21
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Healthcare Associated Infections (HAIs)"
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Keperawatan Dasar II dalam penyusunan makalah penulis mendapatkan bimbingan dari dosen Keperawatan Dasar II. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
Ns. Roymond H. Siamora, M.Kep selaku dosen dan koordinator mata kuliah Keperawatan Dasar II.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan sumbang saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa Keperawatan.
Medan, 28 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang 3
Rumusan Masalah 5
Tujuan 5
Manfaat 5
BAB II. PEMBAHASAN
Defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) 6
Epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs) 6 Sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) 7
Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) 8
Patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs) 11
Faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs) 13
Gejala klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs) 14
Diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs) 15
Pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs) 15
Pencegahan Healthcare-Associated Infections (HAIs) 16
Peran perawat dalam Manajemen HAIs ? 18
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka insiden klien yang terkena infeksi sebagai akibat langsung dari tinggal di rumah sakit dan prosedur rumah sakit semakin meningkat. Infeksi yang terjadi di rumah sakit sekarang lebih dikenal dengan Healthcare-associated infections (HAIs) atau bisa pula disebut infeksi Nosokomial. Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan dan harus diterapkan oleh semua kalangan petugas kesehatan.
Penelitian yang dilakukan National Nosokomial Infections Surveillance (NNIS) dan Centers of Disease Control and Prevention's (CDC's) pada tahun 2002 melaporkan bahwa 5 sampai 6 kasus infeksi nosokomial dari setiap 100 kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosokomial terjadi setiap tahun di Amerika Serikat.2 Penelitian di berbagai universitas di Amerika Serikat menyebutkan bahwa pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai kecenderungan terkena infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi dari pada pasien yang dirawat diruang rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak terjadi di ICU pada kasus pasca bedah dan kasus dengan pemasangan infus dan kateter yang tidak sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah sakit.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Depkes RI bersama WHO di rumah sakit provinsi/kabupaten/kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal sebagaimana yang diharapkan. The Joint Commission (TUC) (2007) memandang hal ini sebagai masalah keamanan klien.
Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan kesehatan yang aman bagi klien dan staf. Sebagai seorang perawat, Kita memiliki peran primer dalam pencegahan dan kontrol infeksi dalam semua tatanan pelayanan kesehatan. Klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan berisiko terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang rendah terhadap mikroorganisme infeksius, meningkatnya paparan terhadap berbagai dan jenis mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dan prosedur yang bersifat invasif. Staf berisiko untuk terpapar infeksi sebagai akibat kontak dengan darah klien, cairan tubuh, peralatan, dan permukaan yang terkontaminasi.
Dalam tatanan perawatan akut atau ambulatori, klien dapat terpapar organisme patogenik, yang beberapa diantarnya mungkin resisten terhadap sebagian besar antibiotik. Dengan mempraktikkan teknik pencegahan dan kontrol infeksi, Kita dapat menghindari mikroorganisme terhadap klien dan kerentanan terhadap paparan ketika memberikan pelayanan langsung. Pada semua tatanan pelayanan, klien dan keluarganya harus mengenali sumber infeksi dan membuat tindakan pencegahan. Pengajaran pada klien harus melibatkan informasi dasar tentang infeksi berbagai jenis penularan, dan metode pencegahan yan sesuai dengan kebutuhan pelayanan mereka.
Tenaga kesehatan melindungi dirinya sendiri dari kontak dengan materi yang infeksius, cedera benda tajam, dan/atau paparan penyakit menular dengan menggunakan pengetahuan tentang proses infeksi dan alat pelindung diri (APD) yang benar (personal protective equipment). Penyakit seperti Hepatitis B dan C, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), Tuberkulosis (TB), dan organisme yang resisten terhadap berbagai obat membutuhkan perhatian terbesar pada teknik pencegahan dan kontrol infeksi.
Rumusan Masalah
Apa defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial ?
Apa epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Apa sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Bagaimana patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Apa faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Bagaimana gejala klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Apa diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Bagaimana pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Bagaimana mencegah Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
Bagaimana peran perawat dalam Manajemen HAIs ?
Tujuan
Mengetahui defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial
Mengetahui epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs) Mengetahui sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Mengetahui Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Mengetahui bagaimana patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Mengetahui faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Mengetahui gejala klinis dan diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Mengetahui bagaimana cara mengobati dan mencegah Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Mengetahui peran perawat dalam Manajemen HAIs
Manfaat
Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mencegah dan mengobati Healthcare-Associated Infections (HAIs)
BAB II
PEMBAHASAN
Defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya. Infeksi ini dapat terjadi sebagai hasil prosedur yang invasif, pemakaian antibitik, adanya organisme yang resisten dengan berbagai obat, dan pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi.
