Ahmad Mansur Noor, Peranan Moral Dalam Membina Kesadaran Hukum, (Jakarta : Dirjen
Bindaga Islam DEPAG RI, 1985) hal. 7
. Al-ghazali imam, ihyal ulumuddin jilid 1.
HR. Bukhari, ahmad dan Baihaqi
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang:Dina Utama, 1994), hlm.142.
Moh Rivai, Ushul Fiqih, (Bandung : PT. Al-Ma'arif, 1993), hlm.12.
Nasrun, ushul fiqih 1, hlm. 20.
Khallaf, ilmu ushul fiqih, hlm.100
Ibrahim Lubis, Pengertian Hukum (Medan: Majannaii, 2012).
Prof Dr. Sathipto Rahardjo,SH, Ilmu Hukum, cet III, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991),
hlm 27-28
Ahmad Azhar Basyir, Pokok-Pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000)., hlm 58
Ahmad Azhar Basyir, Pokok-Pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2000)., hlm 59
KH. Ahmad Azhar, MA, Refleksi atas Persoalan Keislaman, cet II, (Bandung: Mizan, 1994),
hlm 137-138
Makalah
HUKUM DAN MORAL DALAM ISLAM
Disusun oleh:
Siti Aisyah
Lukmanul Hakim
Pascasarjana Jurusan Hukum Islam
Universitas Muhammadiyah
Jakarta
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Antara Hukum dan Moral memiliki perbedaan juga memiliki persamaan. Diibaratkan pelangi mereka memiliki warna yang berbeda tetapi memiliki keindahan yang sangat luar biasa. Di dalam islam Hukum dan moral tidak bisa dipisahkan, diantaranya merupakan satu kesatuan. Berbeda halnya dengan pemikiran filsafat barat yang melakukan perdebatan panjang tentang hukum dan moral tersebut, ada diantara pemikir tersebut yang memisahkan hubungan dan tugasnya dalam kehidupan, sehingga perdebatan tersebut berlanjut hingga saekarang. Di dunia barat semenjak zaman Plato soal ini telah diperbincangkan, mereka berdebat panjang tentang apakah moral menjadi unsur penting dalam hukum, apakah ajaran moral harus diindahkan oleh norma hukum. Meski pada umumnya terdapat perbedaan dan hubungan antara hukum dan moral dapat mereka jelaskan. Dengan demikian, sebenarnya, pembahasan soal tersebut dalam tradisi barat adalah dalam rangka mencari landasan yang kokoh bagi berlakunya suatu hukum.
Namun dalam islam hukum dan moral memiliki hubungan sangat erat meski memiliki makna yang berbeda. Sumber dari hukum dan moral tersebut berasal Allah SWT yang merupakan sumber tertinggi, aturan tersebut yang terkumpul dalam kitab suci Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah (Hadits). Manusia memiliki pemikiran yang terbatas akan hal yang demikian. Wahyu yang diturunkaNya menjadi landasain utama dalam Islam. Ketika mereka merasa bahwa apa yang difikirkannya adalah hukum Tuhan, maka soal-soal filosofi yang pelik seperti itu tidak lagi merisaukan mereka. Setiap tindakan baik yang berkaitan dengan individu, individu dan masyarakat telah diatur dalam Al-Qur'an dan hadits. Meski dalam pandangan manusia moral merupakan tidakan yang berasal dari hati nurani yang dianggap mampu menghasilkan tindakan yang baik akan tetapi dalam islam, hati nurani yang baik adalah berlandaskan pada ajaran Allah SWT.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalah yakni:
"Bagaimana huhungan Hukum dan moral dalam Islam?".
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini dilakukan adalah sebagai berikut:
Untuk meengetahui pengertian Hukum dan moral dalam islam
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan Hukum dan moral dalam islam
Untuk mengetahui hubungan Hukum daan moral dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hukum dan Moral
a. Moral
Secara etimologi moral berasal dari bahasa Belanda moural, yang berarti kesusilaan, budi pekerti. Sedangkan menurut W. J. S. Poerwadarminto moral berarti ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan. Dalam Islam moral dikenal dengan istilah akhlak. Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menerangkan tentang definisi akhlak. Akhlak adalah perilaku jiwa, yang dapat dengan mudah melahirkan perbuatan-perbuatan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku tersebut mengeluarkan beberapa perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akala maupun tuntunan agama, perilaku tersebut dinamakan akhlak yang baik. Apabila perbuatan yang dikeluarkan itu jelek, maka perilaku tersebut dinamakan akhlak yang jelek.
