PERKEMBANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI DUNIA Melengkapi Tugas Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dosen Pengampu : Ibu Isyue Sriagustiani. S.Km
Disusun oleh : Gina Zaomi Ika Nuraeni Laela Nadzifah Nining Rahayu Nurswastantika Rahwan Nana Setiana Siti Sunari Ucu Purnamasari
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES Bina Putera Banjar Tahun Ajaran 2010-2011
KATA PENGANTAR
Puji Puji dan dan syuk syukur ur kami kami panj panjat atka kan n keha kehadi dira ratt Alla Allah h SW SWT, T, yang yang tela telah h memberikan nikmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Perkembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Dunia ” tepat pada waktunya. Kami Kami
juga juga
mengu enguca capk pkan an
teri terima mak kasih asih
kepad epadaa
orang rang
tua, tua,
dosen osen
pembimbing mata kuliah K3 dan reka-rekan serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu baik dari segi materil maupun moril dalam proses pembuatan makalah ini. Kami nemnyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena karena itu kami sangat sangat berhar berharap ap saran saran dan kritik kritik yang yang memban membangun gun dari para para pembaca guna mencapai makalah yang lebih baik dimasa yang akan dating. Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan selamat membaca, semoga apa yang kami sajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Salam Penulis Banjar, 12 Oktober 2010
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………i Daftar Isi………………………………………………………………ii Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah 3. Maksud dan Tujuan Pembahasan 1. Awal Mula Kemunculan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2. Perkembangan K3 di Beberapa Negara di Dunia Penutupan 1. Kesimpulan 2. Saran Daftar Pustaka
Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah Di
era
globalisasi
menuntut
pelaksanaan
Kesehatan
dan
Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di 4las a kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di 4las a kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terancam dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan 4las an4uring4l (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan
kausal
antara
pemajanan
gas
anestesi
dengan
gejala
neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan. Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%. Berdasarkan data-data diatas, maka dapat dipastikan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja wajib dijlankan oleh stiap perusahaan di dunia. Khususnya bagi negara-negara yang angka kecelakaan kerjanya masih besar.
2. Rumusan Masalah Dalam makalah ini, kami akan membahas terlebih dahulu mengenai awal mula munculnya program keselamatan dan kesehatan kerja. Alasan utama mengapa keselamatan dan kesehatan kerja sangatlah penting, baik bagi para pegawai maupun bagi perusahaan. Setelah kami mengupas tuntas tentang awal mula kemunculan program keselamatan dan kesehatan kerja, selanjutnya kami akan membahas mengenai perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja di dunia. Dalam bab ini kami akan memaparkan tentang bagaimana dunia memulai mengembangkan peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Juga mengenai respon yang diberikan oleh setiap negara mengenai munculnya program K3 ini. Hingga kepada perkembangan terkini mengenai keselamatan dan kesehatan kerja di dunia. Pembahasan selanjutnya yaitu mengenai kendala-kendala dalam setiap negara ketika akan menerapkan program K3 tersebut, terutama kendala yang ditemui oleh negara-negara berkembang.
Terakhir kami akan mencoba memberikan kesimpulan serta saran untuk permasalahan yang dihadapi setiap negara dalam menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Maksud dan Tujuan Kami menyusun makalah ini untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah keselamatan dan kesehatan kerja. Selain
itu
makalah
ini
disusun
juga
bertujuan
untuk
menyebarluaskan tentang perkembangan keselamtan dan kesehatan kerja di dunia, agar setiap orang menjadi lebih sadar bahwa keselamtan dan kesehatan kerja sangatlah penting.
