikan contoh seperti tersebut dibawah ini:
Contoh 2 :
PT Karya Bhakti menjual barang dagangannya sebagian atas dasar kontrak penjualan angsuran untuk masa ± 3 tahun di samping penjualan secara kredit, sejak beberapa tahun terakhir. Berikut ini neraca PT Karya Bhakti pada akhir tahun buku 1980.
PT KARYA BHAKTI, SEMARANG
Neraca, per 31 Desember 1980
Aktiva Pasiva
Kas Rp 625.000,00 Hutang Dagang Rp 650.000,00
Piutang Dagang (regular) Rp 100.000,00 Wesel Byr Rp 100.000,00
Piutang penjualan angsuran Rp 300.000,00 Laba kotor yg blm Rp 90.000,00
1979 direalisasi thn 1979
Lanjutan
Piutang penjualan angsuran Rp 80.000,00 Laba kotor yg blm Rp 20.000,00
tahun 1979 direalisasi thn 1979
Pers. Barang2 Rp 600.000,00 Modal Saham Rp 1.500.000,00
AT lainnya Rp 1.175.000,00 Laba yg ditahan Rp 140.000,00
Akm,penyusutan Rp 380.000,00
Rp 795.000,00
Jml aktiva Rp 2.500.000,00 Jumlah Pasiva Rp 2.500.000,00
Terhadap barang dagangan yang dijual atas dasar kontrak penjualan angsuran. Perusahaan memperhitungkan tingkat laba kotor masing-masing 35% untuk tahun 1981, 30% untuk tahun 1980 dan 25% untuk tahun 1979 dari harga jual yang bersangkutan. Diumpamakan perusahaan menggunakan metode fisik terhadap administrasi barang-barang dagangannya. Atas dasar transaksi-transaksi yang terjadi dalam tahun buku 1981 berikut ini, maka pencatatannya yang diperlukan oleh PT Karya Bhakti adalah sebagai berikut :
Penjualan Angsuran untuk barang-barang dagangan (barang-barang bergerak).
Transaksi – transaksi
Jurnal
1 januari – 31 Des 1981
Penjualan :
Tunai Rp 1.000.000,00
Kredit Rp 850.000,00
Angsuran Rp 600.000,00
Jumlah Rp 2.450.000,00
Kas 1.000.000,00
Piutang Dagang 850.000,00
Penjualan 1.850.000,00
Piutang Penjualanan
Angsuran thn 1981 600.000,00
Penjualan Angsuran 600.000,00
Pembelian barang-barang secara kredit sebesar Rp 2.500.000,00
Pembelian 2.500.000,00
Hutang Dagang 2.500.000,00
Penerimaan Kas dan :
Piutang Dagang Rp 800.000,00
Piutang penj. Ang
Suran 1981 Rp 300.000,00
1980 Rp 200.000,00
1979 Rp 60.000,00
Jumlah Rp 1.360.000,00
Kas 1.360.000,00
Piut.Dagang 800.000,00
Piut.penj angsuran 1981 300.000,00
Piut.penj angsuran 1980 200.000,00
Piut.penj angsuran 1979 60.000,00
Pengeluaran Kas dan Biaya-biaya
Pengeluaran Kas untuk :
Pembyrn Htg Rp 100.000,00
Dagang
Jumlah Rp 2.450.000,00
Macam-macam Rp 405.000,00
Biaya usaha
Jumlah penge Rp 2.855.000,00
luaran kas
Biaya penyusu Rp 95.000,00
nan AT
Hutang Dagang 2.550.000,00
Macam-macam
Biaya Usaha Rp 500.000,00
Potongan pembelian 100.000,00
Kas 2.855.000,00
Akm.penyusutan AT 95.000,00
31 Desember 1981, tutup buku :
Mencatat harga pokok barang-barang yg dijual secara angsuran Rp 390.000,00
HPP Angsuran 390.000,00
Pengiriman barang"
Penjualan Angsuran 390.000,00
Menutup rekening-rekening penjualan angsuran & harga pokoknya serta mencatat laba kotor penjualan selama tahun 1981
35% x 600.000,00 = 210.000,00
Penjualan Angsuran 600.000,00
HPP angsuran 390.000,00
Laba kotor penj. yg blm
Direalisasi 1981 210.000,00
Mencatat realisasi laba kotor penjualan angsuran dalam tahun buku 1981 :
Penjualan Angsuran :
Th. 1981 = 35%x300.000 = 105.000,00
Th. 1980 = 30%x200.000 = 60.000,00
Th. 1979 = 25%x 60.000 = 15.000,00
Jumlah Rp 180.000,00
Laba kotor penjualan
angsuran yg blm
direalisasi 1981 105.000,00
Laba kotor penjualan
angsuran yg blm
direalisasi 1980 60.000,00
Laba kotor penjualan
angsuran yg blm
direalisasi 1979 15.000,00
Realisasi Laba kotor penj.
