10
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM I
"JINAYAH"
Disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah
Pendidikan Agama Islam I
Disusun oleh :
Julio Bois
Suci Nurani Salsabil
UNIVERSITAS AL-GHIFARI BANDUNG
Jl.Cisaranten Kulon No.140 Soekarno-Hatta Bandung
Tlp.022-
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena dengan ridho-Nya semata kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam I. sebagai wujud pengabdian kami terhadap Allah SWT sekaligus bentuk realisasi dari tanggung jawab dan kewajiban kami mengikuti mata kuliah ini. Makalah ini berisikan tentang "Jinayat".
Penulis berharap semoga makalah ini bisa menjadi
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam hukum islam ada yang dikenal dengan istilah jinayat (jinayah) yang merupakan salah satu dari bagian syari'at islam, jinayah ini bermacam-macam jenis dan sebabnya. Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahasnya sesuai dengan batas kemampuan yang kami miliki.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan pokok dalam makalah ini adalah :
Apakah pengertian dari Jinayah ?
Bagaimana dasar hukum jinayah dalam islam ?
Apa saja macam-macam dari jinayah menurut cara melakukan dan konsekuensi ?
Apa saja proses dari jinayah itu ?
Apa saja bukti dalam melakukan jinayah ?
Sebab menghapus hukuman junayah ?
Tujuan Penulisan
Menjelaskan pengertian dari jinayah
Mendeskripsikan dasar hukum jinayah dalam islam
Menjelaskan tentang macam-macam jinayah
Menjelaskan macam-macam jinayah menurut cara melakukan dan konsekuensi
Mendeskripsikan proses jinayah
Menjelaskan bukti dalam melakukan jinayah
Menjelaskan sebab hapusnya hukuman
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Jinayah
Secara bahasa jinayah berasal dari kata 'janaa dzanba yajniihi jinaayatan' yang berarti melakukan dosa, kata dasar jinayah dijama' kan karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa. Menurut istilah syar'i, kata jinayah berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau membayar denda.
Tujuan disyari'atkannya adalah dalam rangka untuk memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai tindak kejahatan criminal, seperti : pencurian, perzinahan homoseksual, minum khamar, membunuh dan sebagainya. Di kalangan fuqaha' perkataan jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang menurut syara'. Selain itu ada fuqaha' yang membatasi istilah jinayah kepada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash, tidak termasuk perbuatan yang diancam dengan hukuma ta'zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayah adalah 'jarimah' yaitu larangan-larangan syara' yang diancam dengan hukuman had atau ta'zir.
Dasar Hukum Jinayah
Dalam islam dijelaskan berbagai norma atau aturan yang harus ditaati oleh setiap mukalaf, hal itu tercantum dalam sumber fundamental islam termasuk juga mengenai perkara jarimah atau tindak pidana dalam islam. Berikut ini merupakan beberapa dalil tentang HPI dan kewajiban untuk menaati hukum Allah SWT :
Q.S Al-Baqarah : 179
"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa".
Q.S Al-Maidah : 49
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka . dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik".
Q.S An-Nisa : 65
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya".
Rukun atau Unsur Jinayah
Pengertian jinayah yang mengacu paada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara' dan diancam dengan had atau ta'zir telah mengisyaratkan bahwa larangan-larangan atas perbuatan-perbuatan yang termasuk kategori jinayah adalah berasal dari ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara'. Artinya perbuatan manusia dapat dikategorikan sebagai jinayah jika perbuatan tersebut diancam hukuman.
Karena larangan tersebut berasal dari syara', maka larangan tadi hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal sehat. Hanya orang yang berakal sehat saja yang dapat menerima panggilan (khitab) dan orang yang mampu memahami pembebanan (taklif) dari syara' tersebut.
Makhrus Munajaat, M.Hum (2009) menyatakan bahwa seseorang dikenal hukum jinayah jika memenuhi dua unsur yaitu umum dan khusus. Unsur umu terdiri dari :
Unsur Formal (Ar-Rukn, Al-Syar'i)
Yaitu adanya nash atau ketentuan yang menunjukkan sebagai jarimah atau dapat juga diartikan adanya ketentuan yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai dengan hukuman ancaman atas perbuatan tersebut. Jarimah tidak akan terjadi sebelum dinyatakan dalam nash. Alasan harus ada unsur ini antara lain firma Allah SWT dalam Q.S Al-ISra : 15 yang mengajarkan bahwa Allah tidak akan menyiksa hamba-Nya sebelum mengutus utusan-Nya. Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpahkan kepada mereka yang membangkang ajaran Rasul Allah. Khusus untuk jarimah ta'zir, harus ada peraturan dan undang-undang yang telah dibuat oleh penguasa.
