MAKALAH ILMU PENYAKIT SARAF IMMOBILISASI LAMA
OLEH : KELOMPOK 3
Meliskah Yuni K.T.Anggrek C.Febriani Kharisma Siska Christine Nickotarius D.K Garry F.Temmar M.Salomo Yulio Anselma B.Arbol Yulita M.E.Nita Marina E.D.Yanik
085648002138 081233336706 081703000278 085231287000 0818304062 081247102226 085651280777 081231444491 085230510204 081236954961
PEMBIMBING : Dr. dr. YUNUS. SpRM MARS MM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 1
IMMOBILISASI LAMA I. Pendahulan Pada umumnya, manusia selalu bergerak untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan dari fungsi – fungsi organ tubuhnya. Akan tetapi, ada beberapa keadaan yang menyebabkan tubuh tidak dapat melakukan gerakan atau aktivitas untuk menjaga keseimbangan tersebut. Hal inilah yang dinamakan IMMOBILISASI LAMA. Atau dengan kata lain, Immobiliasi Lama adalah keadaan dimana tubuh manusia tersebut tidak mengalami pergerakan atau kegiatan fisik dalam jangka waktu yang lama. Hal-hal yang dapat menyebabkan immobilisasi lama antara lain faktor usia, memprogram istirahat total (contohnya pada pasien pasca bedah), penyakit – penyakit yang tidak memperbolehkan penderita nya untuk bergerak terlalu banyak (bedrest). Immobilisasi Lama juga disebabkan oleh beberapa penyakit degenerasi, seperti mengalami gangguan pergerakan. Berbagai penyakit kronik yang diderita orang tua, membuat mereka menjadi IMMOBILE yaitu suatu keadaan tidak dapat bergerak yang dikarenakan akibat – akibat yang ditimbulkan oleh kondisi berbaring lama. Jadi bisa dikatakan bahwa immobilitas secara garis besar merupakan sindrom kemunduran fisiologis yang disebabkan oleh: penurunan aktivitas, ketidakberdayaan. Adapun dampak yang disebabkan karena immobilisasi adalah : 1. Timbulnya berbagai penyakit, contohnya : • Otot menjadi kisut (atrofi) • Sendi kaku • Infeksi saluran nafas • Infeksi saluran kencing dan sembelit •
Luka lecet pada jaringan kulit yang ditekan akibat tirah baring lama 2. Ketergantungan kepada orang lain 3. Rendahnya kualitas hidup 4. Kematian
2
II.
Definisi
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur, tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat / organ tubuh (impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis atau pembatasan gerakan. Didalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan. Sehingga keadaan tersebut menyebabkan penurunan berbagai daya kerja dari organorgan tubuh. Penurunan daya kerja inilah yang lebih berdampak pada organ tubuh dibandingkan keadaan Immobilisasinya sendiri.
III.
Epidemiologi
Immobilisasi lama bisa terjadi pada lanjut usia (lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama dan beberapa penyakit yang membutuhkan pembatasan aktivitas fisik untuk waktu yang lama seperti kelumpuhan, penyakit kronis, cacat tubuh, dll. Berbagai komplikasinya sangat berpengaruh pada organ-organ vital tubuh dan membutuhkan penanganan dini serta penatalaksanaan yang tepat untuk mengurangi dampak sindrom degenerasi fisiologisnya. Dari beberapa sumber didapatkan data dampak imobilisasi lama pada kulit terutama Ulkus Dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu, Perawatan Emboli Paru berkisar 0,9%, dimana tiap 200.000 orang meninggal tiap tahunnya.
3
IV. Patofisiologi Immobilisasi Lama dapat mempengaruhi berbagai fungsi fisiologis tubuh. Immobilisasi lama menyebabkan gangguan pada tubuh dimana istirahat di tempat tidur terlalu lama dan inaktivitas menurunkan fungsi metabolisme umum tubuh. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis sindrom degenerasi fisiologis. Immobilisasi lama dapat mengganggu pelbagai sistem tubuh antara lain: 1. Kulit 2. Musculosceletal 3. Tulang 4. Sendi 5. Tractus Respiratorius 6. Kardiovaskuler 7. Tractus Digestivus 8. Tractus Urinarius Berbagai organ yang mengalami degenerasi fisiologis ini harus mendapatkan penatalaksanaan secepatnya agar fungsinya dapat berjalan normal kembali. Degenerasi dapat terjadi karena berkurangnya rangsangan( contohnya ; otot) atau perubahan posisi yang dapat berpengaruh pada posisi anatomis atau kontraksi dari organ tersebut.
