BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung bawaan adalah kondisi jantung yang dihasilkan dari kelainan struktur jantung atau fungsi yang hadir pada saat lahir. Beberapa cacat jantung bawaan yang umum termasuk Atrial Septal Defect (ASD), ventrikel Septal Defect (VSD), Paten Foramen Ovale (PFO), Left Atrial embel (LAA) dan Paten Ductus Arteriosus (PDA). Ventrikel Septal Defects (VSD) adalah jenis yang paling umum dari kelainan jantung bawaan pada bayi baru lahir. Pusat Penyakit dan Pengendalian (CDC) memperkirakan bahwa sekitar 42 dari setiap 10.000 bayi lahir dengan VSD di Amerika Serikat. (Atlanta,2010) Penyakit ini terjadi pada kira-kira 10 dari 1000 anak yang lahir hidup, dan insidennya bahkan lebih tinggi pada bayi yang lahir mati dan pada abortus spontan. (Julien I.E Hoffman, dalam buku ajar pediatri rudolph. Hal 1603). Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 – 10 10 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekwat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit jantung bawaan. 2. Untuk mengetahui definisi dari penyakit jantung bawaan asianotik. 3. Untuk mengetahui apa saja macam-macam dari jantung bawaan asianotik. 4. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari penyakit jantung bawaan. 5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit jantung bawaan. 6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksaan dari penyakit jantung bawaan asianotik. 7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit jantung bawaan. 8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan anak dari pen yakit jantung bawaan asianotik
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari penyakit jantung bawaan? 2. Apa definisi dari penyakit jantung bawaan asianotik? 3. Apa saja macam-macam dari jantung bawaan asianotik? 4. Apa saja etiologi dari penyakit jantung bawaan? 5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit jantung bawaan? 6. Bagaimana penatalaksaan dari penyakit jantung bawaan asianotik? 7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari penyakit jantung bawaan? 8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dari penyakit jantung bawaan asianotik?
BAB II PEMBAHASAN I.
KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Penyakit jantung bawaan adalah kondisi jantung yang dihasilkan dari kelainan struktur jantung atau fungsi yang hadir pada saat lahir. Beberapa cacat jantung bawaan yang umum termasuk Atrial Septal Defect (ASD), ventrikel Septal Defect (VSD), Paten Foramen Ovale (PFO), Left Atrial embel (LAA) dan Paten Ductus Arteriosus (PDA). Ventrikel Septal Defects (VSD) adalah jenis yang paling umum dari kelainan jantung bawaan pada bayi baru lahir. Pusat Penyakit dan Pengendalian (CDC) memperkirakan bahwa sekitar 42 dari setiap 10.000 bayi lahir dengan VSD di Amerika Serikat. (Atlanta,2010) Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa sejak lahir dan sesuai dengan namanya, pasien ini tidak ditandai dengan sianosis. Penyakit jantung bawaan ini merupakan bagian terbesar dari seluruh penyakit jantung bawaan. Bergantung pada ada tidaknya pirau (kelainan berupa lubang pada sekat pembatas antar jantung), dan Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirau.
B. MACAM-MACAM PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK
1. Penyakit jantung bawaan asianotik dengan pirau dari kiri ke kanan Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi dibanding sisi kanan, maka aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan. Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka. Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru (asianotik).
Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk PJB asianotik dengan aliran pirau dari kiri kanan ial ah : a) Atrial Septal Defect (ASD) Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan antrium kiri dan kanan. Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan rasio perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1. Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek septum atrium primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, defek septum atrium sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis dan defek sinus venosus, bila lubang terletak di daerah sinus venosus, serta defek sinus koronarius. 1,18 Sebagian besar penderita defek atrium sekundum tidak memberikan gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan anak kecil, kecuali anak sering batuk pilek sejak kecil karena mudah terkena infeksi paru.1,17 Bila pirau cukup besar maka pasien dapat mengalami sesak napas. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan askultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri parasternal.
