TUGAS KELOMPOK AUDITING 1 MATERIALITAS DAN RESIKO
OLEH KELOMPOK 8 Siti Fatma Azrianori
1610536016
Indra Madani
1610536029
M. Agil Akbar
1610536030
Aulia Nabilah
1610536031
Ratu Novita Lova
1610536032
S1 AKUNTANSI INTAKE D3 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2017/2018
Materialitas dan resiko I.
MATERIALITAS
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang
tepat
untuk
diterbitkan.
FSAB
(Financial
Accounting
Standard
Board)
mendefinisikan materialitas sebagai “besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut” Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN MATERIALITAS
1.
MENETAPKAN PERTIMBANGAN MATERIALITAS AWAL
PSA 25 (SA 312) mengharuskan auditor untuk memutuskan jumlah gabungan salah saji dalam laporan keuangan yang akan mereka anggap material di awal pengauditan bersamaan dengan ketika mereka mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Kita mengacu hal tersebut sebagai pertimbangan materialitas awal. Dinamakan pertimbangan materialitas awal, karena meskipun merupakan opini profesional, penilaian tersebut dapat berubah selama kontrak kerja.
Materialitas dan resiko I.
MATERIALITAS
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang
tepat
untuk
diterbitkan.
FSAB
(Financial
Accounting
Standard
Board)
mendefinisikan materialitas sebagai “besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut” Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN MATERIALITAS
1.
MENETAPKAN PERTIMBANGAN MATERIALITAS AWAL
PSA 25 (SA 312) mengharuskan auditor untuk memutuskan jumlah gabungan salah saji dalam laporan keuangan yang akan mereka anggap material di awal pengauditan bersamaan dengan ketika mereka mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Kita mengacu hal tersebut sebagai pertimbangan materialitas awal. Dinamakan pertimbangan materialitas awal, karena meskipun merupakan opini profesional, penilaian tersebut dapat berubah selama kontrak kerja.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penilaian
Beberapa faktor yang memengaruhi auditor dalam melakukan pertimbangan materialitas awal dalam laporan keuangan. Hal-hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam konsep materialitas adalah sebagai berikut: 1. Materialitas merupakan konsep relatif, bukan absolut
sebuah salah saji dengan besaran tertentu dapat menjadi material bagi suatu perusahaan kecil, sebaliknya dengan jumlah salah saji yang sama dapat menjadi tidak material bagi perusahaan yang besar. Sehingga tidak mungkin
untuk
menentukan
semua
acuan
nilai
nominal
untuk
pertimbangan materialitas awal yang dapat diterapkan untuk semua klien audit. 2. Dibutuhkan dasar untuk mengevaluasi materilaitas.
Karena materialitas adalah konsep yang relatif, sehingga sangat penting untuk memilki dasar dalam menentukan apakah suatu jumlah tertentu material atau tidak. 3. Faktor-faktor kualitatif juga memengaruhi materialitas.
Beberapa salah saji kemungkinan menjadi lebih penting dibandingkan salah saji lainnya bagi para pengguna laporan, meskipun nilai nominalnya sama. Berikut contohnya:
Jumlah yang melibatkan kecurangan biasanya dianggap lebih
penting daripada d aripada kesalahan yang tidak disengaja
untuk jumlah nominal uang yang sama karena kecurangan
merefleksikan kejujuran dan keandalan manajemen atau personel lainnya yang terlibat. Salah saji yang dianggap tidak penting dapat menjadi
material jika terdapat kemungkinan akibat-akibat yang ditimbulkan dari kewajiban kontraktual tersebut. Salah saji yang dianggap tidak maaterial dapat menjadi
material jika salah saji tersebut berpengaruh pada tren laba. Panduan Ilustrasi Standar akuntansi dan standar audit tidak memberikan panduan
khusus mengenai materialitas bagi para praktisi. Masalahnya adalah bahwa panduan semacam itu mungkin dapat diterapkan tanpa pertimbangan kompleksitas yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam mengambil keputusan akhir. Penerapan perkakas pada PT. Prima
Jika auditor PT Perkakas prima memutuskan bahwa panduan umum diatas adalah wajar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi
apakah
ada
faktor
memengaruhi penilaian materialitas.