Menurut Brooker (2008) Healthcare-Associated Infections (HAIs) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam (3 hari) dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit. Secara umum pasien yang masuk rumah sakit dengan tanda infeksi yang timbul kurang dari 3 kali 24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, sedangkan infeksi dengan gejala 3 kali 24 jam setelah pasien berada dirumah sakit tanpa tanda-tanda klinik infeksi pada waktu penderita mulai dirawat, serta tanda infeksi bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumya, maka ini yang disebut infeksi nosokomial.
Epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Menurut penelitian WHO (World Health Organization rumah sakit berasal dari 14 negara yang berada di empat kawasan (regional) WHO, sekitar 8.7% penderita yang dirawat di rumah sakit mengalami infeksi nosokomial rumah sakit.
Studi surveilans dari tahun 2002-2007 pada unit perawatan intensif (Intensive Care Unit-ICU) di Amerika Latin, Asia, Afrika, dan Eropa, menunjukkan bahwa infeksi-infeksi yang berhubungan dengan sirkulasi darah, dan pneumonia akibat penggunaan alat ventilator, serta infeksi saluran kemih akibat penggunaan kateter yang dilaporkan dari negara-negara yang diteliti di luar USA lebih tinggi frekwensinya dibandingkan dengan kejadian yang dilaporkan dari ICU di USA.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa frekwensi MRSA (Methicillinresistant Staphylococcus aureus), spesies Enterobacter yang resisten terhadap ceftriaxone, serta Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap fluoroquinolone juga lebih tinggi frekwensinya di negara-negara di luar USA.
Suatu penelitian pada anak-anak di Afrika menunjukkan bahwa mikroba penyebab bakteremia nosokomial rumah sakit berbeda jenisnya dari mikroba penyebab bakteremia yang terjadi pada penduduk di luar rumah sakit. Bakteremia nosokomial menyebabkan meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) serta memperpanjang waktu rawat inap di rumah sakit. Karena data-data infeksi nosokomial rumah sakit di negara-negara miskin tidak diketahui, sehingga keadaan ini akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus lebih diperhatikan.
Sekitar 5-10% penderita yang dirujuk ke bagian kedaruratan rumah sakit atau fasilitas keperawatan, yang di USA saja dapat mencapai satu juta orang penderita setiap tahunnya. Infeksi yang didapat di rumah sakit biasanya berhubungan dengan tatalaksana diagnosis dan pengobatan yang dilakukan terhadap penderita yang dirawat karena sakit atau karena mengalami cedera. The Centers for Disease Control (CDC) USA menyatakan bahwa 36% dari infeksi tersebut dapat dicegah melalui penatalaksanaan yang ketat dalam merawat penderita. Masalah yang menyebabkan infeksi ini sulit ditangani adalah bahwa pada waktu baru masuk rumah sakit, sistem imun kesehatan penderita sudah dalam kondisi yang rendah (immunocompromised). Penyakit nosokomial yang didapat di rumah sakit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit. Mikroorganisme ini bisa berasal dari dalam tubuh penderita sendiri (sumber endogin) atau mungkin berasal dari sumber eksogin, yaitu dari lingkungan, dari perlengkapan rumah sakit yang tercemar, dari petugas rumah sakit, atau berasal dari penderita lain yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut. Sumber endogin adalah bagian tubuh yang biasanya menjadi tempat hidup koloni mikroorganisme, misalnya nasofaring, alat pencernaan atau saluran urogenital
Sumber Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Pasien, merupakan unsur pertama yang dapat menyebabkan infeksi kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau kepada alat kesehatan.
Petugas kesehatan, dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung, yang dapat menularkan berbagai kuman atau agen infeksi ketempat lain.
Pengunjung, dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya.
Sumber lain, yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat yang ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.
Infeksi nosokomial dapat bersifat eksogen atau endogen. Organisme eksogen adalah satu jenis organisme yang berada di luar klien. Sebagai contoh, infeksi pascaoperasi merupakan infeksi eksogen. Organisme endogen adalah bagian dari flora normal organisme virulen yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi endogen dapat terjadi ketika bagian dari flora klien menjadi berubah dan terus bertumbuh secara berlebihan.Sebagai contoh, klien yang memakai beberapa antibiotik dalam lingkungan rumah sakit dan terkena infeksi C. difficile sebagai akibatnya.
