BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia yang salah satunya adalah kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan itu sendiri adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk seoptimal mungkin. Di Indonesia, masalah ibu dan anak merupakan sasaran prioritas dalam bidang kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan derajat kesehatan di suatu bangsa. Berdasarkan data dan penelitian tentang kualitas penduduk indonesia 2011 tercatat angka kematian ibu masih sebesar 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi usia 0-11 bulan adalah 34/1.000 kelahiran hidup (Kompas, (Kompas, 2012). Oleh karena itu, hal ini merupakan prioritas dalam upaya peningkatan kesehatan di Negara kita terutama bagi seorang ibu. Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Seringkali perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat terjadi pada berbagai tahap. Ter gantung pada tahap mana gangguan itu terjadi, maka kehamilan dapat berupa keguguran, prematuritas,kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital (Depkes RI, 1999:27).
Kesemuanya
terkadang merupakan kegagalan fungsi reproduksi. Demikian pula dengan gangguan pertumbuhan tropoblas (calon ari-ari),
pada hakekatnya merupakan kegagalan
reproduksi. Pada keadaan ini janin tidak berkembang menjadi janin yang yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidropik pada jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung yang yang disebut mola hidatidosa. Pada umumnya umumnya penderita mola hidatidosa akan baik kembali, tetapi ada diantaranya mengalami degenerasi berupa koriokarsinoma (Wiknjosastro, 2006) Data terbaru menunjukkan bahwa frekuensi Mola hidatidosa dari berbagai belahan dunia berbeda-beda. Di Amerika Serikat merupakan negara yang sangat rendah yaitu 1: 2000 kehamilan ibu muda dan sehat. Di Asia Tenggara (tidak termasuk Indonesia) angka kejadian molahidatidosa 4-5 kali frekuensi di USA, berturut-turut semakin tinggi yaitu di Mexico city 1:200, filiphina 1:173, India 1:160, Taiwan 1:125. Dan di Indonesia ternyata frekuensi molahidatidosa tertinggi yaitu berkisar antara 1:50 sampai 1:141 kehamilan (Satria, 2011) . 1
Oleh karena itu, mengingat semakin meningkatnya angka kejadian molahidatidosa, maka perlu perawatan intensif dan tindakan pelayanan yang komprehensif melalui proses keperawatan serta melibatkan banyak sector.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui lebih jelas tentang penyakit mola hidatidosa b. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang mengalami kasus mola hidatidosa dengan pendekatan proses keperawatan
2
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsepsi
Konsepsi adalah penyatuan sel telur dengan sperma untuk menentukan awalnya kehamilan. Sel telur atau ovum dihasilkan oleh wanita di ovarium. Setiap bulan satu ovum akan matang dengan tubuhnya yang dilindungi oleh sel-sel penyokong. Pada saat ovulasi, ovum keluar dari folikel ovarium yang ruptur. Tingginya kadar estrogen meningkatkan motilitas tuba uterin sehingga silianya akan mampu menangkap ovum dan mendorongnya kedalam cavum uteri. Ovum tidak dapat bergerak dengan sendirinya. Ovum masih dapat dikatakan subur sekitar 24 jam setelah ovulasi. Jika tidak terjadi fertilisasi oleh sperma, ovum akan mengalami degenerasi dan direabsorbsi. Sedangkan sperma dihasilkan oleh pria di testis pada saat ejakulasi dalam semen. Satu sendok teh semen mengandung 200 sampai 500 juta sperma. Sperma dimasukkan kedalam vagina kemudian sperma akan berenang dengan pergerakan flagel pada ekornya. Beberapa sperma dapat mencapai tempat fertilisasi dalam waktu 5 menit, tetapi