1.
KULIT
B. Anatomi
4
C. Patofisiologis Ulkus Decubitus adalah ulkus yang terjadi akibat tekanan yang lama seperti yang terjadi pada penderita paraplegi dimana pada penderita tersebut mengalami imobilisasi, maka hal tersebut akan mengakibatkan tekanan hidrostatik terganggu dengan demikian suplai oksigen ke regio yang mengalami tekanan akan bekurang (terganggu). Maka kulit akan mengalami friksi akibat dari kematian sel pada daerah yang mengalami tekanan, lokasilokasi yang sering mendapatkan tekanan secara terus – menerus akan terjadi gangguan sirkulasi. Pada tempat tersebut akan terjadi ulkus berisi jaringan necrotik dan sekelilingnya terdapat daerah yang eritemanosa. Decubitus dapat terjadi pada setiap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia, khususnya pada dengan klien dengan imobilitas lama serta penderita Diabetes militus.
Ulcus Decubitus D. Terapi dan Penatalaksanaan 1. Hindari tekanan yang terus-menerus dengan cara mobilisasi yaitu dengan mengubah posisi baring penderita setiap 2 jam sekali. 2. Bila ada jaringan necrotic harus dilakukan necrotomi dan penyedotan eksudat. 3. Kompres atau saleb antibiotika dapat diberikan sesuai dengan keadaan ulkus. 4. Mengurangi atau meratakan factor tekanan yang dapat mengganggu aliran darah. 5. Menggunakan kasur khusus misalnya kasur air atau kasur udara. 6. Mengurangi renggagan dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu.
5
7. Memakai moisturizer,.Calcium alginate dressings, Hydrocolloid dan hydrogel dressings 8. Menjaga higienis pada tubuh penderita.b
Telentang = Elevansi kedua betis untuk
Rebah ke
satu sisi = trokanter Menghilangkan tekanan di tumit
(tarikan) dengan mengatur posisi Tungkai Yang ditunjukkan
Hindari tekanan yang terus-menerus Dengan cara mobilisasi yaitu fisioterapi Untuk rehabilitasi medik atau pemulihan Kesehatan.
2. MUSCULOSCELETAL A. Anatomi
6
B. Patofisiologi 1. Penurunan kekuatan otot Bila tidak terdapat aktivitas dari otot maka kekuatannya akan mengurang sekitar 5% perhari. Kira-kira 50% setelah dua minggu. Karena terjadi penurunan sensitifitas rangsang dari system saraf. 2. Atrofi otot Oleh karena serat-serat otot yang tidak berkontraksi selama beberapa waktu, secara perlahan-lahan mengecil dimana terjadi perubahan perbandingan serat otot dan jaringan fibrosis. C. Terapi 1.
Aktivitas dini dan latihan teratur setiap hari, menggerakkan
ekstremitas dan anggota tubuh lainnya ( range of motion ) dilakukan sendiri atau dengan bantuan terapis 2.
Latihan penguat ( strenghting )
3.
Diet tinggi kalsium ( 100 mg / hr )
4.
Vitamin 7
Latihan pergerakan tubuh
Menggerakkan tubuh dengan bantuan orang lain
Menggerakkan tubuh dengan bantuan orang lain
Menggerakkan tubuh dengan bantuan orang lain
3. T U L A N G A. Anatomi
8
B. Patofisiologi Pengaruh Imobilisasi lama terhadap tulang, terganggunya aktivitas otot terlalu lama akan berdampak pada pembentukan massa tulang seperti yang terjadi pada penderita poliomyelitis dimana terjadi Imobilisasi lama yang akan mengakibatkan atrofi pada massa dan ini juga akan berpengaruh pada pembentukan massa tulang dimana berkurangnya beban (aktivitas) akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan massa tulang pula sehingga dapat menyebabkan osteoporosis dimana akan terjadi pengurangan jringan tulang sehingga tidak mampu melindungi fraktur yang minimal. Osteoporosis ditandai dengan berkurangnya ketebalan kortek disertai dengan berkurangnya jumlah atau ukuran trabekula tulang. C. Penatalaksanaan Pencegahan terjadinya osteoporosis
9
1) Meningkatkan
pembentukan
tulang,
obat-obatan
yang
dapat
meningkatkan pembentukan tulang adalah : Na-Hunds, Steroid Anabolik 2) Menghambat reabsorpsi tulang, contoh obatnya : kalsium, estrogen, difosfonat
3) Hindari : Makanan tinggi protein, minuman alkohol, merokok, minum kopi, minum antasid yang mengandung aluminium.
