L aporan K asus asus
KISTA PANKREAS
Oleh:
Sindu Wahyudya P
I1A009001
Erna Yulida
I1A009008
Puga Sharaz Wangi
I1A009032
Herlinda Kusumawati
I1A009054
Pembimbing dr. Hery Purwosusanto, Sp.B, Sp.BA, FICS
BAGIAN/SMF ILMU BEDAH FK UNLAM – RSUD RSUD ULIN BANJARMASIN September, 2014
BAB I PENDAHULUAN
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen, dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal.disebelah kiri, ekor pankreas mencapai hilus limpa di arah kraniodorsal. Bagian atas kiri kaput (hulu) pankreas dihubungkan dengan korpus pankreas oleh leher pankreas, yaitu bagian pankreas yang biasanya lebarnya tidak lebih dari 4 cm. Arteri dan vena mesenterika superior berda di dorsal leher pankreas dan berjalan di ventral duodenum III dan dorsal duodenum I, melingkari arteri dan vena tadi.
Gambar 1 Gambaran posisi anatomis Pankreas
2
Saluran Wirsung dimulai dari ekor pankreas sampai ke bulu pankreas bergabung dengan saluran empedu di ampula hepato-pankreatika untuk selanjutnya bermuara pada papila Vater. Saluran pankreas minor Santorini atau duktus pankreatikus asesorius bermuara di papila minor yang terletak kira-kira 2 cm proksimal dari papila mayor. Terdapat variasi anatomis dari saluran ini. Diameter saluran pankreas pada pasien dewasa muda sebesar 3-4 mm, dengan bertambahnya umur dapat mencapai 5-6 mm.
Gambar 2. Saluran ekskresi pankreas, dan jenis-jenis sel pada pankreas.
Pankreas merupakan kelenjar ganda yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin yang menghasilkan enzim pencernaan te rdiri atas kelenjar asiner. Bagian endokrin berupa masa pulau kecil (pulau langerhans yang tersebar di seluruh pankreas. Dengan pulasan khusus ditemukan tiga jenis sel endokrin pankreas, yaitu sel alfa, sel beta dan sel delta.
3
Sel eksokrin pankreas menghasilkan cairan elektrolit dan enzim sebanyak 1500 hingga 2500 ml sehari dengan pH 8 sampai 8,3 dan mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan plasma. Bila cairan pankreas ini dihentikan sekresinya, misalnya dengan melakukan pankreatotomi atau ligasi saluran pankreas, akan terjadi gangguan penceranaan dan gangguan absorbsi zat-zat nutrisi. Trauma yang hanya terjadi pada pankreas biasanya jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan trauma pada organ di sekitarnya. Trauma pankreas terjadi sebagai akibat trauma tajam atau trauma tumpul yang mengenai abdomen. Trauma pada pankreas bagaikan sebuah teka-teki, bahkan pada praktek kedokteran modern dengan teknologi dan metode diagnostik yang telah berkembang dengan pesat. Banyak trauma pankreas terutama yang disebabkan oleh trauma tumpul tidak dapat didiagnosis segera dan kemudian menjadi tantangan bagi para klinisi untuk dapat memberikan terapi yang tepat akibat keterlambatan dalam penegakan diagnosis1,2.
Keseluruhan estimasi insiden trauma pankreas yang dilaporkan di Charity Hospital New Orlean, USA adalah 1-2 % pada pasien dengan trauma tumpul atau trauma tajam dan dapat setinggi 3-12 % pada pasien dengan trauma pada organ intra abdominal lainnya. Trauma pankreas memiliki prevalensi 4:1.000.000 yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan sepertiga diantaranya disebabkan oleh trauma tumpul yang mengenai pankreas. Sebagian besar truma tumpul pankreas dihubungkan dengan trauma tumpul pada organ intraabdominal lain dan didiagnosa setelah dilakukan eksplorasi laparatomi karena ketidak stabilan hemodinamik,
4
temuan positif pada kumbah peritoneal, atau berdasarkan gejala klinik atau radiografik indikasi untuk operasi. Mekanisme dari trauma sangat dibutuhkan sebagai panduan untuk penegakan diagnosis 2.