Pembahasan
Awal Mula Kemunculan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sejarah kemunculan program keselamatan dan kesehatan kerja, pertama kali yaitu pada tahun 1760 sebelum Masehi. Raja 6las an6u, yang merupakan pendiri dynasti Babylonia, menyusun kumpulan undang-undang dan peraturan yang kemudian disebut Kode Hammurabi. Kode ini, telah diterima oleh raja dari dewa matahari, Shamash yang memberikan prosedur mengenai hak-hak milik, hak perorangan, dan hutang-piutang. Ini diberikan antara lain untuk mengatur
kerusakan yang disebabkan oleh pengabaian dalam berbagai perdagangan. Sebagai contoh, ini mengatur mengenai hal berikut :
“Jika seorang pembangun membangun rumah untuk seseorang dan tidak membangunnya secara tepat, kemudian rumah tersebut runtuh dan menewaskan pemiliknya, maka pembangun harus dihukum mati. Jika pembuat kapal membuat perahu untuk seseorang dan tidak membuatnya dengan kuat, jika selama tahun yang sama perahu tersebut rusak, maka pembuat kapal harus memperbaikinya dengan biayanya sendiri. Kapal yang telah diperbaiki tersebut harus diberikan kepada pemiliknya.” Peraturan-peraturan ini tampaknya mirip dengan building codes dan OSHA standard mengenai Pekerjaan Galangan Kapal serta persyaratan Worker’s Compensation. Selama awal Abad Pertengahan berbagai bahaya diidentifikasi, termasuk efek-efek paparan 7las an dan mercury, kebakaran dalam ruang terbatas, serta kebutuhan alat pelindung perorangan. Namun demikian, tidak ada standard atau persyaratan keselamatan yang terorganisasi dan ditetapkan pada saat itu. Para pekerja biasanya pengrajin independen atau bagian dari 7las atau pertanian keluarga bertanggung
jawab
sendiri
untuk
keselamatan, kesehatan
dan
kesejahteraannya.
Pada awal abad 18 dan pada saat terjadinya Revolusi Industri, Beardini Ramazini menulis “Discourse on Disease of Workers” . Dikenal sebagai bapak pengobatan pekerja, dia menggambarkan penyebab dari penyakit akibat kerja yang terjadi pada kimiawan yang bekerja di laboratorium. Namun demikian, perhatiannya yang besar pada kimiawan, membuatnya percaya harus ada perlindungan
terhadap profesi
mereka jika dia
menyarankan
intervensi
keselamatan. Dia juga menggambarkan rasa sakit yang terjadi di tangan tukang ketik, yang mengawali pengetahuan kita mengenai cidera yang disebabkan
gerakan berulang. Sebagai tambahan pada kuesioner standard sejarah pasien, dia juga menanyakan “Apa pekerjaan anda?”. Pada akhir tahun 1700, 8las a pabrik memperkenalkan pekerja bahaya baru dan tidak diketahui. Perusahaan tekstil dijalankan dengan mesin pintal, gulungan kapas dan tumpukan benang, bersama dengan resiko yang berhubungan dengan mesin, kebisingan dan debu. Manajemen diperhadapkan dengan keuntungan dan kerugian. Kematian dan cidera diterima sebagai bagian dari bidang 8las an8. Pada saat itu, mungkin rasa sakit dan kesakitan belum diperhatikan sebagai norma dan diterima dalam beberapa pekerjaan 8las an8. Kemudian manajemen keselamatan dan kesehatan, tidak dipertimbangkan atau diperlukan. Karena masih buruh sangat banyaknya pekerja yang senang dengan hanya memperoleh pekerjaan. Pada awal tahun 1800, revolusi 8las an8 melanda Amerika Serikat, menekankan pengeluaran biaya, dan tenaga kerja menjadi makin banyak dengan buruh imigran dan buruh anak-anak. Undang-undang yang umum pada saat itu menguntungkan para pengusaha dan manajer, dan nyatanya tidak ada kompensasi untuk penyakit atau cidera serta tidak ada standard yang disetujui untuk keselamatan tempat kerja. Namun demikian, ketika cidera semakin meningkat, usaha pertama terhadap kompensasi dimulai di Massachusetts dengan Employer’s
Liability Law pada tahun 1887. Namun demikian pada banyak kasus, usaha kompensasi ditolak dengan berbagai 8las an legal jika pengusaha dapat menunjukkan bahwa pekerja lalai atau memberikan kontribusi terhadap penyebab kecelakaan. Abad dua puluh merupakan awal perhatian keselamatan kerja pada arena politik. Pada tahun 1908, Theodore Roosevelt mengatakan : “Jumlah kecelakaan
yang menyebabkan kematian pekerja .... semakin meningkat . Dalam beberapa tahun ini angka kecelakaan kerja meningkat dengan cepat dan menyebabkan kematian yang lebih besar daripada perang besar. Ini diikuti dengan penetapan persyaratan Workers Compensation secara federal serta di seluruh negara bagian. Pada saat yang sama, standard-standard keselamatan mengenai pelindung mesin
dan perusahaan baja serta rel kereta api memulai apa yang kita kenal sekarang sebagai program manajemen keselamatan kerja. Kebakaran pabrik Triangle Shirtwaist yang terkenal pada tahun 1911, yang menyebabkan kematian pekerja garmen sebanyak 146 orang, membantu untuk menggabungkan usaha-usaha ini.