10
4. S E N D I A. Anatomi
Sendi merupakan hubungan antartulang sehingga tulang dapat digerakkan. Hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi). Komponen penunjang Beberapa komponen penunjang sendi: Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga. Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi. Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan. Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi. Macam-macam persendian Ada berbagai macam tipe persendian: Sinartrosis Sinartrtosis adalah persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat dibedakan menjadi dua: 11
Sinartrosis sinfibrosis: sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak. Sinartrosis sinkondrosis: sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan antarsegmen pada tulang belakang. Diartrosis Diartrosis adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat dikelempokkan menjadi: Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat. Sendi pelana: persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan. Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas). Sendi luncur: persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki. Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta. Amfiartosis persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit gerakan Sindesmosis: Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen. Contoh:persendian antara fibula dan tibia. Simfisis: Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang.
12
B. Patofisiologi Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi system muskulus skeletal yang maksimal. Aktivitas gerak tubuh manusia yang normal tergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit musculoskeletal yang menggerakkan Struktur sendi terdiri dari rawan sendi, membrane sinovial, cairan sinovial, kapsul dan ligament. Immobilisasi lama soft tissue pada ligament sendi dapat mengakibatkan gangguan pergerakan, dalam waktu lama dapat menyebabkan kontraktur sendi dan beberapa keluhan lainnya. Kontraktur sendi adalah pembatasan luas gerak sendi yang disebabkan oleh pemendekan struktur jaringan lunak sekitar sendi. Immobilisasi lama dapat terjadi karena usia lanjut, pasca operasi, kecelakaan, dan sebagainya. C. Penatalaksanaan 1. Pemeriksaan Fisik a)
Anamnesa Dalam menanggapi keluhan penderita tentang nyeri, misalnya
nyeri leher, bahu, tangan, pinggang atau kaki perlu ditangani lebih lanjut penjalaran,onset kapan nyeri itu terasa, lamanya serta ciri-ciri lain dari rasa nyeri tersebut. Bila perlu dibimbing tanpa perlu mempengaruhi penggambaran oleh penderita. Jangan lupa yang tidakkalah penting hendaknya Dokter menannyakan riwayat penyakit dahulu. Data pasien berupa usia dan jenis kelamin perlu diperhatikan. b)
Inspeksi 1. Inspeksi pada saat diam atau istirahat 2. Inspeksi pada saat gerak
Yang perlu kita perhatikan pada diri pasien antara lain : a.
Gaya berjalan normal atau tidak
b.
Sikap atau postur tubuh, perlu diperhatikan bagaimana
pasien mengatur posisi badan untuk mengurangi rasa sakitnya c.
Deformitas,apakah dapat dikoreksi atau tidak 13
d. c)
Kelainan kulit
Palpasi
Beberapa hal yang perlu kita perhatikan yaitu : a.
Kenaikan suhu sekitar sendi
b.
Bengkak sendi
c.
Nyeri raba
d.
Pergerakan,perludinilai luas pergerakan sendi yang aktif
dan pasif, dan dibandingkan kanan dan kiri. e.
Krepitus, yang merupakan bunyi berderak
f.
Bunyi lainnya : 1.
Ligamentous snaps : keras tanpa nyeri
2.
Cracking : akibat tarikan sendi
3.
Cloncking : akibat gesekan
g.
Ketidakstabilan atau goyah
h.
Gangguan fungsi dapat dinilai dengan observasi pada
kegunaan normal kegiatan sehari-hari
d)
i.
Atrofi dan penurunan kekuatan otot
j.
Nodul
Penunjang a.
Foto polos
b.
MRI
c.
CT Scan
d.
Sintigrafi (pemberian zat IV untuk Scan tulang)
e.
USG
f.
Atrografi (suntikan kontras di dalam sendi)
2. Pengobatan Perlu kita ingat konsep pengobatan yang diunjukkan untuk pasien dengan immobilisasi lama yaitu : a.
Menghilangkan gejala inflamasi
b.
