BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal-hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. 1.2.
Rumusan Masalah Penulisan
makalah
mengenai
keselamatan
dan
kesehatan
kerja,
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1.
Apa pengertian keselamatan dan kesehatan kerja (K3) itu?
2.
Apa fungi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) itu?
3.
Apa saja oraganisasi dalam kesehatan dan keselamatan kerja (K3) itu?
4.
Apa undang-undang yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) itu?
5.
Apa sejarah dan revolusi industri keselamatan dan kesehatan kerja (K3) itu?
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan
dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik. Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja antara lain: a)
Menurut
Mangkunegara
(2002)
Keselamatan
dan
kesehatan
kerja
adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. b)
Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
c)
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja . d) Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum. e)
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
f)
Jackson
(1999),
menjelaskan
bahwa
Kesehatan
dan
Keselamatan
Kerjamenunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara material, selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih nyaman, sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja secara lebih produktif. Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Keselamatan dan kesehatan kerja menuju pada kondisi kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakantindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif, maka lebih sedkit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangkapendek maupun jangka panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka diperusahaan tersebut. Kondisi fisiologis-fiskal meliputih penyajit penyakit-penyakit kecelakaan kerja seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cidera yang diakibatkan gerakan yang berulang, sakit punggung, sindrom karpaltunnel, penyakit-penyakit kardiovaskular, berbagai jenis kanker seperti kanker paru-paru dan leukemia, emphysema,serta arthritis. Kondisi- kondisi lain yang diketahui sebagai akibat dari tidak sehatnya lingkungan pekerjaan meliputih penyakit paru-paru putih, penyakit paru-paru coklat, penyakit paru-paru hitam, kemandulan, kerusakan sistem syaraf pusat dan bronghitis kronis. Kondisi-kondisi fisikologis diakibatkan oleh stress pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputih ketidak puasan, sikap apatis, penarikan diri, penonjolan diri, pandangan sempit, menjadi pelupah, kebingungan terhadap peran dan kewajiban, tidak mempercayai orang lain, bimbang dalam mengambil keputusan, kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan untuk mudah putus asah terhadap hal-hal yang remeh.
2.2.
Fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.2.1. Fungsi dari Kesehatan kerja 1. Identifikasi dan Melakukan Penilaian terhadap resiko dari bahaya kesehatan di tempat kerja 2. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktek kerja termasuk desain tempat kerja 3. Memberikan saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan kerja dan APD 4. Memantau kesehatan para pekerja 5. Terlibat dalam proses rehabilitasi pekerja yang mengalami sakit/kecelakaan kerja 6. Mengelola P3K dan tindakan darurat 2.2.2. Fungsi dari Keselamatan kerja 1. Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi dan praktek yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja. 2. Membuat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program 3. Menerapkan, mendokumentasikan dan menginformasikan rekan lainnya dalam hal pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya 4. Ukur, periksa kembali keefektifitas pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya 2.3.
Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Secara umum ada empat bentuk organisasi pengelola keselamatan dan
kesehatan kerja yang diterapkan dalam usaha pertambangan atau pun usaha lainnya, yakni : 1. Safety Department Model organisasi ini memberikan kedudukan khusus kepada bagian keselamatan kerja (seafety department) sebagai subsistem organisasi perusahaan untuk mengurusi segala hal yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan.Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas organisasi, mestinya personil safety department terdiri dari orang-orang yang punya
percekapan teknik dan praktis tentang keselamatan dan kesehatan kerjas (setifikasi khusu safety) Secara umum tugas dari staf department adalah : a. Memberikan petunjuk teknik dan praktis tentang keselamatan dan kesehatan kerja. b. Melakukan isnpeksi penerapan norma keselamtan dan kesehatan kerja oleh para pekerja dibawah pimpinananya. c. Melakukan pengusutan tentang sebab-sebab kecelakaan d. Mencatat statistik kecelakaan yang terjadi pada perusahaan e. Membuat laporan tentang keselamatan dan kesehatan kerja 2. Safety Committee Komite keselamatan kerja (Safety Committee) merupakan suatu forum rapat para pimmpinan tingkat atas mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Biasanya komite diketuai oleh pimpinan tertinggi ( Kuasa Direksi/General Manager) dan sekretarisnya adalah Kepala bagian keselamatan dari kesehatan kerja serta anggotanya terdiri dari kepala-kepala dinas/ anager dan kepala bagian Superintendent, sehingga keputusan yang dikeluarkann mempunyai kekuatan moral dan dilaksanakan.Tugas Safety Committer antara lain: a. Menetapkan kebijaksanaan perusahaan, pengarahan dan pedoman untuk rencana keselamatan dan kesehatan kerja (corporate level) b. Mempelajari usulan proses, fasilitas dan peralatan baru safety (technical level) c. Menilai dan mengevaluasi segi penerapann norma keselamatan dan kesehatan kerja dan tata cara kerja standar (management level)
