LUKA DAN PERAWATANNYA
I. DEFINISI LUKA
Luka didefinisikan sebagai suatu kerusakan integritas epithel dari kulit
atau terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari suatu jaringan
akibat suatu trauma. Definisi lain menyebutkan luka sebagai hilang atau
rusaknya sebagian jaringan tubuh.
II. PENYEBAB LUKA
Luka dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik dan animal bite.
III. KLASIFIKASI LUKA
Ada beberapa cara untuk membuat klasifikasi luka. Namun yang umum luka
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Berdasarkan sifat luka yaitu :
1. Aberasi
Aberasi adalah luka dimana lapisan terluar dari kulit tergores. Luka
tersebut akan sangat nyeri dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi,
karena benda asing dapat masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam dan dalam
jaringan subkutan. Perdarahan biasanya sedikit.
2. Punktur (Luka Tusuk)
Luka tusuk merupakan cedera penetrasi. Penyebabnya berkisar dari paku
sampai pisau atau peluru. Walaupun perdarahan nyata seringkali sedikit,
kerusakan jaringan internal dan perdarahan dapat sangat meluas dan
mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan adanya benda asing pada
tubuh
3. Avulsi
Avulsi terjadi sebagai akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi seringkali
dihubungkan dengan perdarahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari
tengkorak pada cedera degloving. Cedera dramatis seringkali dapat
diperbaiki dengan scar-scar kecil. Apabila semua bagian tubuh seperti
telinga, jari tangan tangan, jari kaki, mengalaqmi sobekan maka pasien
harus dikirim ke rumah sakit dengan segera untuk memungkinkan perbaikan
(penyambungan kembali).
1. Insisi (Luka sayatan)
Insisi adalah terpotong dengan kedalaman yang bervariasi. Hal ini
seringkali menimbulkan perdarahan hebat dan kemungkinan bisa terdapat
kerusakan pada struktur dibawahnya sedemikian rupa, seperti saraf, otot
atau tendon. Luka-luka ini harus dilindungi utuk menghambat terjadinya
infeksi, bersamaan dengan pengontrolan perdarahan.
2. Laserasi
Laserasi adalah luka bergerigi yang tidak teratur. Seringkali meliputi
kerusakan jaringan yang berat. Luka-luka ini seringkali menyebabkan
perdarahan yang serius dan kemudian pasien akan mengalami syok hipovolemik.
Penolong pertama harus mempertimbangkan kondisi luka yang terjadi sepeti
perlukaan itu dapat merupakan akibat cedera oleh dirinya sendiri.
3. Dekubitus
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah
kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi
pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut
mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau
benda keras lainnya dalam jangka panjang.
B. Berdasarkan mekanisme terjadinya Luka
Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya
tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat
(Ligasi).
Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
Luka Bakar (Combustio) adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam.
C. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena
suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung
dari bagian internal ke ekseternal.
b. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan
sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan
infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
D. Berdasarkan usia luka ( Wound Age ) atau lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Luka Akut
Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu atau luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati atau diharapkan. Luka akut biasanya terjadi pada
individu yang normal, sehat dan dapat dilakukan penutupan luka secara
primer atau dibiarkan menyembuh secara sekunder. Sebagian besar luka yang
terjadi akibat trauma pada organ atau jaringan dapat dikatagorikan sebagai
luka akut.
Menurut Cohen,dkk luka akut akan mencapai penyembuhan normal melalui
proses penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai
pemulihan integritas anatomi dan fungsi. luka disebut akut bila luka
tersebut baru atau mencapai kemajuan penyembuhan luka sesuai yang
diharapkan.
b. Luka Kronik
luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. luka kronik adalah luka yang tidak
sembuh dalam waktu yang diharapkan. Hal yang penting adalah pada luka
kronik proses penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah
kecil atau tidak bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak merah,
lembab dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak mengalami
kemajuan maka dikatagorikan sebagai luka kronik.
Pada luka kronik terjadi kegagalan untuk mencapai penyembuhan yang
diharapkan dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pemulihan integritas
anatomi dan fungsi. Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan
tidak lengkap.
Luka kronik terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada
kondisi patologis yang mendasarinya. Luka kronik tidak akan sembuh bila
penyebab yang mendasarinya tidak dikoreksi. Seringkali luka kronik
mengalami rekurensi. Diantara kondisi patologis tersebut adalah penyakit
vaskuler, oedema, diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan (pressure).
