1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Makalah
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung demikian lama, sebagian berpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke-7 M yang datang lansung dari Arab. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13, dan ada juga yang berpendapat bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M . Perbedaan pendapat tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal tersebut didasar bukti-bukti sejarah serta peneltian para sejarawan yang menggunakan pendekatan dan metodenya masing-masing.
Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . hal tersebut tak lepas dari peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa adalah " Walisongo". Peran Walisongo dalam proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan masyarakat muslim kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Rahmat Islam Bagi Nusantara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam Kenusantara (Indonesia)
Teori masuknya islam ke nusantara
Menurut para sejarawan, pada abad ke-13 Masehi islam sudah masuk ke nusantara yang dibawa oleh para pedaganG muslim. Namun untuk lebih pastinya para ahli masih terdapat perbedaan pendapat dari para sejarawan. Namun setidaknya 3 tiga teori tentang masuknya Islam ke Indonesia
1. Teori Gujarat
Teori ini dipelopori oleh ahli sejarah Snouck Hurgronje, menurutnya agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Gujarat pada abad ke-13 masehi.
2. Teori Persia
P.A Husein Hidayat mempelopori teori ini, menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh pedagang Persia (Iran), hal ini berdasarkan kesamaan antara kebudayaan islam di Indonesia dengan Persia.
3. Teori Mekkah
Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dibawa para pedagah Mekkah, teori ini berlandaskan sebuah berita dari China yang menyatakan jika pada abad ke-7 sudah terdapat perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
B. Strategi Dakwah Islam Di Nusantara
1. Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini konsekuensi logisnya menimbulkan jalinan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dan para pedagang Islam. Di samping berdagang, sebagai seorang muslim juga mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama dankebudayaan Islam kepada orang lain. Dengan cara tersebut, banyak pedagang Indonesia memelukagama Islam dan merekapun menyebarkan agamaIslam dan budaya Islam yang baru dianutnyakepada orang lain. Dengan demikian, secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar daripedagang Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab kepada bangsa Indonesia. Proses penyebaranIslam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif dibanding cara lainnya.
2. Perkawinan
Di antara para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia. Hingga sekarang di beberapa kota di Indonesia terdapat kampung Pekojan . Kampung tersebut dahulu merupakan tempat tinggal para pedagang Gujarat. Koja artinya pedagang Gujarat. Sebagian dari para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia. Terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, makabanyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian diikuti oleh rakyatnya. Dengandemikian Islam cepat berkembang.
3. Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubalig yangmenyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Dan didalam pesantren itulah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agamaIslam. Yang jika para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai agama Islam, merekamempunyai kewajiban untuk mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya kepada masyarakatsekitar. Yang akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk agama Islam. Pesantren yang telahberdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel Surabaya yangdidirikan oleh Raden Rahmat ( Sunan Ampel ) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyakberasal dari Maluku ( daerah Hitu ), dls.
4. Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting dalam proses Islamisasi. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam, otomatis rakyatnya akan berbondong - bondong memeluk agama Islam. Karena, masyarakat Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi panutan rakyatnya. Jika raja dan rakyat memeluk agama Islam, pastinya demi kepentingan politik maka akan diadakannya perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
5. Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat
Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri terdapat juru-juru dakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, antara lain : Dato'ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa (Sulawesi Selatan), Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai (Kalimantan Timur), Seorang penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar (Kalimantan Selatan), Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa. Wali yang terkenal ada 9 wali, yaitu :
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
3. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim)
4. Sunan Giri (Raden Paku)
5. Sunan Derajat (Syarifuddin)
6. Sunan Kalijaga (Jaka Sahid)
7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq)
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
9. Sunan Gunung Jati (Faletehan)
Para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegang beberapaperan di kalangan masyarakat sebagai :
1. penyebar agama Islam
2. pendukung kerajaan-kerajaan Islam
3. penasihat raja-raja Islam
4. pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam.
Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
6. Seni Budaya
Perkembangan Islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari,seni musik, dan seni sastra. Cara seperti ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, Cirebon, dls. Seni budaya Islam dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal, misalnya :
Membumikan ajaran Islam melalui syair – syair.