National Safety Council dibentuk pada saat itu. Sampai tahun
1931,
sebagian besar
dari usaha-usaha
intervensi
keselamatan dan kesehatan diarahkan langsung untuk meningkatkan kondisi pabrik. Kemudian H.W. Heinrich menerbitkan buku yang berjudul Industrial Accident Prevention. Dia mengusulkan konsep bahwa tindakan-tindakan orang lebih besar menyebabkan kecelakaan daripada kondisi tempat kerja. Dia disebut sebagai Bapak Safety Modern karena dia yang pertama mengusulkan prinsip prinsip keselamatan kerja yang terorganisasi. Prinsip-prinsip ini revolusioner pada saat itu. Prinsip-prinsip ini mencakup konsep bahwa kecelakaan disebabkan terutama karena unsafe acts dari pekerja, dan bahwa unsafe act yang sama mungkin terjadi lebih dari 300 kali. Dia juga mengusulkan
beberapa 9las an mengapa
orang-orang bertindak
unsafe,
metodologi dasar untuk mencegah kecelakaan, serta mengusulkan bahwa manajemen bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan kecelakaan kerja. Dalam tahun 1970, Occupational Safety and Health Act (OSHA ) yang bersejarah disahkan dan menjadi undang-undang federal yang efektif pada tahun 1971. Ini diikuti dengan beberapa kejadian, termasuk pembaharuan pada keselamatan kendaraan dengan buku Ralph Nader yang berjudul Unsafe at Any
Speed. Keselamatan dan kesehatan kerja menjadi elemen penting pada sebagian besar 9las an9 9las an9uring. Standard-standard telah dimulai dan manajemen telah mengetahui bahwa keuntungan operasi secara langsung terpengaruh ketika pekerja mengalami lost time karena cidera yang disebabkan kerja. Beberapa orang akan membantah bahwa OSHA Act mengubah perhatian manajemen dari pencegahan cidera menjadi mematuhi undang-undang. Namun demikian dengan maksud baik, regulasi pertama keselamatan kerja diadopsi dari
dokumen-dokumen lain yang ditetapkan oleh standard yang dihasilkan berbagai organisasi. Dalam banyak kasus, standard-standard tersebut dimaksud untuk digunakan
sebagai
panduan.