kualitatif
yang
secara
signifikan
2. MENGALOKASIKAN
PERTIMBANGAN
MATERIALITAS
AWAL
KE
SETIAP BAGIAN (SALAH SAJI YANG DAPAT DITERIMA) Pengalokasian pertimbangan material awal kesetiap bagian merupakan hal
yang penting untuk dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti audit perbagian dibandingkan dengan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika para auditor memiliki penilaian materialitas awal untuk setiap bagian, hal itu akan membantu mereka dalam memutuskan bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan. Ketika auditor mengalokasikan pertimabangan materialitas awal pada saldo-saldo akun, materialitas yang dialokasikan kesetiap saldo akun yang dimaksudkan dalam PSA 25 (SA 312) sebagai salah saji yang dapat diterima. Auditor menghadapi tiga kesulitan utama berikut dalam menalokasikan materialitas kedalam akun-akun neraca. 1. Auditor memperkirakan akun-akun tertentu memilki salah saji yang lebih banyak dibandingkan dengan akun-akun lainnya. 2. Baik lebih saji maupun kurang saji harus dipertimbangkan. 3. Biaya audit relatif memengaruhi alokasi tersebut. Ilustrasi Alokasi
Pendekatan dalam pengalokasikan yang dilakukan oleh senior, Mira Abadi, untuk PT Perkakas Prima. Pendekatan ini mengikhtisarkan neraca, gabungan beberapa akun, menunjukkan alokasi total materialitas yang dilakukan oleh Mira, menggunakan penilaian dalam pengalokasian, yang menggunakan dua ketentuan subjektif yang ditentukan oleh Budiman, Jumadi & Rekan.
Salah saji yang dapat diterima untuk setiap akun tidak boleh melebihi 60 persen dari penilaian awal (60 persen dari Rp 442.000.000 = Rp 265.000.000dibulatkan)
Jumlah dari semua salah saji yang dapat diterima tidak boleh lebih dari dua kali pertimbangan materialitas awal (2 x Rp. 442.000.000 = Rp884.000.000). Ketentuan pertama digunakan untuk memastikan agar auditor tidak mengalokasikan semua materialitas total kedalam satu akun. Jika, misalnya semua penilaian awal sebesar Rp442.000.000 dialokasikan pada akun piutang dagang salah saji sebesar Rp442.000.000 dalam akun tersebut dapat diterima. Namun , salah saji yang sangat besar dalam satu akun tersebut mungkin tidak dapat diterima, dan meskipun diterima, hal ini menyebabkan tidak diperbolehkan adanya salah saji di akun-akun lain. Terdapat dua alasan untuk ketentuan kedua, yang mengizinkan jumlah total salah saji yang dapat diterima untuk melebihi materialitas keseluruhan.
Tidak mungkin semua akun akan salah saji sebesar jumlah total salah saji yang dapat diterima.
Beberapa
akun
kemungkinan
mengalami
lebih
saji,
sedangkan
lainnya
kemungkinan menagalami kurang saji, yang mengakibatkan jumlah bersihyang mungkin lebih kecil daripada yang diperkirakan dalam penilaian awal.
3. MEMPERKIRAKAN SALAH SAJI DAN MEMBANDINGKANNYA DENGAN PENILAIAN AWAL
Ketika para auditor malakukan prosedur audit untuk setiap bagian pengauditan, mereka menyimpan kertas kerja dari semua salah saji yang ditemukan. Salah saji dalam suatu akun dapat berbentuk satu dari dua jenis, yaitu salah saji yang diketahui, dan salah saji yang mungkin. Salah saji yang diketahui adalah salah saji dimana auditor dapat menentukan jumlah salah saji dalam akun tersebut. Terdapat dua jenis salah saji yang mungkin :
Pertama, salah saji yang muncul karena adanya perbedaan antara penilaian manajemen dan penilaian auditor mengenai estimasi saldo akun. Contoh : Perbedaan dalam estimasi saldo akun penyisihan piutang tak tertagih atau liabilitas garansi. Kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel yang diambil dari populasi. Contoh : Auditor menemukan 6 salah saji yang di lakukan klien dalam 200 sampel ketika sedang menguji biaya persediaan. Sehingga auditor menggunakan salah saji tersebut untuk memperkirakan total salah saji yang mungkin dalam akun persediaan. Jumlah total salah saji tersebut dinamakan “estimasi” atau “proyeksi” atau “ektrapolasi”.