angsuran 180.000,00
Menutup persediaan awal barang dagangan pembelian barang-barang, potongan pembelian dan pengiriman barang-barang yang dijual dengan perjanjian angsuran ke rekening rugi-laba
Rugi-laba 2.610.000,00
Pengiriman barang"
penjualan angsuran 390.000,00
Pot.pembelian 100.000,00
Pers.barang dagangan (per
1-1-1981) 600.000,00
Pembelian 2. 500.000,00
Mencatat persediaan akhir barang dagangan, sesuai dengan stock opname pada tanggal 31 Desember 1981 sebesar harga pokok Rp 1.210.000,00
Persediaan barang
dagangan (per
31-12-1981) 1.210.000,00
Rugi-laba 1.210.000,00
Menutup saldo rekening penjualan regular ke rekening rugi-laba
Penjualan 1.850.000,00
Rugi-laba 1.850.000,00
Menutup laba kotor yang direalisasi dari hasil penjualan angsuran tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya ke rekening rugi-laba
Realisasi Laba
kotor penjualan
angsuran 180.000,00
Rugi-laba 180.000,00
Menutup rekening-rekening biaya usaha ke rekening Rugi-Laba
Rugi-Laba 500.000,00
Macam" Biaya
usaha 500.000,00
Mencatat taksiran pajak perseroan yang akan dibayar sebesar 20% x laba sebelum dipotong P.Ps. (20% x 130.000,00 = 26.000,00)
Pajak perseroan 26.000,00
Taksiran hut.P.Ps. 26.000,00
Menutup rekening pajak perseroan ke rekening rugi-laba
Rugi-laba 26.000,00
Pajak perseroan 26.000,00
Memindahkan laba bersih ke rekening laba yang ditahan
Rugi-laba 104.000,00
Laba yg ditahan 104.000,00
Apabila perusahaan mempergunakan metode "perpetual inventory" maka pembelian-pembelian harus dicatat langsung ke rekening persediaan (inventory). Pencatatan untuk harga pokok penjualan angsuran dan penjualan regular harus disusun up to date. Rekening "Harga Pokok Penjualan Angsuran" dan "Harga Pokok Penjualan: (Reguler), segera didebit dan rekening "Persediaan Barang Dagangan" segera dikredit pada saat barang dikirim kepada pembeli.
Alternatip prosedur untuk menghitung Realisasi Laba Kotor Penjualan Angsuran
Cara menghitung laba kotor yang direalisasikan pada contoh PT Karya Bhakti tersebut di muka, dapat dilakukan dengan menentukan terlebih dulu jumlah sisal aba kotor yang belum direalisasi, pada akhir tahun buku (akhir periode) yang bersangkutan.
Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut :
Penjualan Angsuran Tahun
1981
1980
1979
Saldo laba kotor yang belum direalisasi (sebelum adjustment)
210.000,00
90.000,00
20.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi pada akhir periode :
Untuk penjualan angsuran tahun 1981 : 35% x saldo yang belum dibayar (Rp 300.000,00)
Untuk penjualan angsuran 1980: (30% x Rp 100.000,00)
Untuk penjualan angsuran 1979: (25% x Rp 20.000,00)
105.000,00
-
-
-
30.000,00
-
-
-
5.000,00
Realisasi laba kotor sesuai dengan penerimaan pembayaran piutang penjualan angsuran selama tahun 1981.
105.000,00
60.000,00
15.000,00
Untuk memperoleh klasifikasi penjualan-penjualan regular (tunai dan kredit) ataupun penjualan angsuran, maka perlu dibuatkan jurnal khusus (special journals) untuk penjualan regular dan penjualan angsuran. Biasanya pada buku jurnal penjualan disediakan kolom-kolom khusus untuk penjualan tunai, penjualan kredit (yang regular) dan penjualan angsuran. Demikian pula pada buku jurnal penerimaan kas (Cash receipt journal), untuk kepentingan analisa perlu disediakan kolom-kolom khusus untuk penerimaan piutang penjualan regular (regular account receivable) dan (installment contract receivable) dalam tahun yang berjalan ataupun untuk periode-periode sebelumnya.
Untuk kepentingan analisa umur piutang (aging accounts receivable) perlu dibuat klasifikasi ataupun perincian daripada piutang penjualan angsuran dan laba kotor yang belum direalisasi. Perincian tersebut dibuat atas dasar tanggal dan tahun terjadinya penjualan angsuran tersebut. Bentuk perinciannya dapat berupa buku-buku tambahan (sub-sidiary ledger) yang diselenggarakan untuk tiap-tiap langganan/pembelian.
