BAB I PENDAHULUAN
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. Pada anemia berat, viskositas viskositas darah dapat turun hingga hingga 1,5 kali air, normalnya sekitar tiga kali air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sel darah darah mera merah h memp mempen enga garu ruhi hi visk viskos osit itas as darah darah.. Hal Hal ini ini meng mengur uran angi gi taha tahana nan n terhad terhadap ap aliran aliran darah darah dalam dalam pembul pembuluh uh perife perifer, r, sehing sehingga ga jumlah jumlah darah darah yang yang mengalir melalui jaringan dan kemudian kembali lagi menuju ke jantung menjadi jauh lebih normal. Bila Bila pender penderita ita anemia anemia mulai mulai berkua berkuat, t, jantun jantung g tidak tidak mampu mampu memomp memompaa jumlah darah lebih banyak daripada jumlah yang dipompa sebelumnya. Akibatnya selama selama keadaa keadaan n anemia anemia ini berkua berkuat, t, dimana dimana terjadi terjadi pening peningkat katan an kebutu kebutuhan han jarin jaringan gan akan akan oksige oksigen, n, dapat dapat timbul timbul hipoks hipoksia ia jaring jaringan an yang yang serius serius dan sering sering terjadi gagal jantung yang akut. Seseorang dikatakan anemia jika hematokritnya (persen eritrosit dalam darah) kurang dari 40. Adapun hematokrit normal adalah sekitar 40-60. Penderita anemia anemia berat bisa tanpa gejala, tetapi penderita penderita anemia ringan bisa sangat lemah. Hal ini dipeng dipengaru aruhi hi oleh oleh empat empat faktor faktor utama, utama, yaitu yaitu cepat cepat timbul timbulnya nya anemia anemia,, deraj derajat at anem anemia ia,, umur umur pend penderi erita ta dan dan kurv kurvaa diso disosi sias asii oksi oksige gen n hemo hemogl glob obin in.. Gejalanya Gejalanya antara lain sesak napas, lemah, mengantuk, mengantuk, palpitasi palpitasi dan sakit kepala. Pada orang tua dapat ditemukan gejala penyakit jantung dan kebingungan. Meliha Melihatt serius seriusnya nya akibat akibat yang yang ditimb ditimbulk ulkan an oleh oleh anemia anemia,, maka maka perlu perlu diketahui berbagai hal tentang anemia. Salah satunya adalah klasifikasi anemia. Anemia Anemia dapat dapat dibeda dibedakan kan berdas berdasark arkan an morfol morfologi ogi dan sebab sebab atau etiolo etiologin ginya. ya. Klasifikasi morfologi berdasarkan bentuk dari eritrosit yang mengalami kelainan, sedang sedangkan kan berdas berdasark arkan an etiolo etiologi gi ditinj ditinjau au penyeb penyebab ab terjadi terjadinya nya anemia anemia,, seperti seperti
1
pematagan abnormal dan destruksi atau kehilangan secara berlebihan pada eritrosit.