rata-rata waktu transitnya adalah 4 sampai 6 jam. Sperma tetap dapat hidup pada sistem reproduksi wanita dalam waktu 2 sampai 3 hari. Kebanyakan sperma hilang pada vagina, pada mukus servic, dan pada endometrium atau masuk kedalam tuba yang tidak mengandung ovum. Pada saat sperma berjalan melalui tuba uterin, enzim diproduksi untuk membantu dalam kapasitasi sperma (Wiknjosastro, 2006). Kapasitasi adalah perubahan fisiologis yang mengangkat selaput pelindung dari kepala sperma (acrosome). Kemudian ferforasi kecil pada acrosome memungkinkan enzim Hyaluronidase terlepas. Enzim ini diperlukan sperma untuk melakukan penetrasi pada selaput pelindung ovum sebelum fertilisasi. Fertilisasi terjadi pada ampula (sepertiga bagian luar) tuba uterus. Pada saat sperma berhasil melakukan penetrasi pada membran yang menyelimuti ovum, sperma dan ovum terperangkap pada membran sehingga sperma lain tidak dapat menembusnya. Keadaan ini disebut zona pelusida (Bobak, 2000). Pembelahan miosis kedua pada oocyt telah lengkap dan nukleus ovum menjadi pronukleus perempuan. Kepala sperma membesar dan menjadi pronukleus laki-laki serta ekornya mengalami degenerasi. Nukleus kemudian menyatu dan kromosom saling berikatan menghasilkan keadaan diploid. Pembentukan zygot tercapai. Zygot akan berjalan menuju tuba uterus selama 3 sampai 4 hari. Zygot akan membelah menjadi morulla berupa 16 sel bola solid. Kemudian morulla mengambang bebas didalam uterus. Cairan mengalir melewati zona pelusida masuk kedalam
ruang intraseluler diantara 3
blastome. Rongga yang terbentuk didalam massa sel menyatu dan membentuk blastocyst. Massa solid bagian dalam sel berkembang dalam embrio dan membran embriotik ini disebut amnion. Lapisan luar dari sel yang melingkupi rongga disebut trophoblast. Trofoblast mempunyai sifat untuk menghancurkan desidua (endometrium pada masa kehamilan) termasuk spiral arteries serta vena-vena di dalamnya. Akibatnya terbentuklah ruangan-ruangan yang terisi oleh pendarahan dari pembuluh-pembuluh darah yang ikut dihancurkan. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul ruangan-ruangan intervilliar dimana villi koriales seolah-olah terapung diantara ruangan-ruangan tersebut sampai terbentuknya plasenta. Sebagian dari vili koriales tetap melekat pada desidua. Lagi pula desidua yang tidak dihancurkan oleh trofoblas membentuk septa plasenta, yang dapat dilihat dibagian maternal plasenta (Wiknjosastro, 2006). Zona pellusida mengalami degenerasi dan trophoblast akan terikat sendiri pada endometrium uterus. Sekitar 7 sampai 10 hari setelah konsepsi, trophoblast akan mensekresi enzim yang memiliki kemampuan untuk membuat lubang kedalam endometrium sehingga blastocyt masuk dan tertutupi seluruhnya. Keadaan ini disebut implementasi (Wiknjosastro, 2006).
Gambar 1.1 Konsepsi
4
2.2 Definisi Mola Hidatidosa
Ada beberapa pengertian mola hidatidosa, yaitu :
Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG). Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik (Wiknjosastro, 2006).
Mola hidatidosa pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi, di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenesari hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung (Wiknjosastro, 2006).
Gambar Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi, hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi korealis disertai dengan degenerasi hidrofik (Saifuddin, 2000) Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter. Gambaran hispatologik yang khas dari mola ialah edema stroma villi, tidak adanya pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel-sel trofoblas (Wiknjosastro, 2006).
