TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
TUGAS MATA KULIAH EKONOMI SYARIAH
ASURANSI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN
Disusun oleh: RAHMAT FIRDAUS C14060213
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
0
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI SYARIAH ASURANSI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN PENDAHULUAN
Definisi asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko / bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan / anggota / peserta mendonasikan / menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan / anggota / peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari danadana / kontribusi yang diterima / dilimpahkan kepada perusahaan. Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolongmenolong atau saling membantu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan". Mangapa harus Asuransi Syariah? Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya. Perbedaan
pendapat
tentang
asuransi
tersebut
disebabkan
oleh
perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain: 1. Pada transaksi asuransi asuransi tersebut terdapat terdapat jahalah (ketidaktahuan) (ketidaktahuan) dan ghoror (ketidakpastian), dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian pada saat berakhirnya periode asuransi.
1
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
2. Di dalamnya dalamnya terdapat terdapat riba atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang yang memberi polis asuransi membayar sejumlah kecil dana / premi dengan harapan mendapatkan uang yang lebih banyak di masa yang akan datang, namun bisa saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukarmenukar
uang,
dan
dengan
adanya
tambahan
dari
uang
yang
dibayarkan, maka ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi'ah. 3. Transaksi ini bisa mengantarkan kedua belah pihak pada permusuhan dan perselisihan ketika terjadinya musibah. Dimana masing-masing pihak berusaha melimpahkan kerugian kepada pihak lain. Perselisihan tersebut bisa berujung ke pengadilan. 4. Asuransi ini termasuk jenis jenis perjudian, perjudian, karena salah satu pihak membayar membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun. Melihat keempat hal di atas, dapat dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi yang selama ini kita kenal, belum sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi syariah dengan prinsip ta'awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan berkembang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini. Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan dengan aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru') akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar'i dengan berlandaskan prinsip syariah. Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru') nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah / bencana / klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syariah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syariah (Nirmala et al ., ., 2006).
2
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Asuransi Konvensional Definisi Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : " Asuransi atau
Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan
atas
meninggal
atau
hidupnya
seseorang
yang
dipertanggungkan”. Selain pengertian tersebut banyak definisi mengenai asuransi, seperti:
a. Konsep asuransi konvensional secara sederhana
Suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bias tertimpa kerugian guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian akan disebarkan ke seluruh kelompok.
b. Pengertian asuransi konvensional dalam ekonomi Suatu aransemen ekonomi yang menghilangkan atau mengurangi akibat yang merugikan di masa datang karena berbagai kemungkinan sejauh menyangkut kekayaan (vermoegen) seorang individu. Berdasarkan
definisi
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
asuransi
merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Beberapa istilah asuransi yang digunakan disini antara lain: •
Tertanggung , yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan.
•
Penanggung , dalam hal ini PT Asuransi Central Asia, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian / musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan.
3
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Prinsip-prinsip Asuransi Konvensional Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian dimanapun berada, antar lain:
a. Insurable Interest ( Kepentingan Yang Dipertanggungkan ) Anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut. Kepentingan keuangan
ini
memungkinkan
Anda
mengasuransikan
harta
benda
atau
kepentingan anda. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti rugi.
b. Utmost Good Faith ( Kejujuran Sempurna ) Yang dimaksudkan adalah bahwa Anda berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin
maupun
yang
dikecualikan,
segala
persyaratan
dan
kondisi
pertanggungan secara jelas serta teliti. Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku: •
Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut.
•
Pada saat perpanjangan kontrak asuransi.
•
Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.
c. Indemnity( Indemnitas ) Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka kami akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan Anda setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian Anda tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang Anda derita.
Contoh: Harga pasar
kendaraan sebesar 100 juta rupiah, diasuransikan sebesar 100 juta rupiah.
4
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Bila terjadi musibah sehingga kendaraan tersebut: 1. Hilang, dan harga pasar kendaraan saat itu: •
100 juta rupiah, maka anda menerima ganti rugi sebesar 100 juta rupiah,
•
125 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar nilai yang diasuransikan, yaitu 100 juta rupiah,
•
75 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar harga pasar, yaitu 75 juta rupiah.
