MAKALAH KEPERAWATAN JIWA :
Gangguan pada klien dengan kehilangan
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH KEPERWATAN JIWA DISUSUN OLEH : WARDAH FAUZIAH
ASEP RAISMAN
RIZKI
DEASYIE HIKMAH K
DIAN HERLINA
ENJANG BUNYAMIN
HABIBULLAH
M.ILMANULFIKRY
STIKES YPIB MAJALENGKA PRODI SI KEPERAWATAN 2013/2014
HALAMAN JUDUL
MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA DENGAN JUDUL : GANGGUAN PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN
DISUSUN OLEH : WARDAH FAUZIAH
ASEP RAISMAN
RIZKI
DEASYIE HIKMAH K
DIAN HERLINA
ENJANG BUNYAMIN
HABIBULLAH
M.ILMANULFIKRY
Page 2
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah yang berjudul “Keperawatan Jiwa: Gangguan Pada Klien dengan Kehilangan” disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.Dan telah disetujui serta disahkan pada hari Jum’at, tanggal 09 Mei 2014.
Mengetahui dan Mengesahkan:
Dosen Keperawatan Jiwa
Suharno S.Kep Ners
Page 3
MOTTO
“Always be yourself and never be anyone else even if they look better than you.”
“To get a success, your courage must be greater than your fear.”
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
Page 4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Tujuan Penulisan C. Metode Penulisan D. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kehilangan (Loss) B. Bentuk-Bentuk Kehilangan C. Sifat Kehilangan D. Tipe Kehilangan E. Lima Kategori Kehilangan F. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka G. Faktor Yang Mempengaruhi Cara Setiap Individu Merespon Kehilangan H. Dukacita, Berkabung, Dan Kehilangan Karena Kematiaan BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN 1.
Pengkajian
2.
Analisa data
3.
Diagnosa keperawatan
4.
Intervensi
5.
Evaluasi
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu „alaikum wr. Wb.
Page 5
Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Kep. Jiwa . Tugas ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Kep. Jiwa . Dalam penyusunan Tugas ini penulis banyak mendapat saran, dorongan, bimbingan serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan pengalaman yang tidak dapat diukur secara materi, namun dapat membukakan mata penulis bahwa sesungguhnya pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah guru yang terbaik bagi penulis. Oleh karena itu dengan segala hormat dan kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Suharno S.Kep Ners selaku dosen mata kuliah Kep. Jiwa 2. Bapak Yopi S.Kep Ners selaku dosen wali kami di tingkat 3 3. Keluarga kami yang selalu memberikan dukungan dan doanya. 4. Rekan-rekan satu kelompok kami yang telah membantu dan memberikan kontribusinya 5. Seluruh teman–teman di tingkat 3 prodi S1 Keperawatan yang telah memberikan motivasi. 6. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah terlibat banyak membantu sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan tugas ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi diri penulis. Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, institusi pendidikan dan masyarakat luas. Amiiiiiiin! Wassalamu „alaikum Wr. Wb
Page 6
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Page 7
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan normal dalam kehidupan manusia membiarkan pergi melepaskan dan terus melangkah terus terjadi ketika individu menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan normal dengan mengucapkan selamat tinggal kepada tempat orang, impian dan benda-benda yang disayangi.Kehilangan memungkinkan individu berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri. Kehilangan dapat direncanakan diharapkan atau terjadi tiba-tibadan proses berduka yang mengikutinya jarang terjadi dengan nyaman atau menyenangkan. Walaupun tidak nyaman kehilangan kadang-kadang bermanfaat dan namun kehilangan juga dapat menghancurkan individu. Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka merupakan aspek Asuhan Keperawatan yang sangat penting.Respon emosional dan spiritual klien saling terkait ketika klien menghadapi penderitiaan dengan kesadaran akan kemampuan mengkaji penderitaan klien, perawat dapat meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan untuk menceritakan penderitaanya
B.
Tujuan Penulisan
1.
TujuanUmum Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa pada semester VI, dan diharapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan dapat membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan dan duka cita.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan kehilangan dan berduka
b.
Mahasiswa mampu menjelaskan proses dari kehilangan dan berduka
c.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi dari asuhan keperawatan kehilangan dan berduka.
C.
Metode Penulisan
Page 8
Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing D.
sistematika Penulisan Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 4 BAB yaitu : BAB I
: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II
: Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori
BAB III
: Konsep asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan
berduka. BAB IV
: Penutup yang terdiridari kesimpulandan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II TINJAUAN TEORI
Page 9
A. Pengertian Kehilangan (Loss)
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada) Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individu. Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami. Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya. Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai atau keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga dirinya. Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk
Page 10
melewati dukacita.