5
Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan baik kembali, tetapi ada di antaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma (Wiknjosastro, 2006). 2.3 Etiologi
Mola hidatidosa sebenarnya sudah dikenal sejak abad ke enam silam, tetapi hingga saat ini belum diketahui dengan pasti penyebabnya (Wiknjosastro, 2006). Menurut Prof. Rustam Mochtar dalam bukunya sinopsis obstetri (2000), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa antara lain: 1. Faktor ovum Spermatozon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya, maka akan terjadi kelainan pada pembuahan. 2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah Dalam masa kehamilan, keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin. Dengan keadaan sosio-ekonomi yang rendah, maka untuk memenuhi zat gizi yang diperlukan untuk tubuh kurang mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan janin. 3. Paritas tinggi Ibu multipara cenderung mengalami moal hidatidosa karena trauma kelahiran. 4. Kekurangan protein Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu. Keperluan akan zat protein waktu hamil sangat meningkat. Apabila kekurangan protein dalam makanan, maka mengakibatkan bayi yang lahir menjadi kecil.
2.4 Macam Mola hidatidosa
Dalam obstetric William Edisi 17, mola hidatidosa terbagi dua, yaitu : 1. Mola hidatidosa komplek, jika tidak ditemukan janin. Villi korealis dirubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang sama besarnya dengan kehamilan normal. Struktur histologinya mempunyai sebagai beri kut : -
Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma villi
-
Tidak terdapat pembuluh darah pada villi yang bengkak
-
Prolifersi sel epitel trofoblas yang beragam 6
-
Tidak terdapat janin dan amnion
2. Mola hidatidosa partialis Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut, tetapi disertai janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama. 2.5 Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan asal dan timbulnya penyakit mola hidatidosa, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Teori Missed Abortion Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Kematian mudigah itu disebabkan kekurangan gizi asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13-21. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan angiogenesis. 2. Teori Neoplasma Teori ini menjelaskan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan
tersebut terjadi karena sel sperma
membuahi sel telur abnormal dimana intinya (kromosom) telah hilang atau tidak aktif lagi. Alasan telur tidak mengandung kromosom tidak diketahui. Setelah pembuahan, kromosom dari sel sperma duplikat diri, jadi ada 2 salinan kromosom identik yang keduanya berasal dari sperma. Ketika ini terjadi, perkembangan normal tidak dapat terjadi, dan janin tidak terbentuk. Sebaliknya, sel trofoblas terus berkembang dan membentuk mola hidatidosa. 2.6 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006) meliputi : 1. Pendarahn berulang yang biasanya berwarna coklat dan terjadi diantara masa-masa haid yang semestinya ada jika penderita tersebut t idak hamil. 2. Nausea dan vomitus sering lebih hebat jika dibandingkan dengan kehamilan biasa. Kadang-kadang tersa mulas karena uterus sering berkontraksi.
7
3. Muka penderita agak cekung dengan warna lebih kemerahan jika dibandingkan dengan keadaaan umumnya (muka mola). Karena telah terjdadi anemia, nadi penderita akan lebih cepat dari biasanya. 4. Pembesaran uterus melebihi ukuran kehamilan yang semestinya. 5. Pada palpasi balottemen tidak teraba dan bunyi jantung fetus tidak terdengar. Pda pemeriksaan USG akan menunjukkan gambaran yang khas seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin. 6. Pre eklamsia dan eklamsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu. 2.7 Diagnosis dan Gejala
1. Anamnesa/keluhan : -
Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa
-
Kadangkala ada tanda toksemia gravidarum
-
Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak
-
Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan sseharusnya
-
Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.
2. Inspeksi : -
Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face)
-
Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
3. Palpasi : -
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
-
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
-
Adanya fenomena hermonika: darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun ; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
4. Auskultasi : -
Tidak terdengar denyut jantung janin
-
Terdengar bising dan bunyi khas
8
5. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka diuji biologik dan uji imunologik (Galli Mainini dan Planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi) : -
Galli Mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa
-
Galli Mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kemba. Bahkan pada mola atau karokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebro-spinal dapat menjadi positif.