Lebih lanjut Al-Ghazali menguraikan: Induk atau prinsip dari budi pekerti itu ada empat: (1) kebijaksanaan (al-hikmah), (2) keberanian, (3) menjaga diri, dan (4) keadilan. Maksud kebijaksanaan adalah perilaku jiwa yang dapat menemukan kebenaran dari yang salah dalam semua perbuatan yang dikerjakan. Ukuran perseorangan bagi baik dan buruk, bagus dan jelek berbeda menurut perbedaan presepsi seseorang, perbedaan masa, perubahan keadaan dan tempat. Namun demikian, dalam setiap masyarakat dan dalam suatu masa ada ukuran umum, artinya ukuran yang diakui oleh seluruh atau sebagian terbesar dari anggota-anggotanya. Namun Bagi umat islam pendasaran baik dan buruk bagi perbuatan adalah kepada kitab pedomannya, yaitu Al-Quran dan Sunnah. Apa yang dinyatakan baik, maka itulah ukuran kebaikan bagi manusia, demikian pula yang jelek.
Moral dan akhlak sangat penting dalam pergaulan hidup di dunia ini. Oleh karena itu Allah SWT. sengaja mengutus Nabi Muhammad SAW. untuk menyempurnakan akhlak yang mulia sebagaimana sabda beliau yakni sebagai berikut:
اِنَمَا بُعِثْتُ لأتَمِّمَ مَكَارَمَ الأخْلاقِ (الحديث)
Artinya: Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Telah dijelaskan pula dengan firman-Nya dalam surah al-Qalam ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut:
وَاِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya: Sungguh engkau (Ya Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Kemudian Allah SWT. memerintahkan kaum muslimin untuk mengambil contoh teladan dari moral Nabi Muhammad SAW dengan firman-Nya dalam surah al-Ahzab ayat 21sebagai berikut:
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah..
b. Hukum
Menurut Van Kan Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. Wiryono Kusumo Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.
Dalam Islam, Hukum syara' menurut istilah para ahli ilmu ushul fiqh ialah: Khithab Syari' yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan, pilihan, atau ketetapan.
Hukum menurut bahasa, artinya : " Menetapkan sesuatu atas sesuatu " اثبات شئ على شئ sedang menurut istilah, ialah : "Khithab (titah) Allah, atau sabda Nabi Muhammad s.a.w.yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf, baik titah itu mengandung tuntutan suruhan, larangan atau membolehkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu sebab, syarat atau penghalang (mâni') bagi sesuatu hukum".
Hukum berasal dari bahasa arab yang berbentuk mufrad (tunggal). Kata jamaknya diambil alih dalam bahasa indonesia menjadi "hukum". Hukum juga dinamakan recht yang berasal dari kata rechtum, di ambil dari bahasa latin yang berarti pimpinan atau tuntunan atau pemerintahan.
Di dalam ilmu ushul fiqih terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan hukum, yaitu hukum (الحكم), hakim (الحاكم), mahkum fihi (محكوم فيه), dan mahkum 'alaih (محكوم عليه). Secara bahasa hukum (الحكم) berarti man'u (المنع) yang berarti "mencegah", hukum juga berarti qadla' (القضاء) yang berarti "putusan". Adapun secara istilah, pengertian hukum menurut ulama' ushul yaitu:
الحكم هو خطاب الشارع المتعلق بافعال المكلفين , طلبا او تخييرا او وضعا.
"Hukum adalah khitab syari' (Allah) yang berhubungan dengan perbuatan seoarang mukallaf, berupa tuntutan, pilihan ataupun ketetapan".