Mencegah terjadinya destruksi jaringan
c.
Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi
persendian agar tetap dalam keadaan baik d.
Mengembalikan fungsi organ dan persendian yang
terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali. 14
A. Terapi farmakologi a. Nyeri ringan – sedang 1.
Aspirin
2.
Salisilat
3.
Asetaminophen
4.
Anti inflamasi non steroid
b. Nyeri sedang – berat Golongan opioid analgesic ( morfin, kodein, dsb) c. Pemberian vitamin B. Terapi non farmakologis a. Fisioterapi : 1.
Pola terapi berupa Stretching, Casting, Bracing, ROM
a. Stretching
b. Casting
2.
Fleksi ekstensi untuk penderita flaccid
3.
Lying, rolling, sitting, standing yang merupakan latihan
untuk memelihara fungsi-fungsi persendian 4.
Bisa juga ditambah walking dan menaiki tangga. Hal ini
untukmelatih keseimbangan tubuh.
Range Of Motion (ROM)
15
b. Terapi pembedahan: Untuk penderita yang tidak bias diterapi dengan obat maupun fisioterapi. Terapi ini adalah pilihan terakhir yang dilakukan bila semua usaha tidak berhasil.
5. TRACTUS RESPIRATORIUS A. Anatomi
B. Normal fisiologis Hidung – Faring – Laring – Trechea – bronkus – Bronkiolus – Alveolus
C. Patofiologis Immobilisasi lama pada paru dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi normal dari cilia-cilia pada trachea. Pada saat tubuh pasien dalam keadaan berdiri, cilia-cilia trachea bergerak secara vertical yang berfungsi untuk mengeluarkan secret yang masuk melalui mulut maupun hidung. Pada pasien yang mengalami immobilisasi lama, posisi pasien lebih banyak berbaring, sehingga akan menyebabkan pergerakan cilia-cilia akan terganggu dan fungsinya menjadi kurang sempurna yang mengakibatkan pengeluaran secret terganggu. Immobilisasi yang lama pada paru menyebabkan penumpukan secret tidak dapat dikeluarkan, sehingga paru-paru dipenuhi dengan secret. Keadaan ini merupakan sumber infeksi. Hal ini dapat menyebabkan: 1. Pneumonia = peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis , yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveolis, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. 2. Atelektasis adalah kegagalan dari ekspansi paru 16
3. Penurunan kapasitas vital 4. Gerakan pertukaran udara di Selain itu juga dapat terjadi gangguan pada oksigenasi dan penurunan vaskularisasi dari pembuluh darah Paru-paru. D. Pemeriksaan fisik Adanya mucous yang banyak pada paru-paru dapat diketahui dengan auskultasi. Ada 2 jenis auskultasi : 1. Auskultasi anterior 2. Auskultasi posterior E. Terapi dan Penatalaksanaan 1. Tekhnik bernafas yang benar a) Inspirasi a. Tarik lewat hidung karena dalam hidung terdapat rambutrambut yang berfungsi sebagai penyaring, pembersih, penghangat dan menyesuaikan temperature udara. b. Sambil menarik nafas lewat hidung: o Mulut ditutup o Perut dikembungkan Dengan dikembungkannya perut, diafragma yang awalnya melengkung ke atas menjadi mendatar, hal ini mengakibatkan rongga paru menjadi lebih luas atau bertambah 70%. b). Ekspirasi a. Lewat mulut Dengan tujuan tekanan alveolar meningkat, hal ini penting pada pertukaran 02 dan CO2. b. Sambil mengeluarkan udara lewat mulut perut dikempiskan, dengan tujuan mengecilkan lagi rongga paru. 2. Obat Obat-obatan diperlukan untuk membantu mengencerkan mucus untuk mudah dikeluarkan: a. Mukolitik : Bromheksin, Asetil sistein b. Expektoran : Kalium iodide 17
3. Fisioterapi Untuk mengeluarkan mucuc dapat dengan cara membantu penderita untuk sering bergerak kekanan atau kekiri agar mucus dapat keluar. a. Manual manipulasi Vibrasi, Perkusi ( menepuk dada pasien dengan tangan secara perlahan ). Dada pasien harus diberi alas agar tidak terjadi iritasi oleh tangan, menggoyangkan adalah tekhnik yang efektif untuk menstimulasi reflek batuk, hal ini dilakukan apabila tidak memungkinkan pasien untuk bergerak. b. Latihan pernafasan Melatih pasien untuk bernafas dalam tekhnik yang benar c. Postural drainage Hal ini dimaksudkan untuk mengalirkan mucus dengan cara mengatur pasien dalam posisi pasien dimana gaya grafitasi dapat membantu aliran keluarnya mucus. Posisi tersebut berdasarkan dari anatomi trakea, sehingga mucus dapat mengalir ke trakea lalu dibatukkan atau dikeluarkan dengan disedot “sunction out”. d. Removal of secretions i.