Penyajian Laporan Keuangan pada Metode Angsuran
Didalam neraca akan terdapat rekening "Piutang Penjualan Angsuran" dan "Laba Kotor yang Belum Direalisasi" yang hubungannya dengan pelaksanaan penjualan angsuran tertentu. Apabila Piutang Penjualan Angsuran dicatat sebagai aktiva lancar, maka posisinya sama dengan piutang biasa sehingga dapat diinterpretasikan sebagai aktiva yang dapat dikonversikan menjadi uang kas dalam siklus operasi normal perusahaan. Untuk "Laba Kotor yang Belum Direalisasi" didalam neraca dengan dicantumkan kedalam salah satu dari kelompok tersebut dibawah ini:
Sebagai hutang (liability) dan dilaporkan dibawah kelompok "Pendapatan Yang Masih Akan Diterima" (deferred revenue).
Sebagai rekening penilaian (valuation account) dan mengurangi rekening "Piutang Penjualan Angsuran".
Sebagai rekening modal dan dicatat sebagai bagian dari "Laba Yang Ditahan" (retained earnings).
Dari laba kotor, harus dikecualikan terhadap laba yang belum dapat diakui sehubungan dengan penentuan pajak pendapatan perusahaan (Pajak Perseroan) atau laba yang belum bisa dibagikan sebagai deviden sampai laba dari penjualan angsuran benar-benar direalisasikan. Laba Kotor Yang Belum Direalisasi dapat dikelompokkan kedalam 3 elemen sebagai berikut:
Cadangan untuk menutup biaya-biaya penagihan piutang penjualan angsuran yang belum dibayar, termasuk biaya yang timbul karena pembeli gagal melunasi kewajibannya. Cadangan demikian harus dikurangkan dari saldo piutang penjualan angsuran.
Hutang/kewajiban yang akan dibayar untuk pajak perseroan sesuai dengan bagian laba kotor yang belum diakui untuk ditarik pembayaran pajaknya. Hutang pajak ini tidak boleh digabung dengan saldo pajak perseroan yang telah terhutang untuk laba yang sudah direalisasi dalam periode bersangkutan. Apabila laba kotor yang bersangkutan sudah direalisasi maka pajak diperhitungkan pada tahun buku tersebut.
Sisanya merupakan laba bersih yang berasal dari transaksi penjuala angsuran tersebut. Jumlah ini dapat dilaporkan sebagai bagian dari Laba Yang Ditahan secara khusus yang tidak bisa dipakai sebagai dasar pembagian deviden sampai piutang penjualan angsuran itu direalisasikan.
Dari contoh no.2 dapat disusun Neraca dan Laporan Laba Rugi PT Karya Bhakti untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 1981 sebagai berikut:
PT KARYA BHAKTI SEMARANG
Neraca per 31 Desember 1981
Aktiva
Pasiva
Kas
Rp 130.000
Hutang Dagang
Rp 600.000
Piutang Dagang
Rp 150.000
Wesel Bayar
Rp 100.000
Piutang Penj. Angsuran
Taksiran hutang P.Ps
Rp 26.000
Tahun 1981
Rp 300.000
Laba Kotor Yg Blm Direalisasi (Pnj.Angsuran)
Tahun 1980
Rp 100.000
Tahun 1981
Rp 105.000
Tahun 1979
Rp 20.000
Tahun 1980
Rp 30.000
Rp 420.000
Tahun 1979
Rp 5.000
Persediaan Brg dagang
Rp 1.210.000
Rp 140.000
Aktiva Tetap lainnya
Rp 1.175.000
Modal Saham
Rp 1.500.000
Akumulasi Penyusutan
Rp 475.000
Laba Yang Ditahan
Rp 244.000
Rp 700.000
Jumlah Aktiva
Rp 2.610.000
Jumlah Pasiva
Rp 2.610.000
PT KARYA BHAKTI SEMARANG
Perhitungan Rugi-Laba untuk periode tahun buku 1981
Penjualan Angsuran
Penjualan Regular
Jumlah
Penjualan
600.000
1.850.000
2.450.000
Harga Pokok Penjualan:
Persedian per 1 Jan 1981
Rp 600.000
Pembelian
2.500.000
Potongan Pembelian
100.000
Rp 2.400.000
Barang yg tersedia untuk dijual
Rp 3.000.000
Persediaan Barang per 31 Des 1981
Rp 1.210.000
390.000
1.400.000
1.790.000
Laba Kotor Penjualan
210.000
450.000
660.000
Dikurangi:laba kotor penjualan angsuran tahun 1981
Yang belum direalisasi(lihat lampiran)
105.000
-
105.000
Laba kotor yang direalisasi untuk penjualan tahun 1981
105.000
450.000
555.000
Ditambah:Realisasi laba kotor penjualan angsuran th. 1980 dan 1979(lihat lampiran)
75.000
jumlah realisasi laba kotor tahun 1981
630.000
Macam-macam biaya usaha (termasuk penyusutan)
500.000
Laba bersih sebelum pajak perseroan
130.000
Pajak perseroan 26%
26.000
Laba bersih setelah P.Ps
104.000
PT KARYA BHAKTI SEMARANG
Lampiran : Perhitungan Rugi-Laba untuk periode tahun buku 1981.