Torre menyebutkan penyebab luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia
jaringan, trauma berulang, adanya jaringan nekrotik/debris dan sebab
sistemik seperti diabetes melitus, malnutrisi, imunodefisiensi dan
pemakaian obat-obatan tertentu.
Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga
dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed
healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
E. Berdasarkan kedalaman luka ( Wound Depth ) :
a. Superficial, yakni hanya mengenai epidermis saja
b. Partial Thickness, mengenai epidermis dan sebagian dermis, dan
c. Full Thickness, yakni luka menembus kulit melampaui dermis dapat
mencapai lemak subkutan, fascia, otot bahkan tulang.
F. Berdasarkan warna luka ( Wound Color ):
a. Merah (warna jaringan granulasi yang sehat)
b. Kuning ( warna lapisan fibrin melekat pada jaringan)
c. Hitam (warna jaringan nekrotik atau avaskuler diatas luka)
G. Berdasarkan waktu terjadinya luka
a. Luka Kontaminasi
Luka Kontaminasi yakni luka yang belum melewati batas waktu kontaminasi
atau golden periode ( kurang dari 6 jam ). Pembagian luka ini berdasarkan
waktu kontaminasi (golden periode) yaitu 6-8 jam.
b. Luka Infeksi
Luka Infeksi yakni luka yang sudah melewati batas waktu kontaminasi atau
golden periode ( lebih dari 6 jam ), dimana setelah waktu 6-8 jam setelah
terjadi luka maka bakteri yang ada telah mencapai koloni tertentu dan
mengadakan invasi ke dalam jaringan sekitar luka atau pembuluh darah. Pada
kondisi ini luka disebut sebagai luka infeksi.
H. Berdasarkan Jenis Luka Operasi
Berdasarkan hubungan antara luka dengan beberapa faktor seperti situasi,
mekanisme luka, adanya kontaminasi atau infeksi pada saat operasi maka luka
operasi diklasifikasikan menjadi empat jenis, yakni : (5,6)
a. Tipe I, Luka Bersih, adalah luka operasi yang dibuat diatas kulit yang
utuh tanpa tanda infeksi atau peradangan. Luka jenis ini tidak
membuka traktus respiratorius, traktus urinarius, traktus
gastrointestinal maupun traktus bilier. Luka dibuat terencana dan
penutupan luka dilakukan secara primer dan tanpa pemakaian drain
tertutup.
b. Tipe II, Luka Bersih Terkontaminasi, adalah luka operasi yang membuka
traktus respiratorius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal
dimana tanpa adanya spillage atau tumpahan kontaminan. Khusus pada
operasi traktus bilier, appendiks, vagina dan orofaring pada saat
dilakukan operasi tidak ditemukan tanda infeksi.
c. Tipe III, Luka Terkontaminasi, adalah luka operasi yang dilakukan pada
kulit yang mengalami trauma terbuka yang masih baru, operasi dengan
spillage dari traktus gastrointestinal atau incisi pada lapangan
operasi dengan inflamasi akut dan non-purulen.
d. Tipe IV, Luka Terinfeksi, adalah luka operasi yang dilakukan pada
kulit yang mengalami trauma melewati waktu golden periode, serta
ditemukan adanya infeksi atau adanya perforasi pada organ viscera.
Disini organisme penyebab infeksi luka post-operatif sudah ada sebelum
operasi.
VI. FASE PENYEMBUHAN LUKA
Proses penyembuhan luka bersifat dinamis dengan tujuan akhir pemulihan
fungsi dan integritas jaringan. Dengan memahami biologi penyembuhan luka,
kita dapat mengoptimalkan lingkungan jaringan dimana luka berada.