Konsep Materialitas Penting dalam Audit Atas Laporan Keuangan
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan ( guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : 1.
Bahwa
jumlah-jumlah
yang
disajikan
dalam
laporan
keuangan
beserta
pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi. 2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian, bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan. Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor :
Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
II.
RESIKO Ilustrasi Terkait dengan Risiko dan Bukti Audit
Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasikan lebih lanjut potensi salah saji dalam laporan keuangan secara keseluruhan dan saldo-saldo akun tertentu, kelompok- kelompok transaksi dan pengungkapan. MODEL RISIKO AUDIT DAN PERENCANAAN
Auditor menangani risiko dalam perencanaan bukti audit umumnya dengan menggunakan model risiko audit. Model ini berasal dari literatur profesional dalam PSA 26 (SA 350) tentang pengujian sampel audit dan dalam PSA 25 (SA 312) tentang materialitas dan resiko. Model risiko audit membantu auditor untuk menentukan seberapa banyak dan jenis bukti apakah yang harus dikumpulkan auditor untuk setiap siklusnya.
JENIS-JENIS RISIKO
Masing-masing dari keempat risiko dalam model audit cukup penting untuk dibahas secara terperinci. 1.
Risiko Deteksi yang Direncanakan ( Planned Detection Risk) Risiko deteksi yang direncanakan merupakan risiko dimana bukti audit untuk
suatu bagian tidak mampu mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang dapat diterima. Risiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan dikumpulkan oleh auditor, yang berbanding terbalik dengan ukuran risiko deteksi yang direncanakan. Jika risiko audit yang direncanakan dikurangi,
maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai pengurangan risiko yang direncanakan. 2.
Risiko Bawaan ( Inherent Risk) Risiko bawaan mengukur penilaian auditor atas kemungkinan terdapatnya salah
saji material (baik kecurangan maupun kesalahan) dalam sebuah bagian pengauditan sebelum mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal klien. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan salah saji adalah tinggi. Risiko bawaan berbanding terbalik dengan risiko deteksi yang direncanakan dan berbanding lurus dengan bahan bukti. 3.
Risiko Pengendalian (Control Risk) Risiko pengendalaian mengukur penilaian auditor mengenai apakah salah saji
melebihi jumlah yang dapat diterima di suatu bagian pengauditan akan dapat dicegah atau dideteksi dengan tepat waktu oleh pengendalian internal klien. Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko bawaan dengan risiko pengendalian. Menurut PSA 25 (SA 312) , gabungan dari risiko pengendalian dan risiko bawaan dinamakan risiko salah saji material ( risk of
material misstatement). Auditor dapat melakukan penilaian secara terpisah untuk risiko bawaan dan risiko pengendalian. 4.
Risiko Audit Yang Dapat Diterima (Acceptable Audit Risk) Risiko audit yang dapat diterima mengukur tingkat kesediaan auditor untuk
menerima kemungkinan adanya salah saji dalam lapooran keuangan setelah audit telah selesai dijalankan dan opini wajar tanpa modifikasian telah diterbitkan.
Sering kali, auditor menggunakan istilah keyakinan audit (disebut juga keyakinan keseluruhan atau tingkat keyakinan, dibandingkan istilah risiko audit yang dapat diterima. Keyakinan audit atau istilah lain yang sejenis merupakan pelengkap dari risiko audit yang dapat diterima, yaitu satu dikurangi dengan risiko audit yang dapat diterima. 5.