6. Pemeriksaan dalam : Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
-
terdapat pendarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks. 7. Uji sonde : sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati kedalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison). 8. Foto Rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan). 9. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin. (Bobak, 2000) 2.8 Diagnosa Keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan yang mencul pada klien yang mengalami mola hidatidosa adalah : 1. Nyeri berhubungan dengan adanya pendarahan 2. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan 3. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah 4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervaginal yang abnormal 5. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya pendarahan 2.9 Terapi
Terapi mola hidatidosa terdiri empat tahap yaitu : 1.
Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosa. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa sedang tiroksotikosa diobati sesuai dengan protokol bagian penyakit dalam, antara lain dengan inderal. 9
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara yaitu: a) vakum huretase dan b) histerektomi a. Vakum huretase Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga kemunkinan perdarahan yang banyak. b. Histerektomi Tindakan ini dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang
bahwa
pada
sediaan
histerektomi
bila
dilakukan
pemeriksaan
histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui histeretomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan. 3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Terapi profilaksis diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan kasus histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan methotrexate atau actinomycin D. Ada beberapa ahli yang tidak menyetujui terapi profilaksis dengan alasan bahwa jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak tiga kali. 4. Pemeriksaan tindak lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah molahidatidosa. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma atau pil anti hamil. Mengenain pemberian pil anti hamil ini ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak 10
mengatakan bahwa pil kombinasi, di samping dapat menghindarkan kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan HCG. Pihak lain menentangnya justru karena estrogen dapat mengaktifkan sel-sel trofoblas. Bagshawe beranggapan bila pil anti hamil diberikan sebelum kadar HCG jadi normal dan kemudian wanitan itu mendapat koriokarsinoma, maka biasanya resisten terhadap sitostatika. Kapan penderitan mola dapat dianggap sehat kembali ? sampai sekarang belum ada kesepakatan. Curry menyatakan sehat bila HCG dua kali berturut-turut normal. Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal. Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan kinekologik, kadar Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan radiologik. Cara yang paling peka untuk menentukan adanya keganasan dini ialah dengan pemeriksaan HCG yang menetap untuk beberapa lama, apa lagi kalau meninggi. Hal ini menunjukkan masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ialah dengan radioimmunoassay terhadap HCG B – sub unit (Winkjosastro, 2006).
11
BAB III KASUS 3.1 Gambaran Kasus
Ny A berusia 28 tahun, saat ini sedang hamil anak kedua, G2P1A0H1, HPHT 20 juli 2012, saat ini NA mengeluh karena mengalami pendarahan, sakit kepala, mual dan pusing. Ketika dilakukan pemeriksaan USG, ternyata Ny A mengalami kehamilan mola hidatidosa dan harus segera diterminasi. 3.2 Analisa Kasus
No. Analisa Data 1.
Etiologi
DS :
Mola hidatidosa
Masalah Keperawatan Risiko infeksi
Hamil anak kedua Ny
A
mengeluh
Dinding rahim distensi
mengalami pendarahan, Perdarahan per vaginam
DO : -
Risiko infeksi 2.
DS :
Mola hidatidosa
Intoleransi aktivitas
Ny A mengeluh sakit kepala dan pusing
HCG meningkat
DO : -
Mual muntah
Pusing sakit kepala
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
12
Mola hidatidosa 3.
DS :
Nyeri Ny
A
mengeluh
Dinding rahim distensi
mengalami pendarahan Pendarahan per vaginam
DO : -
Konstraksi uterus meningkat
nyeri 4.