Realisasi Laba Kotor Penjualan Angsuran
Tingkat laba kotor untuk Penjualan Angsuran 1981:
Laba KotorHasil Penjualan ×100%= 210.000600.000 ×100%= 35%R
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi untuk penjualan angsuran tahun 1981:
Piutang Penjualan Angsuran Rp 600.000
Penerimaan pembayaran dalam tahun 1981 Rp 300.000
Saldo per 31 Desember 1981 Rp 300.000
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi (35% x Rp 300.000) Rp 105.000
Realisasi Laba Kotor tahun 1981
1981
1980
1979
Penerimaan pembayaran piutang penjualan angsuran
300.000
200.000
60.000
% Laba Kotor Penjualan Angsuran
35%
30%
25%
Laba Kotor Yang Direalisasi
105.000
60.000
15.000
Masalah Pertukaran (Trade In) di Dalam Penjualan Angsuran
Pertukaran adalah apabila penjual menyerahkan barang-barang baru dengan perjanjian angsuran, sedang pembayaran pertama (down payment) dari pembelian berupa penyerahan barang-barang bekas. Barang bekas dinilai atas dasar perjanjian yang telah diadakan antara pihak penjual dan pembeli.
Bagi penjual, meskipun sudah terikat dengan perjanjian penjualan angsuran yang telah dibuat tetapi untuk lebih aman dan hati-hati, maka barang yang diterima dari pertukaran tadi harus dinilai kembali dengan memperhatikan kemungkinan adanya revisi atau perbaikan-perbaikan serta suatu tingkat laba pada umumnya yang diharapkan dari penjualan kembali barang bekas tersebut. Dalam hal ini barang yang diterima harus dicatat sebagai "cost" (estimated cost), sedangkan jumlah harga barang yang diterima menurut tawar menawar dalam perjanjian (trade ins) bukan merupakan "cost" tetapi merupakan harga pertukaran.
Perbedaan antara estimated cost dengan harga pertukaran dicatat dalam rekening "Cadangan Perbedaan Harga Pertukaran"
Contoh 3 :
Seorang pedagang mobil memiliki sebuah mobil baru dengan harga pokok Rp. 1.000.000 dijual kepada seorang pembeli dengan perjanjian penjualan angsuran seharga Rp. 1.500.000.
Sebagai pembayaran pertama (down payment) di pembeli menyerahkan sebuah mobil bekas dan setuju dihargai Rp. 400.000.
Diperkirakan biaya-biaya yang diperlukan untuk perbaikan mobil bekas tersebut berjumlah Rp. 50.000, sehingga harga penjualan normal setelah perbaiakan adalah Rp. 375.000.
Pedagang mobil tersebut mengharapkan laba normal sebesar 25% dari harga penjualan mobil-mobil bekas.
Atas dasar perhitungan seperti tersebut di bawah ini, maka jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi pertukaran itu boleh pedagang mobil dapat disusun sebagai berikut:
Perhitungan-perhitungan:
Harga pertukaran mobil bekas Rp. 400.000
Harga penilaian terhadap mobil bekas :
Harga jual sesudah diperbaiki Rp. 375.000
Dikurangi :
Ongkos perbaikan Rp. 50.000
Laba normal yang diharapkan dalam penjualan
kembali mobil bekas (25% x Rp. 375.000) Rp. 93.750
Rp. 143.750
Rp. 231.250
Perbedaan harga pertukaran (terlalu tinggi) Rp. 168.750
Persediaan Barang Dagang Mobil Bekas Rp. 231.250
Cadangan Perbedaan Harga Pertukaran
(Over Allowances on installment Sales Trade Ins) Rp. 168.750
Piutang Penjualan Angsuran Rp. 1.100.000
Penjualan Angsuran Rp. 1.500.000
Harga Pokok Penjualan Angsuran Rp. 1.000.000
Persediaan Barang Dagang Mobil Bru Rp. 1.000.000
Masalah Pembatalan Kontrak dan Pemilikan Kembali
Apabila si pembeli gagal untuk mmenuhi kewajibannya seperti yang tercantum di dalam surat perjanjian penjualan angsuran, maka barang-barang yang bersangkutan ditarik dan dimiliki oleh si penjual.