2. Rusak akibat kecelakaan, maka biaya perbaikan, penggantian suku cadang, ongkos kerja bengkel seluruhnya akan menjadi tanggung jawab kami sehingga maksimum sebesar 100 juta rupiah. Beberapa cara pembayaran ganti rugi yang berlaku: •
Pembayaran dengan uang tunai, atau
•
Perbaikan, atau
•
Penggantian, atau
•
Pemulihan kembali.
d. Subrogation ( Subrogasi ) Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung". Dengan kata lain, apabila Anda mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga maka kami, setelah memberikan ganti rugi kepada Anda, akan menggantikan kedudukan Anda dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
e. Contribution ( Kontribusi ) Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yanga sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak Anda, maka kami berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik Anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya
5
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya. Contoh: Anda mengasuransikan satu unit bangunan rumah tinggal seharga 300 juta rupiah kepada tiga perusahaan asuransi: PT Asuransi CDA
=
Rp 200.000.000,00
PT Asuransi ABA
=
Rp 250.000.000,00
PT Asuransi MOU
=
Rp 150.000.000,00
Total
=
Rp 600.000.000,00
Bila bangunan tersebut terbakar habis (mengalami kerugian total) maka maksimum ganti rugi yang Anda peroleh dari: PT Asuransi CDA
=
(200.000.000 / 600.000.000) x 300.000.000 = Rp 100.000.000,00
PT Asuransi ABA
=
(250.000.000 / 600.000.000) x 300.000.000 = Rp 125.000.000,00
PT Asuransi MOU
=
(150.000.000 / 600.000.000) x 300.000.000 = Rp 75.000.000,00
Total
=
Rp 300.000.000,00
Berarti jumlah ganti rugi yang Anda terima dari ke-3 perusahaan asuransi tersebut bukanlah Rp. 600.000.000,00 melainkan Rp. 300.000.000,00 sesuai dengan harga rumah sebenarnya.
f.
Proximate Cause ( Kausa Proksimal ) Apabila
kepentingan
yang
diasuransikan
mengalami
musibah
atau
kecelakaan, maka pertama-tama kami akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah:
"Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini: •
Seseorang mengendarai kendaraan diajalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik.
•
Korban luka parah dan dibawa kerumah sakit.
•
Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.
Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi ataukah tidak?
6
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Asuransi Menurut Islam Dasar Hukum: •
Surat Yusuf :43-49 “ Allah menggambarkan contoh usaha manusia
membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan . •
Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “. ..dan janganlah kalian memakan
harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188) •
Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada
Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan ”.
Prinsip-prinsip Asuransi Syariah 1. Dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun) 2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah 3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram
hukumnya
ditarik
kembali.
Kalau
terjadi
peritiwa,
maka
diselesaikan menurut syariat. 4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. 5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah. 6. Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
7
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Fatwa MUI tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
Menimbang : a. Bahwa dalam menyongsong masa depan dan upaya meng-antisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini. b. Bahwa salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut dapat dilakukan melalui asuransi. c. Bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, asuransi merupakan persoalan baru yang masih banyak dipertanyakan; apakah status hukum maupun cara aktifitasnya sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. d. Bahwa oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab pertanyaan masyarakat, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang asuransi yang berdasarkan prinsip Syariah untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukannya.
Mengingat : 1. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan: Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18). 2. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain: •
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 1)
•
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
8
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5] : 90 ) •
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275).
•
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. 2 : Al-baqarah : 278).
•
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] : 279)
•
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. AlBaqarah [2] : 280)
•
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29).
3. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2). 4. Hadis-hadis Nabi S.A.W tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain: •
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong
hamba-Nya
selama
ia
(suka)
menolong
saudaranya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). •
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
9
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
•
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR. Muslim dari Abu Musa alAsy’ari).
•
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
•
“Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab).
•
“Rasulullah s.a.w melarang jual beli yang mengandung gharar” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
•
“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya” (HR. Bukhari).
•
“Tidak
boleh
membahayakan
diri
sendiri
dan
tidak
boleh
pula
membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik dari Yahya). 5. Kaidah Fiqh yang menegaskan: •
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
•
“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”
•
“Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”
Memperhatikan : 1. Hasil Lokakarya Asuransi Syariah DSN-MUI tanggal 13-14 Rabiuts Tsani 1422 H / 4 - 5 Juli 2001 M. 2. Pendapat dan saran peserta rapat pleno Dewan Syariah Nasional pada Senin, tanggal 15 Muharram 1422 H / 09 April 2001. 3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada 25 Jumadil Awwal 1422 H / 15 Agustus 2001 dan 29 Rajab 1422 H / 17 Oktober 2001.
Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan: FATWA TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH
10
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Pertama : Ketentuan Umum 1. Asuransi syariah (ta’min, takful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. 2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. 3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. 4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. 5. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi seuai dengan kesepakatan dalam akad. 6. Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajb diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Kedua : Akad dalam asuransi 1. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru’. 2. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah. 3. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan: a. Hak & kewajiban peserta dan perusahaan; b. Cara dan waktu pembayaran premi; c. Jenis akad tijarah dan/atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Ketiga : Kedudukan para pihak dalam akad tijarah & tabarru’ 1.
Dalam
akad
tijarah
(mudharabah)
perusahaan
bertindak
sebagai
mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis). 2. Dalam akad tabarrru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk
menolong
peserta
lain
yang
terkena
musibah.
Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
11
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Keempat : Ketentuan dalam akad tijarah & tabarru’ 1. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. 2. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
Kelima : Jenis asuransi dan akadnya 1. Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa. 2. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
Keenam : Premi 1. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru. 2. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel
morbidita
untuk
asuransi
kesehatan,
dengan
syarat
tidak
memasukkan unsur riba dalam penghitungannya. 3. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. 4. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru dapat diinvestasikan.
Ketujuh : Klaim 1.
Klaim
dibayarkan
berdasarkan
akad
yang
disepakati
pada
awal
perjanjian. 2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan. 3. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. 4. Klaim atas akad tabarru merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
Kedelapan : Investasi 1. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. 2. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
12
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Kesembilan : Reasuransi Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.
Kesepuluh : Pengelolaan 1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah. 2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah). 3. Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
Kesebelas : Ketentuan tambahan 1. Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS. 2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyarawah. 3. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
hari
ternyata
terdapat
kekeliruan,
disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 17 Oktober 2001
DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, K.H. M.A. Sahal Mahfudh Sekretaris, Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin
13
akan
diubah
dan
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Fatwa MUI tentang Tabbaru' Asuransi Syariah
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru' pada Asuransi Syari'ah
Menimbang : a. bahwa fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dinilai sifatnya masih sangat umum sehingga perlu dilengkapi dengan fatwa yang lebih rinci; b. bahwa salah satu fatwa yang diperlukan adalah fatwa tentang Akad Tabarru’ untuk asuransi; c. bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang Akad Tabarru’ untuk dijadikan pedoman.
Mengingat : 1. Firman Allah SWT, antara lain: •
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakantindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (QS. alNisa’ [4]: 2).
•
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahtera-an) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. al-Nisa’ [4]: 9).
•
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18).
2. Firman Allah SWT tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain: •
“Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu)
dengan
tidak
menghalalkan
14
berburu
ketika
kamu
sedang
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Maidah [5]: 1). •
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Nisa’ [4]: 58).
•
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. al-Nisa’ [4]: 29).
3. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain : •
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan
jangan
tolong-menolong
dalam
berbuat
dosa
dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesung-guhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-Maidah [5]: 2). 4. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang beberapa prinsip bermu’amalah, antara lain: •
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong
hamba-Nya
selama
ia
(suka)
menolong
saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah). •
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
•
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR Muslim dari Abu Musa alAsy’ari).
•
“Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi,
15
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Daraquthni, dan Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Abdullah bin ‘Amr bin Ash). •
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
•
“Tidak
boleh
membahayakan
diri
sendiri
dan
tidak
boleh
pula
membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya). 5. Kaidah fiqh: •
“Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
•
“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”
•
“Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”
Memperhatikan: 1. Pendapat para ulama, antara lain: •
Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).
•
Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru’” dalam mazhab Malik. (Mushthafa Zarqa’, Nizham al-Ta’min, h. 58-59; Ahmad Sa’id Syaraf al-Din, ‘Uqud alTa’min wa ‘Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sa’di Abu Jaib, alTa’min bain al-Hazhr wa al-Ibahah, h. 53).
•
Hubungan hukum yang timbul antara para peserta asuransi sebagai akibat akad ta’min jama’i (asuransi kolektif) adalah akad tabarru’; setiap peserta adalah pemberi dana tabarru’ kepada peserta lain yang terkena musibah berupa ganti rugi (bantuan, klaim) yang menjadi haknya; dan pada saat yang sama ia pun berhak menerima dana tabarru’ ketika terkena musibah (Ahmad Salim Milhim, al-Ta’min al-Islami, h, 83).
