MAKALAH PARASITOLOGI VETERINER: ENDOPARASIT ENDOPARASIT Koksidiosis pada unggas
Disusun Oleh : Melpa Susanti Purba
B04110017
Noviana Dewi
B04110026
Miftahul Ilmi
B04110040
BAGIAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
A. Pendahuluan Latar Belakang
Koksidiosis unggas merupakan salah satu penyakit intestinal dan penyebab kerugian yang utama dalam industri perunggasan (Yellita, Y et al 2011). Koksidiosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh parasite yang berkembang di epitel usus (Saif 2003). Koksidiosis atau berak darah merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh salah satu endoparasit, yaitu protozoa (bersel tunggal) dari genus Eimeria sp. Agen penyakit ini berbeda dengan agen penyakit lainnya, baik bakteri maupun virus terutama dalam tahapan perkembangannya dimana Eimeria sp. memiliki beberapa fase perkembangan. Secara keseluruhan ada 12 jenis Eimeria sp. yang dibedakan berdasarkan lokasi lesi, bentuk lesi yang ditimbulkan, bentuk dan ukuran berbagai stadium perkembangannya (ookista, schizont, merozoit ), lokasi Eimeria sp. di jaringan dan waktu sporulasinya. Dari ke-12 jenis Eimeria sp. tersebut ada 9 spesies yang bisa menginfeksi ayam, yaitu E. acervulina, E. brunetti, E. maxima, E. necratix, E. mivati, E. mitis, E. praecox, E. tenella dan E. hagani. Namun dari ke-9 spesies Eimeria sp. itu tidak kesemuanya bersifat patogen (bisa menimbulkan penyakit) pada ayam. Ada 5 spesies Eimeria sp. yang patogen pada ayam, yaitu E. tenella, E. maxima, E. necratix, E. acervulina dan E. brunetti. Menurut Lee, K.W. et al (2011), prevalensi global dari Eimeria yang menginfeksi kawanan ayam/flock diperkirakan lebih dari 50 % di seluruh dunia termasuk Asia, Eropa, America Selatan. Secara umum, mayoritas dari coccidia yang menginfeksi ayam ada beberapa spesies dari eimeria, yang paling sering ditemukan adalah Eimeria tenella, Eimeria praecox, Eimeria acervulina, dan Eimeria maxima. Eimeria tenella, jenis coccidian yang paling pathogen pada ayam, biasanya berhabitat di sekum dan menyebabkan feces ayam berdarah (Eraslan, G. et al 2004). Di lapangan sering kali ditemukan adanya serangan koksidiosis yang menstimulasi serangan necrotic enteritis. Hal tersebut terjadi karena saat serangan
koksidia terjadi perdarahan dan kerusakan jaringan pada ileum (usus halus) yang memicu terbentuknya kolonisasi bakteri anaerob, yaitu Clostridium perfringens. Adanya kolonisasi bakteri anaerob itu akan berlanjut dengan serangan necrotic enteritis. Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengenal klasifikasi, morfologi, siklus hidup, epidemiologi, patologi padaunggas terutama ayam, serta kepentingan klinis dari penyakit koksidiosis untuk mengenal cara pencegahan, pengobatan yang ditimbulkan. B. Pembahasan Klasifikasi
Eimeria tenella adalah protozoa yang termasuk dalam subfilum apicomplexa. subfilum Apicomplexa terdiri dari sekitar 3500 jenis, semuanya bersifat parasit. Termasuk di dalamnya adalah coccidia pada hewan peliharaan dan hewan liar, parasit malaria dan keluarganya dan piroplasma pada hewan peliharaan (Levine 1985). Menurut Levine (1985), Eimeria tenella diklasifikasikan sebagai berikut : Filum
: Protozoa
Subfilum
: Apicomplexa
Kelas
: Sporozoasida
Ordo
: Eucoccidiorida
Subordo
: Eimeriorina
Famili
: Eimeriidae
Genus
: Eimeria
Spesies
: Eimeria tenella
Morfologi
Eimeria tenella merupakan salah satu dari sekian banyak coccidia yang sering ditemukan penyebarannya di seluruh dunia dan patogen pada peternakan ayam domestik. Morfologi dari Eimeria tenella berbeda-beda dimulai dari ookista, sporokista, sporozoit, skizon/meron, dan merozoit. Ookista adalah zigot hasil fertilisasi antara makrogamet dan mikrogamet pada tahap gametogoni yang dikeluarkan bersamaan dengan feses. Ookista ini memiliki lebar ovoidnya sekitar 22,9 m sampai 19,16 m, panjangnya antara 14,2 m sampai 31,2 m atau antara 9,5 m sampai 24,8 m. Dinding ookista halus, tidak bermikropil (Soulsby 1986). Menurut Levine (1985), ukuran ookistanya berkisar antara 14-31 x 9-25 mikron. Di dalam ookista terdapat 4 sporokista dan masing-masing sprokista akan menghasilkan 2 sporozoit. Untuk menghasilkan 2 sporozoit tersebut dibutuhkan suatu proses yang disebut sporulasi. Proses ini sangat tergantung pada suhu dan kelembaban. Waktu sporulasi 18 jam, pada suhu 29 , 21 jam pada suhu 26-24, 24-48 jam pada suhu ruangan, dan tidak bersporulasi pada suhu di bawah 8 (Levine 1985).