B. Bentuk-Bentuk Kehilangan
1. Kehilangan orang yang berarti 2. Kehilangan kesejahteraan 3. Kehilangan milik pribadi
C. Sifat Kehilangan
1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. 2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan.
Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.
Page 11
D. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
2. Perceived Loss ( Psikologis ) Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara jelas. 3. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal. Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.
E. Lima Kategori Kehilangan 1. Kehilangan objek eksternal. Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
Page 12
usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. 2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam. 3. Kehilangan orang terdekat Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian. 4. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri. 5. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit
Page 13
yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan adekuat.
F. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman. 2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik. 3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan. 4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif).
Page 14
Fase kehilangan menurut Engel:
1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, keringat berlebih. 2.Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi. 3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran.
Sedangkan, menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:
Fase Marah
Fase Pengingkaran
Fase Depresi
Fase Tawar-menawar
Fase Menerima
Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969)
1. Denial ( Mengingkari ) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual,
Page 15
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2. Anger ( Marah ) Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining ( Tawar Menawar ) Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
4. Depression ( Bersedih yang mendalam) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)
Page 16
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase penerimaan. Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pd obyek yg hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.
Fase berduka menurut Rando:
1. Penghindaran Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan 2. Konfrontasi Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam. 3. Akomodasi Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.
Menurut Lambert and Lambert ( 1985 ) 3 fase :
1. Repudiation ( Penolakan )
Page 17
2. Recognition ( Pengenalan ) 3. Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA ENGEL (1964)
KUBLER-ROSS LAMBERT-LAMBERT (1969)
RANDO (1991)
(1985)
Shock dan tidak percaya Menyangkal
Repudiation(Penolakan) Penghindaran
Berkembangnya
Recognition(Pengenalan) Konfrontasi
Marah
kesadaran Restitusi
Tawar-menawar Reconciliation(Pemulihan akomodasi /reorganisasi )
Idealization
Depresi
Reorganization / the out Penerimaan come
G. Faktor Yang Mempengaruhi Cara Setiap Individu Merespon Kehilangan
Ada beberapa factor yang mempengaruhi setiap individu dalam merespon kehilangan. Karakteristik personal termasuk usia, jenis kelamin, setatus social ekonomi, yang hilang, karakteristik kehilangan, keyakinan cultural, dan spiritual, system pendukung, dan potensi pencapaian tujuan mempengaruhi respon terhadap kehilangan.
• Karakteristik Personal Usia. Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu yerhadap kehilangan. Respon anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan sebelumnya, hubungan dengan yang meninggal, kepribadian, persepsi tentang kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki dan yang terpenting
Page 18
respon kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun anak-anak mungkin tidak memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka tetap mengembangkan persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Anak-anak mungkin merasa bersalah karena tetap hidup, tetap sehat, atau mempunyai permintaan untuk kematian orang yang mereka cintai (Wheeler 7 pike,1993). Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap status, peran, dan gaya hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraiandan kerusakan fisik menyebabkan dukacita lebih mendalam dan mengan cam keberhasilan. Konsep dewasa muda tentang kematian sebagian besar merupakan produk dari keyakinan keagamaan dan cultural. Kematian seorang dewasa muda terutama sekali dipandang sebagai hal yang tragis oleh masyarakatkarena kematian tersebut adalah kehilangan kehidupan seseorang yang disadari sbg suatu potensi. Kehilangan seseorang yang mempunyai hubungan dekat menyebabkan ancaman bermakna terhadap gaya hidup. Setiap kehilangan pekerjaaan atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan menyebabkan duka cita yang sangat besar bagi orang dewasa. Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan. Lansia sering takut tentang kejadoan sekitar kematian melebihi kematian itu sendiri. Mereka mungkin merasa kesepian, isolasi, kehilangan peran social, penyakit yang berkepanjangan dan kehilangan determinasi diri dan jati diri sebagai sesuatu yang lebih buruk dari kematian(Rando, 1986, Kastenbaum, 1991). Peran jenis kelamin. Reaksi kehilangn dipengaruhi oleh harapan social tentang peran pria dan wanita. Dalam banyak budaya di Amerika Serikat dan Kanada,umunya lebiah sulit bagi pria disbanding dengan wanita untuk mengespresikan dukacita secara terbuka. Pria dan wanita melekatkan makna berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan benda. Pendidikan dan status sosioekonomi. Kehilanhgan adalah universal, dialami oleh setiap orang apapun status ekonominya.Umunyan, kekurangan sumber financial, pendidikan atau keteramoilan pekerjaan memperbesar tuntutan kepada pihak yang mengalmi dukacita.
• Sifat hubungan
Page 19
Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa lalu, kehilangan pasangan berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti kehilangan masa depan. Litelatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan akan menciptakan respon kehilangn yang paling dalam (Saunders, 1992). Reaksi terhadap kehilangan di pengaruhi oleh kualitas hubungan. Makna hubungan pada hubungan duka akan mempengaruhi respon dukacita, apakah kehilangan tersebut akibat kematian, perpisahan atu bercerai. Hubungan yang ditandai dengan ambivalen yang ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan dibandingkan hubungan yang normal. Salah satu peristiwa yang paling memyulitkan dalam hidup aslah kehilangan pasangan. Kehilangan pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi kurang terampil dalam menghadapi tangung jawab keseluruhan. Kehilangna pasangan juga menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang ditinggalkan untuk membina hubungan baru atau untuk mempertahankan hubungan yang sebelumnya sudah terbina atau dibentuk bersama.
• Sistem pendukung social Vasibilitas kehilanga, seperti kehilanga rumah akibat bencana alam, sering memunculkan dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas kehlangan, seperti deformitas wajah, dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari teman atau keluarga sehinga menambah proses kehilangan tersebut. Seperti seorang anggota keluarga yang dipenjara atau kematian pasangan gay-nya, sering mengalami kurang dukungan dari teman atau keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya menyebabkan kesulitan dalm keberhasilan resolusi berduka (Rando, 1991). Ketepata waktu dalam pemberian dukungan sangat penting. Dukungan harus tersedia ketika klien yang berduka melalui proses berkabung. Berbagai pengalaman dengan individu yang pernah berkabung dan pendukung bermanfaat sebagai dukungan yang dibutuhkan. Namun, bahkan ketika hal ini di berikan, umunya klien yang berduka belum dapat memanfaatkan kesempatan tersebut. • Keyakinan spiritual dan budaya Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural yang mempengaruhi
Page 20
reaksi terhadap kehilangan, dukacita, dan kematian. Latar belakang budaya dan dinamika keluarga mempengaruhi pengekspresian berduka. Seseorang mungkin akan menemukan dukungan, ketenangan dan makna dalam kehilangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Bagi sebagian klien kehilangan menimbulkan pertanyaan tentang makna hidup, nilai pribadi, dan keyakinan. Secara khas hal ini di tunjukan dengan respon”mengapa saya?” Konflik internal mengenai keyakinan keagamaan dapat juga terjadi.
H. Dukacita, Berkabung, Dan Kehilangan Karena Kematiaan
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup, menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara ekstrim. Berkabung merupakan proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita. Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan dan berkepanjangan.Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintekgrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Worden (1982), empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan , dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim”TEAR”:
1. T: Untuk menerima realitas dari kehilangan 2. E; Mengalami kepedihan akibat kehilangan 3. A: Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda atau aspek
Page 21
diri yang hilang 4. R: Memberdayakan kembali energy emosional kedalam hubungan yang baru.
Tugas ini tidak terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau hanya satu atau dua yang menjadi preoritas. Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa dating. Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara social. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara berduka dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dorongan yang adekuat. Dalam kasus lain kehilangan itu sendiri tidak didefinisikan secara secara social sebagai sesuatu yang signifikan, seperti halnya kematian perinatal, aborsi, atau adopsi.Kehilangan hewan peliharaan mungkin dipandang sebagai sesuatu yang signifikan.
BAB III
Page 22
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN
Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia No
Jenis Stressor
JenisKehilangan
1
Gempa dan Tsunami di
Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian
Aceh
tubuh.
2
Lumpur Lapindo
Rumah, tetangga yang baik
3
Gempa di Yogjakarta
Rumah, makna rumah yang lama, orang yang berarti, bagian tubuh, pekerjaan.
4
Jatuhnya pesawat Adam
Orang yang berarti, bagiantubuh
Air 5
TenggelamnyaKapal
Orang yang berarti
Levina 6
Sampah longsor
Orang yang berarti
7
Banjir bandang
Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik, kesehatan.
8
PHK di IPTN
Pekerjaan, status, hargadiri
9
Banjir Jakarta
Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik, kesehatan.
1.
Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku. Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan adalah : o Persepsi yang adekuat tentang kehilangan o Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan o Perilaku koping yang adekuat selama proses a.