Jumlah tenaga kesehatan yang berkontak langsung dengan klien, tipe dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, dan lamanya perawatan di rumah sakit memengaruhi risiko infeksi.
Infeksi nosokomial secara signifikan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Lansia memiliki kerentanan yang semakin meningkat terhadap infeksi tersebut karena afinitasnya terhadap penyakit kronis dan proses penuaan dirinya. Perpanjangan perawatan di institusi pelayanan kesehatan, peningkatan kecacatan, peningkatan biaya antibiotik, dan perpanjangan waktu pemulihan menambah biaya klien, begitu juga dengan biaya pelayanan kesehatan dan lembaga asuransi (misalnya Medicare). Sering kali biaya infeksi nosokomial tidak diganti; dengan demikian, hambatan dalam menjaga finansial dan menjadi bagian penting dari pelayanan yang terpelihara. Sebagai contoh, TJC memiliki beberapa tujuan nasional yang terjamin dalam pelayanan lansia, menjamin bahwa lansia menerima vaksin influenza dan pneumonia atau pencegahan ulkus akibat penekanan dihubungkan dengan pelayanan kesehatan (TJC, 2007).
Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, yang berbeda jenisnya, tergantung pada perbedaan populasi penderita, pengaturan sarana perawatan kesehatan, dan perbedaan negara. Mikroorganisme patogen penyebab infeksi nosokomial dapat berupa bakteri, virus, parasit dan jamur.
Bakteri
Bakteri merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab infeksi nosokomial. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri komensal (commensal bacteria) dan bakteri patogenik (patogenic bacteria).
1. Bakteri komensal. Kelompok bakteri ini didapatkan sebagai flora normal usus manusia sehat, yang berperan penting dalam mencegah perkembang biakan mikroorganisme patogen. Sebagian bakteri komensal dapat menyebabkan infeksi jika hospes alaminya mengalami penurunan daya tahan tubuh. Misalnya, staphylococcus koagulase negatif yang terdapat di kulit dapat menimbulkan infeksi intravaskuler dan Escherechia coli yang terdapat di usus dapat menyebabkan infeksi saluran kencing.
2. Bakteri patogenik. Bakteri kelompok ini memiliki virulensi yang tinggi, dan dapat menyebabkan infeksi yang sporadik atau epidemik, misalnya :
Bakteri anaerobik Gram-positif (misalnya Clostridium) yang menyebabkan gangren ;
Bakteri Gram-positif (misalnya Staphylococcus aureus yang terdapat di kulit dan hidung penderita atau staf rumah sakit) dapat menyebar melalui darah dan menyebabkan infeksi di paru, tulang, paru dan jantung.. Kuman ini sering berkembang menjadi kuman yang kebal terhadap antibiotika. Selain Staphylococcus aureus, kuman Streptococcus beta-hemolyticus juga penting sebagai penyebab infeksi nosokomial.
Bakteri Gram-negatif: Enterobacteriaceae (misalnya Escherechia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia marcescens) yang terdapat melekat di pipa kateter, kateter kandung kemih, dan di tempat masuk kanula, pada penderita dengan imunitas rendah, dapat menyebabkan infeksi yang berbahaya (misalnya terjadi bakteremia, infeksi peritoneum, infeksi luka di tempat pembedahan). Kuman-kuman ini juga bisa berkembang menjadi kuman yang resisten terhadap antibiotika.
Kuman Gram-negatif, misalnya Pseudomonas spp. Yang sering ditemukan di air dan tempat lembab, dapat berkembang biak di saluran pencernaan penderita yang sedang rawat inap di rumah sakit.
Bakteri yang berisiko untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah sakit antara lain adalah Legionella spp., yang dapat menyebabkan pneumonia sporadik atau endemik melalui inhalasi udara yang mengandung air tercemar berasal dari AC, shower, atau aerosol terapeutik.
Virus
Infeksi nosokomial dapat disebabkan berbagai jenis virus, termasuk virus-virus hepatitis B dan C, respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enterovirus. Virus hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui darah transfusi, dialisis, suntikan, dan endoskopi, sedangkan enterovirus dapat ditularkan melalui jalur penularan tangan- ke mulut atau jalur penularan tinja-mulut. Virus-virus lain yang dapat ditularkan sebagai infeksi nosokomial antara lain adalah cytomegalovirus, HIV, Ebola, virus infl uenza, virus herpes simplex dan virus vaicella-zoster.