Resiko Kecurangan
Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini biasanya di perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara konsep dan praktek sangat sulit untuk dipisahkan factor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di atas. Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan keuangan. Untuk menilai resiko kecurangan, auditor mengumpulkan
informasi untuk
menentukan luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya resiko kecurangan antara lain tekanan yang diterima manajemen baik kelompok maupun individual, kesempatan yang tercipta, dan perilaku manajemen untuk membiarkan terjadinya tindakan ketidak jujuran tersebut. Perbedaan Antara Risiko-Risiko Dalam Model Risiko Audit
Terdapat perebedaan yang penting mengenai bagaimana auditor menilai kelima faktor risiko dalam model risiko audit. Untuk risiko audit yang dapat diterima, auditor memutuskan risiko yang sanggup diterima oleh KAP bahwa terdapat salah saji dalam laporan keuangan setelah audit diselesaikan, berdasarkan beberapa faktor terkait klien. Risiko bawaan dan risiko pengendalian ditetapkan berdasarkan ekspektasi atau prediksi
auditor terhadap kondisi klien. Risiko deteksi sepenuhnya sangat bergantung pada tiga faktir risiko lainnya. Risiko deteksi hanya dapat ditentukan setelah auditor menilai ketiga risiko lainnya. MENILAI RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA 1. Dampak Risiko Kontrak Kerja Terhadap Risiko Audit Yang Dapat Diterima Risiko kontrak kerja ( engagement risk) adalah risiko dimana auditor
KAP akan mendapatkan masalah setelah audit diselesaikan, meskipun laporan audit sudah benar. risiko kontrak kerja sangat terkaiterat dengan risiko bisnis klien. Sangat penting untuk dicatat bahwa auditor tidak menyetujui mengenai apakah risiko kontrak kerja harus dipertimbangkan dalam perencanaan audit . 2. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Risiko Audit
Ketika auditor memodifikasi bukti untuk risiko kontrak kerja, hal ini dilakukan dengan mengendalikan risiko audit yang dapat diterima.
Tingkat ketergantungan pengguna eksternal laporan keuangan. Ketika
pengguna eksternal sangat mengandalkan laporan keuangan, maka sangat tepat untuk menurunkan risiko audit yang dapat diterima. Ketika laporan keuangan menjadi sangat diandalkan, masalah sosial yang besar dapat terjadi jika salah saji yang signifikan tetap tidak terdeteksi dalam laporan keuangan. Beberapa faktor berikut meruapakan indikator yang baik untuk menilai tingkat ketergantungan para pengguna terhadap laporan keuangan.
Ø Ukuran klien. Umumnya, makin besar kegiatan operasi klien, makin luas pengguna laporan keuangan. Ø
Distribusi
kepemilikan. Laporan
keuangan
perusahaan
publik
umumnya diandalkan oleh lebih banyak pengguna dibandingkan dengan perusahaan tertutup lainnya. Ø Sifat dan jumlah liabilitas. Ketika laporan memeliki sejumlah besar liabilitas, kreditor yang ada atau pun para calon kreditor dibandingkan dengan perusahaan yang memilki lebih sedikit liabilitas.
Kemungkinan klien akan mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit diterbitkan jika klien terpaksa mengumumkan kebangkrutannya atau
mengalami kerugian yang sangat besar setelah audit selesai dilaksanankan, auditor
akan
mengahadapi
kemungkinan
yang
lebih
besar
untuk
mempertahankan kualitas auditnya dibandingkan jika klien tidak mengahdapi kesulitan keuangan.
Posisi likuiditas. Jika klien terus menerus kekurangan kas dan modal kerja, hal
ini
mengindikasikan
adanya
masalah
dimasa
mendatang
dalam
pembayaran utang-utangnya.
Laba rugi ditahun-tahun sebelumnya. Ketika suatu perusahaan secara cepat mengalami penurunan laba atau peningkatan kerugian dalam beberapa tahun, auditor harus mengenali adanya masalah dalam kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban yang kemungkinan akan dihadapi oleh klien.
Metode pertumbuhan pembiayaan . Makin tinggi ketegantungan klien terhadap utang sebagai alat pembiayaan, makin besar risiko kegagalan keuangan jika kegiatan operasi klien mengalami penurunan.
Sifat kegiatan operasi klien . Beberapa jenis bisnis secara alamiah lebih berisiko dibandingkan dengan bisnis lainnya.
K ompetensi manajemen. Manajemen yang kompeten secara terus menerus akan mewaspadai adanya potensi kesulitan keuangan dan memodifikasinya dengan berbagai metode operasi untuk meminimalkan pengaruh dari masalah jangka pendek.
