MAKALAH ETIKA BISNIS TENTANG PENJUALAN DAN ETIKA BISNIS KASUS:PENIRUAN BARANG DAGANG DILIHAT DARI ETIKA
DISUSUN OLEH :KELOMPOK 3 Gilang trisandya yudha(0207367) Rm Alfarizi Purbaya ( 0207389 ) Sirojudin (0207390)
UNIVERSITAS WIDYATAMA 2010/2011
LATAR BELAKANG
ASSALAMU’ALAIKUM WR.WB Dengan segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dengan selesainya makalah ini,makalah ini dibuat dengan harapan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah etika bisnis.penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan dorongan dalam proses penyusunan makalah ini. WASSALAMUALAIKUM Wr.Wb
Bandung,30 2010
september
DAFTAR ISI Kata pengantar..................................................................................................... ............ i Daftar isi.................................................................................................................. .........ii BAB 1 Pendahuluan................................................................................................. .........1 Kronologis..................................................................................................... ....................1 Fenomena .................................................................................................... .....................2 BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................................................4 BAB III Pembahasan teori kasus.................................................................................8
dan
BAB IV Kesimpulan saran............................................................................................14
dan
BAB I PENDAHULUAN Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern.bisnis tidak mungkin berjalan bila tidak ada konsumen yang menggunakan produk atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh suatu bisnis.dalam hal ini tentu tidak cukup,bila konsumen tampil satu kali saja saat bisnis dimulai.konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral,tidak saja merupakan tuntunan etis,melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam suatu bisnis.disinipun berlaku bahwa etika dalam praktek bisnis sejalan dengan kesuksesan dalam berbisnis.perhatian untuk etika dalam hubungan dengan konsumen harus dianggap hakiki deemi kepentingan bisnis itu sendiri.untuk itu suatu bisnis mempunyai kewajiban moral untuk melindungi konsumen dan menghindari terjadinya kerugian bagi konsumen. Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan rerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis.Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secar umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Perilaku konsumen Pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial, pribadi, dan psikologi. Faktor kultural mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam dalam terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus bisa memahami peran yang dimainkan oleh kultur, sub-kultur dan kelas sosial pembeli.Kultur adalah faktor penentu paling pokok dari keinginan dan perilaku seseorang.
INOVASI, PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah inovasi dan perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat perusahaan atau masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Perusahaan harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang biasanya menimbulkan masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan yang mencoba menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman yang cukup besar sehingga memperkuat alasan perlunya melakukan perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan perubahan biasanya digunakan sebagai pembenaran yang utama.Sayangnya biaya sosial dari perubahan jarang dibayar oleh para promotor inovasi. Biaya tersebut berupa hilangnya pekerjaan, perubahan dalam masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Biaya-biaya ini tak mudah diukur. Tantangan sosial yang paling mendasar berasal dari masyarakat yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan mustahil tak dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi kewajibannya.Dampak inovasi dan perubahan terhadap tenaga kerja menimbulkan banyak masalah dibanding aspek pembangunan lainnya. Banyak pegawai menganggap inovasi mengecilkan kemampuan mereka. Hal ini mengubah kondisi pekerjaan serta sangat mengurangi kepuasan kerja. Perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk menyediakan lapangan kerja dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bekerja dalam masa perubahan. Termasuk di dalamnya adalah mendukung, melatih, dan mengadakan sumber daya untuk menjamin orang-orang yang belum bekerja memiliki keahlian dan dapat bersaing untuk menghadapi dan mempercepat perubahan.