Proses penyembuhan luka merupakan hasil akumulasi dari proses-proses
yang meliputi koagulasi, inflamasi, sintesis matriks dan substansi dasar,
angiogenesis, fibroplasias, epitelisasi, kontraksi dan remodeling. Tetapi
secara garis besar proses kompleks ini dibagi menjadi tiga fase penyembuhan
luka : Fase inflamasi, fase proloferasi dan fase maturasi.
a. Fase inflamasi
Fase ini terjadi pada hari ke 0-5, dimana terjadi respon yang segera timbul
setelah terjadi injuri, kemudian terjadi pembekuan darah dimana hal ini
terjadi untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik lainnya adalah
terjadinya tumor, rubor, dolor, color, functio laesa. Kondisi ini juga
merupakan awal terjadinya haemostasis sedangkan fagositosis terjadi pada
fase akhir dari fase inflamasi ini. Lama fase ini bisa singkat jika tidak
ditemukan adanya infeksi pada luka.
b. Fase proliferasi or epitelisasi
Terjadi pada hari 3 – 14, fase ini juga disebut juga dengan fase
granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka dimana luka
nampak merah segar, mengkilat. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi :
Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin dan
hyularonic acid. Proses epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai
dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka. Pada luka insisi,
proses epitelisasi ini terjadi pada 48 jam pertama.
c. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun. Pada
fase ini akan terbentuk jaringan kolagen yang baru yang mengubah bentuk
luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength). Jaringan parut
(scar tissue) yang tumbuh sekitar 50-80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya. Pada fase ini juga terdapat pengurangan secara bertahap pada
aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
V. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Status Imunologi, kadar gula darah (impaired white cell function, hidrasi
(slows metabolism), nutritisi, kadar albumin darah ('building blocks' for
repair, colloid osmotic pressure – oedema), suplai oksigen dan
vaskularisasi, nyeri (causes vasoconstriction), corticosteroids (depress
immune function).
VI. PENGKAJIAN LUKA
a. Kondisi luka
1. Warna dasar luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow),
necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue
(red), epithelialising (pink)
2. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3. Eksudat dan bau
4. Tanda-tanda infeksi
5. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
b. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
c. Status vascular : seperti Hb
d. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-
obatan immunosupresan yang lain
e. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
VII. PERENCANAAN
Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan
luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh
Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal
Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka.
Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan
suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana
lembab.
2. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka
tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih
cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
4. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering.
5. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada
proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan
angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk
dalam lingkungan yang lembab.
6. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab,
invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke
daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut
luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh
luka (absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi
resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue
removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian
antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999).
Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
Semi-permeable primary atau secondary dressings
Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
Conformable, anti robek atau tergores
Tidak menyerap eksudat
Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
Waterproof
Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
Terbuat dari rumput laut
Membentuk gel diatas permukaan luka
Mudah diangkat dan dibersihkan
Bisa menyebabkan nyeri
Membantu untuk mengangkat jaringan mati
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
Polyurethane
Non-adherent wound contact layer
Highly absorptive
Semi-permeable
Jenis bervariasi
Adhesive dan non-adhesive
Indikasi : eksudat sedang s.d berat
Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
Zinc Oxide (ZnO cream)
Madu (Honey)
Sugar paste (gula)
Larvae therapy/Maggot Therapy
Vacuum Assisted Closure
Hyperbaric Oxygen
VIII. IMPLEMENTASI
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough
tissue)
Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
Untuk merangsang granulasi
Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates
dan hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Hydrogels, hydrocolloid dressing
C. Luka terinfeksi
Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan
luka
Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
Wound culture – systemic antibiotics
Kontrol eksudat dan bau
Ganti balutan tiap hari
Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan
yang baru, jaga kelembaban luka
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Moist wound surface – non-adherent dressing
Treatment overgranulasi
Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk "re-
surfacing"
Transparent films, hydrocolloids
Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya
hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau
extra absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity
filler plus foam.
ULKUS DEKUBITUS
A. Definisi
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada
suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi
darah setempat.
Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah
yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khsus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan
tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum,
daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit
dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju,
prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua
minggu pertama dalam perawatan.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena
perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
Berkurangnya jaringan lemak subkutan
Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi
lebih tipis dan rapuh.
B. Tipe Ulkus Dekubitus
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
dekubitus dapat dibagi menjadi tiga;
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan
kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus
ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi
aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat
penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk
terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus
ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
C. Patofisiologi Terjadinya Dekubitus
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih
berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang
penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan
berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70
mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total
pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang
terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama
dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus;
Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada
penderita dengan posisi dengan setengah berbaring
Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan
alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit "tertinggal" dari area
tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas
tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.
Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang
mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh
untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini
dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada
kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit,
yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung
maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada
jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu,
dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu
teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering
Forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas
tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan
menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama
terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan
kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup
pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas,
masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit
dan edema. Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih
terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn
pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.