Posisi pankreas relatif terproteksi yaitu terletak retroperitonium, di sebelah dalam dan posterior abdomen menyilang terhadap garis pertengahan dan corpus vertebrae. Posisi tersebut mengandung maksud bahwa perlu energi yang cukup tinggi yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan suatu trauma pada pankreas. Posisi tersebut itu pula yang menyebabkan trauma tumpul pada pankreas relatif lebih jarang dibandingkan trauma tumpul yang mengenai limpa maupun hepar 2,3,4. Pada banyak kasus post trauma tumpul pankreas pada stadium dini sering tanpa gejala dan kesan tampak tidak ada kelainan. Seringkali pasien merasa sehat sebelumnya dan tidak menyadari adanya trauma pankreas. Selama pemeriksaan fisik tanda sabuk pengaman, flank ecchymosis, akan membangun kewaspadaan klinisi
terhadap
trauma
yang
potensial.
Fraktur
limpa
dengan
hematom
retroperitonial atau manifestasi kebocoran cairan, nyeri epigastrium, nyeri punggung sangat jarangditemukan pada keadaan post trauma 2.
Terdapat laporan pada pasien dengan transeksi duktus pankreas yang komplit tetap asimtomatik dalam berminggu-minggu, berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun setelah trauma awal. Sering kali pasien dengan trauma tumpul yang mengenai pankreas menunjukkan manifestasi krisis abdominal yang tidak spesifik post trauma. Trauma pankreas seringkali sulit dideteksi dengan temuan fisik dan pasien awalnya
5
mungkin menunjukkan tanda-tanda fisik yang minimal. Alasan mengapa gejalagejala dan tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera setelah trauma dihubungkan dengan lokasi pankreas yang terletak retroperitonial, enzim pankreas yang tidak aktif setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi cairan pankreas setelah trauma3. Trauma
tumpul
terhadap
pankreas
dapat
menghasilkan
pseudokista
residual baik intrapankreatik atau peripankreatik 8. Komplikasi lain trauma tumpul pancreas adalah insufisiensi hormon-hormon kelenjar endokrin dan eksokrin pankreas3.
Kista pankreas mencakup dua kelompok utama kelainan. Yaitu kista inflamatorik, yang tersering adalah pseudokista dan kelompok kista neoplastik (noninflamatorik). Tiga jenis kelainan utama dari kista neoplastik adalah Serous Cystadenoma, Mucinous Cystic Neoplasma (MCN) dan Intraductal Papilary Mucinous Neoplasma. Pseudokista merupakan jenis kista yang paling sering menimbulkan gejala. Sementara itu, MCN dan IPMN cenderung asimptomatis.
6
7
BAB IV PEMBAHASAN
Pasien merupakan seorang anak laki-laki berusia 15 tahun. Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati dirasakan semakin memberat dan akhirnya pasien membawa dirinya ke UGD dan dirawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin. 2 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat berkendara, namun mekanisme trauma tidak diketahui. Saat dirawat di rumah sakit, terlihat perut pasien mengalami pembesaran dan teraba benjolan. Pembesaran benjolan di perut ini disertai dengan keluhan seperti mual muntah yang dapat mengarahkan kepada adanya obstruksi pasase saluran cerna akibat efek penekanan oleh masa tersebut. Tidak adanya tanda muntah hijau (berwarna empedu) dapat menjadi petunjuk bahwa obstruksi terjadi di atas ampula Vater. Namun, adanya riwayat trauma (perut terbentur setang sepeda) sebelum munculnya benjolan dapat membantu memberi petunjuk mengenai kemungkinan adanya kistasemu pasca trauma pankreas. Tidak adanya riwayat ikterik dapat membantu menyingkirkan adanya gangguan fungsi hepar. Selain itu hal ini juga dapat menjadi petunjuk bahwa bila memang terdapat kista pankreas, maka kista tersebut tidak terletak di daerah caput pankreas. Tidak adanya riwayat demam dan diare sebelumnya juga dapat membantu memperkecil kemungkinan abses hepar. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung untuk diagnosa pseudokista (kistasemu) pankreas adalah masa benjolan yang memiliki konsistensi kistik, tepi yang rata dan nyeri tekan yang relatif ringan. Benjolan yang memiliki sifat ganas
8
biasanya berkonsistensi keras, dengan tepi yang berbonjol-bonjol. Benjolan akibat abses hepar biasanya akan mengalami nyeri dengan intensitas yang lebih berat bila ditekan (disebut fluktuasi). Temuan lain yang perlu diperhatikan adalah tidak ditemukannya ikterik baik di sklera maupun di kulit pasien. Sehingga diagnosa kerja yang diambil pada pasien ini adalah Pseudokista Pankreas. Pemeriksaan
penunjang
yang
telah
dilakukan
adalah
pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan pencitraan dengan USG. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan tidak adanya proses infeksi aktif yang sedang berlangsung. Selain itu nilai hemoglobin pasien masih 12,1 g/dL. Menunjukkan bahwa tidak ada terjadi perdarahan intra abdomen, sehingga tidak mengakibatkan penurunan hemoglobin yang signifikan. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan adanya masa kistik berukuran 15 cm di epigastrium kiri yang disimpulkan sebagai pseudocyst pancreas dengan diagnosis banding kista mesenterial. Hasil ini mendukung diagnosa kerja yang telah diambil berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang lainnya yang diusulkan adalah dilakukannya pemeriksaan CT Scan abdomen dan analisa cairan kista. Pemeriksaan CT scan dan analisa cairankista, relatif lebih sensitif dapat membantu membedakan pseudokista dengan beberapa kelainan kista neoplastik pankreas yang jarang. Namun usulan pemeriksaan ini juga bergantung pada kemampuan pembiayaan oleh pasien. Terapi yang dianjurkan adalah pembedahan. Sebenarnya dapat di observasi terlebih dahulu sampai 6 minggu. Karena ada kemungkinan bahwa pseudokista ini dapat teresorbsi dengan sendirinya. Bila dalam waktu 6 minggu, ukuran kista tidak mengecil dan gejalanya tetap ada atau bahkan memberat, maka dianjurkan untuk
9
dilakukan penyaliran dengan cara pembedahan. Sedangkan pada pasien ini, nyeri ulu hati sudah dirasakans sejak 4 minggu lalu. Dan riwayat trauma sudah terjadi 8 minggu lalu. Ada kemungkinan pembentukan kista sudah terjadi sejak lebih dari 6 minggu lalu. Dan ukuran kista juga cukup besar yaitu 15 cm. Sehingga, sangat diindikasikan untuk dilakukan pembedahan pada pasien ini. Jenis pembedahanyang dilakukan pada pasien ini adalah gastro-kisto anastomose (bilio digestif).Pada kista pankreas yang tanpa kompilkasi dapat dilakukan drainase, yang dianjurkan ialah drainase internal (sistogastrostomi, sisitoduodenostomi, sistoyeyenustomi Roux-en Y). Macam drainase internal ini tergantung letak kista. Dapat dilakukan aspirasi perkutaneus secara kontinu. Bila terdapat komplikasi misalnya ruptur, maka dapat dilakukan ekstirpasi. Prognosis dari pseudokista adalah baik.
10
BAB V PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas nama An. H usia 15 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 9 September 2014, datang dengan keluhan utama nyeri ulu hati . Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didapatkan riwayat trauma akibat KLLD 8 minggu lalu .Kemudian sejak 4 minggu lalu mengeluh nyeri ulu hati dan seperti ada benjolan di perutnya. Nyeri dirasakan terus bertambah hingga akhirnya dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin. Telah dilakukan operasi gastro-kisto anastomose (bilio digestif) pada pasien.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell RS. Anatomi Pankreas. Dalam: Hartanto H, dkk. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC, 2006. h. 309-318. 2. Jong WD. Tumor Pankreas. Dalam: Hartanto H, dkk. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 2003. h. 602-606. 3. Soedoyo A. Tumor Pankreas. Dalam: Padmomartono S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan, 2007. h. 492-494. 4. Bardiman S. Tumor Pankreas. Dalam: Bardiman S. Kumpulan kuliah hepatologi,
penyakit
pankreas,
kandung
empedu.
Jakarta:
Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2008. h. 599-603. 5. Mark H. Cancer of Pankreas. In: Michele F. Merck manual of medical information. US: Home edition, 2004.p. 704-705. 6. Price A. Kanker Pankreas. Konsep klinis dan proses penyakit. Jakarta: EGC, 2005. h. 507-509. 7. Guntur H. Ikterus Obstruktif. Dalam: Suryana H. Bed side teaching. Jakarta: Sebelas Maret. h. 1-4. 8. Victor P. Pankreas. Dalam: Gerry J. Atlas histologi de fiore. Jakarta: EGC, 2003. h. 225-226.
12