Evaluasi auditor terhadap intergritas manajemen
Perusahaan- perusahaan dengan integritas yang rendah sering kali menjalankan aktivitas bisnis mereka dengan cara-cara yang dapat menimbulkan konflik dengan para pemgang sahamnya, pemerintah dan pelanggannya. Pada akhirnya konflik tersebut sering kali tercermin dalam persepsi pengguna terhadap kualitas audit dan dapat mengakibatkan adanya tuntutan hukum dan ketidak setujuan lainnya. Membuat keputusan risiko audit yang dapat diterima
Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor pertama kali harus menilai setiap faktor yang memengaruhi risiko audit yang dapat diterima. Evaluasi yang biasanya dilakukan untuk risiko audit yang dapat diterima adalah tinggi, sedang, atau rendah, dimana risiko audit yang dapat diterima rendah berarti bagi klien yang “berisiko” harus mendapatkan bukti yang lebih banyak, penugasan staf audit yang lebih berpengalaman, dan/ atau penelaahan yang lebih mendalam atas dokumentasi audit.
MENILAI RISIKO BAWAAN
Masuknya risiko bawaan dalam model risiko audit merupakan salah satu konsep penting dalam pengauditan. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bawaan
Auditor harus meniali faktor-faktor yang menyusun risiko dan memodifikasi bukti audit yang akan dijadikan bahan pertimbangan. Auditor harus mempertimbangkan beberapa faktor utama berikut ketiak menilai risiko pengendalian.
Sifat bisnis klien. Risiko bawaan untuk beberapa akan dipengaruhi oleh
sifat bisnis klien.
Hasil pengauditan sebelumnya. Salah saji yang ditemukan dalam
pengauditan tahun sebelumnya memiliki kecenderungan untuk terjadi lagi dalam audit tahun berjalan, karena banyak jenis salah saji yang bersifat sistemis, dan perusahaan cenderung lambat dalam melakukan perusahaan untuk menghilangkan kesalahan tersebut.
Kontrak kerja yang pertama atau kontrak kerja yang berulang auditor
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan atas kemungkinan salah saji setelah mengaudit suatu klien selama beberapa tahun.
Pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa transaksi antara induk
dan anak perusahaan, dan antara manajemen dengan entitas perusahaan, merupakan
contoh
transaksi
dengan
pihak-pihak
yang
istimewa
sebagaimana yang didefinisikan dalam PSAK 57.
Transaksi-transaki yang tidak rutin transaksi yang tidk biasa bagi klien
cenderung untuk dicatat dengan tidak benar dibandingkan dengan transaksi
yang sifatnya rutin karena sering kali tidak memiliki pengalaman dalam mencatat transaksi yang tidak biasa tersebut.
Penilaian yang diperlukan untuk mencatat saldo-saldo akun dan transaksi-transaksi dengan benar banyak saldo akun seperti penyisihan
piutang tak tertagih, persediaan yang usang, liabilitas garansi, perbaikan besar dibandingkan dengan penggantian sebagian atas aset-aset, dan kerugian cadangan pinjaman bank yang memerlukan banyak penilaian manajemen dan estimasi.
Membuat populasi Sering kali setiap unsur yang membentuk populasi juga
memengaruhi espektasi auditor terhadap salah saji material.sebagian auditor menetapkan resiko bawaan yang tinggi untuk akun piutang dahang yang sebagian besar saldonya melebihi tanggal tempo di bandingkan dengan jika saldonya sebagian besar belum jatuh tempo.
Faktor-faktor
yang
terkait
dengan
kecurangan
dalam
laporan
keuangan dan penyalahgunaan aset Resiko kecurangan dapat di ukur
untuk keseluruhan pengauditan atau persiklus akun dan tujuannya, sebagai contoh, adanya insentif yang kuat untuk manajemen untuk mencapai espektasi laba yang telalu agresif dapat memengaruhi penaguditan secara keseluhan, sedangkan kerentanan persediaan untuk di curi hanya akan berpengaruh pada akun persediaan.
Membuat
keputusan
risiko
bawaan Auditor
harus mengevaluasi
informasi yang dapat memengaruhi resiko bawaan dan memengaruhi faktor
resiko bawaan yang tepat untuk setiap siklus, akun dan untuk setiap tujuan audit.