Selain
itu
terdapat
juga
pemeriksaan
penunjuang
seperti
elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung, foto rontgen jantung, MRI, kateterisasi jantung, angiografi koroner, serta ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita yang bergejala dan juga yang tidak bergejala dan penutupan defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka dengan angka mortalitas kurang dari 1%. b) Ventricular Septal Defect (VSD) Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan berupa lubang atau celah pada septum di antara rongga ventrikal akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel.1 Defek ini merupakan defek yang paling sering dijumpai, meliputi 20-30% pada penyakit jantung bawaan.16,17 Berdasarkan letak defek, VSD dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek septum ventrikel perimembran, defek septum ventrikel muskuler, defek subarterial. Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar kecilnya defek. Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis dan anak masih dapat tumbuh kembang secara normal. Sedangkan pada defek baik sedang maupun besar pasien dapat mengalami gejala sesak napas pada waktu minum, memerlukan waktu lama untuk
menghabiskan makanannya, seringkali menderita infeksi paru dan bahkan dapat terjadi gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi jantung ke-2 yang menigkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah katup pulmonal. Terapi ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan menutup selama tahun pertama kehidupan. Operasi dengan metode transkateter dapat dilakukan pada anak dengan risiko rendah ( low risk ) setelah berusia 15 tahun. c) Patent Ductus Arteriousus (PDA) Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus persisten adalah duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi lahir. Kelainan ini banyak terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur. Insiden duktus arteriosus persisten sekitar 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan dengan penderita perempuan melebihi laki-laki yakni 2:1. Penderita PDA yang memiliki defek kecil dapat hidup normal dengan tidak atau sedikitnya gejala, namun defek yang besar dapat menimbulkan gagal jantung kongestif yang serupa dengan gagal jantung pada VSD. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya murmur sinambung (continous murmur) di sela iga 2-3 kiri sternum menjalar ke infraklavikuler. Pengetahuan tentang kapan tepatnya penutupan duktus terjadi penting dalam tatalaksana penanganan PDA, karena pada kasus tertentu seperti pasien PDA yang diikuti dengan atresia katup pulmonal, duktus arteriosus justru dipertahankan untuk tetap terbuka. Pada kasus PDA pada umumnya penderita memerlukan penutupan duktus dengan pembedahan. 2. Penyakit jantung bawaan asianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirau
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya defek yang menimbulkan hubungan abnormal antara ruang jantung. Kelainan dapat berupa penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian tertentu jantung, yakni katup atau salah satu bagian pembuluh darah diluar jantung yang dapat menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani otot jantung. Jenis PJB tanpa pirau antara lain : a) Stenosis pulmonal Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum untuk menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau
pulmonalis dan cabang-
cabangnya. Kelainan ini dibagi menjadi 3 tipe yaitu valvar, subvalvar, dan
supravalvar. Stenosis pulmonal 80%
merupakan tipe valvuler dan ditemukan
