TOXOPLASMOSIS 1.1 Definisi Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala simtomatik maupun asimtomatik (Dinah Gould, 2003). Toxoplasmosis merupakan infeksi serius pada orang dengan gangguan kekebalan terutama pengidap virus HIV, terjadi reaktivasi infeksi laten yang menimbulkan toksoplasmosis diseminata atau ensefalitis (Dinah Gould, 2003). Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang (Dinah Gould, 2003). 1.2 Daur Hidup Toxoplasma gondii Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk yaitu thachyzoite, tissue cyst (yang mengandung bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing merupakan pejamu definitif dari Toxoplasma gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada pejamu perantara (termasuk manusia) Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoite, organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik (Indan Entjang, 2003). Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina (Richard, 1997). Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual enteroepithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah
diekskresikan dan terjadi sporulasi (pembentukan spora). Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun (Indan Entjang, 2003). Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental,transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (tachyzoite). Tachyzoite ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis (Indan Entjang, 2003). Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD 4 limfosit T dapat menjadi prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 <200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi yangmungkin terjadi pada penderita dengan CD4 <200 sel/mL adalah pneumocystis carinii, CD4 <100 sel/mL adalah toxoplasma gondii, dan CD4 <50 adalah M. Avium Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 >200 sel/mL (Dinah Gould, 2003). 1.3 Etiologi Toksoplasmosis disebabkan oleh agen infeksi Toxoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler coccidian pada kucing, masuk dalam famili Sarcocystidae dan kelas Sporozoa. Parasit ini terdiri dari empat bentuk yaitu Tachyzoid yang secara cepat memperbanyak diri pada jaringan organisme, Bradyzoit yang memperbanyak diri secara lambat pada jaringan, Pseudocyst, dan
Oocyst
(Knapen, 2008). Siklus hidup Toxoplasma gondii : a. Fase seksual Berlangsung pada Hospes definitif dari T. Gondii (kucing) dan jenis Feliidae. Siklus seksual berlansung dalam epitel usus kucing yang kemudian berakhir dengan pembentukan Oocyst yang dikeluarkan bersama tinja (10-20 hari atau
bisa lebih lama). Oocyst berbentuk oval dengan diameter 10-20 dan berisi 8 sporozoit di dalam 2 sporokista. b. Fase aseksual T. gondii mengalami siklus reproduksi aseksual di semua spesies. Kista jaringan atau oocyst larut selama digesti, menghasilkan bradizoit atau sporozoit, yang masuk ke lamina propria pada usus kecil dan mulai untuk memperbanyak diri sebagai takizoid. Takizoid dapat menyebar pada jarinngan eksternal dengan waktu singkat melalui limfe dan darah. Mereka dapat masuk pada beberapa sel dan memperbanyak diri. Sel dari host akhirnya pecah dan menghasilkan takizoid masuk ke sel yang baru. Ketika host berkembang menjadi resisten, kira-kira 3 minggu setelah infeksi, takizoid mulai menghilang dari dalam jaringan dan menjadi bentuk resting bradizoid dalam kista jaringan (Knapen, 2008). 1.4 Manifestasi Klinik Umumnya infeksi Toxoplasma gondii ditandai dengan gejala seperti infeksi lainnya yaitu demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening (toxoplasmosis limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa. Infeksi yang mengenai susunan syaraf pusat menyebabkan encephalitis (toxoplasma cerebralis acuta). Parasit yang masuk ke dalam otot jantung menyebabkan peradangan. Lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina menimbulkan irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi dengan toxoplamosis kongenital akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul
gambaran
eritroblastosis
foetalis,
hidrop
foetalis
(Institute
for
International Cooperation in Animal Biologics, 2005).