Parasit dan jamur
Protozoa usus, misalnya Giardia lamblia mudah ditularkan dalam kelompok dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit lainnya merupakan organisme oportunis dan menyebabkan infeksi pada penderita yang mendapatkan pengobatan antibiotika dalam jangka waktu yang lama dan dalam keadaan imunosupresi yang berat. Contoh jamur dan parasit ini antara lain adalah Candida albicans, Aspergillus spp., Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium. Organisme-organisme ini merupakan penyebab utama infeksi sistemik yang dialami oleh penderita-penderita dengan immunocompromised. Pencemaran lingkungan melalui udara dengan Aspergillus spp. yang berasal dari debu dan tanah juga dapat juga terjadi, terutama pada waktu dilakukan perbaikan/konstruksi rumah sakit.
Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies (gudig atau kudis) adalah ektoparasit yang dapat menimbulkan wabah berulang di lingkungan fasilitas perawatan kesehatan.
.
Patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikoorganisme dan akan menimbulkan infeksi setempat (lokal) dan menimbulkan gejala klinis yang terbatas. Sebagai contoh, luka operasi di perut yang mengalami infeksi, daerah sekitar luka akan menjadi merah, panas, dan nyeri. Infeksi umum akan terjadi jika organisme memasuki aliran darah dan akan menimbulkan gejala klinis sistemik, berupa demam, menggigil, penurunan tekanan darah, atau gangguan mental. Keadaan ini dapat berkembang menjadi sepsis, suatu keadaan yang berbahaya, karena menyerang berbagai organ dengan cepat dan bersifat progresif. Keadaan ini kadangkadang disebut "keracunan darah" yang dapat menyebabkan kematian penderita.
Infeksi nosokomial rumah sakit dapat terjadi akibat tindakan pembedahan, penggunaan kateter pada saluran kemih, hidung, mulut atau yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah. Selain itu benda-benda yang berasal dari hidung atau mulut yang terhirup masuk ke dalam paru-paru. Infeksi nosokomial rumah sakit yang paling sering terjadi adalah infeksi saluran kemih (urinary tract infection-UTI), pneumonia karena penggunaan ventilator, dan infeksi luka operasi.
Sumber-sumber infeksi lainnya dapat berasal dari kateter vena sentral, dan berasal dari pipa endotrakeal yang dimasukkan ke lambung dari mulut. Melalui kateter ini bakteri masuk ke dalam tubuh melewati bagian luar pipa kateter, lalu mendapatkan jalan masuk ke dalam aliran darah. Infeksi nosokomial yang ditularkan melalui kateter ini menjadi penyebab 4-20% kematian penderita.
Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, tenaga kesehatan lain), agen (mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah :
Agen infeksi (infectious agent) meruapakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load).
Pejamu (reservoir) adalah tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya.
Pintu keluar (port of exit) meruapakan jalan dimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
Cara penularan (transmisi) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel).
Pintu masuk (port of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel), dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
Pejamu rentan (host suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit, dapat dipengaruhi oleh umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.
Faktor Risiko Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Semua penderita rawat inap di rumah sakit bersisiko untuk mendapatkan infeksi dari pengobatan atau tindakan operatif yang diterimanya. Anak-anak kecil, orang berusia lanjut, dan orang dengan sistem imun tubuh yang lemah (compromised immune system) mempunyai risiko lebih besar mendapatkan infeksi nosokomial. Faktor risiko untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit pada anak terutama berasal dari kateter vena (termasuk untuk memasukkan makanan) dan dari ventilator pneumonia. Selain itu pengobatan dengan antibiotik lenih dari 10 hari, tindakan-tindakan invasif (memasuki tubuh), tatalaksana pasca operasi yang buruk, dan disfungsi sistem imun.
Faktor-faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko penderita rawat inap, dewasa maupun anak, untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah:
Masa rawat inap yang panjang
Adanya penyakit tersamar (underlying disease) yang berat
Status imun penderita yang lemah dan nutrisi yang buruk
Penggunaan kateter yang menetap (indwelling catheter)
Petugas kesehatan yang lalai mencuci tangan sebelum maupun sesudah menangani penderita
Terjadinya bakteri resisten antibiotik karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan.
Setiap tindakan invasif yang memasuki tubuh akan membawa penderita pada kemungkinan mendapatkan infeksi. Berbagai tindakan yang dapat meningkatkan risiko mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah:
Kateterisasi kandung kemih
Ventilasi mekanik atau intubasi saluran pernapasan
Pembedahan, perawatan atau pengaliran (drainage) luka operasi
Pipa drainase lambung yang melewati mulut dan hidung
Prosedur intravenus untuk memasukkan obat atau makanan dan transfusi darah.