BAB II KAJIAN TEORI Hak-hak konsumen pertama konsumen berhak mendapat informasi yang lengkap dan benar tentang produk atau jasa yang ditawarkan dalam pasar.tidak boleh ada yang ditutup tutupi atau dimanipulasi dengan maksud mendorong mereka untuk membeli suatu produk konsumen boleh mendapat ganti rugi atas produk barang atau jasayang cacat bahkan meskipun tidak disengaja oleh produsen.pemenuhan terhadap hak ini juga penting bagi produsen karena sangat menetukan citra produsen dimata masyarakat.pentingnya hal ini juga untuk membuat produsen labih hati-hati karena mereka sadar jika konsumen merasa tertipu dan akan lari ke produsen lain. Konsumen berhak mengkonsumsi barang atau jasa secara aman maka keamanan produk harus diperhatikan khususnya menyangkut mainan anak-anak obat-obatan barang elektronik dan lain-lain. Konsumen berhak untuk secara bebas menentukan pilihannya dalam membeli produk tanpa dipaksa baik secara halus maupun secara terang-terangan. Konsumen berhak mendapat pelayanan yang memadai baik selama maupun setelah membeli produk tertentu. Dimana yang sudah di atur dalam perundang-undangan tentang perlindungan konsumen,yaitu pasal:UU No:8 tahun 1999 yang selanjutnya disebut uupk,berlaku pada bulan april 2000.di atur dalam pasal 1 angka 2,bahwa yang dimaksud konsumen adalah setiap orang memakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat.yang dimaksud barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud,baik bergerak maupun tidak bergerak,dapat dihabis ataupun tidak dapat dihabiskan,yang dapat diperdagangkan,dipakai,dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.sedangkan jasa adalah setiap pelayanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
Ada 3 pandangan teoritis bagi pendekatan etis maupun yuridis mengenai hubungan antara hubungan produsen dan kosumen khususnya dalam hal tanggung jawab atas produk yang ditawarkan oleh produsen dan dibeli oleh konsumen yaitu 1.teori kontrak Menurut pandangan ini hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya dilihat sebagai semacam kontrak dan kewajiban produsn terhaadap konsumen didsarkan pada kontrak itu.jika konsumen membeli sebuah produk ia seolah olah mengadakan kontrak dengan perusahaan yang menjual produk tersebut.transaksi jual beli harus dijalankan sesuai dengan apa yang tertera dalam kontrak itu dan hak pembeli maupun kewajiban penjual memperoleh dasarnya dari apa yang tertera. Agar kontrak tersebut menjadi sah, kontrak harus memenuhi beberapa syarat lagi. Ke dua belah pihak harus mengatahui betul baik arti kontrak maupun sifat produk kedua belah pihak harus melukiskan dengan benar fakta yang menjadi objek kontrak. Ketiga, tidak boleh ada paksaan diantara ke dua belah pihak. Kewajiban paling penting adalah melaksanakan kontrak sesuai dengan ketentuannya. Produk yang dsampaikan kepada konsumen, harus mempunyai kualitas yang dijanjikan atau disepakati sebelumnya dan dalam memberi kesepakatan konsumen harus mengambil keputusan dengan kebebasan penuh. Dari berbagai segi pandangan kontrak tidak memuaskan, ada 3 kebenaran terhadap pandangan ini •
Teori kontrak mengandaikan bahwa produsen dan konsumen berada pada taraf yang sama
•
Teori kontrak mengandaikan hubungan langsung antra konsumen dan produsen
•
Konsepsi kontrak, tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
2. Teori Perhatian Berbeda dengan pandangan kontrak, pandangan ke dua ini tidak menyetarakan produsen dan konsumen, melainkan bertolak dari kenyataan bahwa konsumen selau dalam posisi lemah karena produsen mempunyai jauh lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang produk yang tidak dimiliki oleh konsumen. Produsen bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen dengan memakai produk, walaupun tanggung jawab itu tidak tertera dalam kontrak jual beli atau bahkan disangkal secara eksplisit. Pandangan perhatian semestinya tidak memfokuskan kontrak atau persetujuan antara konsumen dan produsen, melaikna kualitas produk serta tanggung jawab produsen. Karena itu tekanan nya bukan pada segi hukum saja akan tetapi pada etika dalam arti luas. Sehingga teori ini mempunyai basis etika yang teguh. Setelah mempelajari seluk beluknya, maka pandangan perhatian semestinya ini lebih memuaskan dari pada pandangan kontrak. Namun demikian hal itu, tidak berarti bahwa
pandangan ini pun tidak mempunyai kelemahan. Kelemahan yang sering muncul pada teori ini adalah : •
Tidak gampang menentukan apa arti semestinya
•
Pengetahuan produsen juga terbatas
3. Teori Biaya Sosial Teori biaya sosial menegaskan bahwa produsen bertanggung jawab atas semua kekurangan produk dan setia kerugian yang dialmi konsumen dalam memakai produk tersebut. Hal itu juga berlaku jika produsen sudah mengambil tindakan yang semestinya dalam merancang serta memproduksi produk bersangkutan atau jika produsen sudah mengingatkan kepada konsumen akan resiko yang ditimbulkan dari produk tersebut. Teori ini terlalu berat sebelah dengan membebankan segala tanggung jawab kepada produsen.