Contohnya : Gending Dharma, Suluk Sunan
Bonang, Hikayat Sunan Kudus, dan lain – lain.
Mengkultulrasikan wayang yang sarat dokrin.
Contohnya : Tokoh-tokoh simbolis dalam wayang diadopsi atau mencipta nama lainnyayang biasa mendekatkan dengan ajaran Islam.
· Mencipta tokoh baru dan narasi baru yang sarat pengajaran.
· Membunyikan bedug sebagai ajakan sholat lima waktu sekaligus alarm pengingat, Sebab insting masyarakat telah akrab dengan gema bedug sebgai pemanggil untuk acara keramaian. Menggeser tradisi klenik dengan doa-doa pengusir jin sekalugus doa ngirim leluhur.
Contohnya : Tahlil.
7. Tasawuf
Seorang Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan, mereka selalu menghayati kehidupan masyarakatnya yang hidup bersama di tengah – tengah masyarakatnya. Para Sufi biasanya memiliki keahlian yang membantu masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Para Sufi pada masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung Jawa. Dengan melalui saluran diatas, agama Islam dapat berkembang pesat dan diterima masyarakat dengan baik pada abad ke-13. Dan adapun faktor-faktor yang menyebabkan Islam cepat bekembang di Indonesia antara lain :
Ø Syarat masuk Islam hanya dilakukan dengan mengucapkan dua kelimat syahadat;
Ø Tata cara beribadahnya Islam sangat sederhana;
Ø Agama yang menyebar ke Indonesia disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia;
Ø Penyebaran Islam dilakuakn secara damai.
C. Perkembangan Dakwah Islam Di Nusantara
1. Perkembangan Islam di Sumatera
Perkembangan Islam di wilayah Indonesia di awali dengan dimasukinya pemahaman ajaran islam daerah Pasai di Aceh Utara dan pantai barat Sumatera, di kedua wilayah tersebut masing-masing berdiri Kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Islam Perak dan Samudera Pasai.
2. Perkembangan Islam di Jawa
Menurut Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya yaitu Sejarah Umat Islam, cikal kedatangan Islam ke pulau Jawa sebenarnya sudah dimulai pada tahun ke tujuh masehi atau abad pertama Hijriyah yaitu pada tahun 674 M – 675 M. Salah satu sahabat nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan yang pernah singgah di Kerajaan Kalingga di Jawa. Waktu itu dia menyamar sebagai pedagang. Mungkin pada waktu itu Muawiyah baru penjajakan saja, namun proses dakwahnya tetap berlangsung dan diteruskan oleh para da'i yang berasal dari Kerajaan Pasai dan Malaka. Karena pada waktu itu jalur perhungan antara Pasai dengan Jawa begitu pesat.
3. Perkembangan Islam di Kalimantan
Borneo adalah sebutan nama lain Kalimantan. Pada waktu itu Islam masuk ke sana melalui tiga jalur. Jalur yang pertama adalah melalui Kerajaan Islam Pasai dan Perlak. Jalur kedua Islam disebarkan oleh para da'i dari tanah jawa. Mereka melakukan ekspedisi ke pulau Kalimantan sejak Kerajaan Demak berdiri. Pada waktu itu, Kerajaan Demak mengirimkan banyak sekali da'i ke luar pulau Jawa, salah satunya ke pulau Kalimantan. Jalur ketiga melalu kedatangan para da'i yang berasal dari tanah Sulawesi. Salah satu da'i yang terkenal pada waktu itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
4. Perkembangan Islam di Maluku
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Tak ayal hal ini menjadi daya tarik sendiri para pedagang asing, salah satunya pedagang mulim dari Jawa, Malaka, Sumatera dan Manca Negara. Dengan kedatangan para pedagang muslim ini, menyebabkan perkembangan Islam di Kepulauan Maluku ini menyebar dengan cepat. tepatnya sekitar pertengahan abad ke 15 atau tahun 1440 Islam mulai masuk ke Maluku.