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial rumah sakit yang paling sering terjadi, karena melalui kateter saluran kemih bakteri dari usus dan uretra dapat memasuki kandung kemih dan menyebabkan infeksi. Penderita dengan fungsi sistem imun yang buruk serta yang mendapatkan pengobatan antibiotik yang tidak tepat dalam waktu yang lama berisiko tinggi terinfeksi saluran kemihnya dengan jamur Candida.
Pneumonia merupakan infeksi nosokomial rumah sakit yang tersering dialami penderita sesudah infeksi saluran kemih. Bakteri dan organisme lainnya mudah masuk ke dalam tenggorok bersama alat kesehatan yang digunakan dalam penanganan penyakit pernapasan. Bakteri ini akan membentuk koloni di daerah tenggorok yang menjadi sumber infeksi nosokomial rumah sakit bagi penderita, misalnya pneumonia. Penderita dengan penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive lung disease - COD), sangat rentan terinfeksi karena mendapatkan pengobatan antibiotik yang berlebihan serta menggunakan ventilator mekanik dalam waktu yang lama.
Tindakan pembedahan invasif dapat meningkatkan risiko mengalami infeksi karena bakteri dapat memasuki bagian tubuh yang steril. Infeksi dapat berasal dari alat kedokteran yang digunakan atau dari tangan petugas kesehatan. Pasca operasi penderita dapat mengalami infeksi yang berasal dari pembalut yang tercemar atau dari tangan petugas kesehatan yang melakukan penggantian pembalut. Luka-luka lain yang mudah terinfeksi adalah luka trauma, luka bakar, atau luka lecet akibat tekanan karena tidur lama atau karena menggunakan kursi roda.
Banyak penderita rawat inap yang mendapatkan pengobatan lanjutan, transfusi darah, atau pemberian makanan secara parenteral. Keadaan ini dapat menyebabkan infeksi lokal atau infeksi umum karena masuknya bakteri dari sekitar tempat kateter dimasukkan. Tatalaksana tindakan di rumah sakit yang berisiko menyebabkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah tatalaksana gastrointestinal, obstetrik dan dialisis ginjal.
Gejala Klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Demam umumnya merupakan tanda pertama infeksi. Gejala dan tanda lainnya dari adanya infeksi adalah napas yang cepat, tekanan darah rendah, pengeluaran urine yang berkurang, dan jumlah leukosit meningkat serta terjadinya gangguan mental. Penderita dengan infeksi saluran kemih dapat mengalami nyeri kencing dan adanya darah di dalam urine. Jika terjadi pneumonia, penderita mengalami gangguan saat bernapas dan gangguan pada waktu batuk. Infeksi lokal yang terjadi dimulai dengan terjadinya pembengkakan, kemerahan jaringan setempat, nyeri pada kulit atau sekitar luka atau luka yang terbuka, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan di bagian bawah otot, atau bisa juga menyebabkan sepsis.
Diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Jika diduga telah terjadi infeksi, penderita rawat inap akan mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya. Pada orang lanjut usia, demam bisa tidak terjadi. Dalam hal ini adanya napas yang cepat dan gangguan mental (bingung) merupakan gejala awal infeksi. Diagnosis infeksi nosokomial rumah sakit dapat ditentukan dengan :
Mengevaluasi gejala dan tanda infeksi
Memeriksa luka dan tempat masuk kateter untuk melihat adanya warna kemerahan, pembengkakan, adanya nanah atau abses.
Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk mengetahui apakah ada penyakit tersamar (Underlying disease).
Pemeriksaan laboratorium, antara lain pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, biakan kuman dari luka, darah, dahak, urine atau cairan tubuh untuk menemukan organisme penyebabnya.
Pemeriksaan sinar-X dada jika diduga terjadi pneumonia.
Melakukan pemeriksaan ulang atas semua tatalaksana dan tindakan yang sudah dilakukan.
Pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Sesudah ditentukan penyebab infeksinya, jika penyebabnya adalah bakteri, dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotika sehingga penderita dapat segera diobati dengan tepat. Sambil menunggu hasil uji kepekaan antibiotik, pengobatan dapat dimulai menggunakan antibiotik spektrum lebar, misalnya penisilin, cefalosporin, tetrasiklin, atau eritromisin. Jika bakteri yang ditemukan sudah resisten terhadap antibiotik spektrum lebar standard yang dicobakan, maka antibiotik yang lebih kuat yang biasanya masih efektif dapat diberikan, yaitu vancomycin atau imipenem.