Tanda-tanda yang terkait dengan toksoplasmosis yaitu (Medows, 2005): a. Toxoplasma pada orang yang imunokompeten Biasanya terdapat pembengkakan kelenjar getah bening (sering di leher). Gejala lain bisa termasuk demam, malaise, keringat malam, nyeri otot, ruam makulopapular dan sakit tenggorokan. b. Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah misalnya, pasien dengan AIDS dan kanker. Pada pasien ini, infeksi mungkin melibatkan otak dan sistem syaraf, menyebabkan ensefalitis dengan gejala
termasuk demam, sakit kepala, kejang-kejang dan masalah penglihatan, ucapan, gerakan atau pemikiran. Manifestasi lain dari penyakit ini termasuk penyakit paru-paru, menyebabkan demam, batuk atau sesak nafas dan miokarditis dapat menyebabkan gejala penyakit jantung, dan aritmia. c. Toxoplasma Okular Toksoplasmosis okular oleh uveitis, sering unilateral, dapat dilihat pada remaja dan dewasa muda, sindrom ini sering merupakan akibat dari infeksi kongenital tanpa gejala atau menunda hasil infeksi postnatal. Infeksi diperoleh pada saat atau sebelum kehamilan sehingga menyebabkan bayi toksoplasmosis bawaan. Banyak bayi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala saat lahir, namun sebagian besar akan mengembangkan pembelajaran dan cacat visual atau bahkan yang parah. d. Toksoplasmosis pada wanita hamil Pada kondisi tertentu, infeksi pada wanita selama kehamilan menyebabkan abortus spontan, lahir mati, dan kelahiran prematur. Aborsi dan stillbirths juga dapat dipertimbangkan, terutama bila infeksi terjadi pada trimester pertama. Tanda dan gejalanya yaitu penglihatan kabur, rasa sakit, fotofobia, dan kehilangan sebagian atau seluruh keseimbangan tubuh. e. Toxoplasmosis congenital Bayi yang terinfeksi selama kehamilan trimester pertama atau kedua yang paling mungkin untuk menunjukkan gejala parah setelah lahir. Tandatandanya yaitu demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kuning (menguningnya kulit dan mata), sebuah kepala yang sangat besar atau bahkan sangat kecil, ruam, memar, pendarahan, anemia, dan pembesaran hati atau limpa. Mereka yang terinfeksi selama trimester terakhir biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi pada kelahiran, tetapi mungkin menunjukkan
tanda-tanda
toksoplasmosis
okular
atau
penundaan
perkembangan di kemudian hari. 1.5 Patofisiologi Toxoplasma gondii yang tertelan melalui makanan akan menembus epitel usus dan difagositosis oleh makrofag atau masuk ke dalam limfosit akibatnya terjadi penyebaran limfogen. Toxoplasma gondii akan menyerang seluruh sel berinti, membelah diri dan menimbulkan lisis, destruksi sel tersebut akan berhenti bila tubuh telah membentuk antibodi. Pada organ tubuh, seperti susunan saraf dan mata, antibodi tidak dapat masuk karena ada sawar (barier) sehingga
destruksi akan terus berjalan. Oocysts memiliki daya tahan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan dan dapat tetap infeksius selama 18 bulan pada air, cuaca panas, dan tanah yang basah. Mereka tidak dapat bertahan dengan baik pada tanah yang gersang dan iklim dingin. Kista jaringan dapat infeksius selama berminggu-minggu pada darah di suhu kamar, dan pada daging selama daging tersebut dapat dimakan dan kurang matang. Takizoid lebih rentan dan dapat bertahan pada tubuh selama berhari-hari dan di seluruh aliran darah selama 50 hari pada suhu 400 C. Pada manusia, periode inkubasi terjadi selama 10 sampai 23 hari setelah mengkonsumsi daging yang terkontaminasi dan 5 sampai 20 hari setelah terpapar kucing yang terinfeksi. Infeksi dapat diperoleh dari makan makanan mentah atau kurang matang yang terinfeksi (daging babi atau domba,dan lebih jarang pada daging sapi) yang mengandung kista jaringan, atau ingesti dari infeksi oocysts pada makanan atau minuman yang terkontaminasi feces kucing. Infeksi dapat terjadi pada tranfusi darah atau transplantasi organ dari pendonor yang terinfeksi. Selama invasi akut parasit Toxoplasma (proliferatif fase, takizoit), ada kerusakan ringan jaringan utama (Nekrosis) (Knapen, 2008).