Faktor tubuh sendiri (faktor intrinsik) juga berperan untuk terjadinya
dekubitus antara lain;
a. Faktor Intrinsik
Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga
kulit akan tipis (tortora & anagnostakos, 1990)
Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit
berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan.
Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus
yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara
progresif.
Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan
insufisiensi kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler
seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah
pada kulit menurun.
Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight
Anemia
Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek
penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akam menyebabkan
kadar albumin darah menurun
Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh
darah, juga mempermudah dan meperjelek dekubitus
Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.
b. Faktor Ekstrinsik
Kebersihan tempat tidur,
alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga
memudahkan terjadinya dekubitus.
Duduk yang buruk
Posisi yang tidak tepat
Perubahan posisi yang kurang
D. Penampilan Klinis Dari Dekubitus
Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai
berikut;
"Derajat I "Reaksi peradangan masih terbatas pada "
" "epidermis, tampak sebagai daerah "
" "kemerahan/eritema indurasi atau lecet. "
"Derajat II "Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai "
" "seluruh dermis hingga lapisan lemah subkutan, "
" "tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi "
" "yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit. "
"Derajat III "Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan "
" "lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan"
" "fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat "
" "infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau. "
"Derajat IV "Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak "
" "tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan "
" "infeksi pada tulang atau sendi. "
Mengingat patofisiologi terjadinya dekubitus adalah penekanan pada daerah-
daerah tonjolan tulang, harusla diingat bahwa kerusakan jaringan dibawah
tempat yang mengalami dekubitus adalah lelih luas dari ulkusnya.
E. Pengelolaan Dekubitus
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya
dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus,
misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai
sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk
terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan
penderita
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit,
dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok
dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan
tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah,
semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak
menyebabkan lecet pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah
terjadinya dekubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita;
umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia
diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup,
vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan.
khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada
penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.
Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang
kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat
penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh
penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun,
kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih
ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat
ruasak)
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah
setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;
Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya,
atau sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.
Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan
tubuh penderita, "kue donat" untuk tumit,
Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan
tebal sebagai alas tubuh penderita.
F. Derajat Dekubitus
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik
menyesuaikan apa yang dihadapi:
1. Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;
kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun,
diberi lotion,
kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
2. Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal;
Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik.
Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat
bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal,
mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi, penggantian
balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan
pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
3. Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan
sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat
disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan
sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan
penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah
regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl
fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.
4. Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta
jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan
jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebaba akan menghalangi
pertumbuhgan jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba diberikan
untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan
bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik
dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan
oksigenisasi pada daerah luka. Tindakan dengan ultrasono untuk membuka
sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit
setempat. Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.
SKOR NORTON UNTUK MENGUKUR RISIKO DEKUBITUS.
resiko dekubitus jika skor total 14
G. Perawatan Luka Dekubitus
a. Pengertian
Merawat luka untuk mempercepat proses penyembuhan luka
b. Tujuan
1. Meningkatkan penyembuhan luka
2. Merangsang pertumbuhan jaringan
3. Melindungi luka dari kontaminasi
4. Mencegah terjadinya infeksi lanjutan
c. Indikasi
Luka dekubitus atau luka kronik kronik lainnya seperti luka venous,
arteri, diabetik.
d. Tahap Pra Interaksi
Persiapan Alat
1. Alat-alat steril
o Pinset anatomois 1 buah
o Pinset cirugis 1 buah
o Gunting bedah/jaringan 1 buah
o Kassa steril dalam kom tertutp secukupnya
o Sarung tangan steril 1 pasang
o Infus set yang sudah dimodifikasi ( bila diperlukan)
o Korentang
2. Alat-alat tidak steril
o Perlak dan pengalas
o Plester
o Gunting perbanSarung tangan tidak steril pasang
o Masker
o Air hangat
o anti septic
o Lampu sollux (bila diperlukan)
o Nierbeken 2 buah
o Normal saline / NaCl 9%
o Obat/ zalf sesuai instruksi dokter
e. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam
2. Memanggil klien dengan nama kesukaan
3. Memperkanalkan nama perawat
4. Informed consent, Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan
f. Tahap Interaksi / Pelaksanaan
1. Pasang sampiran
2. Perawat cuci tangan
3. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
4. Baringkan pasien dengan nyaman dengan area dekubitus dan kulit sekitar
mudah diskses
5. Letakkan perlak dan pengalasnya dibawah area luka
6. Letakkan neirbeken didekat pasien
7. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka), letakkan
balutan kotor ke neirbeken lalu buang kekantong plastic, hindari
kontaminasi dengan permukaan luar wadah.