Tanggung jawab
penerapan
dari
panduan
keselamatan kerja diganti dengan perilaku “bagaimana kita sesuai” sampai beberapa tingkatan. Selain itu, karena undang-undang difokuskan pada kondisi tempat kerja, mungkin akan menghambat perkembangan perangkat manajemen keselamatan kerja berdasarkan intervensi perilaku. Pendekatan kondisi tempat kerja ini bertentangan dengan prinsip yang diusulkan oleh Heinrich yang mengatakan bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh tindakan manusia. Pada beberapa kejadian, OSHA bersama dengan partner penelitiannya,
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan komite penasehatnya National Advisory Committee on Occupational Safety and Health (NACOSH), menciptakan perhatian baru dan era baru dalam bidang keselamatan dan kesehatan. Undang-undang yang memberikan sanksi terhadap ketidaksesuaian dengan persyaratan menyediakan tempat kerja yang bebas dari bahaya yang diketahui cenderung berorientasi pada spesifikasi dan diberikan secara terperinci apa yang perlu dilakukan. Banyak kesenangan yang dibuat sehubungan dengan persyaratan rancangan tempat duduk toilet serta ketinggian letak alat pemadam kebakaran. Peraturan yang baru telah berubah berdasarkan orientasi kinerja, yang dapat mendorong pengesahan 10las an dan penerapan tanggung jawab terhadap persyaratan. Suatu contoh mengenai pendekatan ini ditemukan dalam Standard Manajemen Keselamatan Proses, yang mempersyaratkan penakaran resiko sekitar keselamatan pabrik kimia. Hingga saat ini OSHA adalah satu-satunya kiblat perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja di seluruh dunia. Dalam perjalanannya OSHA banyak melakukan perubahan-perubahan kebijakan yang nantinya akan kami bahas dalam bab selanjutnya.
Perkembangan K3 di Beberapa Negara di Dunia
Walaupun program keselamatan dan kesehatan kerja sangatlah penting, namun kesadaran perusahaan untuk mematuhi dan memaksimalkan berjalannya program keselamatan dan kesehatan kerja masih sangatlah minim. Berbagai alas an selalu dilontarkan oleh pengusaha setiap kali perusahaannya mendapat pertanyaan mengenai berjalan atau tidaknya program keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaannya. Banyak kasus-kasus kecelakan kerja yang terjadi akibat dari masih kurangnya perhatian perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja para karyawannya. Angka resiko kerja juga masih sangat tinggi akibat dari kurangnya sarana dan prasarana kesehatan yang didapat maupun yang tersedia di perusahaan bagi setiap karyawannya. Negara berkembang adalah objek yang paling sering disorot dunia akibat masih besarnya angka kecelakaan dan resiko kerja. Banyak kasus-kasus luar biasa yang terjadi dan tercatat dalam sejarah kecelakaan dan resiko kerja dunia. Berikut ini kami akan menyajikan negara tertinggi angka kematian kerja dan beberapa negara yang pernah mengalami kecelakaan dan resiko kerja tinggi serta beberapa negara yang masih harus berjuang untuk meminimalkan jumlah kecelakaan dan resiko kerja di setiap perusahaan di negaranya.
Berikut ini adalah sepuluh negara yang tertinggi dalam angka kematian kerja menurut data WHO pada tahun 2009 : Peringkat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Negara Swaziland Angola Lesotho Sierra Leone Zambia Liberia Mozambique Afghanistan DjiboutiI Central African Republic
Angka Kematian (/1000 orang) 30.83 24.08 22.20 21.91 21.34 20.73 20.07 19.18 19.10 17.84
Dari data diatas kebanyakan penyebab kematian adalah karena kurangnya perhatian perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerjanya. Banyak perusahaan yang mengabaikan sarana dan prasarana dalam menunjang kesehatan para pekerja. Sehingga banyak pekerja yang terkena penyakit akibat dari pekerjaannya. Seperti penyakit paru-paru ringan bahkan hingga kanker paru-paru, berkurangnya pendengaran bahkan hingga mengalami ketulian serta ada beberapa kasus yang mencatat bahwa banyak pekerja yang pada masa tuanya terpaksa menderita akibat kenker ganas yang ternyata didapatnya selama ia bekerja di perusahaan tersebut. Anehnya meskipun banyak kasus yang terungkap, namun masih ada pengusaha yang enggan untuk memperbaiki system keselamatan dan kesehatan kerja yang ada di perusahaannya. Alasan yang paling sering dilontarkan adalah kecelakaan tersebut terjadi bukan karena kesalahan perusahaan namun karena kelalaian dari pekerja sendiri. Alasan-alasan seperti itulah yang membuat para pekerja menjadi sulit untuk memperjuangkan hak-haknya dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Terlebih mereka terlalu lemah dan tak berdaya untuk melawan kekuatan