Effectif coughing Pasien mengambil nafas dalam, kemudian ditahan dengan otot abdomen lalu disuruh batuk.
ii.
Huffing Pasien disuruh mengambil nafas sedang lalu ditahan dengan otot abdomen kemudian dihembuskan keras melalui mulut.
iii.
Forced expiration technique Tekhnik ini mengajarkan pada pasien agar melakukan huffing sebanyak setengah kali, diikuti dengan relaksasi dua pernafasan yang terkontrol.
iv.
Suctioning Ini dilakukan bila pasien tidak dapat melakukan batuk. Tekhnik ini dilakukan dengan cara menyedot mucus 18
melalui nasal/oral dimana kateter dihubungkan dengan section pump.
a. Inspirasi
b. Ekspirasi
Pemeriksaan Fisik:
19
Penatalaksanaan
ii Alat Flutter kadang digunakan untuk membantu pengenceran sputum pada pasien Bronchiectasis atau Bronchitis Kronik yang bisa terjadi pada pasien Immobilisasi Lama.
Pursed Lip Breathing dipakai pada psien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), yang
bisa
hyperinflation.
6. KARDIOVASKULER A. Anatomi
20
mengurangi
dynamic
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mergalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung. Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk mejamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik. Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontaksi yang diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri dan bukan dari syaraf. Terdapat beberapa bagian jantung (secara anatomis) akan kita bahas dalam makalah ini, diantaranya yaitu : a. Bentuk Serta Ukuran Jantung Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau 21
setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kirakira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endokardium. b. Ruang Dalam Jantung Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam, atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum interventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid. c. Katup-Katup Jantung Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan keduanya yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral/ bikuspid. Kedua katup ini
22
berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel. 1) Katup Trikuspid Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup. 2) Katup pulmonal Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis. 3) Katup bikuspid Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri.. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup. 4) Katup Aorta Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri. d. Komponen Sistem Induksi Jantung 1). Sinoatrial 2). Atrioventrikular 3). RA, LA, RV, LV d. Peace Meker ( Pusat Picu Jantung ) Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot jantung mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik. 23
Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel. B. Patofisiologi Hypotension Orthostatic adalah tekanan darah turun disertai pusing, pandangan kabur, dan kadang syncope, yang terjadi sewaktu berdiri atau bila berdiri tegak dalam posisi tetap, ini dapat idiopatik atau didapat, transient atau kronik, dan terjadi sendiri atau akibat gangguan system saraf pusat, seperti sindrom Shy-Drager. Hipotensi ortostatik pada pasien immobilisasi lama Terjadi karena sistem saraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu seseorang berdiri dari berbaring dalam waktu yang lama. Kejadian Trombus adalah terbentuknya massa pengumpulan darah intravascular pada tubuh manusia Resiko thrombosis pada Immobilisasi atau kurang gerak dapat berupa kelumpuhan, tirah baring total karena sakit berat, maupun duduk dalam kendaraan sewaktu melakukan perjalanan jauh. Immobilisasi ini memungkinkan terjadinya kondisi stasis. Trombosis dapat mengakibatkan efek lokal dan efek jauh. Efek lokal tergantung dari lokasi dan derajat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa gejala-gejala akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya thrombus akan menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri, seperti yang terjadi pada emboli paru, otak, dan lain-lain. Pada sistem vena di betis terdapat sinus yang bisa diibaratkan lekukan yang membentuk kantong kecil. Pengaliran darah dari sinus ini sepenuhnya tergantung kontaksi otot betis. 24