Dalam hal ini pencatatan, yang harus dilakukan dalam buku-buku si penjual, akan menyangkut:
Pencatatan pemilikan kembali barang dagangan
Menghapuskan saldo Piutang Penjualan Angsuran atas barang-barang tersebut
Menghapuskan saldo Laba Kotor Yang Belum Direalisasikan atas penjualan angsuran yang bersangkutan dan,
Pencatatan keuntungan atau kerugian karena pemilikan kembali barang-barang tersebut
Sebagaimana halnya dengan persoalan pertukaran seperti diterangkan di muka, maka dalam pemilikan kembali barang dagangan juga diperlukan penilaian kembali harga barang yang bersangkutan. Penilaian kembali harga barang tersebut, harus mempertimbangkan juga sejumlah keuntungan normal yang dapat diharapkan apabila barang itu dijual kembali.
Contoh 4 :
Pada tahun 1982, seorang langganan PT Karya Bhakti pada contoh No. 2, telah gagal dan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Langganan tersebut membeli barang-barang pada tahun 1981 seharga Rp. 20.000. dari jumlah harga tersebut telah dibayar oleh langganan yang bersangkutan sebesar Rp. 10.000.
Barang-barang kemudian ditarik dan dimiliki kembali oleh PT Karya Bhakti dan nilainya ditaksir sebesar Rp. 9000 dengan sudah memperhitungkan cadangan untuk perbaikan-perbaikan dan keuntungan normal diharapkan apabila dijual lagi.
Pencatatan yang dilakukan dalam buku-buku PT Karya Bhakti Semarang adalah seagai berikut :
Persediaan Barang Dagangan Pemilikan Kembali Rp. 9000
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi Tahun 1980 Rp. 3.500
Laba karena pemilikan kembali Rp. 2.500
Piutang Penjualan Angsuran tahun 1981 Rp. 10.000
Perhitungan:
Jumlah kas yang diterima Rp. 10.000
Dik. : Rugi penurunan harga
Harga pokokbarang dagangan (65% x 20.000)= Rp. 13.000
Nilai pada saat pemilikan kembali Rp. 9000
Rp. 4000
Laba atas barang yang ditarik kembali Rp. 6000
Laba yang telah diakui sebelumnya (35% x Rp. 10.000) Rp. 3500
Laba Pemilikan Kembali Rp. 2500
Masalah Bunga pada Penjualan Angsuran
Di dalam perjanjian penjualan angsuran, biasanya di penjual di samping memperhitungkan laba juga memperhitungkan beban bunga terhadap jumlah harga dalam kontrak yang belum dibiayai oleh pembeli.
Beban bunga biasanya bersama-sama dengan pembayaran angsuran atas harga menurut kontrak.
Kebijaksanaan pembayaran bunga secara periodik pada umumnya dilakukan dalam bentuk seperti dibawah ini:
Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak selama jangka waktu angsuran.
Cara semacam ini sering disebut sebagai "long end interest"
Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar, yang dihitung sejak tanggal perjanjian ditanda-tangani sampai tanggal jatah tempo setiap angsuran yang bersangkutan.
Cara semacam ini sering disebut "short end interest"
Pembayaran angsuran periodik dilakukan dalam jumlah yang sama, dimana di dalamnya termasuk angsuran pokok dan bunga yang diperhitungkan dari saldo harga kontrak selama jangka waktu perjanjian.
Cara semacam ini lebih dikenal dengan "metode annuitet"
Bunga secara periodik diperhitungkan berdasarkan dari (sisa) harga kontrak.
Contoh 5 :
Misalnya pada tanggal 1 Januari 1980 telah dijual sebuah mesin dengan harga Rp. 1.250.000 atas dasar perjanjian penjualan angsuran. Uang muka (down payment) ditetapkan sebesar Rp. 350.000 sedang sisanya dibayar dalam waktu 1 tahun dengan 6 kali angsuran (setiap 2 bulan) dan bunga ditetapkan sebesar 12% setahun. Harga pokok mesin tersebut adalah Rp. 750.000.pembayaran yang akan dilakukan sesuai dengan 4 (empat) cara seperti diterangkan di depan, akan tertera seperti perhitungan dan pencatatan berikut ini.
Perhitungan:
Harga jual mesin Rp. 1.250.000
Uang muka (down payment) Rp. 350.000
Dibayar 6 kali angsuran tiap-tiap 2 bulan Rp. 900.000
Besarnya pembayaran setiap kali angsuran Rp. 150.000
Bunga Periodik diperhitungkan dari sisa harga kontrak pada setiap awal periode angsuran
Pada cara ini beban bunga diperhitungkan berdasarkan jangka waktu yang sama untuk setiap angsuran, yaitu 2 bulan. Akan tetapi sebagai titik tolak perhitungan bunga dipakai saldo harga kontrak pada setiap awal periode angsuran yang bersangkutan, sehingga jumlahnya akan semakin berkurang dari angsuran yang satu dengan angsuran berikutnya. Atas dasar perhitungan demikian dapat disusun suatu tabel pembayaran sebagai berikut:
Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak padasetiap awal periode angsuran yang bersangkutan.