perusahaan yang mana memang mereka menggantungkan kehidupan mereka disana. Atas kenyataan dari fakta bahwa masih banyaknya pekerja yang beresiko tinggi terkena kecelakaan kerja, maka orang-orang yang perduli akan keselamatan kerja terus berupaya untuk mengurangi angka kecelakaan tersebut. Berikut ini kami akan membandingkan tentang pengembangan keselamtan dan kesehatan kerja di negara maju dan negara berkembang. Salah satu upaya yang dilakukan oleh beberapa negara maju yaitu, seperti di Amerika Serikat. Negara adikuasa ini pada tahun 1900an tercatat bahwa jumlah korban dari kecelakaan kerja sangatlah tinggi. Setiap 5 detik seorang pekerja terluka di Amerika Serikat, setiap 10 detik setipa pekerja mengalami cacat sementara atau permanen, setiap hari rata-rata 137 orang meninggal akibat penyakit yang didapat dari pekerjaan,dan 17 orang meninggal setiap harinya akibat kecelakaan kerja. Angka-angka tersebut memacu pemerintah Amerika Serikat untuk terus mengembangkan program keselamatan dan kesehatan kerja di negaranya. Dalam hal ini Amerika terus mengadakan penelitian tentang hal-hal yang menjadi pemicu kecelakaan kerja. Seperti bagaimana mengurangi kematian dari kecelakaan kerja yang di dapat di tempat kerja, mengurangi resiko terkena penyakit akibat dari pekerjaan hingga mengatasi cedera akibat dari gerakan yang berulang-ulang. Berbagai penelitian dan upaya dilakukan, dengan cara sosialisasi dengan para pengusaha, menyebarkan iklan kemsyarakatan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja sangatlah penting, serta memberikan batasan sanksi yang tegas kepada perusahaan yang melanggar standar program keselamatan dan kesehatan kerja
di prusahaannya dan
munculnya
organisasi-organisasi
yang terus
mendukung dan memantau perkembangan kesehatan kerja di Amerika seprti “Perkumpulan Orang Sehat 2010”, NIOSH dan organisasi kesehatan kerja lainnya.
Atas semua kerja keras tersebut, alhasil pada tahun 2000-2010 ini tercatat bahwa angka kematian akibat kecelakaan di tempat kerja telah berkurang. Selain itu kesadaran mayarakat tentang pentingnya kesehatan kerja juga semakin meningkat. Perusahaan tak lagi hanya mementingkan keuntungan tanpa memperdulikan kesehatan para pekerja mereka, dengan sosialisasi dan pertemuan pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi kesehatan kerja yang ada telah membuka pemikiran para pengusaha bahwa dengan sehatnya para pekerja mereka maka angka produksi dan kualitas produksi mereka akan meningkat. Selain itu biaya dalam melengkapi sarana dan pra sarana kesehatan di perusahaan jauh lebih murah jika dibandingkan dengan dana yang harus dikeluarkan perusahaan jika ada pekerjanya yang cacat atau mati akibat dari pekerjaannya. Amerika telah berhasil meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan kerja di negaranya. Memang tidak menjadi suatu acuan yang mutlak, namun dalam hal ini kami mengkadidat Amerika Serikat sebagai negara perwakilan dari negara-negara maju di dunia. Selanjutnya
kami
akan
sedikit
membuka
tentang
perkembangan
keselamtan dan kesehatan kerja di negara berkembang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang di dunia dan memiliki permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja yang sangat rumit. Tahun 2009 Indonesia menempati urutan 140 dalam daftar nama negara tertinggi resiko dan kecelakaan kerja di tempat kerja. Bagaimana sebenarnya perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja yang terjadi di negara ini? Sebelum melangkah lebih jauh, kami terlebih dahulu akan menceritakan sedikit tentang sejarah K3 di Indonesia. Perkembangan Higene Industri di Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya, namun perkembangan Higene Industri di Indonesia yang sesungguhnya baru dirasakan beberapa tahun setelah kita merdeka yaitu pada saat munculnya Undang-undang Kerja dan Undang-undang Kecelakaan. Pokok-pokok tentang Higene Industri dan Kesehatan