sebagai kelainan yang berdiri sendiri. Insiden stenosis pulmonal meliputi 10% dari keseluruhan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar stenosis pulmonal bersifat ringan dengan prognosis baik sepanjang hidup pasien. Pada stenosis yang berat akan terjadi limitasi curah jantung sehingga menyebabkan sesak napas, disritmia hingga gagal jantung. Pada stenosis pulmonal ringan sampai sedang terdengar bunyi jantung ke-2 yang melemah dan terdapat klik ejeksi sistolik. Klik diikuti dengan murmur ejeksi sistolik derajat I-III pada tepi kiri atas sternum yang menjalar ke punggung. Terapi yang dianjurkan pada kasus sedang hingga berat ialah valvuloplasti balon transkateter. Prosedur ini sekarang dilakukan oleh bayi kecil, sehingga dapat menghindari pembedahan neonates yang berisiko tinggi. b) Stenosis aorta Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki dua daun yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong. Dalam jangka waktu tertentu lubang atau pembukaan katup tersebut sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan kalsium. Stenosis pulmonal mencakup 5% dari total keseluruhan penyakit jantung bawaan dengan predominasi laki-laki 2:1. Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau pun moderat sering tidak memberikan keluhan, tapi stenosis akan makin nyata karena proses fibrosis dan kalsifikasi pada waktu menjelang kian dewasa. Klik ejeksi sistolik akan terdengar keras dan jelas di sela iga 2-3 pada tepi kanan atas sternum. Stenosis aorta yang ringan dan asimptomatik biasanya tidak diperlukan tindakan apapun kecuali profilaksis antibiotik untuk mencegah endokarditis. Pada stenos is aorta yang cukup berat perlu dilakukan tindakan secepatnya dengan valvuloplasti balon atau pembedahan. c) Koarktasio aorta Koarktasio aorta meupakan kelainan jantung non sianotik yang paling banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di minggu pertama setelah kelahirannya. Insidens koarktasio aorta kurang lebih sebesar 8-15% dari seluruh kelainan penyakit jantung bawaan serta ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan (2:1). Diagnosis dapat dengan menemukan adanya perbedaan yang besar antara tekanan darah pada extremitas atas dengan extremitas bawah. Foto rontgen dada
memperlihatkan kardiomegali dengan kongesti vena pulmonalis, pemeriksaan Doppler pada aorta akan memperlihatkan aliran arteri yang terganggu. Pada neonates pemberian prostalglandin (PGE1) untuk membuka kembali duktus arteriosus akan memperbaiki perfusi sistemik dan mengkoreksi asidosis. Tindakan pelebaran koarktasio dengan kateter balon bila dikerjakan dengan baik dapat memberikan hasil yang memuaskan.
C. ETIOLOGI
Penyakit jantung kongenital mungkin disebabkan oleh interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan. 1. Faktor genetik Satu gen muatan Mendelian klasik bertanggung jawab terhadap 3% penyakit jantung kongenital, 5% terjadi karena aberasi kromosom kasar, 3% akibat faktor lingkungan yang diketahui (misal; rubela, sindrom alkohol janin), dan sisanya karena pengaruh multifaktor gen atau pengaruh tunggal gen yang diatur oleh kejadian acak. a. Gen-gen muatan tunggal (dominan autosomal, resesif autosomal atau terkait -X). Biasanya menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan. Yang paling lazim dari kelaian ini adalah sindrom Noonan, yang lesi jantung terseringnya adalah sindrom Apert (defek seka ventrikel, koarktasio aorta), sindrom Holt-Oram (defek sekat atrium dan ventrikel), dan sindrom Ellis-van Creveld (atrium tunggal). b. Kelainan kromosom Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai bagian suatu kompleks lesi. Banyak dari sindrom ini mempunyai insiden penyakit jantung kongenital yang tinggi, seperti : sindrom cri-du-chat (20%), sindrom XO (Turner) 50%, sindrom Trisomi 21 (Down) 50%, trisomi 13 (90%) dan trisomi 18 (99%). Defek sekat ventrikel merupakan lesi jantung yang paling lazim pada semua sindrom, kecuali sindrom Turner, yang terutama mengalami katup aorta bikuspid dan koarktasio aorta. c. Faktor gen multifaktor Faktor gen multifaktor dipercaya merupakan dasar bagi penyakit jantung kongenital lain, tetapi beberapa bukti yang sekarang ada menunjukkan kemungkinan faktor lain, seperti pengaruh gen tunggal yang dimodulasi oleh kejadian acak.