Tanggal pembayaran
Bunga atas saldo harga kontrak pada awal periode angsuran
Angsuran atas harga kontrak
Jumlah pembayaran
Sisa harga kontrak
1 Januari 1980
-
-
-
Rp. 1.250.000
1 Januari 1980
-
Rp. 350.000
Rp. 350.000
Rp. 900.000
1 Maret 1980
Rp. 18.000
Rp. 150.000
Rp. 168.000
Rp. 750.000
1 Mei 1980
Rp. 15.000
Rp. 150.000
Rp. 165.000
Rp. 600.000
1 Juli 1980
Rp. 12.000
Rp. 150.000
Rp. 162.000
Rp. 450.000
1 September 1980
Rp. 9.000
Rp. 150.000
Rp. 159.000
Rp. 300.000
1 Nopember 1980
Rp. 6.000
Rp. 150.000
Rp. 156.000
Rp. 150.000
31 Desember 1980
Rp. 3.000
Rp. 150.000
Rp. 153.000
NIHIL
Jumlah
Rp. 63.000
Rp. 1.250.000
Rp. 1.313.000
*) 12% x 2/12 x Rp. 900.000 = Rp. 18.000
**) 12% x 2/12 x Rp. 150.000 = Rp. 3.000
Atas dasar perhitungan dalam daftar tersebut maka pencatatan di dalam buku-buku si pembeli dan si penjual akan ternyata sebagai berikut:
Transaksi
Buku-buku si pembeli
Buku-buku si penjual
1 Januari 1980:
Penjuaan Angsuran sebuah mesin seharga : Rp. 1.250.000 dengan uang muka :Rp. 350.000
Mesin – mesin 1.250.000
Hutang Pembelian
Angsuran 1.250.000
Hutang pembelian
Angsuran 350.000
Kas 350.000
Piutang Penjualan
Angsuran 1.250.000
Penjualan
Angsuran 1.250.000
Kas 350.000
Piutang Penjulan
Angsuran 350.000
Harga Pokok
Penjualan Mesin 750.000
Persediaan
Mesin-mesin 750.000
1 Maret 1980 :
Pembayaran angsuran pertama sebesar : Rp. 150.000 bunga 12% setahun dari saldo harga kontrak sebesar Rp. 900.000
Hutang Pembelian
Angsuran 150.000
Biaya Bunga 18.000
Kas 168.000
Kas 168.000
Piutang Penjualan
Angsuran 150.000
Pendapatan bunga 18.000
1 Mei 1980 :
Pembayaran angsuran kedua sebesar : Rp. 150.000 bunga 12% setahun dari saldo harga kontrak sebesar : Rp. 750.000
Hutang Pembelian
Angsuran 150.000
Biaya Bunga 15.000
Kas 165.000
Kas 165.000
Pitang Penjualan
Angsuran 150.000
Pendapatan bunga 15.000
Pencatatan selanjutnya atas pembayaran cicilan yang terjadi diperlakukan sama seperti pencatatan tersebut diatas.
Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar atas dasar jangka waktu angsuran yang bersangkutan
Pada metode ini bunga diperhitungkan dari besarnya angsuran yang tetap jumlahnya, sedang jangka waktunya selalu dihitung dipermulaan ditanda-tanganinya atau berlakunya perjanjian sampai dengan saat pembayaran angsuran yang bersangkutan.
Pembayaran yang harus dilakukan akan terlihat seperti di dalam daftar di bawah ini :
Tanggal pemabyaran
Bunga dari tanggal transaksi sampai tanggal pembayaran (1% per bulan)
Bagian pembayaran
Jumlah pembayaran
Sisa Harga Kontrak
1 Januari 1980
Rp 1,750,000
1 Januari 1980
Rp 350,000
Rp 350,000
Rp 900,000
1 Maret 1980
Rp 3,000 *)
Rp 150,000
Rp 153,000
Rp 750,000
1 Mei 1980
Rp 6,000
Rp 150,000
Rp 156,000
Rp 600,000
1 Juli 1980
Rp 9,000
Rp 150,000
Rp 159,000
Rp 450,000
1-Sep-80
Rp 12,000
Rp 150,000
Rp 162,000
Rp 300,000
1-Nov-80
Rp 15,000
Rp 150,000
Rp 165,000
Rp 150,000
31 Des 1980
Rp 18,000 **)
Rp 150,000
Rp 168,000
nihil
jumlah
Rp 63,000
Rp 1,250,000
Rp 1,313,000
*) 12% × 212 × 150.000 = 3.000
**) 12% × 1212 × 150.000 = 18.000
Dalam hal ini hendaknya diperhatikan bahwa jumlah pembayaran bunga tidak sesuai dengan beban bunga yang benar-benar terjadi terhadap sisa harga kontrak yang belum dibayar. Oleh karena itu apabila metode ini akan dipakai, di dalam mencatat bunga yang akan diterima oleh si penjual atau bunga yang akan dibayar oleh si pembeli harus dicatat adanya atau timbulnya hutang atau piutang yang masih diperhitungkan.