Sumber: repository.ipb.ac.id
sumber : en.wikipedia.org
Sumber : www.jstor.org
Siklus hidup
Pada dasarnya siklus hidup dari semua anggota Eimeriidae adalah sama, contohnya siklus hidup pada Eimeria tenella dalam sekum ayam. Ookista yang keluar bersama tinja terdiri dari satu sel yang disebut dengan sporon. Sel ini diploid, tetapi menjalani pembagian reduksi, dengan timbulnya badan kutub, dan semua siklus hidup selanjutnya adalah haploid. Pertumbuhan ookista membutuhkan oksigen. Sporon membagi menjadi empat sporoblas; masing- masing akan menjadi sebuah sporokista dan dua sporozoit akan terbentuk di dalamnya, proses ini disebut dengan
sporogoni (sporulasi). Proses sporogoni atau sporulasi ini membutuhkan satu hari atau lebih tergantung dari suhu dan jenis coccidia (Levine 1985).
Menurut Brontowidjoyo (1987), reproduksi coccidia parasit berlangsung secara
aseksual
dengan
skizogoni
(pembentukan
skizon)
dan
sporogoni
(pembentukan sporozoit) sedangkan secara seksual dengan gametogon (pembentukan sel gamet). Umumnya kedua cara reproduksi itu berlangsung didalam satu inang. Dalam siklus hidupnya, induk semang dan habitatnya didalam sekum. Penularan terjadi bila ookista yang bersporulasi tertelan oleh ayam. Ookista ini mengandung 4 sporokista yang masing-masing mengandung 2 sporozoit. Sesampainya didalam lumen usus, ookista dan sporokista akan rusak oleh enzim pancreas, sehingga menyebabkan keluarnya sporozoit. Sporozoit masuk kedalam epitel di sekum tumbuh menjadi skizon generasi pertama didalam mukosa. Skizon generasi pertama menghasilkan 48 lebar 1,5 mikron (Levine 1985). Untuk dapat sporulasi, ookista membutuhkan kondisi yang optimal, yaitu lembab, ketersedian oksigen cukup, dan suhu 26.6-32.2 (Ashadi dan Partosoedjono 1992). Pada hari ketiga, merozoit-merozoit bebas dari sporozoit dan memasuki selsel epitel, lalu masing-masing merozoit berkembang menjadi skizon generasi kedua. Skizon generasi kedua adalah tahap perkembangan yang paling patogen, karena
skizon ini matang dan berkembang pada hari ke – 4 serta mengeluarkan merozoit dengan jumlah yang banyak didalam lamina propria, sehingga menimbulkan kerusakan mukosa usus yang sangat parah. Skizon dan merozoit generasi kedua lebih besar daripada skizon dan merozoit generasi pertama (Levine 1985 dan Saif 2003). Setelah merozoit generasi kedua berada didalam lumen usus, sebagian besar membentuk gametosit dan sebagian lainnya memasuki sel epitel untuk membentuk skizon
generasi
ketiga.