d. Mengusut,memeriksa, dan melaporkan setiap tindakan dan ondisi tidak aman dari masing-masing bagian dan mengusulkan tindakan koreksi (supervisory-inplant level). 3. Bagian Personalia Pada sistem organisasi ini penanganan masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak dilakukan oleh suatu badan khusus, tetapi oleh bagian personalia.Tugas dari bagian ini sama dengan tugas staf safety department, yakni antara lain : a. Memberikan petunjuk teknik dan praktis kepada pekerja tentang keselamatan dan kesehatan kerja. b. Melakukan onspeksi penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja. c. Melakukan pengusutan sebab-sebab kecelakaan d. Mencatat data statistik kecelakaan kerja e. Membuat laporan tentang keselamatan dan kesehatan kerja Model manajeman pengelolaan seperti ini biasanya hasil kerjanya kurang memuaskan, kerena terkesan keselamatan dan kesehatan kerja diurus secara sambilan. 4. Organisasi staf dan garis Organisasi perusahaan tambang yang berbentuk staf dan garis memberi tugas tambahan kepada staf yang ada pada posisi pengawas untuk terjun langsung dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja di bidang masing-masing. Seorang staf dalam organisasi ini haruslah mempunyai sertifikasi khusus, motivasi tinggi, pengetahuan, dan pengalaman yang cukup dalam masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Mereka bertugas :
a. Memberikan contoh langsung (mendemonstrasikan) cara dan kebiasaan kerja yang aman. b. Mengamati dan mengoreksi tindakan dan kondisi tidak aman. c. Membangkitkankan dan memilhara minat sert partisipasi anak buahnya dalam penerpan norma keselamatan dan kesehatan kerja. d. Membuat laporan keselamatan dan kesehatan kerja. Staf and line organization menetapkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab penuh organisasi dan aspek keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan bagian integral dari kegiatan produksi. 2.4.
Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.4.1. Undang-undang A. Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Undang-undang ini mengatur tentang: o Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja) o Kewajiban dan hak pekerja o Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi aktif dari pengusaha atau pengurus dan pekerja di tempat-tempat kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi dan meningkatkan produktivitas kerja. o Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000, (seratus ribu rupiah)
Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)
1.
Kewajiban memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang meliputi :
2.
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
3.
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
4.
Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan
5.
Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya
6.
Memberi pertolongan pada kecelakaan
7.
Menyediakan alat-alat perlindungan diri (APD) untuk pekerja
8.
Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya bahaya akibat suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran
9.
Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik psikis, keracunan, infeksi atau penularan
10.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
11.
Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik
12.
Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
13.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
14.
Menciptakan keserasian antara pekerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja
15.
Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang
16.
Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
17.
Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang
18.
Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
19.
Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya agar kecelakaan tidak menjadi bertambah tinggi.
20.
Kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru diterima bekerja maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
21.
Kewajiban menunjukan dan menjelaskan kepada setiap pekerja baru tentang :
22.
Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul di tempat kerjanya.
23.
Pengaman dan perlindungan alat-alat yang ada dalam area tempat kerjanya
24.
Alat-alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan
25.
Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
26.
Kewajiban melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja.
27.
Kewajiban menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca oleh pekerja.
28.
Kewajiban memasang semua gambar keselamatan kerja yang diharuskan dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan dibaca.
29.
Kewajiban menyediakan alat perlindungan diri secara cuma-cuma disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan pada pekerja dan juga bagi setiap orang yang memasuki tempat kerja tersebut.
Kewajiban dan hak pekerja 1.
Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pengawas atau ahli keselamatan kerja.
2.
Memakai APD dengan tepat dan benar
3.
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan
4.
Meminta kepada pimpinan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan
5.
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pengawas, dalam batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
B. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Dalam UNDANG-UNDANG nomor 23 pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja dijelaskan sebagai berikut : 1.
Kesehatan Kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan pekerja.
2.
Kesehatan Kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
3.
Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
4.
Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada poin (1), (2) dan (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5.
Tempat kerja yang tidak memenuhi ketentuan kesehatan kerja dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000.(lima belas juta rupiah)
C. Undang-undang RI No. 25 Tahun 1991 Tentang Ketenagakerjaan Dalam peraturan ini diatur bahwa setiap pekerja berhakmemperoleh perlindungan atas : o Keselamatan dan Kesehatan Kerja o Moral dan kesusilaan o Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. D. Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Dalam UNDANG-UNDANG ini diataur tentang:
Perenacanaan tenaga kerja
Pelatihan kerja
Kompetensi kerja
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Waktu kerja
Keselamatan dan kesehatan Kerja
2.4.2. PERATURAN PEMERINTAH A. Peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi Dalam peraturan ini diatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selanjutnya ketentuan nilai ambang batas yang diizinkan, diatur lebih lanjut oleh instansi yang berwenang. Pengaturan mengenai petugas dan ahli proteksi radiasi, pemeriksaan
kesehatan calon pekerja dan pekerja radiasi, kartu kesehatan, pertukaran tugas pekerjaan, ketentuan-ketentuan kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, pembagian daerah kerja dan pengelolaan limbah radioaktif, kecelakaan dan ketentuan pidana. Rangkuman isi peraturan sebagai berikut :
Instalasi atom harus mempunyai petugas dan ahli proteksi radiasi dimana petugas proteksi mempunyai tugas menyusun pedoman dan instruksi kerja, sedangkan ahli proteksi mempunyai tugas mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi.
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada pekerja radiasi adalah:
o calon pekerja radiasi o berkala setiap satu tahun o pekerja radiasi yang akan putus hubungan kerja.
Pekerja radiasi wajib mempunyai kartu kesehatan dan petugas proteksi radiasi wajib mencatat dalam kartu khusus banyaknya dosis pajanan radiasi yang diterimamasing-masing pekerja.
Apabila pekerja menerima dosis radiasi melebihi nilai ambang batas yang diizinkan, maka pekerja tersebut harus dipindahkan tempat kerjanya ketempat lain yang tidak terpajan radiasi.
Perlu adanya pembagian daerah kerja sesuai dengan tingkat bahaya radiasi dan pengelolaan limbah radioaktif.
Perlu ada tindakan dan pengamanan untuk keadan darurat apabila terjadi kecelakaan radiasi.
Pelanggaran ketentuan ini diancam pidana denda Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)
B. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang Izin pemakaian Zat Radioaktif atau sumber Radiasi lainnya Dalam peraturan ini diatur tentang pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, syarat dan cara memperoleh izin, kewajiban dan tanggung jawab pemegang izin serta pemeriksaan dan ketentuan pidana. 2.4.3. KEPUTUSAN PRESIDEN A. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun1993 Tentang Penyakit Yang Timbul karena Hubungan Kerja Dalam peraturan ini diatur hak pekerja kalau menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja, pekerja tersebut mempunyai hak untuk mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (paling lama 3 tahun sejak hubungan kerja berakhir) 2.4.4. PERATURAN- PERATURAN YANG DEPARTEMEN
TENAGA
KERJA
DIKELUARKAN DAN
OLEH
TRANSMIGRASI
(PERMENAKERTRANS) A. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.05/Men/1978 Tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pemakaian lift listrik untuk pengangkutan orang dan barang. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa pemasang lift (instalatir) harus mempunyai izin. Demikian pula untuk pemasangan, pemakaian dan perubahan teknis harus dengan izin tertulis Depnaker. Selain kewajiban izin, dalam peraturan tersebut juga diatur mengenal syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja, penggunaan lift dan perawatan lift.
B. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per.01/Men/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan Dalam peraturan ini, diatur tentang tempat kerja dan alat kerja, perancah, tangga dan rumah tangga, alat-alat angkat, kabel baja, tambang, rantai dan peralatan bantu, mesin-mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton, pekerjaan pembongkaran, penggunaan perlengkapan, penyelamatan dan perlindungan diri. Peraturan ini sangat bermanfaat bagi rumah sakit yang sedang mengadakan renovasi atau membangun rumah sakit baru ataupun dalam perawatan bangunan. 2.5.
Sejarah dan revolusi industri Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.5.1. Sejarah Perkembangan K3 Tingkat Dunia Kapan perkembangan K3 dimulai secara tepat tidak diketahui, namun ada anggapan bahwa K3 mulai timbul sejak adanya pekerjaan dalam hubungannya dengan adanya sistim pengupahan atau penggajian. Dari beberapa literature ditemukan bahwa pada abad ke-16 mulai ada keterangan-keterangan yang lebih jelas tentang gambaran kecelakaan dan penyakit yang diderita oleh pekerja tambang. Pada abad ke-17, Bernardine Ramazzini yang oleh beberapa penulis dianggap sebagai Bapak K3, di dalam bukunya yang berjudul “De Morbis Artificum Diatriba” menguraikan tentang berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Dengan demikian Ramazzini telah memperjelas persoalan bahwa pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yang sampai saat ini dikenal dengan penyakit akibat kerja. Selaian itu dia juga manambahkan cara-cara menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Pada pertengahan abad ke-18, dengan terjadinya revolusi industri di Inggris, dimana saat itu mulai ditemukan cara-cara berproduksi baru, mesin-mesin baru untuk industri seperti mesin tenun, generator serta mesin untuk pengangkutan, maka K3 pun juga mengalami perkembangan yang lebih pesat lagi. Perkembangan yang demikian juga terjadi dinegara-negara Erpa lainnya serta Amerika.
Pertumbuhan dan perkembangan teknologi dinegara-negara maju pada abad ke-20 ini, seperti teknologi produksi didalam industri, teknologi komunikasi, teknologi pertambangan, dan teknologi canggih lainnya merupakan tantangan bagi perkembangan K3. Dan kenyataan mampu berkembang mengikuti kemajuan yang cepat sesuai dengan laju pertumbuhan teknologi. 2.5.2. Sejarah Perkembangan K3 di Indonesia Seperti halnya dengan perkembangan K3 dinegara-negara maju lainnya. Perkembangan K3 di Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di eropa sangat dirasakan sejak timbulnya revolusi industri, nemun perkembangan K3 sesungguhnya baru dirasakan (terjadi) bebrapa tahun setelah Negara kita merdeka yaitu pada saat munculnya UndangUndang Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan, meskipun permulaannya belum berlaku, namun telah memuat pokok-pokok tentang K3. Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan pada tahun 1967 didirikan lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun 1965 berubah menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh. Pada tahun 1966 didirikan Lembaga igiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja di Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Disamping itu juga tumbuh organisasi swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya. Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja) yang ada dipemerintah dari tahun-ketahun selalu mengalami perubahan-perubahan dengan nama sebagai berikut: 1. Pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja 2. Pada tahun 1978 berubah menjadi pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Hiperkes). 3. Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja 4. Pada tahun 1988 berubah menjadi pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. 5. Pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan bersama-sama dengan pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi, juga dilakukan melalui upaya-upaya penerbitas buku-buku, majalah, leaflet K3, spanduk-spanduk, poster dan disebabarluaskan ke Seluruh Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3, konvensi, lokakarya, bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala dan terus menerus. Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja (AHKKI) yang memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah NKRI dengan pusat di Jakarta. Program pndidikan keahlian K3 dilaksanakan baik dalam bentuk mata kuliah pendidikan formal yang diberikan pada beberapa jurusan di Perguruan Tinggi, juga diberikan dalam bentuk In formasl berupa kursus-kursus keahlian K3. dan salah satu keahlian yang berkembang di tahun 2004 adalah HIMU = Higiene Industri Muda. Dari segi peraturan perundang-uandang yang berlaku, yaitu perundangan yang menyangkut K3 yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 tahun 1970, Peraturan Menteri dan Surat edaran telah banyak diterbitkan.
BAB III PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh (terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Definisi, Indikator Penyebab dan Tujuan Penerapan Keselatan dan Kesehatan Kerja (http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html)