TUGAS MATA KULIAH HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
“
PERANAN KOMISI YUDISIAL DALAM PENGAWASAN TERHADAP HAKIM ”
Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah
Pembentukan Komisi
Yudisial
berawal
pada
tahun
1968 muncul ide pembentukan Majelis Majel is Pertimbangan Penelitian Peneli tian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan
pengangkatan,
promosi,
kepindahan,
pemberhentian
dan
tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam d alam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Baru kemudian tahun 1998-an muncul kembali danmenjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat tercapai. Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk didalamnya
Komisi
Yudisial
yang
berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga
dan
menegakkan
kehormatan,
keluhuran
martabat,
serta
perilakuhakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk UndangUndan Und ang g Nomor No mor 22 Tahu T ahun n 2004 20 04 tentang tentang Komisi Komisi Yudi Yudisia sial. l.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan Komisi Yudisial dalam struktur ketatanegaraan Negara Republik Indonesia? 2. Bagaimana kedudukan Komisi Yudisial sebagai salah satu lembaga Trias Politica khususnya yudikatif?
1
3. Bagaimanakah tugas Komisi Yudisial dalam pengawasan terhadap hakim?
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kedudukan Komisi Yudisial di dalam Struktur Ketatanegaraan Ketatanegaraan
Termasuk kedalam lembaga negara setingkat presiden dan bukan lembaga pemerintahan bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat independen yang dalam istilah lain disebut lembaga negara mandiri (state auxiliaries institution). Dengan demikian status kelembagaan Komisi Yudisial tidak sama dengan, misalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Pemeriksaan Kekayaan Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Hukum Nasional, Komisi Kebenaran dan Rekosiliasi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Konstitusi, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Komisi Perlindungan Anak, karena ada alasan sebagai berikut: 1. Kewenangan Komisi Yudisial diberikan langsung oleh Undang Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 24 B. 2. Komisi Yudisial secara tegas dan tanpa keraguan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman, karena pengaturan ada dalam Bab IX kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam Undang Undang Dasar 1945. Kedudukan Komisi Yudisial disini sebagai lembaga Negara, yakni lembaga yang kewenangannya ditentukan oleh Undang Undang Dasar, dimana Komisi Yudisial Yudisial itu sendiri dalam Pasal 24 24 B ayat 1 dan 2 dalam hubungannya dengan lembaga Negara yang lain seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Presisen, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Permusyawaratan Rakyat itu sejajar. Pola hubungan yang ada diantara lembaga – lembaga ini yakni pola hubungan fungsional dan bukan struktural. Yang membedakan antara pola hubungan fungsional dengan pola hubungan struktural disini adalah tidak lagi pola hubungan yang bersifat instruktuif tetapi bersifat berjalan sesuai fungsi masing – masing lembaga tersebut yang mana konsepsi ketenegaraan
3
sekarang yakni konstruksi check and balance yang artinya ada fungsi control dan penyeimbang dalam lembaga Negara. Pasal 24 B Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan rumusan sebagai berikut: 1 1. Komisi
yudisial
bersifat
mandiri
yang
berwenang
mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 2. Anggota komisi yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. 3. Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan komisi yudisial diatur dengan undang - undang. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 B ayat (4) UUD 1945, maka dikeluarkanlah Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Menurut ketentuan Pasal 1 ditegaskan bahwa komisi yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 2 ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Sebenarnya ide perlu adanya suatu komisi khusus untuk menjalankan fungsi-fungsi tetrtentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968, setempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitiaan Hakim. Majelis ini berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul
yang
berkenaan
dengan
perangkat,
promosi,
kepindahan,
1
Pasal 24 B Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
4
pemberhentian, dan tindakan atau hukumanjabatan para hakim, yang diajukan oleh Mahkamah Agung maupun Menteri Kehakiman. B. Kedudukan Komisi Yudisial sebagai salah satu Lembaga Trias Politica khususnya Yudikatif
Sebagai lembaga negara yang bebas dari pengaruh kekuasaan, lembaga yudikatif dimungkinkan untuk melaksanakan proses pengadilan yang jujur, objektif, tidak memihak, dan adil. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lembaga yudikatif merupakan sandaran harapan dan kepercayaan terakhir bagi warga negara untuk memperoleh keadilan. Keistimewaan yudikatif dibanding dengan legislatif dan eksekutif adalah pada substansi sifat produk lembaga. Produk legislatif, yang berupa UndangUndang, dan produk eksekutif, yang berupa kebijakan atau aturan pemerintah, didasarkan pada “demi kepentingan rakyat” atau “demi kepentingan umum”. Sementara yudikatif mendasarkan putusannya (putusan hukum) pada “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Karena sifatnya yang demikian hakim acapkali diidentikan sebagai “kepanjangan tangan Tuhan di dunia”. Dengan predikat itu mengandung makna bahwa, penyalahgunaan fungsi dan kewenangan yang dilakukan hakim adalah pengingkaran atas fungsi dan misi sucinya “perpanjangan Tuhan”. Beranjak dari kenyataan yang ada bahwa masih banyak hakim yang salah dalam mengambil keputusan, maka dari itu diperlukan suatu lembaga negara yang dapat mengawasi kinerja hakim, yaitu Komisi Yudisial yang bertujuan Menjaga Menj aga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Ma rtabat Serta Perilaku Hakim dan Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh ole h lembaga yang benar benar independen. Dengan adanya lembaga seperti Komisi Yudisial mewujudkan harapan warga negara serta kepercayaan terakhir untuk memperoleh keadilan.