Unsur Material (Ar-Rukh, Al-Madzi)
Yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan atau adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah baik melakukan perbuatan yang dilarang ataupun melakukan perbuatan yang diharuskan. Hadist Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman untuk umat Nabi Muhammad SAW atas sesuatu yang msih terkandung dalam hati, selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau mengerjakan dengan nyata.
Unsur Moral (Al-Rukh, Al-Adabi)
Yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah. Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khitab artinya pelaku kejahatan tadi adalah mukkalaf atau orang yang telah baligh, sehat akal dan ikhtiar. Sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai jinayah, jika perbuatan tersebut mempunyai unsur tadi. Tanpa ketiga unsur tersebut suatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jinayah.
Macam-Macam Jinayah
Para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al-Qur'an atau Al-Hadist, atas dasar ini mereka membagi menjadi 3 macam yaitu :
Jarimah Hudud
Menurut bahasa adalah menahan (menghukum), sedangkan menurut istilah hudud berarti sanksi bagi orang yang melanggar hukum syara' dengan cara didera/dipukul (dijiid) atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut dapat pula berupa dipotong tanga sebelah atau kedua-duanya aatau kaki dan tangan keduanya, tergantung kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum. Jarimah Hudud ini dalam beberapa kasus dijelaskan dalam Q.S An-Nur : 2, Q.S Al-Maidah : 33 dan 38 tentang pezinaan, qadzaf (menuduh berbuat zina), meminum khamar, pencurian, perampokan, pemberontakan dan murtad.
Jarimah Qishash/Diyat
Hukum qishash adalah pembalasan yang setimpal atas pelanggaran yang bersifat pengerusakan badan atau menghilangkan jiwa, seperti dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah : 45, Q.S Al-Baqarah : 178. Diat adalah denda yang wajib dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh seseorang yang terkena hukum diat sebab membunuh atau melukai seseorang karena ada pengampunan, keringanan hukuman dan hal lain. Pembunuhan yang terjadi bisa dikarenakan pembunuhan dengan tidak sengaja atau pembunuhan karena kesalahan (khoto'). Hal ini dijelaskan dalam Q.S An-Nisa : 92 tentang pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan tersalah, pelukan sengaja dan pelukan semi sengaja.
Jarimah Ta'zir
Hukum ta'zir adalah hukuman atas pelanggaran yang tidak ditetapkan hukumannya dala Al-Qur'an dan Hadist yang bentuknya sebagai hukuman ringan. Menurut hukum islam, pelaksanaan hukum ta'zir diserahkan sepenuhnya kepada hakim islam. Hukum ta'zir diperuntukkan bagi seseorang yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau tidak memenuhi syarat membayar diyat sebagai hukum ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya. Ta'zir ini dibagi menjadi 3 yaitu :
Jarimah hudud atau qishash/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat namun sudah merupakan maksiat misalnya, percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga dan pencurian aliran listrik.
Jarimah-jarimah yang ditentukan Al-Qur'an dan Al-Hadist namun tidak ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina agama.
Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini, nilai ajaran islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum. Berdasarkan niat pelakunya, jarimah dibagi mendai 2 yaitu : (1) Jarimah yang disengaja (Al-jarimah, Al-masquddah), (2) Jarima karena kesalahan (Al-jarimah ghayr, Al-maqsuddah/jarima, Al-khata').
Macam-Macam Jarimah Menurut Cara Melakukan dan Konsekuensinya
Pembunuhan
Yaitu suatu perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Pembunuhan biasanya memiliki motif yang berbeda, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri dan sebagainya.
Dasar hokum sebelum ijma adalah firman Allah SWT dalam surat al-Isra ayat 33 :
وَلاَ تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقَّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلاَ يُسْرِفْ فِى اْلقَتْلِ اِنَّهُ كَانَ مَنْصُوْرًا
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibbunuh secara zalim, maka sesungguhnya kami telahmemberikan kuasa kepada ahli warisnya, tetapijanganlah ahliwaris itu melampaui batas dalammembunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (QS. Al-Isra,17:33).