DS :
Mola hidatidosa
Ny A hamil anak kedua
Ny
A
mengeluh
Gangguan pemenuhan HCG meningkat
kebutuhan nutrisi
mengalami mual. DO :
Mual muntah
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
13
3.3 Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervaginal yang abnormal Kriteria Hasil : tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Intervensi Keperawatan 1. Catat suhu, catat bau, catat warna
Rasional Kehilangan darah yang berlebihan dengan penurunan
Hb,
meningkatkan
risiko
terjadinya infeksi
2. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian penggantian cairan
3. Kolaborasi pemberian parenteral
Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan cairan
Diindikasikan untuk mencegah terjadinya infeksi
2. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan Tujuan : Aktivitas klien kembali normal Kriteria Hasil : Pasien bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya sehingga kelemahannya teratasi Intervensi Keperawatan
Rasional
1. Sarankan pasien tetap melakukan aktivitas ringan
Meminimalisir kerja yang dapat membuat klien lelah
2. Sarankan kepada keluarga untuk membantu aktivitas
Aktivitas pasien tidak terlalu berat namun tetap melakukan aktivitas. 14
pasien. 3. Sarankan kepada pasien untuk melakukan aktivitas dalam posisi duduk dikondisikan sesuai kegiatan.
Posisi duduk mengurangi tenaga yang berlebihan.
3. Diagnosa keperawatan : Nyeri berhubungan dengan adanya pendarahan Tujuan : Klien akan menunjukan nyeri berkurang Kriteria hasil : -
Klien mengatakan nyeri berkurang
-
Ekspresi wajah tenang
Intervensi Keperawatan 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
2. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
3. Beri posisi yang nyaman
Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgetik
Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dapat dipersepsikan
15
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual Tujuan : Mual yang dialami klien berkurang Kriteria hasil : -
Melaporkan terbebas dari mual
-
Mengidentifikasi tindakan yang dapat menurunkan mual
Intervensi Keperawatan 1. Kaji penyebab tidak nafsu makan
2. Beri makanan kesukaan pasien
Rasional 1.
Memberi solusi sehingga nutrisi terpenuhi
2. Mengembalikan selera makan pasien
3. Berikan porsi makan sedikit tapi sering
3. Asupan nutrisi tetap terpenuhi walau sedikit
4. Berikan makanan yang aromanya tidak tajam / menyengat
4. Aroma yang tajam / menyengat menimbulkan mual
16
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Kasus dan Analisa
Ny A mengeluh karena ia mengalami pendarahan, pusing, mual dan sakit kepala. Setelah dilakukan pengkajian keluhan yang utama dirasakan Ny A adalah pendarahan melalui jalan lahir (per vaginal). Pada kasus Ny A dilakukan pemeriksaan USG didapati bahwa Ny A mengalami mola hidatidosa. Dari hasil pengkajian, ditegakkan diagnosa sebanyak 2 diagnosa keperawatan. Perencanaan dalam keperawatan dilakukan setelah data terkumpul, dikelompokkan, dianalisa dan ditetapkan masalah keperawatan. Perencanaan dilakukan sesuai dengan kondisi klien, kemudian tujuan keperawatan dapat ditetapkan dalam jangka panjang dan jangka pendek. Ditegaskan dengan kriteri hasil yakni alat ukur untuk pencapaian tujuan yang mengacu pada tujuan yang disusun pada rencana keperawatan. Pengkajian yang dilakukan pada Ny A dengan wawancara, observasi langsung pada Ny A. Pengkajian dilakukan berdasarkan teori tetapi disesuaikan dengan kondisi Ny A saat dikaji.
17
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setiap perempuan yang subur berpotensi untuk mengalami kehamilan. Kehamilan ini melibatkan semua organ reproduksi wanita, termasuk trophoblast. Semua organ reproduksi tersebut mempunyai fungsi yang berkaitan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi organ reproduksi tersebut sehingga menyebabkan penyakit. Sebagai contoh gangguan pada organ trophoblast yang menyebabkan hamil anggur atau mola hidatidosa. Dimana mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korealis mengalami perubahan hidropik (Wiknjo Sastro, 2006). Oleh karena itu, sebagai seorang perempuan sangatlah penting untuk menjaga organ reproduksinya baik kesehatan maupun kebersihannya.
5.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita sudah seharusnya mengetahui penyakit mola hidatidosa ini sehingga ketika kita mendapatkan pasien dengan penyakit ini maka kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
18