2. Faktor lingkungan a. Lingkungan janin Ibu yang meminum garam litium saat hamil dapat memperoleh anak yang menderita penyakit jantung kongenital, dengan insiden lesi katup mitra; dan trikuspid yang abnormal tinggi, terutana sindrom Ebstein. Ibu diabetik atau ibu yang meminum progesteron saat hamil mungkin mengalami peningkatan risiko untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung kongenital. Sekitar separuh anak dari ibu yang alkohol menderita penyakit jantung kongenital (biasanya pirai kiri ke kanan). Asam retinoat yang digunakan untuk mengobati jerawat dapat menyebabkan berbagia tipe lesi jantung kongenital. b. Lesi viral Embriopati rubela sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus arteriosus paten, dan kadang-kadang stenosis katup pulmonal. Virus lain, terutama koksakivirus, di duga menyebabkan penyakit jantung kongenital, berdasarkan pada penambahan frekuensi kenaikan titernserum untuk virus tersebut pada ibu yang bayinya menderita penyakit jantung kongenital. c. Nasihat keluarga Bila anak, terutama anak pertama ditemukan menderita penyakit jantung kongenital, orangtua sering mempunyai perasaan amat bersalah dan hampir selalu mengkhawatirkan risiko terjadinya penyakit jantung kongenital pada anak selanjutnya. Masalah ini harus dibahas secara terbuka dengan orangtua, yang seringkali segan membicarakannya. Penjelasan mengenai apa yang tentang penyakit jantung kongenital dan upaya meyakinkan orang tua bahwa mereka bukan penyebab penyakit
tersebut
kareba
tindakan
penyia-nyiaan
atau
pengambilalihan, merupakan argumentasi yang dapat digunakan untuk membantu menghilangkan perasaan bersalah. Pendekatan ini harus dikorelasikan dengan seluruh aspek lain yang berkaitan dengan pemberian dukungan terus-menerus pada orang tua yang memiliki anak sakit berat. Dapat diberikan informasi yang lebih spesifik mengenai risiko terjadinya lesi jantung pada anak sesudahnya. Jika lesi jantung merupakan bagian dari sindrom akibat mutasi satu gen, pada umumnya, gen dominan autosomal akan muncul pada 50% anaknya, sedangkan resesif autosomal menimbulkan penyakit pada 25% anaknya. Kelainan kromosomal mempunyai risiko berulang (rekurensi) yang bervariasi sesuai dengan perubahan kromosomal spesifik yang terjadi.
Bentuk pewarisan lain menimbulkan risiko berulang yang jauh lebuh rendah. Lebuh jauh, jika dua sanak keluarga derajat perta ma mempunyai penyakit jantung kongenital, risiko penyakit jantung pada bayi yang berikutnya ialah sekitar tiga kali angaka yang baru disebutkan. Risiko penurunan penyakit jantung kongenital adalah kira-kira 10%. Anak yang terkena penyakit jantung kongenital berikutnya, paling sering akan mempunyai tipe yang serupa seperti orang tua atau saudara kandungnya.
D. PATOFISIOLOGI
Lokasi defek menetukan beberapa tanda spesifiknya, namun banyak dari tanda klinmis yang terkait dengan pirau kiri ke kana sama untuk bebrapa defek. Pengaruh utamanya bergantung pada ukuran pirau kiri ke kanan, dan pada tingkat mana pirau ini terjadi karena utama aliran darah tambahan. Pada pirau aortapulmonal kiri ke kanan, sejumlan ventrikel kiri akan meninggalkan sirkulasi sitemik, dan aliran darah pulmonal menjadi bertambah oleh jumlah tersebut. Resultante aliran balik vena pulmonal yang lebih besar ke atrium kiri dan ventrikel kiri, meningkatkan volume diastolik ventrikel kiri, dengan demikian meningkatkan volume sekuncup dan kerja sekuncup ventrikel kiri melalui mekanisme Frank-Straling. Dilatasi ventrikel kiri meningkatkan tekanan akhir distolik ventrikel kiri dan tekana atrium kiri, dan jika berat menyebabkan gagal jantung kiri serta kongesti vena pulmonalis. Ventrikel kana tidak mengalami penmabahan beban volume ekstra, tetapi akan mengalami penambahan beban tekanan jika terdapat hubungan besar yang disertai dengan hipertensi pulmonal. Dilatasi atrium kiri dapat meregangkan sekat atrium, menyebabkan inkompetensi katup foramen ovale serta pirau atrium kiri ke kanan yang secara klinis dapat signifikan. Pengaruh hemodinamik yang serupa dapat terjadi menyertai pirau kiri ke kanan setinggi ventrikel, tetapi ventrikel kanan juga akan mengalami beban volume berlebihan. Pirau kiri ke kanan pada setinggi atrium meningkatkan beban volume hanya pada ventrikel kanan, dan jika ada beberapa obstruksi aliran ke luar, dapat juga terjadi peningkatan sedang beban tekanan ventrikel kanan. Pada pirau obligat, terjadi kelebihan beban volume kedua ventrikel. Sistem