16
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
2. Hasil Lokakarya Asuransi Syari’ah DSN-MUI dengan AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia) tanggal 7-8 Jumadi al-Ula 1426 H / 14-15 Juni 2005 M. 3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada 23 Shafar 1427/23 Maret 2006.
Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan: FATWA TENTANG AKAD TABARRU’ PADA ASURANSI SYARI’AH
Pertama : Ketentuan Umum Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan: a. asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah; b. peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syari’ah.
Kedua : Ketentuan Hukum 1. Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi. 2. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.
Ketiga : Ketentuan Akad 1. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong¬ menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. 2. Dalam akad Tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya: a. hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu; b. hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok; c. cara dan waktu pembayaran premi dan klaim; d. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Keempat : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru’ 1. Dalam akad Tabarru’, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah.
17
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
2. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, ﻦّﻣ ﻣﺆ/ )ﻩل ﻣﺘﺒﺮﱠعdan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’- ﻦّﻣ ﻣﺆ/)ﻣﺘﺒﺮﱢع. 3. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Kelima : Pengelolaan 1. Pembukuan dana Tabarru’ harus terpisah dari dana lainnya. 2. Hasil investasi dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’. 3. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
Keenam : Surplus Underwriting 1. Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut: a. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’. b. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko. c. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta. 2. Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad.
Ketujuh : Defisit Underwriting 1. Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman). 2. Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’.
Kedelapan : Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
18
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
hari
ternyata
terdapat
kekeliruan,
akan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 23 Maret 2006 / 23 Shafar 1427 H
DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, DR. KH. M.A Sahal Mahfudh Sekretaris, Drs. H.M. Ichwan Sam
19
diubah
dan
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
PEMBAHASAN
Islam berpandangan, membantu dan menyantuni mereka yang mengalami musibah merupakan kewajiban. Berbagai ayat Al-Quran mengisyaratkan hal itu, antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dan surat Al-Maa’un ayat 1-7. Semua ini merupakan wujud kepedulian terhadap sesama, sekaligus indikasi ketakwaan kepada Allah SWT. Bukankah Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa orang-orang beriman antara satu dengan yang lain adalah bagaikan bangunan yang saling menguatkan, sehingga apabila satu bagian menderita sakit, maka bagian tubuh yang lain akan turut merasakannya. Selain itu, Allah SWT juga meminta perhatian kita yang sungguh-sungguh untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah (QS. An-Nisa: 9), baik akidah, intelektualitas, ekonomi maupun fisiknya. Persoalannya,
bagaimana
tuntunan
luhur
ini
dilaksanakan
dan
dilembagakan, sehingga dapat mencakup khalayak yang lebih banyak, di samping
bantuan
atau
santunan
yang
diberikan
cukup
berarti
untuk
memberdayakan atau memulihkan kondisi keuangan mereka yang ditimpa musibah. Ada hadits yang bermakna: "Kebenaran yang tidak bersistem akan dikalahkan oleh kebatilan yang sistematis.
Asuransi Solusi preventif yang lazim ditawarkan dalam menghadapi persoalan serupa adalah asuransi, yang terdiri dari: •
Asuransi Umum, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan denga kerugian atau kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki seseorang
•
Asuransi Jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup matinya seseorang. Tiga tipe dasar produk asuransi jiwa, yaitu: term
insuransce (asuransi berjangka, manfaat dibayarkan jika mengalami musibah
meninggal
dalam
masa
perjanjian),
whole
life
insuranceendowment insurance (asuransi dwiguna, manfaat asuransi dibayarkan jika peserta meninggal dalam masa perjanjian atau hidup sampai akhir perjanjian). (asuransi seumur hidup, manfaat asuransi dibayarkan jika peserta meninggal), dan
20
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
•
Jenis dan tipe asuransi manapun, pada dasarnya bertolak dari asas kerjasama
(cooperation )
dan
saling
(mutuality ),
membantu
yang
sesungguhnya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Asas kerjasama dan saling membantu dalam asuransi secara operasional diterjemahkan sebagai perjanjian di antara penanggung (perusahaan asuransi) dan
tertanggung (peserta asuransi) dengan penanggung menerima premi dari tertanggung untuk mendapatkan pertanggungan manakal tertanggung mengalami kerugian, kerusakan atau kehilangan disebabkan oleh peristiwa yan tidak pasti dan tanpa kesengajaan; atau penanggung memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang. Asuransi menurut pola operasional demikian, berdasarkan akadnya dapat dikategorikan sebagai pertukaran ( raqad mu’awadhah ), layaknya jual beli. Penanggung (perusahaan asuransi) memberikan jaminan atau pertanggungan kepada tertanggung dan untuk itu tertanggung (peserta asuransi) membayar premi. Besar pertangungan dan premi serta masa perjanjian disepakati oleh kedua belah pihak. Pertukaran dengan cara seperti ini dalam pandangan Islam mengandung cacat berupa ketidakpastian atau gharar , karena disandarkan pada peristiwa yang tidak pasti. Produk dwiguna misalnya, peserta berkewajiban membayar (mengangsur)
premi
jika
peserta
mendapatkan
uang
pertanggungan
hidup yang
selama
masa
jumlahnya
perjanjian
sudah
untuk
ditentukan.