2
BAB II PEMBAHASAN
Anemia menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dan dibawa hemoglobin berkurang, sehingga tidak dapat memenuhi keperluan jaringan. Beberapa organ dan proses memerlukan oksigen dalam jumlah besar. Bila jumlah oksigen yang dipasok berkurang maka kinerja organ yang bersangkutan akan menurun, sedangkan kelancaran proses tertentu akan terganggu. Otak adalah jaringan yang memerlukan energi dalam jumlah besar setiap saat. Keperluan akan energi dalam jumlah yang besar ini hanya dapat dipenuhi oleh metabolisme yang berlangsung dalam keadaan aerob. Ini berarti, jaringan otak mutlak memerlukan oksigen supaya tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Memang keadaan anoksida (ketiadaan oksigen) yang berlangsung beberapa menit saja akan mengakibatkan kerusakan menetap yang tidak dapat diperbaiki lagi pada jaringan dan sel-sel otak. Salah satu yang ditakuti dari peredaran darah besar yang terjadi dalam waktu singkat dan tidak segera diatasi dengan homeostasis (pengentian pendarahan) dan transfuse ialah kerusakan fungsi susunan saraf pusat, dengan bentuk terberat koma (kehilangan kesadaran) yang menetap. Dalam keadaan anemia, yang biasanya terjadi dan berkembang dalam jangka waktu yang panjang, berbagai organ tubuh menyesuaikan diri dengan menyesuaikan fungsi dengan keadaan yang tidak optimum tersebut, termasuk otak. Akibatnya, kinerja otak akan berkurang dengan jumlah oksigen yang diperolehnya. Akibat anemia bisa berbeda-beda pada setiap tahap kehidupan. Pada anak, anemia bisa menghambat pertumbuhan fisik dan mentalnya. Pada masa remaja atau dewasa, anemia bisa menurunkan kemampuan dan konsentrasi serta gairah
3
untuk beraktivitas. Sementara pada wanita hamil, anemia menyebabkan risiko pendarahan sebelum atau saat melahirkan, risiko bayi lahir dengan berat badan rendah atau prematur, cacat bawaan, dan cadangan zat besi bayi yang rendah. Anemia yang terjadi pada anak-anak dapat menggangu proses tumbuh kembangnya. Bahkan perkembangan berpikir juga bisa terganggu dan mudah terserang penyakit. Anemia yang terjadi pada seseorang bisa muncul karena bawaan (kongenital), akut atau kronik, tidak berbahaya atau berbahaya menyangkut kehidupan, dan berat atau ganas. Menurunnya jumlah sel darah merah dalam tubuh juga bisa terjadi karena zat gizi besi digunakan untuk kepentingan lain (di luar untuk pembuatan sel darah merah). Hal ini terjadi, misalnya, akibat kekurangan asam lambung, penyakit pada sumsum tulang, kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan atau memproduksi selsel
darah
merah
seperti
asam
folat,
vitamin
B12,
dan
lainnya.
Anemia bisa berakibat pada gangguan tumbuh kembang, gangguan kognitif (belajar) serta penurunan fungsi otot, aktivitas fisik dan daya tahan tubuh. Jika daya tahan tubuh menurun, maka risiko infeksi pun akan meningkat. Anemia bisa terjadi saat masih bayi. Bila ini terjadi, tentunya bisa berdampak pada prestasi mereka saat usia prasekolah dan sekolah. Akibatnya, bisa terjadi gangguan konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas pemecahan masalah dan kecerdasan intelektual (IQ) yang rendah, serta gangguan perilaku. Anemia membuat transfer oksigen yang memperlancar metabolisme sel-sel otak terhambat, metabolisme lemak mielin yang mempercepat hantar impuls saraf, perilaku, serta konsentrasi terganggu. Jika terkena anemia defisiensi gizi saat bayi, maka ketika memasuki prasekolah dan usia sekolah akan terganggu konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas pemecahan masalah rendah, tingkat kecerdasan lebih rendah dan gangguan perilaku. Anemia dapat menyebabkan pertumbuhan tinggi dan berat badan dibawah normal, penurunan tingkat kecerdasan, dan gangguan pada system saraf serta otak. Anemia sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Anak perempuan lebih tinggi risikonya karena mengalami menstruasi. Ketika anak perempuan
4
duduk di bangku SMA, mereka masih terancam anemia karena pada usia itu mulai sadar penampilan sehingga mulai menjalankan diet ketat. Ada beberapa penyebab timbulnya anemia, yaitu: 1.
Karena cacat sel darah merah Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi sel darah merah sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami sel darah merah menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2.
Karena kekurangan zat gizi Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam sel darah merah disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia sel darah merah sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3.
Karena perdarahan Kehilangan
darah
dalam
jumlah
besar
tentu
saja
akan
menyebabkan kurangnya jumlah sel darah merah dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya
terjadi
karena
kecelakaan
dan
bahaya
yang
5
diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4.