simpatis-adrenal
dan
hipertrofi
miokardium
penting
dalam
upaya
mempertahankan kinerja miokardium yang adekuat, curah sistemik normal, dan oksigenasi jaringan yang memadai dalam menghadapi pirau kiri ke kanan. Terjadi peningkatan pelepasan kolakolamin dari kelenjar adrenal dan serabut saraf simpatis
dalam miokardium. Akibatnya frekuensi jantung dan kekuatan kontraksi miokardium meningkat. Peningkatan aktivitas simpatis-adrenal ini
bertanggung jawab terhadap
cepatnya frekuensi jantung yang disertai dengan kegagalan ventrikel kiri, dan juga terhadap keringat berlebihan yang sering terlihat pada bayi dengan gagal jantung. Mekanisme kompetensi ini biasanya berkembang dnegan baik pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, tetapi tidak berkembang sepenuhnya pada bayi yang baru lahir, terutama bayi kurang bulan. Selain itu, karena struktur miokardium menjadi matang selama perkembangan janin dan neonatus, bayi kurang bulan tidak mampu mengatasi beban volume berlebih dibandingkan bayi yang matur atau bayi yang lebih tua. Jika peningkatan beban volume atau tekanan pada ventrikel menetap, serabut otak akan mengalami hipertrofi, dan peningkatan jumlah protein kontraktil akan membantu mengatasi beban tanpa dilatasi ventrikel atau stimulasi simpatis berlebihan. Peningkatana kerja dan massa ventrikel kiri meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Penghangatan oksigen ke miokardium bergantung pada aliran darah koroner dan kandungan oksigen darah arteri. Perfusi koroner pada ventrikel kiri terjadi terutama selama diastol dan bergantung pada perbedaan tekanan diastolik antara arteri sistemik dengan intraniokardium, juga pada durasi diastol. Dengan demikian, penurunan dalam tekanan diastolik arteri (seperti pada hubungan aortapulmonal dengan pirau besar kiri ke kanan), peningkatan tekanan akhir-diastolik ventrikel kiri dan karenanya, tekanan intramiokardium
subendokardium
(seperti
pada
kegagalan
ventrikel
kiri),
dan
penurunana dalam periode diastolik (seperti pada takikardi), semuanya mengganggu perfusi miokardium dan dengan demikian juga penghantaran oksigen. Kandungan hemoglobin yang rendah, sebagaimana terjadi pada anemia f isiologi pada amsa bayi dini, atau sesudah pengmbilan sampel darah berulang selama perawatan anak intensif, juga membahayakan penghantaran oksigen pada miokardium dan dapat mempercepat gagal ventrikel kiri. Anemia menyebabkan ventrikel kiri tertuntut untuk lebih meningkatkan curah sistemik, guna memasok oksigen yang memadai keseluruh tubuh. Serupa dengan itu, infeksi dapat lebih lanjut menekan ventrikel kiri dengan meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan dan dengan demikian, kebutuhan terhadap cureah jantung. Suatu pirau kecil kiri ke kanan hanya memberi sedikit pengaruh pada jantung, kecuali bising. Jika terdapat pirau aortapulmonal atau interventrikular yang besar, ventrikel kiri akan membesar dan hiperaktif. Jika juga terdapat hipertensi pulmonal, mungkin ada tanda-tanda pembesaran ventrikel kanan. Dengan meningkatnya curah ventrikel kiri,
mungkin terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisian cepat ventrikel kiri pada awal diastol, dan bunyi jantung keempat akibat hipertrofi atrium kiri. Juga, meningkatnya aliran balik vena pulmonalis ke dalam atrium kiri, mungkin terdengar bising gemuruh (rumbling) mid-diastolik apikal berfrekuensi rendah, yang terjadi akibat peningkatan aliran diastolik yang mengalir melewati katup mitral normal. Bising sistolik akibat aliran turbulen yang melewati defek tertentu akan terdengar. Jika ada hipertensi pulmonal, akan ada bunyi penutupan katup pulmonal yang keras (P2). Bila beban volume menjadi terlalu besar untuk ditanggung ventrikel kiri, akan terjadi gagal jantung kongestif. Roentgenogram dada menunjukkan pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri, dan pada hubungan aortapulmonal, aorta asendens yang membawa aliran yang telah bertambah
ini
dapat
terdilatasi.