Ketidakpastian dalam contoh ini adalah besarnya premi yang dibayarkan, karena pembayaran premi ini disandarkan pada hidup atau matinya peserta dalam masa perjanjian. Sebaliknya untuk produk asuransi berjangka, ketidakpastian terletak di dalam besarnya pertanggungan yang akan diterima oleh tertanggung. Selanjutnya, transaksi yang mengandung ketidakpastian semacam ini dapat merugikan salah satu pihak, dimana pada umumnya pihak pesertalah yang paling dirugikan. Pihak peserta atau ahli warisnya dapat menerima uang pertanggungan lebih besar atau lebih kecil dari premi yang dibayarkan atau tidak menerima uang pertanggungan sama sekali. Dengan kata lain berasuransi identik dengan untung-untungan, yang dalam terminologi fikih Islam disebut maysir. Dalam kasus lain, jika peserta berhenti sebelum masa perjanjian berakhir, terutama pada awal periode perjanjian, pada umumnya peserta tidak mendapatkan pengembalian premi yang telah dibayarnya (hangus), atau
21
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
mendapatkan pengembalian dalam jumlah yag sangat kecil dibandingkan dengan premi yang telah dibayarnya. Sebagian besar dana premi yang diterima perusahaan kemudian diinvestasikan. Dalam kaitan ini, akad pertukaran tidak mensyaratkan kejelasan dalam alokasi dana premi, karena dana premi yang telah dibayarkan oleh pesera, berstatus milik perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat menginvestasikan dana premi itu kemana saja dan dengan cara apapun, termasuk di bidang-bidang usaha yang mengandung unsur maksiat atau dilarang oleh syariat (riba, minuman keras, pornografi, dll). Jika dana premi dan hasil investasinya menjadi sumber uang pertanggungan, maka peserta yang menerima uang pertanggungan itu tidak bisa menghindarkan diri dari mengkomsumsi dana ribawi ataupun dana yang bersumber dari usaha maksiat lainnya.
(Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful)
Tujuan Asuransi •
Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
•
Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
•
Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
•
Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
•
Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
•
Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).
Asuransi Syariah Ajaran Islam yang mulia memerintahkan kita untuk menyantuni orang yang kehilangan harta benda, kematian kerabat, maupun musibah lainnya. Tindakan tersebut merupakan wujud kepedulian dan solidaritas ( itsar ), serta tolong-
22
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
menolong (ta’awun ) antar warga masyarakat, baik muslim maupun non-muslim. Dengan cara demikian rasa persaudaraan ( ukhuwah ) akan semakin kokoh. Mereka yang ditimpa musibah tidak dirundung kesedihan yang berlarut-larut dan tidak terjerembab dalam keputusasaan, bahkan terhindar dari kemungkinan terpuruk dalam kemiskinan atau kehilangan masa depan. Akan tetapi cara-cara penyantunan itupun harus sejalan dengan syariat (QS 42: 13). Tidak boleh mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maysir (untung-untungan), riba , dan hal-hal lain yang bersifat maksiat. Denga kata lain, ta’awun harus diletakkan di atas nilai-nilai ketakwaan untuk kebajikan, dan bukan pelanggaran hukum syariah yang dapat menimbulkan pertentangan atau permusuhan. Hal ini sebagaimana perintah Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2: ”Saling tolong
menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan jangan kalian saling tolong- menolong dalam dosa dan permusuhan” Asuransi syariah merupakan sistem alternatif, tepatnya pengganti, atas pola asuransi konvensional yang menerapkan sistem atau akad pertukaran yang tidak sejalan dengan syariat Islam. Pada sistem asuransi syariah, setiap peserta bermaksud tolong-menolong satu sama lain dengan menyisihkan sebagian dananya sebagai iuran kebajikan (tabarru’) . Dana inilah yang digunakan untuk menyantuni siapapun diantara peserta asuransi yang mengalami musibah. Jadi bukan dalam bentuk akad pertukaran dianatara dua pihak, melainkan akad untuk saling tolong-menolong ( takaafuli ) di antara semua peserta. Seluruh dana premi yang terhimpun dikelola oleh perusahaan untuk investasi, re-asuransi, penyaluran manfaat asuransi, dan distribusi surplus operasi. Untuk semua jasa pengelolaan ini, perusahaan meminta kontribusi peserta yang jumlahnya pasti dan disetujui oleh peserta, serta bagian dari surplus
operasi
sesuai
kesepakatan
perusahaan
dengan
peserta
yang
prosentase nisbahnya ditetapkan sejak awal.
(Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful)
Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Di dalam operasional asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, bantu-membantu dan melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal,
23
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian tersebut. Keuntungan
perusahaan
asuransi
syariah
diperoleh
dari
bagian
keuntungan dana dari para peserta, yang dikembangkan dengan prinsip
mudharabah (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati. Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi dua sistem yaitu:
1. Sistem yang mengandung unsur tabungan Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap peserta dapat membayar premi tersebut, melalui rekening koran, giro atau membayar langsung. Peserta dapat memilih cara pembayaran, baik tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan. Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu: a. Rekening Tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila: •
Perjanjian berakhir
•
Peserta mengundurkan diri
•
Peserta meninggal dunia
b. Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila: •
Peserta meninggal dunia
•
Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana) Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah
Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi denagn beban asuransi (klaim dan premi re-asuransi), akan dibagi menurut prinsip AlMudharabah. Prosentase pembagian mudharabah (bagi hasil) dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
24
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
2. Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila: •
Peserta meninggal dunia
•
Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana) Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah
Islam. Keuntungan dari hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi re-asuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip Al-Mudharabah dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
(Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful)
Pro Kontra Asuransi Modern Karena dirasa sudah melenceng jauh dari prinsip awal tentang asuransi mutual, banyak pihak dari kalangan Muslim yang merasa keberatan dengn praktek asuransi modern. Kontrak asuransi ditolak oleh ulama atau kalangan terpelajar Islam dengan berbagai alasan antara lain: 1. Asuransi modern merupakan kontrak perjudian 2. Asuransi hanyalah pertaruhan 3. Asuransi bersifat tidak pasti 4. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha dilakukan untuk mengganti kehendak Tuhan 5. Dalam asuransi jiwa jumlah premi tidak tentu, karena peserta asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia meninggal 6. Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan oleh peserta asuransi dalam surat berharga berbunga. Dalam hal asuransi jiwa si peserta asuransi atas kematiannya berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari jumlah yang telah dibayarkannya yang merupakan riba 7. Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba yang hukumnya haram. Jadi karena berbagai alasan itulah para ulama dengan tegas menyatakan perang terhadap prkatek asuransi modern. Para tokoh yang termasuk kontra asuransi modern antara lain : Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhii al-Muth’i (Muslehuddin, 1999).
25
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Ditengah derasnya hujatan terhadap praktek asuransi modern ternyata ada beberapa ulama yang justru mendukung pelaksanaan asuransi modern. Para ulama yang pro tehadap asuransi modern tersebut berpendapat: 1. Asuransi bukan perjudian juga bukan pertaruhan karena didasarkan pada mutualitas (kebersamaan) dan kerja sama. Perjudian adalah suatu permainan keberuntungan dan karenanya merusak masyarakat. Asuransi adalah suatu anugerah bagi umat manusia, karena ia melindungi mereka dari bahaya yang mengancam jiwa dan harta mereka dan memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri. 2. Ketidakpastian
dalam
transaksi
dilarang
dalam
Islam
karena
menyebabkan perselisihan. Jelas dari ucapan Nabi saw bahwa kontrak penjualan dilarang bila penjual tidak sanggup menyerahkan barang yang dijanjikan kepada pembeli karena sifatnya yang tidak tentu. Kontrak asuransi adalah salah satu ganti rugi yang sesuai dengan hukum Islam, karena telah diketahui jumlah hartanya. 3. Asuransi jiwa bukan alat untuk menolak kekuasaan Tuhan atau menggantikan kehendak-Nya, karena asuransi ini tidak menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi tapi sebaliknya mengganti kerugian kepada peserta asuransi terhadap akibat-akibat dari suatu peristiwa atau resiko yang sudah ditentukan. Gerakan kooperatiflah yang mengurangi kerugian akibat peristiwa tertentu dan itu didukung oleh ayat Al Quran :”Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. 4. Keberatan mengenai tidak tentunya asuransi jiwa dalam arti bahwa peserta suransi tidak mengetahui berapa banyak jumlah cicilan yang dibayarnya sampai kematiannya adalah tidak beralasan. 5. Keberatan mengenai riba dalam asuransi tak berguna sebab asuransi membolehkan peserta asuransi untuk tidak menerima lebih dari yang telah dibayarnya. Itulah secara ringkas pendapat dari pihak ulama yang pro terhadap praktek asuransi modern. Mereka juga menambahkan bahwasanya secara tidak langsung kontrak bantuan (‘aqd al-muwalat) dalam Islam serupa dengan asuransi kewajiban. Para tokoh yang setuju dengan asuransi modern antara lain: Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abd Rakhman Isa.