Dan firmanNya :
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ اْلقِصَاصُ فِى اْلقَتْلَى
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kami qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh,… (QS. Al-Baqarah,2:178).)
Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda :
لاَ يَحِلُّ قَتْلُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ اِلاَّ بِاِحْدَى ثَلاَثٍ : كُفْرٍ بَعْدَ اِيْمَانٍ, وَزِنًا بَعْدَ اِحْصَانٍ,وَ قَتْلِ نَفْسٍ بِغَيْرِ حَقِّ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا (رَوَاهُ التُّرْمِيْذِيُّ وَالنَّسَاءِي وَاِسْنَادُهُمَا صَحِيْحٌ)
"Tidak dihalalkan membunuh seorang jiwa yang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga alasan : kufur setelah beriman, berzina setelah menikah, dan membunuh jiwa ydengan tanpa hak secara zalim dan aniaya. (HR. Al-Turmidziy dan al-Nasai, dengan isnad sahih).
Pembunuhan ada 3 cara, yaitu :
Pembunuhan sengaja (قَتْلُ اْلعَمْدِ).
Maksudnya adalah pembunuhan terencana dengan menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan. Contoh :
Membunuh dengan cara menembak.
Melukai dengan benda tajam.
Melukai dengan alat-alat yang berat.
Membunuh dengan dimasukan ke dalam sel yang hampa udara.
Membunuh dengan diracun.
Disuntik dengan obat yang mematikan.
Membunuh dengan tidak memberi makan dan minum, dsb.
Pembunuh diqishsash dengan syarat si pelaku adalah baligh, berakal sehat, disengaja dan yang dibunuhnya orang baik.
Pembunuhan seperti sengaja (قَتْلُ شِبْهُ اْلعَمْدِ).
Maksudnya adalah pembunuhan tidak terencana dengan menggunakan alat yang tidak mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Contoh :
Memukul seseorang dengan sapu lidi, kemudian mati.
Membakar petasan, disamping orang. Ternyata yang mendengar itu mati.
Menakut-nakuti dengan boneka, kemudian mati.
Pembunuh tidak diqishsash, tapi ia kena diyat atau denda (QS. Al-Nisa, 4:92) dengan syarat si pelaku adalah baligh, berakal sehat, tidak berniat dan yang dibunuhnya orang baik.
Pembunuhan tersalah (قَتْلُ الْخَطَاءِ).
Maksudnya adalah pembunuhan yang tidak ditujukan pada seseorang, namun ia mati karena perbuatannya. Jenis pembunuhan ini, ada 3 kemungkinan :
Perbuatannya tanpa maksud melakukan kejahatan tap mengakibatkan kematian seseorang. Dalam hokum kesalahan ini disebut salah sasaran (error in concrieto). Contohnya : seseorang menembak harimau, namun tembakannya nyasar mengenai seseorang sehingga tewas.
Perbuatannya ada niat untuk membunuh, namun ternyata orang yang terbunuh tidak boleh dibunuh. Kesalahan terbebut dalam hukum disebut kesalahan maksud (error in objecto). Contohnya menembak seseorang yang dikira musuh, ternya teman sendiri.
Perbuatan yang tidak ermaksud jahat, namun menyebabkan kematian oran lain. Contohnya seseorang yang jatuh dariatas pohon, karena kelalaiannya menimpa seseorang sehingga meninggal dunia.
Tuntutan bagi pembunuh.
Jika pembunuhan sengaja, maka pelaku terkena qishash atau dibunuh juga, jika tidak dimaafkan. Namun jika dimaafkan, maka ia terkena diyat mughallazhah (denda berat). Di samping itu ia juga terkena hokum tambahan, jika ia keluarga terputus hak waris dan wasiatnya.
Adapun dendaannya berupa harta yang senilai dengan 100 ekor unta dibayar (tunai). Firman Allah SWT,
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءُهُ,جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ, وَاَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيْمًا
"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaaja, maka balasannya adalah neraka jahanam kekal ia di dalamnya, dan Allah marah kepadanya dan mengutuknya dan menyediakan adzab yang besar baginya." (QS. Al-Nisa,4:92)
Jika pembunuhannya seperti disengaja, maka ia tidak terkena qishash, hanya ia wajib membayar diyat (dendaan) diangsur selama 3 tahun dan kifarah hukuman penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan atau memerdekakan seorang budak (hamba sahaya).