Karena otoimun Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan
bagian-bagian
tubuh
yang biasanya
tidak
dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap sel darah merah, umur sel darah merah akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. Terdapat beragam jenis pengklasifikasian anemia, pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran pada sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas: a.
Anemia normositik normokrom Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism, dan anemia pada penyakit hati kronik.
b.
Anemia makrositik normokrom
6
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel c.
Anemia mikrositik hipokrom Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu atau macam gangguan herediter adalah: •
Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan,
misal nya anemia sel sabit. •
Gangguan sintetis globin misalnya talasemia.
•
Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis
herediter.
7
•
Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat
dehidrogenase). Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap selsel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid
dan
infeksi
virus.
Anemia
hemolitik
otoimun
selanjutnya
diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin. Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis. Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: a.
Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma, obat dan zat kimia toksik, dan penyinaran dengan radiasi
b.
Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif
8
sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan
pertimbangan
morfologis
dan
etiologi.
Berikut
adalah
pengklasifikasian anemia menurut etiologinya: 1. Anemia aplastik Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
Gejala-gejala anemia aplastik Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan: •
ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
•
epistaksis (perdarahan hidung)
9
•
perdarahan saluran cerna
•
perdarahan saluran kemih
•
perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi. Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahuntahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi. Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik. Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada
10
kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
2. Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
Penyebab lain defisiensi besi adalah: •
Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang
diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja. •
Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
•
Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan
saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid. Dalam
keadaan
normal tubuh orang
dewasa
rata-rata
mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis.
11
Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Patofisiologi anemia defisiensi besi Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan. Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7g/100ml) mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya
12
berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut. Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
3. Anemia megaloblastik
13
Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.
Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi,
cacing
pita
berkompetisi
dengan
hospes
dalam
mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983). Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obatobat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar.
14
Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.
15
BAB III PENUTUP
Dari uraian mengenai pengklasifikasian anemia di atas, diuraikan bahwa anemia terdiri atas beberapa kelas dengan masing-masing tanda dan gejala, penyebab serta pengobatannya. Diuraikan pengklasifikasian anemia menurut morfologinya terdapat anemia normositik normokrom, anemia makrositik normokrom, dan anemia mikrositik hipokrom kemudian pengklasifikasian anemia menurut etiologinya terdapat anemia aplastik yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelas anemia normositik normokrom, anemia defisiensi besi yang dapat juga diklasifikasikan ke dalam kelas anemia mikrositik hipokrom, dan anemia megaloblastik yang dapat diklasifikasikan juga ke dalam kelas anemia makrositik normokrom. Dijelaskan pula mengenai akibat serta penyebab timbulnya penyakit anemia. Anemia tidak semata- mata suatu gangguan fungsi tubuh akibat kurangnya jumlah sel darah merah, tetapi pengertian anemia dapat dijelaskan menurut masing-masing jenisnya yang beragam. Perbedaan kelas dalam anemia, membedakan pula dalam cara penanganannya. Untuk itu, yang paling awal kita perlu ketahui tentang anemia adalah sebab-sebab mengapa anemia dapat timbul dalam tubuh seseorang. Apakah dikarenakan pendarahan dalam tubuh yang tidak dapat berhenti, atau karena masalah sistem autoimun dalam tubuh, atau karena suplai zat gizi yang kurang bagi tubuh, ataukah karena terdapat kecacatan bentuk pada sel darah merah yang dapat membuat sel darah merah tidak dapat berfungsi sebagaimana seharusnya berfungsi pada tubuh seseorang. Sehingga klasifikasi anemia perlu dipahami dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan pemberian pengobatan pada penderita agar tidak terjadi komplikasi penyakit pada tubuh penderita.
16
DAFTAR PUSTAKA
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran . Jakarta: EGC. Hall, dkk. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Http://www.pediatrik.com Http://www.majalah-farmacia.com Lisyani,dkk. 2009. Patologi Klinik II . Semarang: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Undip. Sadikin, Mohamad. 2002. Biokimia Darah . Jakarta: Wikia Medika.
17