26
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Begitulah seiring dengan perjalanan waktu perdebatan antara kaum pro dan kontra asuransi terus berlangsung. Ditengah perdebatan sengit tersebut kemudian muncul kaum yang moderat dalam arti mereka tidak langsung menolak asuransi
modern
namun
juga
tidak
langsung
membenarkan.
Kaum
ini
berpendapat bahwa: 1. Asuransi kendaraan untuk perbaikannya tidak dilarang namun asuransi jiwa adalah semacam perjudian karena tidak ada pembenaran bagi seseorang yang memberikan hanya sebagian dari suatu jumlah untuk berhak mendapat seluruhnya jika ia meninggal ( riba ). 2. Sistem asuransi adalah haram jika dilandasarkan pada riba. Jelas ada unsur ketidak pastiandan kekacau-balauan dalam asuransi yang seringkali mengakibatkan kerugian bagi individu dan keuntungan yang banyak bagi perusahaan. 3. Asuransi dalam segalan jenisnya adalah contoh kerja sama dan berguna bagi masyarakat. Berdasar pandangan dari golongan ketiga inilah kemudian muncul pendapat bahwa asuransi sosial diperbolehkan akan tetapi asuransi komersial adalah haram hukumnya. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh: Muhammda Abdu Zahrah.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional 1. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli(jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
Kontrak atau Akad Kejelasan kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi. Asuransi konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut kontrak jual beli (tabaduli). Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli. Ketidakjelasaan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan asuransi konvensional mengandung
27
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
apa yang disebut gharar —ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan
akad
pertukaran
harta
benda
dalam
asuransi
konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum. Sehingga dalam asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli melainkan kontrak tolong menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa yang disebut sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang diharamkan pada asuransi konvensional. Tujuan dari dana tabarru’ ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya dana tabarru’ disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru’ yang sudah diniatkan oleh semua peserta untuk kepentingan tolong menolong. 2. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan
berdasarkan
syariah
dengan
sistem
bagi
hasil
(mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
Kontrak Mudharabah Penjelasan di atas, mengenai kontrak tabarru’ merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan. Dalam asuransi jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi syariah. Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana yang terkumpul dari para peserta. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
28
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Kontrak bagi hasil disepkati didepan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari kuntungan. Dalam kaitannya dengan investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi, harus memenuhi syariah Islam dimana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba. Semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga. Dengan demikian asuransi konvensional susah untuk menghindari riba. Sedangkan asuransi syariah daolam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai investasi berdasarkan syariah Islam dengan sistem al-mudharabah. 3. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi 4. Konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut. 5. Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional dan pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
Tidak Ada Dana Hangus Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, dimana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum
masa
jatuh
tempo.
Begitu
pula
dengan
asuransi
jiwa
konvensional non-saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis msa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi.
29
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
Dalam konsep asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil. Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil, misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di muka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut. 6. Keuntungan investasi di bagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan
dalam
asuransi
konvensional
keuntungan
sepenuhnya
menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim nasabah tak memperoleh apa-apa. 7. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional maka hal itu tidak mendapat perhatian.
(Sumber: Sinar Harapan)
Solidaritas, Transparansi, dan Konsistensi Fenomena asuransi syariah adalah fenomena yang unik ( al-ghuraba ) di tengah arus ekonomi yang kapitalistik dan individualistik. Secara finansial, sistem asuransi
syariah
memungkinkan
perolehan
(manfaat)
yang
lebih
baik.