Sarang-sarang nekrosa dapat ditemukan di dalam paru, hati, limpa, anak ginjal, dan sel-sel disekitar. Sarang-sarang ini mengandung toxoplasmosis yang tergabung dalam kolonikoloni terminal (Pseudo-cysts) atau parasit-parasit itu
terletak bebas dalam jaringan-jaringan. Toxoplasma banyak dijumpai didalam sel-sel pada tepi ulkus-ulkus usus. Didalam otak parasit ini terlihat didalam sel-sel glia atau neuron sebagai parasit intra selluler atau sebagai koloni-koloni terminal (pseudocysts). Protozoa ini juga berada bebas dalam jaringan. Reaksi radang umumnya jelas terlihat, sebagai gliosis, mikroglia, atau astrosit-astrosit. Penyerbukan limfosit-limfosit dalam ruang virchow robin, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Juga terjadi proliferasi sel-sel adventisia, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Perubahanperubahan itu paling banyak terdapat dalam cortex cerebralis. Parasit itu juga bisa dijumpai pada selaput otak. Hati memperlihatkan perdarahan local, yaitu gambaran degenerasi dan reaksi seluler disamping sarang-sarang nekrosa tersebut di atas. Parasit dapat ditemukan di dalam makrofag atau di dalam sel-sel hati. Di dalam limpa kadangkadang di jumpai sel-sel reticulum dan makrofag. Parasit-parasit terlihat di dalam miokard yakni didalam makrofag atau didalam miofibril. 1.6 Pemeriksaan Penunjang Uji laboratorium biasanya digunakan untuk diagnosis. Beberapa pemeriksaan diagnostik yang biasanya dilakukan diantaranya : a. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
antibodi
spesifik
toksoplasma, yaitu IgG, IgM dan IgG affinity. IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi
infeksi toksoplasma. IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan
menetap seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi. IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity yang dilakukan pada wanita yang hamil atau akan hamil karena pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG affinity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang berbahaya, khususnya pada trimester I. 1) Bila IgG (-) dan IgM (+) Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus diperiksa kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi
(+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi toksoplasma. 2) Bila IgG (-) dan IgM (-) Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda). Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi. 3) Bila IgG (+) dan IgM (+) Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi. Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil. 4) Bila IgG (+) dan IgM (-) Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi. b. Pemeriksaan cairan serebrospinal Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein. c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut. d. CT scan Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi. e. Biopsi otak Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak 1.7 Penatalaksanaan Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoid T. gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-obat ini dapat
memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun, yang dapat menjadi aktif kembali. Obat-obatan yang biasanya dipakai : a. Spiramisin Antibiotik makrolida yang dihasilkan oleh Streptomyces ambofaciens yang bekerja dengan cara menghambat sintesa protein bakteri. Spiramisin efektif terhadap kuman Stafilokokus, Streptokokus, Pneumokokus, Bordetella pertusis. Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai obat profilaksis untuk mencegah transmisi T. gondii ke janin dalam kandungannya. Dewasa : 500 mg, 3 x sehari selama 5 hari. Pada infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan sampai maksimal 3000 mg/hari. Anakanak : sehari 50-100 mg/kg berat badan terbagi dalam 2-3 dosis. Efek samping yang serius dari spiramisin namun
sangat jarang seperti mual,
muntah, diare, nyeri epigastrik, ruam kulit dan urtikari. b. Kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak. Parasit Toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk mencegah anemia. c. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang. d. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin 1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis. e. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIVdengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit totalkurang dari 1200. Pengobatan pada ibu hamil (Gnansia, 2003) : Sebelum 30 minggu 1) jika toxoplasma tidak terdeteksi dengan cairan amniotik dan jika test ultrasonografi normal, maka menggunakan spiramycin dengan 9 juta UI per hari sampai persalinan.
2) jika toxoplasma terdeteksi pada cairan amniotik fluid dan jika test ultrasound
normal,
maka
menggunakan
pyrimethamine
dan
sulfonamides, bersama dengan folic acid. Pada kasus cerebral microcalcifications atau hydrocephaly didiagnosis dengan ultrasound,
seebuah penghentian kehamilan dapat diajukan ke orangtua. Setelah 30 minggu, resiko transmisi transplasenta tinggi, maka
pengobatan menggunakan pyrimethamine dan sulfonamides. Ketika lahir, meskipun tidak ada bukti transmisi toxoplasma melalui placenta, infeksi congenital tidak dapat dihilangkan. Hal tersebut kemudian
dipastikan
untuk
menguji
kelahiran
baru
dengan
transfontanellar ultrasonography dan ophthalmologic surveillance. Jika uji klinik dan serologi negatif, tidak ada pengobatan. Infeksi pada anak harus diobati dengan pyrimethamine and sulfonamides selama 12 bulan. Pengobatan pada bayi
Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama 2-6
bulan, di ikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali seminggu, ditambah Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam dua dosis,
ditambah lagi Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling setiap bulan
dengan pirimetamin Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikan korioretinitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untuk menentukan
apakah pengobatan masih perlu diteruskan 1.8 Pencegahan Terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit toksoplasmosis, antara lain (Chin, 2000): 1) Mendidik ibu hamil tentang langkah-langkah pencegahan: Gunakan iradiasi daging atau memasak daging pada suhu 1500F (660C) sebelum dimakan. Pembekuan daging tidak efektif untuk menghilangkan
Toxoplasma gondii. Ibu hamil sebaiknya menghindari pembersihan sampah panci dan kontak dengan kucing. Memakai sarung tangan saat berkebun dan mencuci tangan setelah kerja dan sebelum makan.