Dengan kata lain, untuk pihak pembeli harus dicatat adanya hutang bunga (accrued interest payable) yang sejalan dengan saldo Hutang Pembelian Angsuran jangka waktu yang bersangkutan, sedang bagi pihak penjual harus mencatat adanya piutang bunga (accrued interest receivable) pembayaran bunga yang riel dilakukan sesuai daftar di atas adalah merupakan pengurangan dari hutang atau piutang bunga tersebut.
Pencatatan buku-buku si pembeli dan penjual adalah :
Transaksi
Buku-buku si Pembeli
Buku-buku si Penjual
1 Januari 1980
penjualan angsuran sebuah mesin seharga 1.250.000 dg uang muka : 350.000
Mesin-mesin 1.250.000
Hutang Pembelian angsuran 1.250.000
Hutang pembelian angsuran 350.000
Kas 350.000
Piutang penjualan angsuran 1.250.000
Penjualan angsuran 1.250.000
Kas 350.000
Piutang penjualan angsuran 350.000
HPP Penjualan mesin 750.000
Persediaan mesin-mesin 750.000
1 Maret 1980
Pencatatan bunga yg masih harus diperhitungkan selama 2 bulan dari sisa harga kontrak sebesar 900.000
Pencatatan pembayaran angsuran pertama sebesar 150.000 dan 12% setahun, selama 2 bulan dari angsuran yg bersangkutan
Biaya bunga 18.000
Bunga yg akan dibayar atas pembelian angsuran 18.000
Hutang pembelian angsuran 150.000
Bunga yg akan dibayar atas pembelian angsuran 3.000
Kas 153.000
Bunga yg akan diterima atas penj angsuran 18.000
Pendapatan bunga 18.000
Kas 153.000
Piutang penjualan angsuran 150.000
Bunga yg akan diterima atas penj angsuran 3.000
1 Mei 1980
Pencatatan bunga yang harus diperhitungkan selama 2 bulan dari sisa harga kontrak sebesar 750.000
Biaya bunga 15.000
Bunga yg akan dibayar atas pembelian angsuran 15.000
Bunga yg akan diterima atas penj angsuran 15.000
Pendapatan bunga 15.000
Pencatatan pemabayaran cicilan kedua berserta bunga 4 bulan dari cicilan yg dibayar
Hutang pembelian angsuran 150.000
Bunga yg akan dibayarkan atas pembelian angsuran 6.000
Kas 156.000
Kas 156.000
Bunga yg akan diterima atas penjualan angsuran 6.000
Piutang penjualan angsuran 150.000
Pencatatan transaksi brikutnya pada prinsipnya sama dengan cara tersebut diatas.
Meskipun dalam pencatatan tersebut pembebanan bunga lebih besar daripada pembayarannya, tetapi pembebanan tersebut akan turun secara periodic, sedang pembayaran naik dari periode ke periode. Pada akhirnya nanti, jumlah pembayaran bunga akan sama dengan jumlah pembebanan yang telah dicatat.
Perubahan-perubahan daripada saldo bunga yang masih diperhitungkan itu dapat diikhtisarkan sebagai berikut (dipandang dari sudut pembeli)
Tanggal pembayaran
Kenaikan bunga yg diperhitungkan (kredit)
Pengurangan bunga yg dibayar (debit)
Saldo bunga yg akan dibayar atas pembelian (angsuran)
1/3/1980
Rp 18,000
Rp 3,000
Rp 15,000
1/5/1980
Rp 15,000
Rp 6,000
Rp 24,000
1/7/1980
Rp 12,000
Rp 9,000
Rp 27,000
1/9/1980
Rp 9,000
Rp 12,000
Rp 24,000
1/11/1980
Rp 6,000
Rp 15,000
Rp 15,000
1/12/1980
Rp 3,000
Rp 18,000
NIHIL
Pembayaran angsuran periodic dilakukan dalam jumlah yang sama, di mana di dalamnya sudah diperhitungkan angsuran pokok dan bunganya
Metode ini lebih dikenal dengan nama "metode anuitet". Di sini jumlah angsuran dari period eke periode jumlahnya tetap sama.