Bersamaan dengan itu, semangat solidaritas pun dipupuk melalui iuran kebajikan (tabarru’ ) peserta asuransi. Sistem tabarru’ dan bagi hasil ( mudharabah ) yang ditetapkan dalam pola operasional asuransi syariah mengharuskan adanya transparansi di dalam status dana
dan
pengelolaannya.
Demikian
pula
dalam
hal
kontribusi
biaya
pengelolaan, yang disisihkan sedikit dari premi tahun pertama saja, ditetapkan dengan jelas dan menjadi bagian dari kesepakatan peserta. Oleh karena itu
30
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
sejak
awal
peserta
mengetahui
dengan
jelas
komponen
premi
yang
disetorkannya, yaitu tabarru’ (iuran kabajikan), tabungan (hak mutlak peserta), dan kontribusi biaya pengelolaan (30% premi tahun pertama). Selain itu, peserta dapat melihat perkembangan dari waktu ke waktu perkembangan nilai tunai polisnya, yakni akumulasi tabungan dan bagi hasilnya. Oleh karenanya ketika peserta bermaksud mengundurkan diri dalam masa perjanjian karena sesuatu hal, nilai tunai yang dapat diterimanya dapat dihitung nilainya dan jelas sumbernya (berasal dari tabungan dan bagi hasilnya). Demikian pula halnya klaim meninggal yang diterima oleh ahli waris peserta, terdiri dari manfaat asuransi atau santunan kebajikan (bersumber dari tabarru- tabarru’ peserta), tabungan yang sudah disetorkan dan bagi hasil tabungannya itu. Dalam hal investasi, selain pertimbangan profitabilitas, kesesuaian usaha dengan ketentuan syariah merupakan faktor penentu keputusan investasi. Oleh karena itu peran Dewan Pengawas Syariah menjadi sangat penting di dalam dinamika pengembangan usaha asuransi syariah, hal yang tidak ditemukan di dalam asuransi konvensional. Tidak keliru jika dikatakan bahwa operasionalisasi asuransi syariah seperti diuraikan di atas dan keterlibatan Dewan Pengawas Syariah di dalam keseluruhan mata rantai aktivitas dan produk asuransi syariah menggambarkan konsistensi asuransi syariah sebagai sebuah sistem ta’awun (kerjasama tolongmenolong) yang berpijak pada nilai-nilai syariah Islam.
(Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful) Akhirnya, asuransi syariah saat ini mulai menunjukkan keberadaannya sebagai alternatif pilihan bahkan solusi proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam. Produk asuransi syariah juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi mereka. Syariah adalah sebuah prinsip atau sistem yang bersifat universal dimana dapat dimanfaatkan oleh siapapun (Sumber: Sinar
Harapan) .
31
200110
TUGAS AKHIR M.K. EKONOMI SYARIAH
PENUTUP
Kesimpulan Asuransi syariah, di dalam operasionalnya memegang prinsip saling bertanggung jawab, bantu-membantu dan melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian tersebut. Prinsip-prinsip ini menjadikan asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional yang sudah berkembang sebelumnya. Sehingga, fenomena asuransi syariah menjadi fenomena yang unik ( al-ghuraba ) di tengah arus ekonomi yang kapitalistik dan individualistik. Secara finansial, sistem asuransi syariah memungkinkan perolehan (manfaat) yang lebih baik. Bersamaan dengan itu, semangat solidaritas pun dipupuk melalui iuran kebajikan ( tabarru’ ) peserta asuransi. Prinsip-prinsip tersebut pula yang menjadikan asuransi syariah sebagai solusi dari pro kontra asuransi modern yang berkembang saat ini. Karena nilainilai yang dibawa oleh asuransi syariah, sebagai salah satu instrumen keuangan syariah, adalah nilai-nilai Islam yang bersifat universal.
Saran Sebagai salah satu solusi permasalahan keuangan umat, asuransi syariah yang berkemabang sekarang patut mendapat dukungan. Peran aktif kita sebagai mahasiswa ,muslim khususnya, tentu diperlukan dalam menyosialisasikan sistem ini kepada masyarakat luas, selain itu sumbangan pikiran dan tenaga juga dibutuhkan untuk mengembangkan sistem yang sudah ada menjadi lebih baik di masa akan datang.
32
200110