Pada tahun 1460 M, raja Ternate yaitu Vongi Tidore masuk Islam. Namun menurut sejarawan Belanda yaitu h.J De Graaft, raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin. Setelah raja Ternate masuk Islam, hal ini semakin mempercepat perkembangan Islam di Maluku dan mempengaruhi kerajaan-kerajaan lain di Maluku yang mulai menerima paham ajaran Islam. Namun dari sekian kerajaan Islam yang ada di Maluku, yang paling terkenal adalah Kerajaan Ternate dan Tidore.
Setelah Islam masuk dan berkembang cepat di Maluku, Islam juga mulai masuk ke Irian. Para raja-raja Islam dari Maluku, da'i dan pedagang yang menyiarkan ajaran Islam ke Irian. Wilayah-wilayah di Irian Jaya yang dimasuki Islam yaitu: Jalawati, Musi, Pulau Gebi dan Pulau Waigio.
D. Kerajaan Islam Di Indonesia
Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berada di Sumatra. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh dan mengalami kejayaan. Hal ini dibuktikan Kerajaan Samudera Pasai mampu memperluas wilayahnya dan menjalin hubungan perdagangan dengan Arab. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik aI Tahir, ada kunjungan Ibnu Battutah yang mengadakan perjalanan India-Cina (kembali tahun 1345).
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Samudera Pasal yang didirikan oleh Sultan Ibrahim. Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang berhasil menaklukkan daerah-daerah di sekitar Aceh sekaligus mengislamkan daerah tersebut dalam usahanya untuk memperluas wilayah kekuasaan Sultan Iskandar Muda bekerja sama dengan Sultan Turki untuk memperkuat pasukannya. Kerajaan Aceh mengembangkan diri dan dapat mempersatukan beberapa daerah di Aceh, yaitu Daya, Pedir, Lingga, Perlak, Tamiang, Samudera Pasai, dan Lamuni, di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528).
Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah. Letak Kerajaan Demak berada di tepi pantai utara Jawa. Peranan Kerajaan Demak dalam pensebaran agama Islam adalah,
· Menjadi pusat persebaran agama Islam di Jawa yang dilakukan oleh para wali.
· Mengadakan perluasan wilayah di daerah-daerah sekitar pesisir pantai utara Jawa yang kemudian diislamkan melalui pendekatan politik, sosial, dan budaya.
Kerajaan Banten
Kerajaan Banten merupakan kerajaan Islam yang berada di Jawa Barat yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Raja pertama yang memerintah adalah Sultan Hasanudin yang berhasil memperluas pengaruh agama Islam di Banten. Kerajaan Banten mampu berkembang pesat, antara lain karena didukung oleh fakta,
· Banten mempunyal komoditas ekspor yang penting, misalnya ada, sehingga menjadi daya tarik bagi pedagang asing.
· Islamisasi di Banten menjadikan Banten sebagai pusat politik Kerajaan Banten.
· Banten merupakan pelabuhan penting di Selat Sunda.
· Pelabuhan Banten memenuhi syarat sebagai pelabuhan yang balk.
Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam merupakan kelanjutan dan kekuasaan Demak, yang didirikan oleh Sutawijoyo yang bergelar Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo (kepala tentara dan pengatur agama). Panembahan Senopati bercita-cita menjadikan Mataram sebagai pusat budaya Jawa dan agama Islam. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, cara yang digunakan dengan melakukan ekspansi wilayah kekuasaan di seluruh Pulau Jawa, kecuali daerah Banten, Blambangan, dan Batavia yang belum dapat dikuasai. Pusat Kerajaan Mataram terletak di Yogyakarta.
Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon didirikan oleh Fatahiliah atau Sunan Gunung Jati. Pada masa pemerintahan Fatahiliah, Cirebon dapat berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dan perluasan wilayah yang berhasil dilakukan oleh Fatahiliah, persebaran agama Islam berkembang pesatdan Cirebon mampu menjadi pusat perdagangan dan menjalin hubungan perdagangan dengan Cina. Wafatnya Fatahiliah diganti oleh Panembahan Ratu. Cirebon berhasil dikuasal VOC dan Iayahnya dibagi menjadi tiga yaltu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan yaitu pada tahun 1681.