Mendapatkan informasi untuk menilai risiko bawaan Auditor mulai
melakuka penilaian atas resiko bawaan selama fase perencanaa dan memperbarui penilaian tersebut di sepanjang pengauditan.
HUBUNGAN RISIKO DENGAN BUKTI AUDIT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA RISIKO
Umumnya auditor menangani resiko dengan cara mengubah keluasan pengujian dan jenis prosedur audit, termasuk menerapkan ketidak pastian dalam prosedur audit yang di gunakan.Selain melakukna modifikasi buikti audit,terdapat dua cara lain dimana auditor dapat mengubah auditnya untuk menangani resiko-resiko. 1. Kontrak kerja munkin memerlukan lebih banyak staf yang berpengalaman. KAP harus menugaskan staf yang kompoten dalam semua kontrak kerja.untuk klien dengan resiko audit yang dapat diterima rendah, perhatian khusus sangat tepat di berikan pada penugasan staf, dan pentingnya skeptisme profesional harus di tekankan. 2.
K ontrak kerja harus di telah dengan hati-hati dari pada biasanya. KAP harus yakin
bahwa
penelahan
mendokumentasikan pengumpulan
bukti
yang
perencanaan dan
memadai auditor,
atas
arsip-arsip
pengumpulan
kesimpulankesimpulan
dan
audit
yang
bukti
dan
hal-hal
dalam
pengauditan.jika resiko audit yang dapat diterima rendah, penelahan yang leb ih meluas sering kali sangat diperlukan, termasuk penelahan yang dilakukan oleh
personel yang tidak di tugaskan dalam konrak kerja tersebut. jika resiko salah saji material (gabungan antara resiko pengendalain dengan resiko bawaan) adalah
tinggi
untuk
beberapa
akun,
besar
kemungkian
menelahharus
meluangkan lebuh banyak waktu untuk meyakinkan bahwa bukti auditnya sudah tepat dan sudah di evaluasi dengan benar. Resiko Audit Untuk Setiap Bagian
Resiko audit yang dapat di terima biasnya di ukur oleh auditor selam fase perencanaan dan tetap konstan untuk setiap siklus dan akun utama,.auditor biasanya menggunakaan resiko audit yang dapa di terima yang sama untuk setiap bagian karena faktor-faktor memengaruhi resiko audityang dapat diterima terkait dengan keseluruhan pengauditan, bukan pada masing-masing akun.sebagai contoh, tingkat ketergantungan para pengguna external yang tinggi terhadap laporan keuangan biasanya terkait dengan laporan keuangan secara keseluruhan, bukan hanya bsatu atau dua akun saja. Menghubungkan Salah Saji dan Resiko Yang Dapat Diterima dengan Tujuan Audit Terkait Saldo
Merukan suatu hal yang umum dalam praktinya untuk mengukur resiko bawaan dan resiko pengendalian untuk setiap tujuan audit terkait saldo, namun tidak laim untuk mengalokasikan materialitas ke dalam setiap tujuan tersebut. Keterbatasan dalam Pengukuran
Salah satu kekurangan dalam penerapan model resiko audit adalah kesulitan dalam pengukuran komponen-kemponen resiko dalam model tersebut.
Pengujian Terperinci Kertas Kerja Perencanaan-Bukti
Dalam prakteknya auditor mengembangkan beragam kertas kerja untuk membantu dalam mengaitkan pertimbangan-pertimbangan yang memengaruhi bukti audit dengan pengumpulan bukti yang tepat. Salah saji yang dapat diterima pengukuran materialitas awal ditetapkan
sebesar Rp442.000.000 (sekitar 6 persen dari laba operasi Rp7.370.000.)ia mengalokasikan Rp265.000.000 untuk audit atas piutang dagang . Risiko audit yang dapat diterima.Mira menilai risiko audit yang dapat
diterima tinggi karena kondisi keuangan perusahan yang baik ,integritas manajemen yang tinggi ,dan pengguna laporan keuangan yang relatif sedikit jumlah nya. Risiko bawaan. Mira menilai risiko bawaan sedang untuk tujuan nilai
keberadaan dan pisah batas, karena perhatian utamanya pada pengakuan pendapatan.