8. Kaji luka dekubitus dan kulit sekitar untuk menentukan derajat luka
- perhatikan warna, kelembapan dan penampilan kulit sekitar luka
- ukur diameter yang dapat diperkirakan
- ukur kedalaman luka
9. Cuci kulit sekitar luka dengan lembut dengan air hangat dan sabun,
dengan kassa cuci secara menyeluruh dan menggosok sekeliling luka secara
bergantian selama 1 – 2 menit
10. Dengan perlahan keringkan kulit secara menyeluruh dengan kassa steril
yang kering
11. Buka sarung tangan dan ganti dengan yang steril
12. Bersihkan luka dengan normal saline dengan cara bathing or shower, bila
terdapat pocket dan pus lakukan irigasi dengan menggunakan infus set steril
yang sudah dimodifikasi.
13. Bagian luka yang basah dapat dikeringkan menggunakan kassa steril
14. Bila ada instruksi dari dokter dapat dilakukan nekrotomy/ debridement
pada luka yang nekrosis. (Debridement dat juga dilaksanakan dikamar
operasi)
15. bersihkan luka kembali dengan normal saline dengan cara bathing or
shower
16. keringkan luka dengan kassa steril
17. Bagian yang luka diberi obat yang telah ditentukan. Ratakan obat/ zalf
dengan menggosok telapak tangan kuat – kuat, oleskan zalf dengan tipis
secara merata diatas luka dan daerah yang nekrotik. Jangan mengoleskan pada
kulit sekitar luka.
18. Tutup luka dengan kassa steril yang telah dibasahi dengan menggunakan
normal saline.
19. Kemudian diberi lapisan lagi menggunakan kassa steril tebal dan
diplester dengan baik. (Pada luka venous/ arteri, lanjutkan balut luka
dengan menggunakan elastis verban)
20. Bagian kulit yang baik/ belum terkena dekubitus atau terdapat luka
dekubitus derajat I dapat digosok dengan menggunakan lation dan dimassage
dengan teknik back rub secara melingkar lalu diberi talk tipis – tipis
21. Angkat perlak
22. Ubah posisi pasien, usahakan bagian yang luka tidak terjadi penekanan
23. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan perubahan posisi
minimal setiap 1 jam sekali
24. Buka sarung tangan dan letakan kedalam neirbeken
25. Buka masker
26. Rapikan alat – alat
27. Buka sampiran
28. Perawat mencuci tangan
g. Tahap Terminasi dan Dokumentasi
29. Tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan perwatan luka
30. Catat hasil tindakan,hasil pengkajian keadaan luka, respon pasien,
laporkan bila adanya penyimpangan pada luka atau bila terjadi infeksi.
HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Jaringan yang nekrosis lakukan nekrotomy
2. Perhatikan prinsip sterilitas
3. Pada penderita yang alergi terhadap plester, gunakan plester khusus
4. Dalam perawatan luka perhatikan sirkulasi udara dalam ruangan
5. lingkungan sekitar pasien harus bersih
DAFTAR PUSTAKA
Morison, Maya J. (2003). Seri Pedoman Praktis : Manajemen Luka. Jakarta :
EGC
Universitas
Ismail. (2009). Luka dan Perawatannya
http://images.mailmkes.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R-
Dd@AoKCEMAADk5LMI1/Merawat%20luka.pdf?nmid=88915450: Jakarta
Handaya, Yuda. (2009) . Luka Wound Healing Dr Yuda
Umm,http://www.slideshare.net/david1980/luka-wound-healing-dr-yuda-umm :
Malang
Purwahyudi, Ari. (2008) . Perawatan Dekubitus.
,http://www.slideshare.net/aripurwahyudi/perawatan-dekubitus-3617137
Yusuf, Saldi. (2010). Konsep Dasar Luka.
http://www.scribd.com/doc/24539593/KONSEP-DASAR-LUKA : Jakarta
Rizmadewi, Hana. (2010). Manajemen Perawatan Luka Modern.
http://blogs.unpad.ac.id/hana/uncategorized/manajemen-perawatan-luka-
modern.html/
Disusun Oleh :
TIARA AMBAR WULAN
0611049
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2011