Gametosit
yang
terbentuk
berdiferensiasi
menjadi
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (Muafo et al. 2002). Inti mikrogametosit membelah dan menghasilkan banyak mikrogamet yang bercambuk dua. Makrogametosit tumbuh membesar tetapi intinya tidak membelah lalu membentuk makrogamet. Satu makrogamet dan satu mikrogamet akan membentuk zigot yang berdinding tebal atau ookista yang belum bersporulasi. Zigot dapat ditemukan didalam epitel pada hari ke tujuh setelah penularan. Zigot yang terbentuk di epitel akan keluar memasuki lumen usus dan bersama tinja terbawa keluar tubuh. Di alam bebas ookista mengalami sporogoni (Levine 1985). Ookista hanya dihasilkan selama beberapa hari, tetapi terkurung dan tertahan didalam sumbat yang dibentuk dalam lumen sekum, sehingga ookista dikeluarkan beberapa hari lebih lama (Levine 1985). Gejala Klinis
Menurut Soulsby (1986), ayam yang terinfeksi E. tenella akan menunjukkan beberapa gejala klinis, antara lain lemah, tidak mau makan, bergerombol untuk tetap hangat, dan pada 4 hari setelah infeksi terjadi hemorhagi. Selain itu terjadi depresi, penurunan berat badan, dehidrasi, fesesnya berair, konsistensinya lembek kehijauan berdarah (Arnall 1975), lesu, sayap menggantung dan sekitar kloaka kotor oleh bekas feses (Deptan 1999). Gejala klinis dipengaruhi oleh jumlah kerusakan dan peradangan yang terjadi di saluran pencernaan, jumlah ookista, kondisi tubuh dan umur inang. Koksidiosis dapat menyebabkan diare ringan sampai disentri. Bentuk manifestasi E. tenella bersifat akut sampai kronik, dengan atau tanpa kematian. Pada
ayam muda, penurunan bobot badan yang cepat akan memicu kekurusan dan dehidrasi, yang berujung pada kematian. Pada beberapa kasus koksidiosis, tremor, konvulsi dan kelumpuhan biasa terjadi (Arnall 1975). Lesi-lesi yang ditimbulkan oleh koksidia memiliki kekhasan tergantung dari spesies yang menyerang. Kekhasan tersebut sebagaimana dijelaskan di bawah ini. • E. acervulina dan E. Mivati, meyebabkan daerah perdarahan 1 – 2 cm yang diselingi fokus berwarna putih yang terlihat di sepanjang lapisan serosa duodenum bagian belakang (distal) dan yeyunum bagian depan (proksimal). • E. necatrix, menimbulkan penggembungan yang berlebihan pada bagian tengah yeyunum dengan perdarahan pada mukosa dan cairan berwarna kemerahan di dalam lumen usus. • E. maxima, menyebabkan penggembungan pada bagian tengah yeyunum dengan perdarahan pada lapisan mukosa. • E. Tenella, menimbulkan radang perdarahan sekum/usus buntu. • E. brunetti, menimbulkan perdarahan mukosa bagian distal yeyunum dan kolon. Cara penularan
Ookista yang bersporulasi merupakan stadium infektif dari siklus hidup Eimeria sp. Ookista dapat ditularkan secara mekanik melalui pekerja, peralatan yang terkontaminasi, terbawa oleh angin dengan jarak yang pendek. Diagnosa Klinis
Pemeriksaan epidemiologi, anamnesa dan gejala klinis yang timbul adalah diagnosa yang dilakukan di lapangan. Untuk mendapatkan hasil diagnosa yang lebih pasti, dilakukan pemeriksaan ookista didalam feses dengan menggunakan mikroskop (Arnall 1975). Pemeriksaan post mortem dilakukan pada beberapa unggas yang telah mati, dan dilakukan pada bagian sekum, apabila sekum mengalami kerusakan maka unggas didiagnosa terinfeksi oleh Eimeria tenella (Soulsby 1986).
Pencegahan
Keberadaan reproduksinya
yang
ookista
coccidia
tinggi
di
yang
sekitar
mudah
lingkungan
tersebar
karena
peternakan
dan
potensi potensi
reproduksinya yang tinggi mempersulit pencegahan penyebaran koksidiosis (Allen dan Fatterer 2002). Selain itu, ookista Eimeria tenella memiliki daya tahan yang kuat sehingga sulit untuk dimusnahkan. Untuk mencegah termakannya ookista, maka unggas harus dijauhkan dari daerah yang diprediksi mengandung ookista. Pakaian, sepatu dan semua benda yang keluar masuk peternakan harus didesinfeksi. Pemisahan unggas muda dan unggas dewasa dilakukan untuk mencegah penularan dari unggas yang karier (Farmer 1980).