5
Menurut Jimly Asshiddiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan Kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Komisi Yudisial sebagai badan “Landing of the Last Resort” untuk menj adi kepercayaan terakhir serta mewujudkan harapan warga negaranya dalam mencapai suatu keadilan sangat terbatas.2 Didasarkan oleh Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial dalam Pasal 13 dan Pasal 21 bunyinya sebagai berikut: Pasal
13 Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. mengusulkan
pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan b. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Pasal 21 Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian karena adanya amanat dari Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004 inilah Komisi Yudisial sebagai “Landing “L anding of the Last Resort” dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sangat terbatas.
C. Tugas Komisi Yudisial dalam Pengawasan Hakim
Komisi Yudisial bertugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim (Pasal 20 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Dalam melaksanakan kewenangannya menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat
serta
menjaga
perilaku
hakim,
Komisi
Yudisial
bertugas
mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 21 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004). Penjatuhan sanksi ini diajukan kepada
2
Jimly Assiddhiqie, Konstitu si & konstitusionali sme I ndone , kerjasama ndones si a Mahkamah Konstitusi dengan Pusat study HTN FH Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. 6
Mahkamah Agung untuk hakim agung dan kepada Mahkamah Konstitusi untuk hakim konstitusi. Sesuai Pasal 22 ayat (1), maka Komisi Yudisial: 1. Menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim; 2. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim; 3. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim; 4. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan 5. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. Sedangkan pasal 22 ayat (2) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004 menegaskan, bahwa dalam melaksanakan pengawasannya, Komisi Yudisial wajib: 1. Menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 2. Menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia. Yang dimaksud dengan mentaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan
dalam
ketentuan
ini
misalnya
tidak
memperlakukan semena - mena terhadap hakim yang dipanggil untuk memperoleh keterangan atau tidak memperlakukan hakim seolah-olah tersangka atau terdakwa. Hal ini untuk menjaga hak dan martabat hakim yang bersangkutan Pelaksanaan tugas Komisi Yudisial tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara ( Pasal 22 ayat 3 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004). Itu artinya, hakim tetap diberikan kemandirian dalam melaksanakan tugasnya. Hanya saja, manakala hakim akan diperiksa Komisi diperiksa Komisi Yudisial, Yudisial, maka pasal
22
ayat
(4)
Undang
-
Undang
Nomor
22
Tahun
2004
menegaskan: “Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan
7
atau data yang diminta Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku hakim dalam jangka waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima. Yang dimaksud dengan hakim dalam ketentuan ini termasuk hakim pelapor, hakim hakim terlapor, atau hakim lain yang terkait. Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan itu dapat diberikan secara lisan dan/atau tertulis” tertulis” (penjelasan pasal 22 ayat 4) Undang 4) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004. Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban tersebut,
Mahkamah
Agung
dan/atau
Mahkamah
Konstitusi
wajib
memberikan penetapan berupa berupa paksaan kepada badan badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta (Pasal 22 ayat 5 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Apabila badan peradilan atau hakim telah diberikan peringatan atau paksaan tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka pimpinan badan peradilan atau hakim yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian (Pasal 22 ayat 6 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Semua keterangan dan data ini bersifat rahasia (Pasal 22 ayat 7 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Sedangkan mengenai ketentuan tata cara pelaksanaan tugas sebagai mana dimaksud pada Pasal 22 ayat (1) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004 di atur oleh Komisi Yudisial. Di dalam Pasal 23 ayat (1) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004 ditegaskan mengenai usul penjatuhan sanksi yang dapat diberikan Komisi Yudisial kepada hakim sesuai dengan tingkat pelanggarannya, yaitu: 1. Teguran tertulis; 2. Pemberhentian sementara; atau 3. Pemberhentian. Usul pemberhentian sanksi teguran tertulis ini disertai alasan kesalahannya, bersifat mengikat, disampaikan Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal (Pas al 23 ayat 2 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Sedangkan usul penjatuhan sanksi
8