TEORI PRINSIP ETIKA YANG BERKAITAN DENGAN KONSUMEN 1. Teori Prinsip Tanggung Jawab adalah salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional.
2. Teori Prinsip Keadilan adalah prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya. 3. Teori Prinsip Ekonomi adalah prinsip yang dituntut oleh para profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. 4. Teori Prinsip Integritas Moral adalah bahwa orang profesional dituntut untuk memiliki integritas pribadi atau moral yang tinggi. Etika bukan hanya menjelaskan kepada orang untuk mengetahui apa yang benar, melainkan juga untuk menolong agar orang berbuat benar. Etika lebih mengena dengan tekad darioada pertimbangan atau uraian. Yang penting bukan uraian dan keterangan, melainkan desakan, peringatan, dan teguran. Perusahaan Mitra Konsumen pemerintah (baik atau buruk)
BAB III
KASUS Seorang pria bernama Morgan Spurlock mengadakan sebuah percobaan iseng. Ia adalah pria dewasa yang sehat, segar bugar, siklus hidupnya bagus, dan tidak memiliki masalah kesehatan yang berarti. Ia kemudian nekat mencoba untuk mengonsumsi junk food dari sebuah perusahaan makanan cepat saji yang cukup terkenal untuk membuktikan hipotesis bahwa junk food memberi ekses sangat negatif pada tubuh. Sebelum melakukan percobaan, Morgan melakukan berbagai pemeriksaan klinis pada 3 dokter yang berbeda untuk mengetahui kondisi fisik dan psikisnya. Setelah itu, selama 30 hari berturut-turut ia hanya mengonsumsi junk food dari perusahaan tersebut, 3 kali sehari, dan setidaknya mencoba setiap menu yang ada minimal 1 kali. Selama periode tersebut, ia terus melakukan pemeriksaan medis. Walau demikian, aktivitas kesehariannya tetap ia lakukan seperti biasa. Hasilnya ternyata sungguh di luar dugaan. Selama 30 hari, Morgan sering mengalami stress dan depresi, sesak nafas, pusing, sulit tidur, dan bahkan, pasangannya mengeluhkan adanya pengaruh buruk dalam kehidupan seksual dan vitalitas mereka. Selama 30 hari tersebut, Morgan mengalami kenaikan berat badan 24,5 pon, kadar kolesterol membengkak hingga 230, dan tingkat kegemukan sebesar 18%. Lebih buruk lagi, untuk menghilangkan penambahan bobot sebesar 20 pon tersebut diperlukan waktu selama 5 bulan, dan 9 bulan lagi untuk menghilangkan sisanya. Pendek
kata, kesalahan yang dilakukan hanya selama 1 bulan (baca: buying nothing but junk food) harus ditebus dengan pengorbanan selama beberapa bulan lamanya. Cerita di atas adalah kisah nyata yang diambil dari Super Size Me, sebuah film dokumenter karya Morgan Spurlock. Selain mengisahkan tentang percobaan nekat yang dilakukan Morgan, ada beberapa hal menarik yang diungkap juga dalam film tersebut. Beberapa di antaranya: •
• •
•
•
Amerika nggak cuma mempunyai gedung-gedung tinggi, mobil yang pajang, tetapi juga orang-orang “besar.” Sekitar 60% penduduk Amerika diyakini mengalami obesitas, dengan konsentrasi Detroit dan Houston (Texas). Gaya hidup dan makanan yang keliru tidak hanya dibayar dengan duit, tetapi juga harus ditebus dengan kondisi tubuh, kesehatan, dan risiko kematian. Dalam suatu percobaan, ditunjukkan beberapa gambar tokoh (termasuk George Washington dan Jesus Christ) kepada beberapa anak. Tidak banyak anak yang bisa menebak. Mereka semua baru bisa menebak dengan tepat ketika disodori gambar badut Ronald McDonald. Industri junk food telah berkembang dengan sangat pesat. Sebuah perusahaan fast food ternama, dalam 1 hari bisa melayani 46 juta orang; melebihi jumlah penduduk Spanyol. Lebih parah lagi, junk food juga digalakkan melalui school lunch program.