Jika penyebab infeksi adalah jamur, dapat diberikan obat-obatan antijamur, misalnya amphotericin B, nystatin, ketoconazole, itraconazole dan fl uconazole.
Virus tidak dapat diobati dengan antibiotik. Sejumlah obat antiviral telah diuji cobakan untuk menghambat reproduksi virus, misalnya acyclovir, ganciclovir, foscarnet, dan amantadine.
Pencegahan Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Pada masa lalu, fokus utama penanganan masalah dalam pelayanan kesehatan adalah mencegah infeksi, meskipun infeksi masih merupakan masalah di beberapa negara, terutama dengan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis B yang belum ditemukan obatnya.
Saat ini, perhatian utama untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit, tidak hanya untuk pasien, tetapi juga untuk pelayanan kesehatan dan karyawan, termasuk pekerja yaitu orang yang membersihkan dan merawat ruang bedah.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Elang & Engkus, 2013) adalah:
Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau mengurangi jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan, dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat prosedur bedah atau tindakan dilakukan.
Pencucian, yaitu tindakan menghapus semua darah, cairan tubuh, atau setiap benda asing seperti debu dan kotoran.
sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati.
Desinfeksi, tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus atau menggunakan larutan kimia. Tindakan Ini dapat menghilangkan semua nmikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Soedarto, 2016) adalah:
Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya
Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur
Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya sumber infeksi lainnya.
Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke penderita atau penularan antar penderita yang dirawat
Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua prosedur termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker, dan alat pencegah penularan lainnya
Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang, misalnya ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang berhubungan dengan saluran pernapasan
Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan salep antibiotik di bawah perban.
Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah tidak diperlukan lagi.
Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk mencegah bakteri agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah
Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan dengan menggunakan pelindung, misalnya masker
Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silveralloy untuk mencegah bakteri menginfeksi kandung kemih
Kurangi penggunaan prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian alat-alat berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih
Melakukan sterilisasi semua instrumen medis dan perlengkapan lainnya untuk mencegah kontaminasi
Mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan agar tidak menganggu sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya resistensi bakteri.
Peran Perawat dalam Manajemen Infeksi Nosokomial atau HAIs
Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker, 2008).
Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). Sebagian besar infeksi nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi yaitu :
Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan.
Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor yang diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi.
Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi infeksi nosokomial.
Peran perawat selain yang diatas adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu :
Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan
Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi
Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan
Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular, ketika layanan kesehatan tidak tersedia
Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan
Mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang aman dan memadai di ruangan.
Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah perawat yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung jawab untuk:
Mengidentifikasi infeksi nosokomial
Melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dan organisme yang menginfeksi
Berpartisipasi dalam pelatihan
Surveilans infeksi di rumah sakit
Berpartisipasi dalam penyelidikan wabah
Memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan pengendalian infeksi lokal maupun nasional
Menyediakan layanan konsultasi untuk petugas kesehatan dan program rumah sakit yang sesuai dalam hal-hal yang berhubungan dengan penularan infeksi
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs) merupakan salah satu masalah serius yang sedang banyak mencuri perhatian dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial yang penting adalah penerapan standar penjagaan baik bagi pasien, petugas, lingkungan dan alat kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan rantai penularanya. Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus menerus.
SARAN
Setelah memami tidak baik atau berbahayanya HAIs diharapkan para tenaga kesehatan dapat memaksimalkan terkait pecegahan infeksi tersebut agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Atoilah, M, E., & Kusnadi, E. (2013). Askep Pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Garut: In Media
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi di ICU. Jakarta : Depkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. (2013). Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. (2015). Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (edisi 4). Jakarta : Komite PPIRS RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Kusnan, A. (2017). Inkeksi Nosokomial Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Leutikaprio
Nasution, H, L. (2013). 'Infeksi Nosokomial', Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan, Vol. 39, No.1,dilihat 24 Maret 2018,
Perry., Potter. (2014). Clinical Nursing Skills & Techniques. Amerika: Elsevier
Rebeiro, G., Jack. L., Scully, D., & Wilson, D. (2015). Keperawatan Dasar Manual Keterampilan Klinis (edisi 9). Indonesia : Elsevier
Salawati, L. (2013). 'Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit', Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol 12, No. 1, dilihat 25 Maret 2018,< http://jurnal.unsyiah.ac.id >
Satrianegara, F, M. (2014). Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Soedarto. (2016). Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto