1. Definisi Kista bartholin adalah kista yang terdapat pada kelenjar barholini. Kelenjar bartholin merupakan salah satu organ genitalia eksterna yang berfungsi untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina pada saat terjadi hubungan seksual. Kadang-kadang lubang kelenjar ini menjadi terhambat, menyebabkan cairan masuk kembali ke dalam kelenjar sehingga menimbulkan kista. Umumnya kista bartholin tidak menimbulkan nyeri namun kadang – kadang cairan dalam kista dapat terinfeksi sehingga menimbulkan nanah yang dikelilingi oleh jaringan yang meradang (bisul).
2. Klasifikasi 3. Epidemiologi Dua persen wanita mengalami kista bartholini atau abseb kelenjar pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wania berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung mengalami kista bartolini atau abses bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista bartolini, yang paling umum terjadi pada labia mayora. Involusi bertahap dari kelenjar bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun, hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita). Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.
4. Etiologi dan Faktor Resiko Etiologi Kelenjar bartholini dinamakan juga glandula vestibularis mayor, memiliki panjang saluran 1-2 cm dan bermuara di kedua sisi bibir kemaluan. Saluran pada kelenjar
bartholini rentan terhadap infeksi, karena bentuknya yang pendek dan sempit. Infeksi biasanya disebabkan karena bakteri terutama Neisseria gonorrhoeae tetapi dapat pula ditemukan infeksi sekunder oleh bakteri Streptococcus, Staphylococcus atau E. Coli. Kista bartholini terjadi ketika kelenjar mengalami infeksi atau peradangan yang menyebabkan sumbatan sehingga cairan lendir yang bercampur dengan nanah akan berkumpul dan membentuk sebuah kantung kista. Abses dapat terjadi jika kista mengalami infeksi, abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk orgasme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut (Taber, 2004). Infeksi pada kelenjar bartholini paling banyak disebabkan Neisseria gonorrhoeae yang ditularkan melalui kontak alat kelamin. Neisseria gonorrhoeae adalah suatu bakteri yang tumbuh dan berkembang biak dengan cepat di bagian tubuh yang lembab dan hangat, seperti cervix, urethra, mulut atau anus. Pada wanita, penyakit ini dapat menyebar ke uterus (rahim) dan tuba falopii (saluran telur), yang apabila tidak diobati dapat mengakibatkan kemandulan (Wiknjosasro, 2005).
Faktor Resiko a. Frekuensi kontak seksual ketika lubrikasi vagina belum memadai Kontak
seksual
yang
amat excited, apalagi bagi pengantin baru, seringkali
foreplay agak dilupakan, akibatnya ketika terjadi penetrasi, lubrikasi belum
memadai, sehingga terjadilah iritasi. Iritasi inilah yang kemudian berpotensi untuk berkembang menjadi kista Bartholini.
b. Penyakit keputihan yang dialami sebelumnya. Mereka yang menderita fluor albus, cenderung memiliki daya tahan jaringan yang lemah, disamping ada microorganism (bakteri, jamur, parasit) yang memudahkan terjadinya acute exacerbation, yaitu munculnya keluhan klinis yang akut.
c.
Faktor Genetik Dalam tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab te rtentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker (Wiknjosasro, 2005).
5. Patofisiologi (terlampir) 6. Manifestasi Klinis Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit ini bisa menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula. Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar. Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva. Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan , khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten.
Gejala Klinik Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada wakt u koitus. Jika kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada gonorrea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya treptokokus. Pada Bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan antibiotika, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan. Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini
dengan gejala klinik berupa :
Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal.
Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Dapat terjadi ruptur spontan.
Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan.
7. Pemeriksaan Diagnostik Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Padaanamnesis ditanyakan tentang gejala seperti panas, gatal, sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, faktor yang memperberat gejala, apakah pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menular seks sebelumnya,riwayat penyakit kulit dalam keluarga, riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin,dan riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi. Riwayat
pengobatan
pemeriksaanfisik,
sebelumnya
khususnya
dengan
Abses
Bartholini
pemeriksaan
didiagnosis
dermatologi
pelvis.
melalui Pada
pemeriksaan fisisdengan posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi danterjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus
posterior.Pemeriksaan
gram
dan
kultur
jaringan
dibutuhkan
untuk
mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksualseperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lainseperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapatmenunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perludiberikan. Selain itu direkomendasi dilakukan biopsi pada wanita lanjut usia untuk mengeliminasitumor atau keganasan. Jika terdapat sekret vagina atau drainase cairan, specimen ini dapatdihantar ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjut
8. Penatalaksanaan Medis Pengobatan kista Bartholini bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses kelenjar memerlukan drainase.
a. Tindakan Operatif
1) Insisi dan Drainase Meskipun
insisi
dan
drainase
merupakan
prosedur
yang
cepat
dan
mudahdilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur iniharus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses.Ada studiyang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada prosedur ini.
2) Word Catheter Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin. Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline.
Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau abses dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11 digunakan untuk membuat incisi sepanjang 5mm pada permukaan kista atau abses.Penting untuk menjepit dinding kista sebelum dilakukan incisi, atau bila tidak kista dapat collapse dan dapat terjadi incisi pada tempat yang salah.Incisi harus dibuat dalam introitusexternal hingga ke cincin hymenal pada area sekitar orifice dari duktus.Apabila incise dibuat terlalu besar, Word catheter dapat lepas.
Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon dikembangkan dengan 2 ml hingga3 ml larutan saline. Balon yang mengembang ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas dari kateter dapat dimasukkan ke dalam vagina.Agar terjadi epitelisasi pada daerah bekaspembedahan, Word catheter dibiarkan di tempat selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi mungkin terjadi lebih cepat,sekitar tiga sampai empat minggu.Jika Kista Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan Wordcatheter tidak praktis, dan pilihan lain
harus
dipertimbangkan. Abses biasanya dikelilingi oleh selulitisyang signifikan, dan pada kasus- kasus tersebut, antibiotik diperlukan. Antibiotik yang digunakan harus merupakan antibiotic spektrum luas untuk mengobati infeksi polymicrobial dengan aerob dan anaerob. Dapat dilakukan kultur untuk mencari kuman penyebab. Selama menunggu hasil kultur, diberikan terapi antibiotikempiris. Pasien dianjurkan untuk merendam di bak mandi hangat dua kalisehari (Sitz bath). Koitus harus dihindari
untuk
wordcatheter.
kenyamanan
pasien
dan
untuk
mencegah
lepasnya
Sitz bath (disebut juga hip bath, merupakan suatu jenis mandi, dimana hanya bagian pinggul dan bokong yang direndam di dalam air atau saline; berasal dari Bahasa Jerman yaitu sitzen yang berarti duduk.) dianjurkan dua sampai tiga kalisehari dapat membantu kenyamanan dan penyembuhan pasien selama periode pascaoperasi.
Gambar : Alat yang digunakan untuk Sitz Bath
3) Marsupialisasi Alternatif
pengobatans
elain
penempatan
Wordcatheter
adalah
marsupialisasi dari kista Bartholini. Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.
Gambar : Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi vertikal disebut pada bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa sekiar; (kanan) Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan jahitan interrupte. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.Berikut adalah peralatanyang diperlukan dalam melakukan tindakan marsupialisasi.
Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.
4) Eksisi (Bartholinectomy) Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati – hati saat melakukan incisikulit agar tidak mengenai dinding kista.Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.
Gambar : Diseksi Kista
Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau benang delayed absorbable 3-0.
Gambar : Ligasi Pembuluh Darah
Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri, pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan sitz bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi.
b. Terapi Medikamentosa Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan abses bartholini :
1) Ceftriaxone Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan
menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose.
2) Ciprofloxacin Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali se hari.
3) Doxycycline Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari se lama 7 hari.
4) Azitromisin Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC trachohomatis. Dosis yang dianjurkan: 1 g PO 1x per hari.
9. Komplikasi a.
Komplikasi yang paling umum dari absesBartholin adalah kekambuhan.
b. Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses. c.
Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati.
d. Timbul jaringan parut e.
Sebuah risiko teoritis ada untuk pengembangan toxic shock syndrome dengan packing.
f.
Dapat pula timbul luka yang tidak bisa sembuh.
g.
Vulva cancer Kista Bartholin kadang-kadang bisa menjadi gejala kanker vulva. Ini adalah jenis kanker yang mempengaruhi vulva (organ kelamin luar wanita). Kadang-kadang, kanker vulva dapat mempengaruhi kelenjar Bartholin (dua kelenjar kedua sisi vagina) dan pertumbuhan atau kista dapat muncul. Kanker vulva adalah bentuk yang relatif jarang dari kanker, dengan sekitar 1.000 kasus didiagnosis di Inggris
setiap tahun. Ada beberapa jenis kanker vulva dan, tergantung pada tahap kondisi saat didiagnosis, prospek bisa baik. Kunjungi dokter Anda segera jika Anda melihat perubahan pada vagina, seperti nyeri atau gatal.