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah: Page 23
1)
Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan. 2)
Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik 3)
Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan. 4)
Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991). 5)
Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi. b.
Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat biopsiko-sosial antara lain meliputi; 1)
Kehilangan kesehatan
2)
Kehilangan fungsi seksualitas
3)
Kehilangan peran dalam keluarga
4)
Kehilangan posisi di masyarakat
5)
Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6)
Kehilangan kewarganegaraan
c.
Mekanisme koping
Page 24
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat. d.
Respon Spiritual
1)
Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2)
Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3)
Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e.
Respon Fisiologis
1)
Sakit kepala, insomnia
2)
Gangguan nafsu makan
3)
Berat badan turun
4)
Tidak bertenaga
5)
Palpitasi, gangguan pencernaan
6)
Perubahan sistem imune dan endokrin
f.
Respon Emosional
1)
Merasa sedih, cemas
2)
Kebencian
3)
Merasa bersalah
4)
Perasaan mati rasa
5)
Emosi yang berubah-ubah
6)
Penderitaan dan kesepian yang berat
7)
Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang 8)
Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
Page 25
9)
Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g.
Respon Kognitif
1)
Gangguan asumsi dan keyakinan
2)
Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3)
Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4)
Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
h.
Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti : 1)
Menangis tidak terkontrol
2)
Sangat gelisah; perilaku mencari
3)
Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4)
Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang
yang telah meninggal. 5)
Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya 6)
Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7)
Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8)
Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
2.
Analisa data
1)
Merasa putus asa dan kesepian
2)
Kesulitan mengekspresikan perasaan
3)
Konsentrasi menurun
b.
Data objektif:
1)
Menangis
2)
Mengingkari kehilangan
3)
Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
Page 26
4)
Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
5)
Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
3.
Diagnosa keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah : a.
Duka cita
b.
Duka cita terganggu
c.
Risiko duka cita terganggu
4.
Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka : a.
Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang
adaptif. b.
Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c.
Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu
saat ini. d.
Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e.
Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f.
Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g.
Gunakan komunikasi yang efektif.
1)
Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
2)
Dorong penjelasan
3)
Ungkapkan hasil observasi
4)
Gunakan refleksi
5)
Cari validasi persepsi
6)
Berikan informasi
7)
Nyatakan keraguan
8)
Gunakan teknik menfokuskan
9)
Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang
tersirat
Page 27
h.
Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
1)
Kehadiran yang penuh perhatian
2)
Menghormati proses berduka klien yang unik
3)
Menghormati keyakinan personal klien
4)
Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5)
Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan
dengan kehilangan
i.
Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
1)
Bina dan jalin hubungan saling percaya
2)
Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya 3)
Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4)
Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5)
Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6)
Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7)
Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8)
Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a) Fase Pengingkaran o Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya. o Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian. b)Fase marah o Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan. c) Fase tawar menawar o Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya. d)Fase depresi o Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
Page 28
o Bantu pasien mengurangi rasa bersalah. e) Fase penerimaan o Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari. j.
Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1)
Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak
selama masa berduka. 2)
Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3)
Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang
diperhatikan oleh orang lain. 4)
Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
k.
Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan
(Kematian Anak) 1)
Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2)
Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3)
Menyiapkan perangkat kenangan.
4)
Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5)
Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang
patologissertatempatmerekamintabantuanbiladiperlukan. 5.
Evaluasi
a.
Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b.
Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c.
Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d.
Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan e.
Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
BAB IV PENUTUP
Page 29
A.
Kesimpulan
Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada). Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup, menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara ekstrim. Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita. Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bias terjadi pada orangorang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada).Kehilangan bias meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang terdekat, aspekdiri, dan kehilangan hidup.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Page 30
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadangkadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan kepercayaan. Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan yang adekuat.
Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan prinsip-prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua dengan respon kehilangan (kematiananak).
Page 31
Pengkajian yang dapat dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi factor predisposisi dan factor presipitasi. Dimana factor predisposisi meliputi : 1.
Genetic
2.
Kesehatan Jasmani
3.
Kesehatan Mental
4.
Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
5.
Struktur Kepribadian
B.
Saran
Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respon kehilangandan berduka (Loss and Grief), maka kami menganggap perlu adanya sumbang saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikansebagaiberikut: 1.
Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada
saat itu. 2.
Dalam perumusan diagnose keperawatan, harus diprioritaskan sesuai dengan
kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah. 3.
Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis
maupun yang tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Page 32
Rando TA. 1986. Loss and Anticipatory Grief. Lexington: Lexiton Mass
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG. Budi, Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta : EGC
Iyus, Yosep. 2007. KeperawatanJiwa. RefikaAditama : Bandung
NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta
Page 33