Dapat disimpulkan bahwa hukum bermakna sebuah ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan dan bagi yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman atau sanksi sesuai dengan kesalahan yang diperbuat.
2.2. Hubungan Hukum dan Moral
Manusia memiliki cara berfikir yang berbeda dengan sifat dan tingkah laku yang berbeda. Hal ini akan mempengaruhi tindakannya. Pada masayarakat sederhana akan memadai untuk menciptakan ketertiban dan mengarahkan tingkah laku masyarakat. Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada seseorang supaya menjadi manusia sempurna. Hati nuraninya akan menyatakan perbuatan mana yang jahat serta akan menentukan apakah ia akan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi pada masyarakat yang sudah maju kaidah adat tersebut tidak lagi mencukupi. Hal ini dilatar belakangi oleh persandaran moral adalah kebebasan pribadi. Padahal cara berpikir manusia tidaklah sama, sifat dan tingkah lakunya pun berbeda, sehingga banyak sekali usaha baik yang mendapat tantangan dan hambatan. Untuk mengatur segalanya diperlukan aturan lain yang tidak disandarkan pada kebebasan pribadi, tetapi juga mengekang kebebasan pribadi dalam bentuk paksaan, ancaman dan sanksi. Aturan itulah yang disebut dengan hukum.
Perbedaan cara pandang tiap manusia dengan pengaruhnya terhadap moral masyarakat ini menimbulkan dua kelompok pemikiran, yakni kelompok yang berpendapat bahwa Hukum bersatu dengan Moral, dan kelompok dua berpendapat bahwa Hukum terpisah dengan Moral.
Hukum Bersatu dengan Moral
Prof. Dr. Hazairin dalam buku Demokrasi Pancasila menyatakan bahwa hukum tanpa moral adalah kezaliman. Moral tanpa hukum adalah anarki dan utopia yang menjurus kepada peri-kebinatangan. Hanya hukum yang dipeluk oleh kesusilaan dan berakar pada kesusilaan yang dapat mendirikan kemanusiaan. Lebih lanjut Dr. M. Muslehuddin menerangkan bahwa hukum tanpa keadilan dan moralitas bukanlah hukum dan tidak bisa bertahan lama. Sistem hukum yang tidak memiliki akar substansial pada keadilan dan moralitas pada akhirnya akan terpental. Menurut Prof. Dr. H. M. Rasjidi, hukum dan moral harus berdampingan, karena moral adalah pokok dari hukum.
Menurut Kant, hukum moral adalah hukum dalam arti sebenarnya. Menurut Friedmann, tidak ada dan tidak pernah ada pemisahan total hukum dari moralitas. Dalam suatu masyarakat ada hubungan erat antara moralitas sosial dan perintah hukum. Pengaruh moralitas sosial atas perintah hukum pada umumnya tergantung pada karakter masyarakat. Masyarakat yang liberal dan plural akan lebih mudah merefleksikan berbagai nilai etika daripada masyarakat otoriter. Dalam masyarakat yang terikat dengan kebiasaan, ada transformasi berangsur-angsur tingkah laku sosial menjadi kebiasaan hukum dan dari kebiasaan menjadi rumusan legislatif.
Hukum Terpisah dari Moral
Hukum positif yang didukung oleh Coulson dan Kerr dipisahkan dari keadilan dan etika. Menurut hukum murni ala Kelsen, etika dan filsafat sosial jauh dari hukum. Ia menentang filsafat dan berkeinginan untuk menciptakan ilmu hukum murni, meninggalkan semua materi yang tidak relevan, dan memisahkan yurisprudensi dari ilmu-ilmu sosial.
Aliran Imperatif Austin menganggap hukum sebagai perintah penguasa. Menurutnya hukum positif suatu aturan umum tentang tingkah laku yang ditentukan oleh petinggi politik untuk kelompok yang lebih rendah. Tujuan Austin adalah untuk memisahkan secara tajam hukum positif dan aturan-aturan sosial semisal kebiasaan dan moralitas, dan penekanannya terletak pada perintah mencapai tujuan ini. Konsep perintah secara tidak langsung menyatakan ancaman bagi pelaksanaan sanksi jika perintah itu tidak dipatuhi.