pemberhentian sementara dan pemberhentian ini diserahkan Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 23 ayat 3 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Untuk hakim yang dijatuhkan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim (Pasal 23 ayat 4 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Dalam hal pembelaan ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi kepada presiden paling paling lambat 14 hari sejak pembelaan ditolak oleh Majelis Kehormatan (pasal 23 ayat 5). Keputusan Presiden mengenai pemberhentian hakim, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak presiden menerima usul Mahkamah Agung (pasal 23 ayat 6 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Selain tugas pengawasan, Komisi Yudisial juga dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim (pasal 24 ayat 1 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004). Harus diakui, dilahirkannya lembaga Komisi Yudisial ini tidak lain akibat dari banyaknya penyimpangan perilaku hakim, bahkan sampai-sampai memunculkan istilah mafia peradilan, sementara system yang ada untuk membersihkan penyimpangan penyimpangan hakim, misalnya suap dan korupsi dinilai tidak mampu menembus dinding korps hakim. Boleh jadi, jika saja hakim dinegeri ini banyak yang berperilaku bersih, tak perlu dibentuk Komisi Yudisial. Sekelompok orang yang yang ditunjuk dan atau diberi wewenang oleh pemerintah untuk menjalankan suatu tugas tertentu yang berhubungan dengan lembaga hukumatau lembaga yudikatif. Latar Belakang Lahirnya Komisi Yudisial dan Kedudukannya Dalam Susunan Ketatanegaraan Indonesia. Guna pembenahan terhadap masalah masalah dalam hal kekuasaan kehakiman yang selama ini seringkali dimanfaatkan oleh kepentingan politik politik pihak – pihak tertentu
maka
diperlukan
adanya
gagasan
–
gagasan
tentang
9
perlunya lembaga – lembaga lembaga khusus yang mempunyai fungsi fungsi tertentu yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial dibentuk dalam rangka memenuhi gagasan – gagasan gagasan tersebut sebagai penyeimbang yang berjalan bukan pada rel atau koridor peradilan tetapi untuk melakukan pengawasan pengawasan atau sebagai fungsi control sehingga perwujudan konsep “chek and balance” bisa tercapai dengan benar. Seiring diterbitkan Undang – Undang – Undang Undang terbaru tentang Komisi Yudisial yaitu Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terjadi beberapa perubahan yaitu, terjadi perubahan di Pasal 20 dan adanya Pasal Pas al 20 A, dihapusnya Pasal 21, adanya Pasal 22 A, B, C, D, E, F, G, dan dihapusnya Pasal 23 dan 24. Dengan terjadinya perubahan di atas, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas yaitu: 1. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku Hakim; 2. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim; 3. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup; 4. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Eti k dan/atau Pedoman Perilaku Hakim; dan 5. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap te rhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat Hakim. Komisi Yudisial juga wajib ( Pasal 20A Undang – Undang – Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011) antara lain: 1. Menaati peraturan perundang-undangan; 2. Menegakkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim; 3. Menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang diperoleh yang karena sifatnya merupakan rahasia Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan kedudukannya kedudukannya sebagai anggota; dan
10
4. Menjaga kemandirian dan kebebasan Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedudukan Komisi Yudisial disini sebagai lembaga Negara, yakni lembaga yang kewenangannya ditentukan oleh Undang Undang Dasar, dimana Komisi Yudisial Yudisial itu sendiri dalam Pasal 24 B ayat 1 dan 2 dalam hubungannya dengan lembaga Negara yang lain seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Presisen, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Permusyawaratan Rakyat itu sejajar. Menurut Jimly Asshiddiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan Kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Komisi Yudisial sebagai badan “Landing of the Last Resort” untuk menjadi kepercayaan terakhir serta mewujudkan harapan warga negaranya dalam mencapai suatu keadilan sangat terbatas.
B. Saran
Seharusnya Komisi Yudisial diberikan suatu kewenangan yang lebih luas dalam hal memantau kinerja hakim agar hakim sebagai badan indepen dan impartial judiciary benar-benar terjaga kualitasnya, dan dapat mendorong adanya suatu pembangunan dalam sistem peradilan yang bebas dan bersih dari mafia hukum.
12
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous (-). Peranan Peranan Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Lembaga Peradilan Yang Bersih. Bersih. From http://id.scribd.com/doc/166517 http://id.scribd.com/doc/16651707/Peranan-Komisi-Yudisial07/Peranan-Komisi-YudisialDalam-Mewujudkan-Lembaga-Peradilan-yang-Bersih Eko Widiarto, Aan.2006. Aan.2006 . KY Merupakan Perwujudan Check and balance . Malang : AZAS Edisi XVIII/Tahun/XIV/2006, Fakultas Hukum UMM. Assiddhiqie, Jimly.2004. Konstitusi & konstitusionalisme Indonesia. Indonesia. Jakarta : Diterbitkan Atas kerjasama Mahkamah Konstitusi dengan Pusat study HTN FH Universitas Indonesia. Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
13