2) Makanan kucing sebaiknya kering, kalengan atau rebus dan mencegah kucing tersebut berburu (menjaga mereka sebagai hewan peliharaan dalam ruangan). 3) Menghilangkan feses kucing (sebelum sporocyst menjadi infektif). Feses kucing dapat dibakar atau dikubur. Mencuci tangan dengan bersih setelah memegang material yang berpotensial terdapat Toxoplasma gondii. 4) Cuci tangan sebelum makan dan setelah menangani daging mentah atau setelah kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran kucing. 5) Control kucing liar dan mencegah mereka kontak dengan pasir yan digunakan anak-anak untuk bermain. 6) Penderita AIDS yang telah toxoplasmosis dengan gejala yang parah harus menerima pengobatan profilaksis sepanjang hidup dengan pirimetamin, sulfadiazine dan asam folinic. 1.9 Toxoplasmosis Sebagai Komplikasi Hiv/Aids Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari Toxoplasma gondii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di mana mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan. Permulaan diperantarai sel imun terhadap T gondii disertai dengan transformasi parasit ke dalam jaringan kista yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup. Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas sitokin yang dihasilkan limfosit T. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini berperan penting dalam perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV. Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. 1.10 Asuhan Keperawatan a. Pengkajian
Dalam tahap ini akan dikumpulkan identitas klien, riwayat kesehatan, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial, pola-pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit dahulu yang terdiri dari riwayat masuk rumah sakit, penyakit yang diderita, riwayat alergi dan obatobatan yang sering digunakan. Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama dari klien seperti sesak, batuk, demam, nyeri abdomen, berkeringat serta sejak kapan gejala-gejala tersebut timbul. Riwayat keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan kondisi klien, riwayat penyakit keturunan seperti asma, DM, penyakit jantung dan genogram keluarga klien. Riwayat psikososial menyatakan tingkat perasaan/ emosi klien dan keberadaan klien dalam keluarga. Pada pola-pola fungsi kesehatan meliputi keadaan nutrisi seperti adanya alergi terhadap makanan, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, apakah ada muntah, mual dan nyeri abdomen. Pola eliminasi seperti kesulitan miksi dan frekuensinya. Pola tidur yang meliputi lamanya tidur, apakah susah tidur akibat sesak. Pola aktifitas seperti sesak waktu beraktifitas. Data dasar yang biasanya didapat pada klien adalah : 1. Aktivitas/istirahat Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan. Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhadap aktifitas. 2. Sirkulasi Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung, anemis, perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian kapiler memanjang. 3. Integritas ego Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.
4. Eliminasi Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih. Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi pada rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin. 5. Makanan/cairan Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan. Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa mulut. 6. Hygiene Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan yang tidak rapi. 7. Neurosensorik Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia. Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi, kelemahan otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada ekstrimitas. 8. Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen. Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali,
nyeri tekan,
penurunan ROM, pincang.
9. Pernapasan Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning. 10. Keamanan Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan. Tanda : demam berulang. 11. Seksualitas Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan. 12. Interaksi social Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak terorganisir.
b. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi. 2) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil. 3) Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan dan cairan.
c. Rencana Keperawatan d. Diagnosa keperawatan i.
j. k. l. m. n.
u.
e. Rencana Keperawatan g. Tujuan dan kriteria hasil h. Intervensi Nyeri kronik berhubungan o. NOC : t. NIC : dengan adanya proses infeksi - Comfort level 1. Pantau tanda-tanda vital Pain control 2. Monitor kpuasan pasien terhadap manajemen nyeri atau inflamasi - Pain level 3. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta p. Tujuan: keluarganya DS : 4. Anjurkan istirahat selama fase akut q. Setelah dilakukan tindakan Melaporkan secara verbal keperawatan selama 2 x 24 jam 5. Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi takut untuk injury berulang 6. Tingkatkan tidur dab istirahat nyeri dapat berkurang, pasien dapat DO : 7. Berikan situasi lingkungan yang kondusif tenang dan keadaan umum cukup 8. Libatkan keluarga untuk membantu pasien Ganguan aktivitas baik Anoreksia Perubahan pola tidur r. Respon simpatis (perubahan s. Kriteria Hasil: BB, hipersensitif) Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan hilang dan terkontrol - Klien tidak menyeringai kesakitan - TTV dalam batasan normal - Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10) - Klien menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat Hipertermi berhubungan x. NOC : ag. NIC : dengan peningkatan - Termoregulasi 1. Monitor tanda-tanda infeksi.