3.2. Hubungan Hukum dan Moral dalam Islam
a. Urgensi Moral dalam Hukum
Di dalam islam, moralitas yang berasal dari agama adalah bagian integral manusia. Manusia mungkin dapat menetapkan moralitasnya sendiri tanpa agama, tetapi dengan mudah ia akan menggunakannya untuk kepentingannya sendiri sehingga ukuran moral dapat berubah-ubah. Moralitas agama tidak demikian, ia berasal dari tuhan, berhubungan dengan akal sehat, hati nurani dan keyakinan kepada Allah.
Islam berbeda dari agama-agama lain, karena islam tidak mengkhotbahkan spiritualitas yang mandul. Al-Quran berulang kali meyakinkan manusia bahwa semua yang berada di surga dan di bumi disediakan untuk mereka. Dalam islam hukum dan agama, hukum dan moral, hukum dan yang disebut 'gereja' tidak bisa dipisahkan. Nilai etika inilah yang membedakannya dengan hukum Barat. Oleh karena itu, ruang lingkup hukum islam mencakup semua bentuk hubungan, baik kepada Tuhan maupun kepada manusia. Karena asal-usul, sifat dan tujuannya, hukum islam secara ketat diikat oleh etika agama. "Berdasarkan funsi utama, hukum islam mengklasifikasikan tindakan yang berkenaan dengan standar mutlak baik dan buruk yang tidak dapat ditentukan secara rasional, karena Tuhan sendirilah yang mengetahui apa yang benar-benar baik dan buruk.Masyarakat sering berubah dari satu ke lain bentuk, baik secara historis maupun ideologis.
Dalam masyarakat islam, hukum bukan hanya faktor utama tapi juga faktor pokok yang memberikannya bentuk. Masyarakat islam secara ideal harus sesuai dengan kitab hukum, sehingga tidak ada perubahan sosial yang mengacaukan atau menimbulkan karakter yang tidak bermoral dalam masyarakat. Hukum islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas seperti yang dinyatakan oleh islam. Hukum islam memberikan ketentuan bahwa kaidah kesusilaan tidak boleh bertentangan dengan syarat-syarat yang termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah. Dengan ini nyatalah bahwa hukum islam menuju kepada kesusilaan yang lebih pasti isinya dan lebih tetap mutu dan haluannya, karena islam tidak membiarkan semuanya hanya tergantung pada masyarakat dan manusia saja.
Menurut H.M Rasjidi terdapat tiga macam hubungan antara hukum dan moral sebagaimana yang dibahas dalam filsafat hukum umum, yaitu:
Hukum dan moral harus berdampingan karena moral merupakan pokok hukum.
Masing-masing hukum dan moral ada bidangnya, tetapi moral lebih tinggi daripada hukum.
Masing-masing hukum dan moral ada bidangnya sendiriyang tiada hubungannya satu dengan yang lain.
Hubungan hukum dan moral menurut ajaran islam tercermin terutama dalam hal sebagai berikut:
Beberapa ketentuan hukum islam mempertahankan tegaknya moral luhur, seperti terdapat dalam hukum pidanan yang menetukan bahwa perzinaan adalah delik moral yang diancam dengan pidana cambuk 100 kali, tanpa memerlukan aduan pihak yang bersangkutan.
Beberapa ketentuan hukum islam mengandung nilai moral luhur, seperti terdapat dalam ketentuan hukum muamalat yang mengajarkan agar orang yang berpiutang mengalami kesulitan untuk membayar utangnya pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Dalam melaksanakan hukum hendaknya dilandasi dengan nilai moral luhur yang betumpu pada sikap patuh, taat, dan rela melaksanakan ketentuan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Berhelah untuk menghidari ketentuan hukum yang bertentangan dengan nilai moralitas islam.
Dalam Islam hukum dan moral tidak dapat dipisahkan, sehingga ruang lingkup hukum Islam mencakup semua bentuk hubungan, baik kepada Tuhan maupun kepada manusia. Karena asal-usul, sifat, dan tujuan hukum Islam secara ketat diikat oleh etika agama.