Penambahan
aliran
darah
pulmonal
akan
dimanifestasikan oleh dilatasi nyata arterimpulmonalis utama dan cabangnya yang meluas ke dalam lapangan paru. Jika ada kegagalan ventrikel kiri. Bukti elektrokardiografis hipertrofi atrium dan ventrikel kiri bergantung pada durasi dan besar pirau. Temuan ekokardiografis juga bergantung pada besar pirau kiri ke kanan dan derajat kegagalan jantung, juga pada lesi spesifik. Pada pirau atrium kiri ke kanan, pengaruh hemodinamis yang dominan datang dari kelebihan beban volume ventrikel kanan, tetapi peningkatan tekanan diastolik-akhir ventrikel kanan yang diikuti dengan peningkatan tekanan vena sistemik dan dengan curah ventrikel kanan yang meningkat. Pada roentgenogram dada, ventrikel kanan membesar, dan akan terlihat jelas peningkatan aliran darah pulmonal. Tampilan elektrokardiografis bervariasi sesuai perbedaan tipe hubungan atrial, dan hal ini akan dibahas kemudian. Ekokardiogram akan membantu diagnosis. Kelebihan beban ventrikel kiri maupun kanan dapat terjadi pada pirau dari aorta atau ventrikel kiri yang secara masuk ke dalam atrium kanan, atau malformasi arterivenosus sistemik.
E. TANDA, GEJALA DAN PENATALAKSANAAN
1. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau dari kiri ke kanan Masalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau dari kiri ke kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran darah ke paru berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.
a) Ventricular Septal Defect (VSD)
Tanda dan gejala : Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik dengan
riwayat pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sehingga adanya PJB ini sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin, yaitu terdengarnya bising pansistolik di parasternal sela iga 3 – 4 kiri. Bila lubangnya sedang maka keluhan akan timbul saat tahanan vaskuler paru menurun, yaitu sekitar usia 2 – 3 bulan. Gejalanya antara lain penurunan toleransi aktivitas fisik yang pada bayi akan terlihat sebagai tidak mampu mengisap susu dengan kuat dan banyak, pertambahan berat badan yang lambat, cenderung terserang infeksi paru berulang dan mungkin timbul gagal jantung yang biasanya masih dapat diatasi secara medikamentosa. Dengan bertambahnya usia dan berat badan, maka lubang menjadi relatif kecil sehingga keluhan akan berkurang dan kondisi secara
umum
membaik
walaupun
pertumbuhan
masih
lebih
lambat
dibandingkan dengan anak yang normal. VSD tipe perimembranus dan muskuler akan mengecil dan bahkan menutup spontan pada usia dibawah 8 – 10 tahun. Pada VSD yang besar, gejala akan timbul lebih awal dan lebih berat. Kesulitan mengisap susu, sesak nafas dan kardiomegali sering sudah terlihat pada minggu ke 2 – 3 kehidupan yang akan bertambah berat secara progresif bila tidak cepat diatasi. Gagal jantung timbul pada usia sekitar 8 – 12 minggu dan biasanya infeksi paru yang menjadi pencetusnya yang ditandai dengan sesak nafas, takikardi, keringat banyak dan hepatomegali. Bila kondisi bertambah berat dapat timbul gagal nafas yang membutuhkan bantuan pernafasan mekanik. Pada beberapa keadaan kadang terlihat kondisinya membaik setelah usia 6 bulan, mungkin karena pirau dari kiri ke kanan berkurang akibat lubang mengecil spontan, timbul hipertrofi infundibuler ventrikel kanan atau sudah terjadi hipertensi paru. Pada VSD yang besar dengan pirau dari kiri ke kanan yang besar ini akan timbul hipertensi paru yang kemudian diikuti dengan peningkatan tahanan vaskuler paru dan penyakit obstruktif vaskuler paru. Selanjutnya penderita mungkin menjadi sianosis akibat aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri, bunyi jantung dua komponen pulmonal keras dan bising jantung melemah atau menghilang karena aliran pirau yang berkurang. Kondisi ini disebut sindroma Eisenmengerisasi. Penatalaksanaan : Bayi dengan VSD perlu dievaluasi secara periodik sebulan