metabolisme dan penyakit, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil
-
-
v. w. DS/ DO: Kenaikan suhu tubuh daiatas rentang normal Serangan atau konvulsi (kejang) Kulit kemerahan Pertambahan RR Takikardia Kulit teraba pabnas/hangat -
ah. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan dan cairan ai. aj. DS : Haus ak. DO : Penurunan turgor kulit Membran mukosa kering
y.
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam. 3. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. z. Tujuan: Kenakan pakaian tipis pada pasien. aa. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam suhu 4. Kompres hangat, hindari penggunaan alkohol 5. Berikan cairan iv sesuai order atau anjurkan intake tubuh dapat dipertahankan dalam cairan yang adekuat. batas normal. 6. Berikan antipiretik, jangan berikan aspirin. ab. 7. Monitor komplikasi neurologis akibat demam. ac. ad. Kriteria Hasil: Suhu antara 36o-37o c RR dan nadi dalam batas normal Membran mukosa lembab Kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih. ae. af. al. NOC : ar. NIC : Fluid balance 1. Kaji tanda-tanda dehidrasi. Hydration 2. Pantau Tanda-tanda vital, status membran mukosa dan Nutritional status : food and fluid turgor kulit intake 3. Pantau tekanan darah atau denyut jantung 4. Palpasi denyut perifer am. Tujuan: an. Setelah dilakukan tindakan5. Berikan minum per oral sesuai toleransi. 6. Atur pemberian cairan infus sesuai order. keperawatan selama 1x24 jam, 7. Ukur semua cairan output (muntah, urine, diare) asupan cairan adekuat 8. Ukur semua intake cairan. ao.
-
Peningkatan denyut nadi dan TD Konsentrasi urin dan temeratu tubh meningkat Kehilangan BB secara tiba Kelemahan -
ap. Kriteria hasil: Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam. Tanda-tanda vita, dalam batas normal Membran mukosa lembab Nadi perifer teraba Menampilkan hidrasi yang baik misalnya membran mukosa yang lembab. - Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat. aq.
as. DAFTAR PUSTAKA at. au.
Chin, James. 2000, Manual Pemberantasan Penyakit
Menular,
17th.ed.,
Infomedika, Jakarta.
http://kumpulan-
askep3209.blogspot.co.id/2012/06/askep-hivaids-komplikasitoxoplasmosis.html av.
Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi Dan Parasitologi Untuk Akademi
Perawat Dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. PT. CITRA ADITIA BAKTI. Bandung aw. untuk
Gould, Dinah dan Brooker, Christine. 2003. Mikrobiologi Terapan Perawat.
Jakarta
:
EGC,
pp.
89-90.
http://rizkyekasavitri.blogspot.co.id/2015/10/laporan-pendahuluan-hivtoxoplasmosis.html ax.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi, 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jilid 1. Jogja : MediAction ay.
https://id.scribd.com/doc/154806679/HIV-infection-and-
toxoplasmosis-cerebri az. ba. bb. bc. bd. be. bf. bg. bh. bi. bj. bk. bl. bm.
http://dyahisahrahayu.blogspot.co.id/
bn. bo. bp. LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN bq. PADA PASIEN DENGAN TOXOPLASMA br. Di Ruang 23 Infeksi RS dr. Saiful Anwar Malang bs. bt. bu. bv. bw. bx. by. bz. ca. cb. cc. Oleh : cd. Devi Anggraeni ce. 16143149011008 cf. cg. ch. ci. cj. ck. SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG cl. PROGRAM STUDI PROFESI NERS cm. cn. co.
2016
cp. cq. HALAMAN PENGESAHAN cr. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan cs. Pada Pasien Dengan Toxoplasma ct. Di Ruang 23 Infeksi RSUD dr. Saiful Anwar Malang cu. Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners cv. cw. Disetujui pada : cx. cy.
Hari
:
Tanggal : cz. da. Mahasiswa db. Devi Anggraeni dc. 16143149011008
dd. Pembimbing Institusi
Pembimbing Wahana Klinik de. df. dg.
.........................................
......................................... dh.
di. dj. dk.
Mengetahui, Kepala Ruang 23 RSUD dr. Saiful Anwar
dl. dm. dn. do. dp.
.........................................