Dalam kondisi diam tidak bergerak, darah dalam sinus tersebut praktis tidak mengalir, sehingga mudah sekali terbentuk bekuan darah. Karena didalam darah terdapat faktor pembeku aktif yang pada kondisi normal dinetralkan di hati. Namun karena penetralan tersebut terhambat oleh stasis, akibatnya aktivitas pembekuan darah dalam vena meningkat, sehingga terbentuklah awal deposit trombus. Gejala trombosis vena dalam antara lain pembengkakan, nyeri, warna kemerahan, peningkatan suhu lokal, tapi seringkali tidak menunjukkan gejala. Stasis vena dapat diakibatkan oleh immobilitas (keadaan tidak bergerak dalam waktu lama), misalnya naik pesawat berjam – jam serta tirah baring (bedrest). Penyebab lain adalah obstruksi (penyumbatan) vena serta gagal jantung. Aliran darah vena kaki biasanya diperkuat oleh kontraksi otot betis kaki. Pada orang yang harus tirah baring, duduk berjam – jam, usia lanjut, varises, hamil, dan kontraksi otot betis akan terganggu. Hal ini mendorong terjadinya Trombosis Vena. C. Terapi dan Penatalaksanaan Pengobatan trombolisis : Unfractionated Heparin (UFH), Warfarin, dan Low Molecular Weight Heparin (LMWH), dapat juga dengan sediaan antikoagulan oral. Mobilisasi sedini mungkin Mendeteksi dan menghilangkan factor-faktor resiko Fisioterapi yang dapat dilakukan Plantar/dorso fleksi . ROM (range of motion) Melakukan gerakan tubuh
25
a. Plantar Flexi
b.Dorso Flexi
7. TRACTUS DIGESTIVUS A.
Anatomi
26
B.
Patofisiologi Regulasi neural system saluran cerna sangat komplek dan sabagian besar
berada diluar kontrol sadar manusia. Persyarafan neural saluran gastrointestinal dibagi menjadi komponen ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan ekstrinsik gastrointestinal dilakukan oleh saraf motorik somatik atau system saraf otonom. Sedangkan persarafan intriksik gastrointestinal dipegang oleh system saraf enteric (Enterik Nervous System = ENS) yang merupakan regulator internal yang kompleks dan canggih dalam modifikasi motilitas gastrointestinal. Aktivitas motor dari lambung dan usus halus yang berbeda secara fundamental tergantung dari keadaan seseorang sedang puasa atau baru saja makan. Aktivitas ini disebut dengan Migrating Motor Complex (MMC). MMC ini merupakan suatu kegitan motorik yang berawal dari lambung dan bergerak kearah distal melalui usus halus. Akan tetapi MMC dapat juga bermula pada setiap tempat dalam usus halus dan bergerak ke distal. MMC memiliki fungsi pembersihan, sehingga akan kembali dalam beberapa jam setelah masuknya makanan. Pada immobilitas lama, MMC sering tidak tercetuskan karena kegiatan motorik lambung terganggu dan terjadi peningkatan sekresi asam HCL dalam lambung dan aliran lumen di usus halus. Produksi asam lambung ( HCL dan Pepsin ) yang disebut asam basal dipengaruhi oleh factor kolinergik melalui nervus vagus dan factor histaminergik.
C. Penatalaksanaan I. Anamnesa 27
Pada immobilitas lama didapatkan keluhan pada pasien berupa konstipasi, diare, kembung, ada atau tidaknya mual, gangguan yang bersifat akut atau kronik ( proses yang menunjukkan ada hubungan dengan infeksi ) II. Pemeriksaan fisik a.Inspeksi lihat Pemeriksaan dengan melihat perut bagian depan sehingga didapatkan keadaan abdomen semetris atau tidak, bentuk atau kontur, dan pergerakan dinding perut. Pada keadaan normal terlentang dinding perut dalam keadaan simetris. Bila ada tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak simetris. Pada keadaan normal dan fisiologis pergerakan dinding usus akibat peristaltic usus tidak terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltic usus maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus. Pada stenosis pyloris lambung dapat besar sekali sehingga pada abdomen terlihat pembesaran setempat. b. Palpasi Palpasi dilakukan secara sistemmatis dengan seksama. Pertama kali ditanyakan apakah ada daerah yang nyeri bila ditekan . kemudian cari apakah ada pembesaran massa tumor. c. Perkusi Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara.dalam keadaan normal suara perkusi abdomen adalah tympani, kecuali dengan bertambahnya bunyi tympani diseluruh abdomen kemungkinannya ada udara bebas di dalam udara bebas dalam rongga perut, missal : pada perforasi usus. d. Auskultasi Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa bunyi usus yang meningkat pada obstruksi, menghilang pada ileus paralitik dan untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung dengan menggunakan stetoskop. Dalam keadaan normal bising usus terdengar
28
3x/menit jika
+/-
terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. e. Penunjang 1. Kelainan mukosa : Rontgen kontras dan biopsi mukosa 2. Penyebab mekanik dari obstruksi : Rontgen kontras dan endoskopi D.