Kerajaan Gowa Talio atau Kerajaan Makassar
Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore berada di Maluku yang berhasil menyebarkan pengaruh agama Islam melalul pendekatan politik dengan perluasan wilayah dan pendekatan ekonomi melalui hubungan perdagangan. Raja yang memerintah adalah Sultan Zainal Abidin. Kegiatan penyebaran agama Islam oleh Ternate dan Tidore ditunjang oleh kedudukannya sebagai penghasil dan pusat perdagangan rempah-rempah. Banyak pedagang muslim yang tertarik untuk menjalin hubungan perdagangan sekaligus mengenalkan ajaran agama Islam. Ramainya perdagangan rempah-rempah di Maluku mendorong munculnya persekutuan dagang, yaitu,
· Uli lima (persekutuan dagang lima) yang dipimpin Kerajaan Ternate.
· Uli siwa (persekutuan dagang sembilan) yang dipimpin Kerajaan Tidore.
Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar didirikan oleh Raden Samudra. Setelah masuk Islam, ia dinobatkan menjadi Sultan Banjar dengan gelar Sultan Suryanulah. Kerajaan Banjar memiliki peranan penting dalam penyebaran agama Islam di Kalimantan Selatan, sebab dipengaruhi oleh Ietaknya di dekat sungai, sehingga banyak para pedagang dan luar Kalimantan yang berdagang rempah-rempah yang menyebabkan persebaran agama Islam lebih lancar.
D. Gerakan Pembaharuan Islam Di Indonesia
Pada abad ke XIII M agama Islam mulai masuk ke Indonesia, dan ada yang berpendapat bahwa penyebaran Islam pertama kali dilakukan oleh para pedagang dan mubaligh dari Gujarat-India. Sekarang jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang paling besar dibandingkan umat Islam di negara-negara lain di dunia ini oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa umat Islam di Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi bangsa-bangsa dan negara-negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam merupakan mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air serta banyak yang berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan, keagamaan, ekonomi, dan politik.
Semenjak datangnya Islam di Indonesia yang disiarkan oleh para mubaligh khususnya di Jawa oleh Wali Sanga atau Sembilan Wali Allah hingga berabad-abad kemudian, masyarakat sangat dijiwai oleh keyakinan agama, khususnya Islam. Sejarah telah mencatat pula, bahwa Islam yang datang di Indonesia ini sebagiannya dibawa dari India, dimana Islam tidak lepas dari pengaruh Hindu. Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu menambah mudah tersiarnya agama itu di kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, karena sudah lama kenal akan ajaran-ajaran Hindu itu.
Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia adalah hasil pekerjaan dari Kaum Sufi dan Mistik. Sesungguhnya adalah Sufisme dan Mistisisme Islam, bukannya ortodoksi Islam yang meluaskan pengaruhnya di Jawa dan sebagian Sumatera. Golongan Sufi dan Mistik ini dalam berbagai segi toleran terhadap adat kebiasaan yang hidup dan berjalan di tempat itu, yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan ajaran-ajaran tauhid.
Sebelumnya, masyarakat sangat kuat berpegang teguh pada Agama Hindu dan Budha. Setelah kedatangan Islam, mereka banyak berpindah agama secara sukarela. Tetapi sementara itu mereka masih membiasakan diri dengan adat kebiasaan lam, sehingga bercampur-baur antara adat kebiasaan Hindu-Budha dengan ajaran Islam. Hal tersebut berlangsung dari abad ke abad, sehingga sulit dipisahkan antara ajaran Islam yang murni dengan tradisi peninggalan Hindu atau peninggalan agama Budha. Dan tidak sedikit tradisi lama berubah menjadi seakan-akan "Tradisi Islam". Seperti kebiasaan menyelamati orang yang telah mati pada hari ke:7, 40, 1 tahun dan ke 1000-nya serta selamatan pada bulan ke-7 bagi orang yang sedang hamil pertama kali, mengkeramatkan kubur seseorang, meyakini benda-benda bertuah dan sebagainya.
Gerakan pembaruan di Indonesia merupakan salah satu contoh berkembangnya Islam di Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada masyarakat yang statis, semua pasti mengalami perubahan dan perkembangan.
Secara garis besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1) Gerakan pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.