Jumlah ookista akan bertambah
dengan pesat apabila populasi unggas disuatu peternakan sangat padat, makanan dan air minum terkontaminasi feses dan alasnya basah, hangat dan tidak pernah diganti (Arnall 1975). Menurut Allen dan Fatterer (2002), ookista E. tenella dapat dirusak oleh bakteri, organisme lain dan ammoniak. Pengosongan kandang selama 3 minggu, pemberian air minum higienis (air matang) dan menggantung tempat air sehingga tidak mudah terkontaminasi feses dapat mencegah kejadian koksidiosis. (Farmer 1980). Penggantian alas yang basah dan pakan yang sudah kotor adalah langkah yang tepat untuk mencegah wabah penyakit (Arnall 1975). Selain itu, pemberian life vaccines merupakan langkah efektif untuk mencegah koksidiosis karena sangat menstimulasi sistem kekebalan tubuh ayam (Allen dan Fatterer 2002). Pengobatan
Koksidiosis dapat dieliminasi dengan obat anticoccidia apabila dipakai dengan dosis yang tepat. Tindakan pengobatan harus segera dilakukan apabila diagnosa koksidiosis sudah dipastikan (Soulsby 1986). Beberapa obat yang sering digunakan antara lain sulphonamid, sulphadimidin, sulphaquinoxaline (Arnall 1975). Selain itu, amprolium, biquinolate, decoquinate, clopidon, monensin, robenidine, zolidone, nicarbazin, furazolidone, methylbenzoquat, lasalocid, salinomycin dan
sulfaquinoxalin juga sering digunakan untuk mengendalikan coccidia (Soulsby 1986). Resistensi coccidia terhadap anticoccidia maupun koksidiostat menjadi permasalahan dan pertimbangan utama untuk memberikan obat (Soulsby 1986). Menurut Willis et al (2013), ada sejumlah keuntungan menggunakan pengobatan alami jamur sebagai immunonutrition dibandingkan dengan antibiotic untuk meningkatkan kesehatan dan produksi ayam. Menurut Iskandar, Tolibin et al (2006) RBM5 memiliki potensi untuk diproses lebih lanjut secaratepat menjadi anti- koksidia. C. Kesimpulan
Dari ke-12 jenis Eimeria sp. tersebut ada 9 spesies yang bisa menginfeksi ayam, yaitu E. acervulina, E. brunetti, E. maxima, E. necratix, E. mivati, E. mitis, E. praecox, E. tenella dan E. hagani. Namun dari ke-9 spesies Eimeria sp. itu tidak kesemuanya bersifat patogen (bisa menimbulkan penyakit) pada ayam. Ada 5 spesies Eimeria sp. yang patogen pada ayam, yaitu E. tenella, E. maxima, E. necratix, E. acervulina dan E. brunetti. Ayam yang terinfeksi E. tenella akan menunjukkan beberapa gejala klinis, antara lain lemah, tidak mau makan, bergerombol untuk tetap hangat, dan pada 4 hari setelah infeksi terjadi hemorhagi. Selain itu terjadi depresi, penurunan berat badan, dehidrasi, fesesnya berair, konsistensinya lembek kehijauan berdarah Daftar pustaka
Allen PC, Fetterer RH. 2002. Recent Advances in Biology and Immunobiology of Eimeria Species and in Diagnosis and Control of Infection with These Coccidian Parasites of Poultry. Jurnal [online].Journal of Clinical Microbiology.Vol. 15: 58-65 Arnall, L. 1975. Bird Disease. London : Bailliere Tindall Ashadi G, Partosoedjono S. 1992. Penuntun Laboratorium Protozoologi 1. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Brontowidjoyo MD. 1987. Parasit dan Parasitisme. Jakarta : Media Sarana Press
Deptan. 1999. Manual Standar Metoda Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Dirjen Peternakan, Deptan Eraslan, G. et al . 2004. Change in Malondialdehyde Level and Catalase Activity and Effect of Toltrazuril on These Parameters in Chick Infected with Eimeria Tenella.Jurnal . Bull Vet Inst Pulawy . Vol 48: 251-254. Farmer JN. 1980. The Protozoa : Introduction to Protozoologi. London : The C. V. Mosby Company Iskandar, T, Didik Subekti, Toni Suibu. Pengaruh Pemberian RBM5 terhadap Koksidiosis pada Ayam Broiler. dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006. Lee, K.W. et al . 2011. Effects of coccidiosis control programs on antibody levels against selected pathogens and serum nitric oxide levels in broiler chickens. Poultry Science Association, Inc. Levine ND. 1985. Veterinary Protozoology. IOWA State University Press. Ames. Muafo AN, Heinmann AW, Dubremetz JF, Entzeroth R. 2002. Monoclonal antibodies specific for the two types of wall-forming bodies of Eimeria tenella macrogametes (Coccidia, Apicomplexa). Jurnal [online]. Parasitol Res Vol 88: 217 – 224 Saif YM. 2003. Disease of Poultry 11th Ed. Iowa : BlackWell Soulsby EJL. 1986. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. London : Bailliere Tindall Willis, W.L et al .2013. Effect of Level and Type of Mushroom on Performance, Blood Parameters and Natural Coccidiosis Infection in Floor-Reared Broilers. Journal .The Open Mycology Journal. Vol. 7: 1-6. Yellita, Y et al .2011. Ekstrak Sambiloto Menurunkan Patogenesitas Ookista Eimeria Tenella. Jurnal . Jurnal Veteriner. Vol. 12 No. 4: 307-318