Pengobatan
Pasien dengan immobilisasi harus diberikan diet tinggi serat selama 1 – 2x seminggu untuk mencegah rekurensi atau inspeksi tinja. untuk menghambat sekresi asam dapat diterapi dengan : 1) Non medika mentosa ( Diet) Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan mengandung susu tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung. 2) Medika mentosa ( Obat penangkal kerusakan mukosa ) a. Koloid Bismuth b. Prostaglandin c. Antagonis reseptor H2/ ARH2 (Simatidin, ramitidin, famotidin, Misatidin)
29
3) Tindakan operasi a.
Vagotomi adalah pemotongan cabang syaraf vagus yang
menuju lambung sehingga mengurangi sekresi lambung, pergerakan dan pengosongan lambung. b.
Anterektomi adalah pembuangan seluruh antrum lambung jadi
menghilangan fase hormonal atau fase gastric sekresi lambung
E.
Saran Pasien disarankan makan dengan makanan biasa, lunak yang tidak
merangsang peristaltik usus berlebih dan diet yang seimbang. Sehingga bisa memulihkan fungsi secara perlahan. F.
Larangan 1.
Hindari makanan yang mengandung cabai, dan makanan
yang mengandung asam yang dapat menimbulkan rasa sakit karena peningkatan sekresi asam lambung. 2.
Tidak minum air jeruk yang asam, cocacola, bir, kopi
pada saat perut dalam keadaan kosong karena dapat meningkatkan sekresi asam lambung.
8.
TRACTUS URINARIUS
A. Anatomi
30
B. Patofisiologi Immobilisasi lama menyebabkan beberapa perubahan pada sistem urinarius, yaitu: Stagnasi Urine Di sebabkan karena posisi baring dimana pada pasien posisi berbaring tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna. Terjadinya Infeksi Kandung Kencing dan Saluran Kencing Infeksi ini dapat di akibatkan karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing sendiri. Sehingga ada konsentrasi urine yang terjadi di Vesica urinaria yang meninggkatkan kemungkanan pertumbuhan bakteri maupun jamur.
Pembentukan Batu Di Saluran Kencing.
Pembentukan batu di saluran kencing pada penderita yang mengalami immobilisasi lama di sebabkan antara lain oleh faktorfaktor : •
Adanya proses osteoporosis ( dibahas dalam bagian tulang ), sehingga terjadi hiperkalsemia, selanjutnya hiperkalsiuria.
•
Diet Rumah Sakit yang biasanya tinggi kadar kalsium, yang mengakibatkan Hiperkalsiuria.
C. Terapi dan Penatalaksanaan Pencegahan dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasi terjadinya keadaan patologi pada sistem urinarius yang terjadi akibat immobilisasi lama, adalah dengan cara :
31
Mobilisasi sedini mungkin, paling tidak pasien segera dudukkan untuk merubah posisi vesica urinaria Banyak minum sekitar 3 liter dalam sehari Pantaulah pasien dengan cermat dan rutin terhadap adanya tanda dan gejala hiperkalsemia, infeksi saluran kemih. Dan diterapi secara adekuat. Menggunakan kateter intermitten atau kateter menetap ( dower kateter ) tergantung pada kebutuhan pasien tersebut Laboratorium ketat untuk mendektesi secara dini kemungkinan terjadinya Infeksi Saluran Kencing (ISK). Latihan kandung kencing ( Bladder Training ) Menjaga kebersihan daerah Uretra ekterna Kateteriasi
Kateteriasi
Banyak minum
32
V. DAFTAR PUSTAKA Dasar – Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik, Susan J. Garrison. Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna Sidharta. Neurologi Klinik, Prof. Dr. dr. S.M. Lumantobing. Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Medik, RSUD Dr. Soetomo / FK Unair Sby, 1992 www.artwiredmedia.com www.egms.de projekty.sosvet.cz/2005_pitva_savce/obr/034.jpg
33