HUBUNGAN ANTARA RISIKO DAN MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT
Konsep materialitas dan resiko dalam udit sangat berkaitan erat dan tidak dapat di pisahkan. Resiko merupakan ukuran atas ketidakpasian. Sedangkan materialitas merupakan ukuran besaran atau tinggi rendahnya. bersama-sama keduanya mengukur jumlah ketidakpastian dalam suatu besaran tertentu. Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut :
Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat meterialitas
dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat
menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini : a. Menambah tingkat materialiras, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan. b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan. c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.
MENGEVALUASI HASIL
Setelah auditor melakukan perencanaan penugasan dan mengumpulkan bukti audit, hasil-hasil audit dapat dinyatakan dalam sejumlah istilah dari versi evaluasi atas model risiko audit. Antara lain:
AcAR = IR x CR x AcDR Dimana:
AcAR
= Risiko audit yang dicapai (Achieved Audit Risk )
Yaitu sebuah ukuran risiko yang diambil audit bahwa satu akun dalam L/K secara material salah saji setelah auditor mengumpulkan bahan bukti audit.
IR
= Risiko bawaan ( Inherent Risk )
Yaitu faktor risiko bawaan yang telah dibahas dalam perencenaan kecuali telah direvisi sebagai hasil dari informasi baru.
CR
= Risiko pengendalian ( Control Risk )
Yaitu risiko pengendalian yang sama yang telah dibahas kecuali telah direvisi selama audit.
AcDR
= Risiko penemuan yang dicapai ( Achieved Detection Risk )
Yaitu sebuah ukuran dari risiko bahwa bukti audit untuk suatu segmen tidak mendeteksi salah saji melebihi jumlah yang dapat ditoleransi, jika salah saji tersebut ada. Auditor dapat mengurangi risiko deteksi yang dicapai hanya dengan mengumpulkan bahan bukti. Rumusan itu menunjukan bahwa terdapat tiga cara utnuk mengurangi tingkat risiko audit yang tercapai hingga mencapai suatu tingkat risiko yang dapat diterima: 1.
Mengurangi risiko bawaan . Karena risiko bawaan dinilai oleh
auditor berdasarkan kondisi klien, penilaian ini diselesaikan selama perencanaan dan biasanya tidak berubah kecuali faktafakta baru terbuka saat audit berjalan. 2.
Mengurangi risiko pengendalian . Risiko pengendalian yang
dinilai, dipengaruhi oleh pengendalian internal dari klien dan pengujian auditor terhadap pengendalian itu. 3.
Mengurangi risiko deteksi dengan meningkatkan uji audit substantif. Auditor mengurangi risiko deteksi yang dicapai
dengan mengumpulkan bukti menggunakan prosedur analitis, tes substantive dari transaksi dan tes dari rincian saldo.
4.
Merevisi Risiko dan Bukti
Model risiko audit adalah sebuah model perencanaan dan selanjutnya dapat dipergunakan secara terbatas dalam melakukan evaluasi atas hasil-hasil audit. Dalam situasi ini auditor sebaiknya mengikuti pendekatan dua langkah, antara lain:
Auditor harus merevisi penilaian awal tentang risiko yang wajar. Adalah pelanggaran jika membiarkan penilaian awal tidak diubah jika auditor tahu itu adalah tidak wajar.
Auditor
harus
mempertimbangkan
tersebut
terhadap
bukti
yang
dampak
revisi
diharuskan,
tanpa
penggunaan model risiko audit. Penelitian dalam bidang audit telah menunjukkan, jika risiko yang direvisi digunakan dalam model risiko audit untuk menentukan risiko deteksi yang direncanakan, yang juga
telah
direvisi,
ada
bahaya
meningkatkannya bukti secara memadai.
dari
tidak
Contoh kasus Risiko Audit dan Materialitas Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk. Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated ), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember
2001.Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan.Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated ) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar
Peraturan
Bapepam No.VIII.G.7 tentang
Pedoman
Penyajian
Laporan
Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement ) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undangundang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. 2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-
bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan.Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam.Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated ) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan
Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan.Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan.Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal.Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi.Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001.Namun, kementerian Badan Usaha
Milik
Negara
selaku
pemegang
saham
mayoritas
mengetahui
adanya
ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated ) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar.Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa.Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan.Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair .Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang
mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
Pembahasan Kelompok Kami
Poin-poin penting yg timbul setelah analisis:
PT.kimia farma sebagai perusahaan pemerintah telah terbukti melakukan rekayasa dalam pelaporan keuanganya,hal ini terindikasi oleh kementrian terkait serta bapepam dari adanya salah saji yg sangat material pada laporan keuanganya.Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2.