1. Gerakan Pendidikan dan Sosial
Kaum pembaharu memandang, betapa pentingnya pendidikan dalam membina dan membangun generasi muda. Mereka memperkenalkan sistem pendidikan sekolah dengan kurikulum modern untuk mengganti sistem pendidikan Islam tradisional seperti pesantren dan surau. Melalui pendidikan pola pikir masyarakat dapat diubah secara bertahap. Oleh sebab itu, mereka mendirikan lembaga pendidikan dan mengembangkan organisasi sosial kemasyarakatan. Di antaranya sebagai berikut.
a. Sekolah Thawalib
Sekolah ini berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar atau masjid. Lembaga pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip dengan pesantren di Jawa. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906 telah merintis perubahan "sistem surau" menjadi sistem sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin Hayib menerapkan sistem kelas dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku dan meja, kurikulum yang lebih baik, dan kewajiban pelajar untuk membayar uang sekolah. Selain itu kepada para pelajar pun diperkenalkan koperasi pelajar guna memenuhi kebutuhan seharihari mereka. Koperasi ini berkembang menjadi organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan nama Sumatera Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh para guru.
Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya. Tidak hanya guru dan murid di sekolah itu, melainkan juga para alumni. Selain itu, keanggotaan pun terbuka bagi mereka yang bukan murid, guru, dan alumni atau mereka yang tidak memiliki hubungan apapun dengan sekolah Thawalib. Organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi organisasi politik dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat Permi. Permi merupakan partai Islam politik pertama di Indonesia. Asas Permi tergolong modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam dan Nasionalis.
b. Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada tanggal 17 Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad Al- Fachir bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan sayyid, yaitu kaum ningrat atau bangsawan Arab.
Ada dua program yang diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah dasar, serta menyeleksi dan mengirim para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki. Jamiat Khair tidak hanya menerima murid keturunan Arab, tetapi juga untuk umum.
Bahasa Belanda tidak diajarkan karena bahasa penjajah, tetapi diganti dengan bahasa Inggris. Dengan menguasai bahasa Inggris, para alumni lembaga pendidikan Jamiat Khair diharapkan dapat mengikuti kemajuan zaman.
c. Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar, sekolah guru dan program takhassus memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang Al- Irsyad segera dibuka di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang.
Aktivitas organisasi ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair, walaupun keduanya sama-sama didirikan oleh masyarakat Arab. Jika Jamiat Khair dikuasai oleh golongan sayyid atau ningrat. Al-Irsyad sebaliknya, menolak adanya perbedaan atau diskriminasi antara kaum elite dengan golongan alit (kecil).
Al-Irsyad tidak dapat dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab keturunan Sudan yang menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh Al-Irsyad.
d. Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di Majalengka, jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1911. Kiai Halim adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap ide-ide pembaruan yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir.
Hayatul Qulub memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak 1917 namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Perubahan nama ini memiliki dua tujuan, yaitu menyatukan para ulama dan mengajak mereka untuk menerapkan cara-cara modern dalam mengelola pendidikan.
Ada dua sistem pendidikan yang diperkenalkan Kiai Halim: "system madrasah" dengan "sistem asrama". Lembaga pendidikan dengan sistem madrasah dan sistem asrama diberi nama "Santri Asromo". Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar, dan lanjutan.
Santri Asromo memiliki kelebihan, yaitu kurikulumnya memadukan pengetahuan agama dan umum seperti pada sistem madrasah sekarang. Para pelajar Santri Asromo juga dilatih dalam pertanian, keterampilan besi dan kayu, menenun dan mengolah bahan seperti membuat sabun. Mereka tinggal di asrama dengan disiplin yang ketat.
Persyarikatan Ulama memiliki ciri khas, mempertahankan tradisi bermazhab dalam fiqih; tetapi menerapkan cara-cara modern dalam pendidikan. Pada tahun 1952 Persyarikatan Ulama diubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) setelah difusikan dengan Al-Ittihad al- Islamiyah (AII) atau persatuan Islam. AII didirikan dan dipimpin oleh K.H. Ahmad Sanusi yang berpusat di Sukabumi, Jawa Barat.
e. Nahdatul Ulama (NU)
Dikalangan pesantren dalam merespon kebangkitan nasional, membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdatul Wa an (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdatul Fikri (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari Nah«atul Fikri kemudian mendirikan Nahdatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdatut Tujjar, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Perkembangan selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis, serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Nahdatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qānμn Asāsi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā'ah. Kedua kitab tersebut kemudian diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam menurut paham kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di berbagai bidang, antara lain sebagai berikut:
1) Di bidang keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2) Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa bahkan sudah memiliki cabang di luar negeri.
3) Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4) Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5) Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
f. Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial. Muhammadiyah mendirikan berbagai sekolah Islam ala Belanda, baik dalam satuan pendidikan, jenjang maupun kurikulumnya. Muhammadiyah pun menerima subsidi dari pemerintah Belanda.
Organisasi ini sangat menekankan keseimbangan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, serta pendidikan keterampilan. Para alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah diharapkan memiliki aqidah Islam yang kuat, sekaligus memiliki keahlian untuk hidup di zaman modern.
Dengan bekal aqidah, pendidikan dan keterampilan yang baik, kaum muslimin dapat mengembangkan kualitas hidup mereka sesuai dengan tuntutan ajaran al-Qur'an. Bahkan sampai sekarang, Muhammadiyah merupakan ormas Islam besar yang memiliki satuan-satuan pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak hingga Program Pasca sarjana.
Dalam bidang amal sosial, ormas Islam ini memiliki antara lain beberapa puluh rumah sakit, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dan Panti Asuhan. Gerakan dakwah Muhammadiyah sangat menekankan kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan syirik, menyekutukan Allah Swt. dalam segala bentuknya; menentang takhayul; khurafat; dan perbuatan bid'ah serta mengikis habis kebiasaan taqlid buta dalam beragama. Muhammadiyah, menekankan pentingnya membuka pintu ijtihad dalam bidang hukum Islam agar umat Islam terbebas dari taqlid buta serta menolak tradisi bermazhab dalam fiqih. Muhammadiyah menolak kehidupan tasawuf yang hanya mementingkan akhirat. Muhammadiyah sebagaimana umumnya kaum pembaharu, menentang tarekat, karena penuh dengan perbuatan bid'ah.
Lahirnya Jami'at Khair, al-Irsyad, Persyarikatan Ulama, Muhammadiyah yang bergerak di bidang pembaharuan pendidikan dan dakwah tersebut dipicu oleh perkembangan baru di bidang keagamaan. Agama harus fungsional dalam kehidupan, bukan hanya sekedar tuntunan untuk kebahagiaan akhirat saja. Karena itu, agama harus didukung oleh ilmu pengetahuan modern.
2. Gerakan Politik
Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam dalam mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan bersifat kedaerahan.
Pada awal abad dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan mendirikan organisasi modern yang bersifat nasional, baik ormas (organisasi social kemasyarakatan), maupun orsospol (organisasi sosial politik). Melalui pendidikan, ormas memperjuangkan kecerdasan bangsa agar sadar tentang hak dan kewajiban dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dengan orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan golongan Islam melalui saluran politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya berjuang melalui parlemen Belanda yang disebut Volksraad.
Di antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia (PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905.
SI kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Partai Islam Masyumi pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai politik Islam yang diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan seluruh golongan umat Islam dalam negara modern yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyumi merupakan partai federasi yang menampung semua golongan tradisional.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu system kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara cara berfikir, kepekaan dalam merasakan lingkungan, cara bersikap, dan bertindak manusia, baik secara individual maupun sosial dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu, dan sejarah islam di indonesia diawali dari sebelum masa penjajaha atau masa para wali sampai dengan masa sekarang atau masa reformasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ilaihi, Wahyu; Harjani Hefni. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta; Kencana, 2007
http://www.dakwatuna.com/2007/12/347/sejarah-islam-di-indonesia/
Abdillah, Masykuri, "Potret Masyarakat Madani di Indonesia", dalam Seminar Nasional tentang "Menatap Masa Depan Politik Islam di Indonesia", Jakarta:
International Institute of Islamic Thought, Lembaga Studi Agama dan Filsafat UIN Jakarta, 10 Juni 2003
Ali Daud, Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet . ke-2
Antonio, Muhammad Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Anwar, M. Syafi'i, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995
Azra, Azyumardi, Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999