Kerja telah dimuat dalam Undang-undang tersebut, meski tidak atau belum diberlakukan saat itu juga. Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan (sekarang Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi) pada tahun 1957 didirikan Lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun 1965 berubah menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh. Dan pada tahun 1966 fungsi dan kedudukan Higene Industri didalam aparatur pemerintahan menjadi lebih jelas lagi yaitu dengan didirikannya Lembaga Higene Perusahaan (Higene Industri) dan Kesehatan Kerja di Departemen Tenaga Kerja dan Dinas Higene Perusahaan/Sanitasi Umum serta Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Disamping itu juga tumbuh organisasi swasta yaitu Yayasan Higene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya. Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes yang ada dipemerintahan dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan-perubahan dengan nama-nama sebagai berikut : •
Pada tahun 1969 Lembaga Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja berubah menjadi Lembaga Nasional Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.
•
Pada tahun 1978 berubah menjadi Pusat Bina Higene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
•
Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.
•
Pada tahun 1988 berubah menjadi Pusat Pelayanan Ergonomi, Higene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
•
Selanjutnya pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
•
Pada tahun 1998 berubah lagi menjadi Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
•
Nama
tersebut
pada
tahun
2001
berubah
pula
menjadi
Pusat
Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes. •
Dan pada akhir tahun 2005 menjadi Pusat Keselamatan Kerja dan Hiperkes Jadi jelas bahwa pengembangan Higene Perusahaan (Higene Industri) di
Indonesia berjalan bersama-sama dengan pengembangan Kesehatan Kerja yaitu selain melalui institusi, juga dilakukan upaya-upaya melalui penerbitan buku buku seperti Ilmu Kesehatan Buruh (1965). Ilmu Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (1967), Ergonomi dan Produktivitas Kerja. Majalah Triwulan Higene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Keja dan Jaminan Sosial juga buku-buku Pedoman Hiperkes dan Keselamatan (semacam penuntun Penerapan Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Perusahaan) sertaleaflet tentang panduan kerja di laboratorium Hiperkes dan lain-lain yang disebar luaskan ke seluruh pelosok Tanah Air. Kegiatan lain seperti Seminar, Konvensi, Lokakarya, Bimbingan Terapan Teknologi Hiperkes dan Keselamatan Kerja diadakan secara terus-menerus. Dalam pembinaan personil dilaksanakan dengan menyelenggarakan kursus dan latihan di dalam negeri, disamping pendidikan formal baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri. Dari segi Perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Perundangan yang menyangkut Hiperkes yang terdapat di dalam Undang-Undang, Peraturan Menteri dan Surat Edaran Menteri telah banyak diterbitkan. Upaya pembinaan Laboratorium Hiperkes dan Keselamatan Kerja yang dimulai sejak tahun 1973 sampai dengan tahun 1993 telah berdiri 14 laboratorium Balai Hiperkes dan Keselamatan kerja yang terletak di 14 propinsi. Tidak hanya berhenti sampai tahun 1993, usaha pengurangan angka kematian dari kecelakaan kerja terus dilakukan. Tetapi hingga tahun 2000an Indonesia belum mendapatkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan data yang kami peroleh dari Subdirektorat Pengawasan
Norma
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja,
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Depnakertrans, bahwa dari tahun 2002 hingga 2005 di Indonesia terjadi 78.000 kasus kecelakaan kerja, 5.000 orang di antaranya meninggal dunia.