Kesalahan saji tersebut berasal dari berbagai pos yg overstated,yg mungkin terjadi karena memang sengaja dilakukan oleh pihak internal perusahan dengan tujuan tertentu.
Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Untuk sanksi dan denda yg dikenakan menurut undang2 terkait,maka disebutkan bahwa : o
PT. Kimia Farma diharuskan membayar denda sebesar 500 juta rupiah (menurut PP mengenai penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal)
o
Direksi lama PT.Kimia Farma diharuskan membayar 1 milyar rupiah ke kas Negara (menurut UU no.8 th 1995 pasal 5 huruf n)
o
Auditor KAP HTM diharuskan membayar sebesar 100 juta rupiah ke kas Negara,karena telah dianggap gagal memenuhi dan menerapkan standar professional yg disyaratkan oleh SPAP seksi 110. (menurut UU no.8 th 1995 pasal 5 huruf n)
Keterkaitan akuntan/auditor dalam hal ini tidak terlalu dicurigai sebagai pihak yg aktif bekerja sama dalam kecurangan tersebut,namun bapepam menilai bahwa akuntan publik tersebut tetap harus ikut bertanggung jawab karena akuntan lah yg bertugas memeriksa,mencari bukti2 dan melporkan adanya ketidak wajaran dalam pelaporan keuangan suatu entitas.
Keterkaitan manajemen PT.Kimia Farma dalam kecurangan ini telah sangat jelas terjadi dengan ditetapkanya mantan direksi lama sebagai tersangka kasus penggelembungan laba bersih perusahaan.
Dampak bagi laporan keuangan, akuntan publik HTM diwajibkan untuk melakukan restatement laporan keuangan PT.Kimia farma per 31 Desember 2001 serta audit laporan keuangan ulang hingga periode 30 juni 2002.
Dampak bagi Investor dan perusahaan setelah adanya revisi, perusahaan dengan segera melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap publik. Namun RUPS tetap menilai bahwa kinerja perusahaan (terkait laba yg sesungguhnya) masih tergolong baik. Mereka mengaggap kecurangan ini murni dilakukan oleh manajemen lama perusahaan dan telah dijadikan tersangka.
Dampak bagi akuntan/KAP terkait (HTM), walaupun tidak terindikasi aktif ikut bekerja sama dalam kecurangan tersebut. HTM telah dinilai gagal menerapkan standar profesi akuntan publik.mereka diwajibkan melakukan restatement atas laporan keuangan serta
melakukan audit ulang per tanggal 30 juni 2002. Serta menurut keputusan rups, menyatakan secara aklamasi bahwa tidak akan memakai jasa HTM lagi sebagai akuntan public di PT.Kimia farma.
Dampak bagi akuntan publik secara umum, Akuntan memilki peran dalam membantu menyajikan laporan keuangan yg fair atas aktivitas bisnis suatu entitas.Dan jika tejadi kecurangan seperti yg dibahas dalam kasus ini membuat pemerintah ikut campur tangan mengatasi hal tersebut. Salah satu yg terpenting adalah dengan membuat aturan baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
Dampak bagi masyarakat umum, masyarakat secara tidak langsung akan terpengaruh dengan fenomena2 yg terjadi seperti kasus yg telah menimpa PT.Kimia Farma tersebut. Masyarakat yg sejatinya sebagai pengawas tertingi dalam konstitusi setidaknya akan merasa dikhianati oleh praktik2 seperti ini. Dan ujung nya kemana lagi jika bukan menyalahkan pemerintah? Tidak percaya dengan pemerintah? Tidak taat kepada Negara?
Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.