sekali selama setahun mengingat besarnya aliran pirau dapat berubah akibat
resistensi paru yang menurun. Bila terjadi gagal jantung kongestif harus diberikan obat-obat anti gagal jantung yaitu digitalis, diuretika dan vasodilator. Bila medikamentosa gagal dan tetap terlihat gagal tumbuh kembang atau gagal jantung maka sebaiknya dilakukan tindakan operasi penutupan VSD secepatnya sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. Indikasi operasi penutupan VSD adalah bila rasio aliran darah yang ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi paliatif Pulmonary Artery Banding (PAB) dengan tujuan mengurangi aliran ke paru hanya dilakukan pada bayi dengan VSD multipel atau dengan berat badan yang belum mengijinkan untuk tindakan operasi jantung terbuka.
b) Patent Ductus Arteriousus (PDA)
Tanda dan gejala : Penampilan klinis PDA sama dengan VSD yaitu tergantung
pada besarnya lubang dan tahanan vaskuler paru. Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur ) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2 – 3 kiri dan dibawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1 – 4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Gagal jantung kongestif akan timbul disertai infeksi paru. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penatalaksanaan : Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering
tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus. Upaya untuk menutup PDA dapat dilakukan dengan pemberian Indometasin bila tidak ada kontra indikasi. Bila
tidak berhasil dan gagal jantung juga tidak teratasi maka harus dilakukan operasi ligasi (pengikatan) PDA. Pada bayi atau anak tanpa gagal jantung dan gagal tumbuh kembang, tindakan penutupan PDA secara bedah dapat dilakukan secara elektif pada usia diatas 3 – 4 bulan. Pengobatan anti gagal jantung dengan digitalis, diuretika dan vasodilator harus diberikan pada bayi dengan PDA yang besar disertai tanda-tanda gagal jantung kongestif. Selanjutnya bila kondisi membaik maka operasi ligasi dapat ditunda sampai usia 12 – 16 minggu karena adanya kemungkinan PDA menutup secara spontan. Tindakan penutupan PDA tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru. Dalam dekade terakhir ini penutupan PDA dapat dilakukan juga secara non bedah dengan memasang coil atau alat seperti payung/jamur bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
c) Atrial Septal Defect (ASD)
Tanda dan gejala : Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek
berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan diatas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. Penatalaksanaan : Seperti pada VSD indikasi operasi penutupan ASD adalah
bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3 – 4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongestif yang tidak teratasi secara medikamentosa. Seperti pada PDA dalam dekade terakhir ini penutupan ASD juga dapat dilakukan tanpa bedah yaitu dengan memasang alat berbentuk
seperti clam (kerang) bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Tindakan penutupan ASD tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru.
2. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirau
Obstruksi di alur keluar ventrikel kiri dapat terjadi pada tingkat subvalvar, valvar ataupun supravalvar sampai ke arkus aorta. Akibat kelainan ini ventrikel kiri harus memompa lebih kuat untuk melawan obstruksi sehingga terjadi beban tekanan pada ventrikel kiri dan hipertrofi otot miokardium. Selama belum terjadi kegagalan miokardium,
biasanya
curah
jantung
masih
dapat
dipertahankan,
pasien
asimptomatik dan ukuran jantung masih normal. Tergantung beratnya obstruksi presentasi klinis penderita kelompok ini dapat asimptomatik ata u simptomatik. Yang simptomatik umumnya adalah gagal jantung yang gejalanya sangat bervariasi tergantung dari beratnya lesi dan kemampuan miokard ventrikel. Gejala yang ditemukan antara lain sesak nafas, sakit dada, pingsan atau pusing saat melakukan aktivitas fisik dan mungkin kematian mendadak. Pada keadaan yang berat dengan aliran darah sistemik yang tidak adekwat, sebelum terjadi perburukan akan ditandai dahulu sesaat dengan kemampuan mengisap susu yang cepat menurun dan bayi terlihat pucat, takipnoe, takikardia dan berkeringat banyak. Adanya penurunan perfusi perifer ditandai dengan nadi yang melemah, pengisian kapiler yang lambat dan akral yang dingin. Obstruksi pada alur keluar ventrikel kanan juga dapat berada di tingkat subvalvar atau infundibular, valvar dan supravalvar sampai ke percabangan arteri pulmonalis. Obstruksi ini akan menyebabkan terjadinya beban tekanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Penderita kelompok PJB ini umumnya juga asimptomatik kecuali bila obstruksinya berat dan kemampuan miokard ventrikel kanan menurun. Presentasi klinisnya dapat berupa gagal jantung kanan seperti edema perifer, hepatomegali dan asites, atau sindroma curah jantung rendah seperti sulit bernafas, lemah, sakit dada, sinkop dan mungkin kematian mendadak akibat aritmia. Bila bayi dan anak dengan Patent Foramen Ovale (PFO) maka mungkin akan terlihat sianosis akibat pirau dari kanan ke kiri melalui celah ini. a)
Aorta Stenosis ( AS ) Tanda dan gejala : AS derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik
sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta;
parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Penatalaksanaan : AS derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik
sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. b)
Coarctatio Aorta (CoA) Tanda dan gejala : CoA pada anak yang lebih besar umumnya juga
asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Penatalaksanaan : Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan
gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer. Pemberian Prostaglandin E1 (PGE1) dengan tujuan mempertahankan PDA agar tetap terbuka akan sangat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi koreksi. c)
Pulmonal Stenosis ( PS ) Tanda dan gejala : Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan
pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya
berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat. Penatalaksnaan : Intervensi non bedah Balloon Pulmonary Valvuloplasty (BPV)
dilakukan pada bayi dan anak dengan PS valvular yang berat dan bila tekanan sistolik ventrikel kanan supra sistemik atau lebih dari 80 mmHg. Sedangkan intervensi bedah koreksi dilakukan bila tindakan BPV gagal atau disertai dengan PS infundibular (subvalvar).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi. 2. Radiologis Sinar
X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
4. Ekokardiografi Memperlihatkan
dilatasi
aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.
5. Kateterisasi Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
BAB III PENUTUP
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Penyakit jantung kongenital disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Patofisiologi bergantung pada lokasi defek, lokasi defek menetukan beberapa tanda spesifiknya, namun banyak dari tanda klinis yang terkait dengan pirau kiri ke kanan sama untuk bebrapa defek. Pengaruh utamanya bergantung pada ukuran pirau kiri ke kanan, dan pada tingkat mana pirau ini terjadi karena utama aliran darah tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Axton, sharon, terry fugate. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan PEDIATRIK. Jakarta : EGC. Rudolph, M.Abraham, dkk. 2007. BUKU AJAR PEDIATRI RUDOLPH Volume 3. Jakarta : EGC. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC. http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/CongenitalHeartDefects/AboutCongenitalHeartDefect s/About-Congenital-Heart-Defects_UCM_001217_Article.jsp#.WLg1CXGqqko Diakses pada tanggal 1 Maret 2017. Semarang. http://eresources.perpusnas.go.id:2071/docview/609388560/51D862EAA7CF4A58PQ/1?accountid= 25704 Diakses pada tanggal 3 Maret 2017. Semarang.