Data yang diumumkan itu tidak terlalu mengejutkan
banyak orang. Karena pada dasarnya menurut hemat penulis aplikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) di Indonesia memang sangat buruk. Di kawasan ASEAN saja, Indonesia masih kalah dari Vietnam. Mungkin saja angka itu hanya yang tampak di permukaan atau yang sempat tercatat di Depnakertrans. Tingkat kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan mungkin jauh lebih banyak. Karena , pengawas keselamatan kerja tidak mungkin bisa mengawasi semua industri dan bidang pekerjaan berisiko tinggi di seluruh pelosok tanah air. Menurut Kepala Subdirektorat Pengawasan Lingkungan Kerja Indonesia seperti yang dimuat pada Harian Umum Pikiran Rakyat 21 Maret 2007, halaman 6 Depnakertrans hanya memiliki 1.760 pengawas yang harus memonitor pekerja dan bidang pekerjaan di 170.000 perusahaan. Jumlah itu sudah termasuk pengawas yang melaksanakan pekerjaan di kantor atau di tempat lain yang bukan di lapangan. Tenaga pengawas yang langsung mengawasi pelaksanaan K-3 di lapangan, hanya 200300 orang. Menurut persepsi kami, lemahnya pengawasan berakibat meningkatnya kasus kecelakaan kerja. Keamanan, kesehatan, dan kenyamanan kerja di berbagai bidang pekerjaan di Indonesia menjadi sesuatu yang dianggap mewah. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja sering terabaikan. Pada dasarnya perkembangan dan pertumbuhan suatu bangsa, baik sekarang maupun yang akan datang tentunya tidak bisa lepas dari peranan proses industrialisasi. Maju mundurnya suatu
industri sangat ditunjang oleh peranan tenaga kerja. Dalam membangun tenaga kerja yang produktif, sehat, dan berkualitas perlu adanya manajemen yang baik, khususnya yang berkait dengan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
K3 yang termasuk dalam suatu wadah higene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes) terkadang terlupakan oleh para pengusaha. Betapa tidak? Sebab, K3 mempunyai tujuan pokok dalam
upaya
memajukan
dan
mengembangkan
proses
industrialisasi, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan para buruh. Jika kita coba uraikan tujuan dari manajemen K3, antara lain; Pertama, sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga
kerja
yang
setinggi-tingginya,
baik
buruh,
petani,
nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas. Kedua, sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat
kerja,
pemeliharaan,
dan
peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja dan penglipat ganda kegairahan serta kenikmatan kerja. Lebih jauh sistem ini dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari proses industrialisasi yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produkproduk industri. Dalam konteks ini, kiranya tidak berlebihan jika K3 dikatakan
merupakan
modal
utama
kesejahteraan
para
buruh/tenaga kerja secara keseluruhan. Selain itu, dengan penerapan K3 yang baik dan terarah dalam suatu wadah industri tentunya akan memberikan dampak lain, salah satunya tentu sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Di era pasar bebas tentu daya saing dari suatu pro-ses industrialisasi semakin
ketat dan sangat menentukan maju tidaknya pembangunan suatu bangsa. Dalam pasar bebas tingkat ASEAN saja, yang dikenal dengan
istilah
AFTA
(ASEAN
Free
Trade
Area)
sangat
membutuhkan peningkatan produktivitas kerja untuk dapat bersaing dan mampu menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Untuk itu, penerapan peraturan perundangundangan dan pengawasan serta perlindungan para buruh/ karyawan sangat memerlukan sistem manajemen industri yang baik dengan me-nerapkan K3 secara optimal. Sebab, faktor kesehatan
dan
keselamatan
kerja
sangat
mempe-ngaruhi
terbentuknya SDM yang terampil, profesional, dan berkualitas dari tenaga kerja itu sendiri. Hingga kini masih banyak kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia. Itu bisa menjadi modal utama dalam upaya menjadikan sistem ini sebagai langkah awal. Dalam kaitan ini peranan pemerintah dan beberapa instansi terkait diharapkan bisa menekan tingkat kecelakaan dan memberikan perlindungan maksimal terhadap tenaga kerja, dalam hal ini buruh. Sebab, proses industrialisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemajuan di sektor ekonomi. Inilah sebenarnya yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan para pengusaha di Indonesia. Masih banyak kasus-kasus serta data-data yang dapat menguatkan bahwa dari awal kemunculan K3 hingga sekarang Indonesia masih tertatih untuk menekan angka kecelakaan kerja. Selain resiko kecelakaan kerja yang masih tinggi, kenyamanan pekerja dalam bekerja juga masih sangat tidak di perhatikan.