Jika pembunuhan karena kesalahan, maka diyat wajib membayar denda ringan (diyat mukhaffafah). Yakni mengangsur 100 ekor unta dalam jangka waktu 3 tahun.
Tuntunan denda pun diwajibkan bagi mereka yang melukai atau memotong anggota tubuh, dengan ketentuan sebagai berikut :
Anggota yang berpasangan dan atau hidung atau lidah dengan dendaan 100 ekor unta.
Salah satu anggota yang berpasangan dengan dendaan setengah diyat, yakni 50 ekor unta.
Melukai kepala sampai botak atau badan sampai perut. Dendaannya adalah sepertiga diyat atau kira-kira 33 ekor unta.
Melukai sampai terkelupas kulit di atas tulang, dengan dendaan 15 ekor unta.
Melukai sam[ai putusnya jari-jari tangan atau kaki, dengan dendaan 10 ekor unta.
Mengakibatkan patah/terkelupas gigi, dengan dendaan 5 ekor unta untuk satu gigi.
Hikmah dilarangnya pembunuhan.
Dengan adanya qishash, akan berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh.
Penghargaan terhadap jiwa, harkat dan martabat manusi aitu sendiri.
Terciptanya kehidupan yang aman, damai dan setosa.
Efek jera, artinya pelaku akan berpikir tentang sanksi yang akan diterima.
Khamar (Minuman Keras)
Adalah cairan yang dihasilkan dari peragian biji-bijian atau buah-buahan dan mengubah sari patonya menjadi alcohol dang menggunakan katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisah unsur-unsur tertentu yang berubah melalui proses peragian atau khamar adalah minuman yang memabukkan. Orang yang minum khamar diberi sanksi dengan cambuk 40 kali (Umar Bin Khatab 80 kali). Khamar diharamkan dan diberi sanksi yang berat karena mengganggu kesehatan akal pikiran yang berakibat akan melakukan perbuatan diluar control yang mungkin akan menimbulkan akses negative terhadap lingkungan.
Zina
Adalah melakukan hubungan seksual diluar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan. Sanksi bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari batu sampai mati) bagi pezina mukhshan yaitu orang yang melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoiru mukhshan yaitu perzinahan yang dilakukan oelh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah.
Qadzaf
Asal makna qadzaf adalah ramyu (melempar), umpamanya dengan batu atau dengan dengan yang lainnya. Menurut istilah adalah menuduh orang melakukan zina, sanksi hukumannya adalah dicambuk 80 kali. Sanksi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu dialamatkan kepada orang islam, baligh, berakal dan orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sanksi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang saksi dan bukti yang jelas. Suami yang menuduh istrinya berzina juga dapat terbebas dari sanksi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi atau bukti atau meli'an istrinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat.
Mencuri
Adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara diam-diam dan rahasia dari tempat penyimpanannya yang terjaga dan rapi dengan maksud untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara terang-terangan tidak termasuk pencurian, tetapi Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih berat dari pencurian. Dan pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain tanpa izin). Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan akan diazab diakhirat apabila mati sebelum taubat dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan penjahat, karena dengan hukuman tersebut pencuri akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan pencurian karena beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensive (pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan mencapai nishab yaitu kurang lebih 93gr emas.
Muharobah (berbuat kekacauan)
Adalah aksi bersenjata dari seseorang atau sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan, menumpahkan darah, merampas harta, merusak harta benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang aturan perundang-undangan. Latar belakang aksi ini bisa bermotif ekonomi yang berbentuk perampokan, penodongan baik didalam maupun diluar rumah atau bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan ketertiban umum. Sanksi hukum pelaku muharobah adalah :
Potong tangan dan kaki secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak harta benda
Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang
Dipenjara atau dibuang dari tempat tingalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta benda dan tanpa membunuh
Proses dalam Jinayah
Percobaan
Maksudnya yaitu melakukan perbuatan jarimah belum dikerjakan dengan sempurna, dalam hukum pidana islam. Percobaan jarimah tidak dikenal secara khusus, namun dapat digolokgnkan pada jarimah ghairu tammah. Dalam hukum pidana islam, jarimah hudud, qisas diyat harus dilakukan dengan sempurna jika tidak maka ta'zir. Hadist Nabi : "Barang siapa yang memberikan hukuman bukan terhadap jarimah had, maka dia digolongkan orang-orang yang melewati batas".