Hukum Islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas seperti yang dinyatakan oleh Islam. Adapun syari'ah Islam yang merupakan kode hukum dank kode moral yang ada secara sekaligus merupakan pola yang luas tentang tingkkah laku manusia yang berasal dari otoritas kehendak Allah yang tertimggi, sehingga garis pemisah antara hukum dan moralitas sama sekali tidak bisa ditarik secara jelas.
Contohnya seperti hukum Islam lain yang sangat mengutamakan moralitas adalah dalam ketentuan dalam hukum pidana Islam. Dalam hukum pidana terdapat ketentuan bahwa orang yang melakukan zina diancam dengan pidana cambuk seratus kali di depan umum seperti yang termaktub dalam al- Qur'an surah al- Nur ayat 2. Sedangkan dalam surah al- Isra' ayat 32 bahwa zina menurut ajaran Islam dinilai sebagai perbuatan keji dan merupakan perbuatan terburuk yang ditempuh manusia beradab. Begitu pula persoalan-persoalan yang lain seperti dalam surah al- Baqarah ayat 280 tentang memakan riba, Huud ayat 85, serta hadis Nabi tentang penangguhan pembayaran hutang.
Adapun dengan adanya moralitas khusus hukum Allah meletakkan aturan-aturan universal bagi perbuatan manusia. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh H.A.R. Gibb bahwa hukum Islam memiliki jangkauan paling jauh dan alat efektif dalam membentuk tatanan sosial dan kehidupan masyarakat Islam. Di sisi lain hukum Islam juga memiliki norma-norma etika baik dan buruk, kejahatan dan kebajikan, yang masyarakat secara ideal harus menyesuaikan diri di dalamnya, sehingga hukum Islam mempengaruhi semua aspek keshidupan sosial, ekonomi dan semua aspek lainnya.
b. Keadilan Mutlak
Kemakmuran masyarakat tidak terlalu tergantung pada kerasnya hukum melainkan pada kebenaran yang diilhami oleh ketakwaan. Oleh karena itu, syari'ah merupakan tatanan tingkah laku moral, sedangkan takwa merupakan standar bagi pertimbangan tindakan manusia, seperti firman Allah SWT. dalam surah al- Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
Artinya: "Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."
Keadilan dalam Islam merupaka perpaduan yang menyenangkan antara hukum dan moralitas. Islam tidak bermaksud untuk menghancurkan kebebasan individu tetapi mengontrolnya demi kepentingan masyarakat yang terdiri dari individu itu sendiri, dan karenanya juga melindungi kepentingan yang sah. Hukum memainkan perannya dalam mendamaikan pribadi dengan kepentingan masyarakat dan bukan sebaliknya. Individu diperbolehkan mengembangkan hak pribadinya dengan syarat tidak mengganggu kepentingan masyarakat. Ini mengakhiri perselisihan dan memenuhi tuntutan keadilan. Oleh karena itu berlaku adil berarti hidup menurut prinsip-prinsip Islam.
Untuk mempermidah dalam memahami huhungan Hukum dan Moral dalam Islam, dapat digambarkan dalam bentuk skema berikut ini:
Allah,
kitab Al Qur'an dan Hadits
Hukum
, Moral, Manusia Hukum, ketaqwaan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang, Dina Utama, 1994
Al-ghazali imam, ihyal ulumuddin jilid 1
Azhar Basyir, Ahmad, Pokok-Pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam, Yogyakarta: UII Press, 2000
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam (Bagian Pertama), Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997
Lubis Ibrahim, Pengertian Hukum, Medan: Majannaii, 2012
Muhammad Syah, Ismail, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Radar Jaya Offset, 1992.
Nor Mansur Ahmad , Peranan Moral Dalam Membina Kesadaran Hukum, Jakarta, Dirjen Bindaga Islam DEPAG RI, 1985
Rivai Moh, Ushul Fiqih, Bandung, PT. Al-Ma'arif, 1993
Rahardjo Sathipto Prof Dr.,SH, Ilmu Hukum, cet III, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1991
6