Hingga tahun 2009 kemarin tercatat Kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi kalau dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), sepanjang tahun 2009 telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka tersebut memang mengalami tren menurun sejak 2007 yang sempat mencapai 83.714 kasus dan pada 2008 sebanyak 58.600 kasus. Tinggi angka kecelakaan kerja ini karena kurangnya pengawasan dan pembinaan dalam bekerja. Dari perbandingan diatas dapat kami ambil kesimpulan bahwa negara berkembang masih harus bersusah payah dalam meningkatkan derajat kesehatan kerjanya. Selain karena pengawasan yang kurang akibat dari minimnya SDM dan fasilitas, juga karena masih kurangnya kesadaran masyarakat dan perusahaan mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Akan tetapi meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi dalam peningkatan kesehatan kerja, baik di negara maju maupun berkembang kita dapat sama-sama melihat bahwa terjadi peningkatan setiap tahunnya dalam mengurangi angka kecelakaan pekerja. Semoga dengan semakin berkembangnya zaman dan semakin majunya pemikiran manusia, program keselamtan dan kesehatan kerja dapat terus berkembang dan diterapkan disetiap negara. Baik negara maju maupun negara berkembang. Karena jika para pekerja mereka sehat, maka produktifitas pekerja juga akan meningkat dan itu akan menjadi modal utama dalam mengembangkan dan memajukan setiap negara. Terlepas dari upaya pemerintah, penekanan angka kecelakaan kerja juga sangat dipengruhi oleh peran aktif pengusaha dan manyarakat (pekerja). Mereka harus sadar bahwa bekerja bukan hanya untuk menghasilkan materi semata, tetapi lebih dari itu. Bahwa bekerja berarti memperjuangkan kesejahteraan bagi diri mereka, keluarga, lingkungan bahkan negara.
Jika setiap individu dapat memahami hal tersebut maka bukanlah hal yang sulit untuk mencapai derajat keselamtan dan kesehatan kerja yang seharusnya dan tidak mungkin pula bila nantinya negara-negara berkembang akan mengalami kemajuan yang pesat sehingga dapat dengan mudah menyusul kesejahteraan dari negara-negara maju di dunia.
Penutupan
Setelah semua pembahasan diatas, kami mengambil kesimpulan bahwa : 1. Angka resiko kecelakaan kerja di setiap negara masih cukup tinggi terutama di negara-negara berkembang.
2. Tingginya angka resiko kecelakaan kerja terjadi akibat dari kurangnya pengetahuan
perusahaan
dan
masyarakat
mengenai
pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Pemerintah di negara berkembang masih kurang tegas dalam menetapkan
sanksi kepada perusahaan yang melanggar serta kurangnya pengawasan terhadap perusahaan.
Dari semua kesimpulan permasalahan di atas, maka dapat kami sarankan : 1. Pemikiran masyarakat dan perusahaan tentang bekerja harus diganti. Bahwa bekerja bukanlah hanya menghasilkan materi tetapi lebih kepada meningkatkan kesejahteraan dirinya, keluarga, lingkungan dan negara. 2. Pemerintah
perlu
meningkatkan
lagi
eksistensinya
dalam
usaha
peningkatan derajat keselamatan dan kesehatan pekerja dengan menambah SDM dalam pengawasannya serta memberikan batas ssnksi yang tegas kepada perusahaan yang melanggar. 3. Pemerintah, perusahaan dan masyarakat mau bekerja sama dan berperan aktif dalam meningkatkan derajat keselamtan dan kesehatan kerja.
Daftar Pustaka
http///
[email protected]