Kerjasama
Maksudnya pelaku bersama-sama melakukan jarimah. Dalam bentuk ini tiap-tiap pelaku masing-masing memberikan andilnya dalam melakukan jarimah. Para juris islam mengkasifikasi kerjasama melakukan jarimah menjadi 2 yaitu :
Sekutu berbuat jarimah secara langsung ( رشا بم كير ش) : yaitu pelaku bersama-sama dengan orang lain aktif melakukan jarimah atau kawan nyata dalam melakukan jarimah. Ini ada 2 :
Secara kebetulan (قفا و ت) tidak ada kesepakatan sebelumnya. Seperti yang terjadi dalam kerusuhan, perkelahian atau demonstrasi masal.
Secara berencana (ؤ لا مت)
para fuqaha membedakan tanggung jawab pelaku jarimah dari keduan kerjasama tersebut. Pertanggung jawaban pelaku kebetulan dan berencana :
Menurut Abu Hanifah : sanksinya sama/dibebankan pada setiap masing-masing sesuai dengan perbuatannya. Contoh, dipersalahkan karena menyekap, membunuh sesuai perbuatannya.
Jumhur Ulama : kebetulan, masing-masing bertanggung jawab terhadap perbuatan pidana yang dilakukan. Berencana, semua pelaku pidana sama jika korban meninggal maka semuanya dikenakan hukuman mati (qishash)
Sekutu berbuat jarimah secara tidak langsung (ببستم كير ش) : berbuat secara tidak nyata, tapi menjadi factor penyebab adanya jarimah. Misalnya menghasut, memberi bantuan atau memberi janji tertentu.
Bukti Pelaksanaan Jinayah
Alat-alat bukti dalam menetapkan sebuah kejahatan yang mengakibatkan qishash atau diyat adalah sebagai berikut :
Pengakuan : syarat dalam pengakuan bagi kasus pidana yang akan berakibat qishash atau diyat adalah harus jelas dan terperinci. Tidak sah pengakuan yang umum dan masih terdapat syubhat.
Persaksian : dalam kasus pidana selain zina (4 orang saksi lelaki adil), syarat minimal adalah 2 orang saksi lelaki yang adil.
Qarinah : segala tanda-tanda yang zahir yang bersamaan dengan sesuatu yang masih samar.
Menarik diri dari bersumpah : ketika terdakwa menarik diri (mengelak) dari bersumpah yang diajukan kepada terdakwa melalui hakim (menurut mazhab hanafiyah).
Al-Qasamah : sebuah sumpah yang diulang-ulang bagi kasus pidana pembunuhan, ia dilakukan 50 kali sumpah dari 50 lelaki.
Sebab Hapusnya Hukuman
Paksaan, yakni pelaku dipaksan melakukan perbuatan jarimah yang tidak dikehendaki.
Mabuk, orang mabuk adalah orang yang mengigau dalam percakapannya, menghilangkan cakapnya bertindak. Oleh karena itu tidak sah akad, ucapan dan perbuatannya. Jika ia dipaksa untuk mabuk kemudian dia melakukan jarimah, maka ia tidak dikenakan pidana. Namun jika ia mabuk atas kemauannya sendiri kemudian ia melakukan jarimah, maka ia tetap dikenakan pidana karena ia sengaja menghilangkan kesadarannya sendiri.
Gila, dapat diartikan sebagai hilangnya akal atau terlepasnya akal.
Belum Baligh, yakni anak yang belum tamyis belum memiliki kemampuan berfikir dan belum mengerti akibat dari perbuatannya. Namun ada beberapa sebab lain dalam kasus tertentu yang menyebabkan gugurnya sanksi jarimah yaitu : (1) pelaku jarimah meninggal, (2) pelaku jarimah bertobat, (3) tidak terdapat bukti dan sanksi serta tidak ada pengakuan, (4) terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya, (5) pelaku menarik kembali pengakuannya, (6) mengembalikan harta yang dicuri sebelum diajukan ke sidang, hal ini terjadi pada pelaku pencurian dan hirabah (menurut Imam Abu Hanifah), (7) dimilikinya harta yang dicuri itu dengan sah oeh pencuri sebelum diajukan ke pengadilan (menurut Imam Abu Hanifah).