Dalam jumlah tersebut sudah diperhitungkan :
Pembayaran bunga atas sisa harga kontrak
Angsuran bunga atas harga kontrak itu sendiri
Cara menghitung jumlah anuitet ini mempergunakan bantuan rumus matematik dengan terlebih dahulu mencari anuitetnya. Adapun rumus factor anuitet tersebut adalah :
A = 1-1 (1+i)ni
Keterangan :
A : Anuitet
i : tingkat bunga
n : jangka waktu berlangsungnya kontrak penjualan angsuran
1 (1+i)n : nilai tunai (present value)
Setelah diketahui factor anuitetnya, maka jumlah pembayaran cicilan dihitung sebagi berikut :
Jumlah pembayaran angsuran = Sisa Harga KontrakFaktor Anuitet
Pada contoh di muka, maka dapat dicari factor anuitetnya sebagai berikut :
A = 1-1 (1+0,02)60,02
A = 1-0,8879.71350,02 = 5,601.431
Besarnya setiap kali angsuran
= 900.0005,601.431 = 160.673
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapatlah disusun daftar pembayaran angsuran dan alokasi setiap pembayaran di antara beban bunga dan angsuran harga kontrak sebagai beriku :
Tanggal pembayaran
Pembayaran angsuran
Bagian pembayaran yg merupakan beban bunga yg diperhitungkan
Bagian pembayaran yang dipakai untuk melunasi Harga Kontrak
Sisa Harga Kontrak
1-Jan-80
Rp 1,250,000
1-Jan-80
Rp 350,000
Rp 350,000
Rp 900,000
1-Mar-80
Rp 160,673
Rp 18,000
Rp 142,673
Rp 757,327
1-May-80
Rp 160,673
Rp 15,146.54
Rp 145,527
Rp 611,800
1-Jul-80
Rp 160,673
Rp 12,236
Rp 146,437
Rp 463,363
1-Sep-80
Rp 160,673
Rp 9,267
Rp 151,406
Rp 311,957
1-Nov-80
Rp 160,673
Rp 6,239
Rp 154,434
Rp 147,523
31-Dec-80
Rp 160,673
Rp 3,150
Rp 157,523
Jumlah
Rp 1,314,038
Rp 64,039
Rp 1,250,000
Dari daftar tersebut, maka pencatatan pembayaran angsurannya akan tertera pada masing-masing buku pembeli dan penjual antara lain sebagai berikut :
Transaksi
Buku-buku si Pembeli
Buku-buku si Penjual
1 Maret 1980
Pembayaran angsuran pertama sebesar : 160.673 untuk pembayaran bunga 18.000 dan pelunasan harga kontrak sebesar 142.673
1 Mei 1980
Pembayaran angsuran kedua sebesar 160.673 untuk bunga 15.146 dan pelunasan harga kontrak sebesar 145.527
Biaya bunga 18.000
Hutang pembelian angsuran 142.673
Kas 160.673
Biaya bunga 15.146
Hutang pembelian angsuran 145.527
Kas 160.673
Kas 160.000
Pendapatan bunga 18.000
Piutang penjualan angsuran 142.673
Kas 160.673
Pendapatan bunga 15.146
Piutang penjualan 145.527
Bunga secara periodic diperhitungkan berdasar dari sisa harga kontrak
Pada cara yang terakhir ini tidak banyak menimbulkan persoalan perhitungan yang terperinci atau jelimet.
Sebab besarnya bunga cukup ditentukan sekali saja, dan selanjutnya pembayaran bunga pada setiap angsuran adalah sebagai berikut :
Bunga diperhitungkan atas dasar (sisa) harga kontrak
Tanggal pembayaran
Bunga yg didasarkan atas harga kontrak
Angsuran atas harga kontrak
Jumlah pembayaran
Sisa harga kontrak
1 Januari 1980
-
-
-
1.250.000
1 Januari 1980
-
350.000
350.000
900.000
1 Maret 1980
18.000
150.000
168.000
750.000
1 Mei 1980
18.000
150.000
168.000
600.000
1 Juli 1980
18.000
150.000
168.000
450.000
1 September 1980
18.000
150.000
168.000
300.000
1 November 1980
18.000
150.000
168.000
150.000
31 Desember 1980
18.000
150.000
168.000
NIHIL
Dipandang dari sudut penjual, cara terakhir ini yang paling menguntungkan, sebab bunganya jauh lebih besar daripada ketiga metode yang terdahulu.
Prosedur pembukuan dalam hal ini berlaku sama dengan prosedur pembukuan menurut metode-metode yang terdahulu.