Kita Sebagai Konsumen Ini yang lebih penting. Memang benar, tidak ada yang bisa menjadi produsen (atau konsumen) selamanya. Ada kalanya kita berada dalam posisi sebagai penjual dan ada kalanya kita sebagai pembeli. Saya sendiri, lebih sering berada dalam posisi sebagai konsumen — alih-alih sebagai seorang produsen. Kembali ke kasus Morgan di atas, persaingan bisnis yang kian sengit memang mengakibatkan terdistorsinya batas-batas antara right-wrong atau good-bad. Lumrah sekali kita jumpai praktik bisnis yang menembus area abu-abu. Tidak jarang pula kampanye pemasaran begitu gencar digalakkan sehingga membuat kita bahkan tidak bisa mengenali diri kita sendiri. Kita “dipaksa” membeli barang yang kita tidak perlu. Kita “senang” mengonsumsi produk yang sebenarnya justru merusak diri kita. Kita “bahagia” memakai produk luar negeri sementara industri dalam negeri mulai kehabisan nafas. Kompas beberapa waktu lalu pernah mengulas tentang gencarnya cengkeraman kapitalisme membelenggu negara-negara yang baru berkembang seperti Indonesia. Korbannya adalah masyarakat strata menengah dan masyarakat strata “agak bawah” yang “memaksakan diri” untuk masuk ke level yang lebih tinggi. Secara fundamental ekonomi, pengaruhnya jelas tidak baik karena ekonomi yang didasarkan pada tingkat konsumsi yang besar (apalagi dibiayai oleh utang) benar-benar rawan. Secara sosial, jelas fenomena ini akan menimbulkan pergeseran dan rentan terhadap benturan yang dampak turunannya sebenarnya cukup mengerikan.
Maka tak perlu heran jika di jaman sekarang seorang anak kecil akan lebih faham kosakata “starbucks”, “breadtalk”, “orchard road”, “gucci”, daripada kosakata lain seperti “gudeg”, “bunaken”, “senggigi”, “ketoprak”, dan sebagainya. Kita secara tidak sadar mengkiblatkan diri pada produk/jasa yang sebenarnya tidak terlalu bagus — melainkan karena praktik pemasaran dan operasional bisnis yang seringkali melanggar batas-batas etika. Sebenarnya tidak ada yang “salah” dengan kapitalisme. Kapitalisme, yang didasarkan pada perdagangan, disebut Adam Smith sejak lama sebagai kunci kemakmuran. Ide ini sudah dibuktikan secara empiris oleh para akademisi. Dengan adanya perdagangan, maka spesialisasi, penghargaan, kebersamaan, perdamaian, serta kemakmuran bisa tercapai. Yang salah adalah ketika kapitalisme dijalankan dengan melanggar etika sehingga menodai nilainilai murni perdagangan itu sendiri. Belajar dari pengalaman Morgan, sebagai konsumen kita memang harus mulai belajar untuk aware terhadap praktik-praktik bisnis yang melanggar batas-batas etika. Karena pada akhirnya konsumen selalu berada dalam posisi yang dirugikan. Sementara produsen memiliki kesempatan berkelit yang lebih banyak. The winner takes all. Padahal, sebenarnya kita nggak perlu malu mengonsumsi tahu, tempe, atau daun singkong, sementara teman-teman kita makan di restoran fast food. Biarlah kita mengenakan produk dalam negeri sementara orang lain pakai Versace, Bvlgari, atau Luis Vuitton. Tidak ada yang akan menghukum kita hanya karena ponsel kita lebih lawas daripada milik rekan kita. Kita tidak perlu ganti mobil hanya karena tetangga kita barusan beli mobil baru. Kita juga tidak harus membeli rumah yang lebih besar sementara kita sendiri sebenarnya sudah cukup nyaman dengan rumah yang ada. Dan percayalah. Tidak ada yang lebih tahu dan mengenal diri kita kecuali Tuhan dan diri kita sendiri.