8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lumbal Punksi Proses inflamasi maupun infeksi dapat menyebabkan kejang melalui mekanisme perangsangan langsung pada SSP, seperti pada meningitis dan ensefalitis maupun proses sistemik lain yang berdampak pada SSP. Sampai saat ini pemeriksaan LP tidak rutin dikerjakan pada SE, direkomendasikan hanya pada pasien SE yang memiliki manifestasi klinis infeksi SSP. b. Elektoensefalografi (EEG) EEG sangat berperan untuk menunjukkan fokus dari suatu kejang di area tertentu otak. Membedakan kejang umum dan kejang parsial/fokal sangatlah penting oleh karena berkaitan dengan pemilihan obat antikonvulsan terutama pada epilepsi. Pemeriksaan EEG telah direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin pada pasien dengan kejang epileptik, sedangkan pada SE, rekomendasi pemeriksaan EEG tergantung pada kecurigaan etiologinya dan masih menjadi perdebatan. c.
Pencitraan American Academy Neurology (AAN) tahun 1996 merekomendasikan pemeriksaan pencitraan (neuroimaging) yang bersifat darurat apabila dicurigai terdapat suatu penyakit struktural yang serius pada SSP, khususnya apabila ditemukan deficit neurologis fokal dan perubahan kesadaran yang menetap. Pada pedoman tersebut tidak disebutkan indikasi dilakukannya pencitraan pada anak dengan SE. Pencitraan hanya dilakukan jika ada kecurigaan kelainan anatomis otak dan dikerjakan jika kondisi telah stabil dan SE telah dapat diatasi. MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan CT-scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat. CT-scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder.
9. Penatalaksanaan Medis Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus Pada : awal menit
1.
Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi)
a.
Periksa tekanan darah
b.
Mulai pemberian Oksigen
c.
Monitoring EKG dan pernafasan
d.
Periksa secara teratur suhu tubu
e.
Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
2.
Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa, hitung darah
lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri) 3.
Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat
4.
Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg IV atau IM
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty 5.
Lakukan rekaman EEG (bila ada)
6.
Berikan Lorazepam ( Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena dengan
kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx ) 18 mg per kg intravena dengan kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat menelan. Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung
1.
Intubasi, masukkan kateter, periksa temperature
2.
Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100 mg per
menit Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung
Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil. -atau-
Berikan Midazolam (Versed ) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG. -atau-
Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan berdasarkan gambaran EEG.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STATUS EPILEPTIKUS
1.
Pengkajian
a. Pengkajian kondisi/kesan umum Kondisi umum Klien nampak sakit berat b. Pengkajian kesadaran Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya. c.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi : 1) Alert (A)
:
Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya.
2) Respon velbal (V)
:
klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
3) Respon nyeri (P)
:
klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
4) Tidak berespon (U) :
klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri ketika
dicubit dan ditepuk wajahnya. d. Pengkajian Primer Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual dari kondisi life treatening (mengancam kehidupan). Pengkajian berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal memugkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan : 1)
Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
2)
Breathing dan ventilasi
3)
Circulation dengan kontrol perdarahan
4)
Disability
5)
Eksposur
1)
Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal. Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan servikal : a) Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas b) Distres pernafasan c) Adanya kemungkinan fraktur cervical
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada fase posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat gigitan tersebut 2) Breathing Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami apneu 3) Circulation Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam keadaan tidak sadar. 4) Disability Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang 5) Exposure Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada cedera tambahan akibat kejang e. Pengkajian sekunder 1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. 2) Keluhan utama: Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran 3) Riwayat penyakit: Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhatihati dalam hubungan dengan orang lain. a) Riwayat kesehatan b) Riwayat keluarga dengan kejang c) Riwayat kejang demam d) Tumor intrakranial
e) Trauma kepala terbuka, stroke 4) Riwayat kejang : a) Bagaimana frekwensi kejang. b) Gambaran kejang seperti apa c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal. d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena. f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai. 5) Pemeriksaan fisik a) Kepala dan leher Sakit kepala, leher terasa kaku b) Thoraks Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas c) Ekstermitas Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot d) Eliminasi Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi e) Sistem pencernaan Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah: a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus b. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau kerusakan perlindungan diri. c.
Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
d.
Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
3.
Rencana Intervensi
Perencanaan No.
Dx Keperawatan
Tujuan Intervensi
1
Rasional
Pola napas tidak
Mempertahankan
a. Anjurkan klien untuk
a. Menurunkan resiko
efektif
pola pernapasan
mengosongkan
aspirasi atau masuknya
berhubungan
efektif
dengan
dari benda / zat tertentu
benda asing ke faring
dengan kerusakan jalan napas paten
/ gigi palsu atau alat
b. Meningkatkan aliran
neuromuskuler,
lainnya
aura
(drainase)
peningkatan
terjadi
untuk
mencegah
sekresi mucus
menghindari
jika
fase
dan
mengatup terjadi
mulut
rahang jika
tanpa
secret, lidah
sehingga
jatuh
menyumbat
kejang jalan napas ditandai
c.
Untuk
memfasilitasi
gejala awal.
usaha bernapas
b. Letakkan klien pada
d. Mencegah tergigitnya
posisi miring, permukaan
lidah dan memfasilitasi
datar, miringkan kepala
saat
selama serangan kejang
penghisapan lender. Jalan
c.
napas buatan mungkin
Tanggalkan
pakaian
melakukan
pada daerah leher, dada,
diindikasikan
dan abdomen
meredanya
d. Masukkan spatel lidah
kejang
/ jalan napas buatan atau
tersebut tidak sadar dan
gulungan
tidak
dapat
sesuai indikasi
mempertahankan
posisi
e. Lakukan penghisapan
lidah yang aman
sesuai indikasi
e.
f.
benda
Berikan
lunak
tambahan
setelah aktivitas
jika
pasien
Menurunkan
resiko
aspirasi atau asfiksia
oksigen / ventilasi manual
f.
sesuai kebutuhan pada
hipoksia serebral sebagai
fase posiktal
akobat dari sirkulasi yang
g.
Siapkan
/
Dapat
menurunkan
bantu
menurun
atau
melakukan intubasi jika
sekunder
ada indikasi
spasme vaskuler selama serangan kejang
oksigen terhadap
g. Munculnya apneu yang berkepanjangan
pada
fase
posiktal
membutuhkan dukungan ventilator mekanik 2
Resiko
tinggi
Mengurangi
a.
resiko injuri pada
kejang
seberapa besar tingkatan
pasien
b. Jauhkan pasien dari
kejang
benda benda tajam /
pasien
kerusakan
membahayakan
pemberian
kognitif,selama
pasien
berjalan lebih baik
kejang
c. Masukkan spatel lidah
b. Benda tajam dapat
kerusakan
/ jalan napas buatan atau
melukai dan mencederai
perlindungan diri.
gulungan
fisik pasien
injuri
b.d
perubahann kesadaran
,
atau
Kaji
karakteristik
bagi
benda
lunak
c.
sesuai indikasi d.
Kolaborasi
pemberian
a.
obat
dalam anti
Untuk
yang
intervensi
Dengan
spatel
dialami sehingga
meletakkan
lidah
diantara
rahang atas dan rahang bawah,
kejang
mengetahui
maka
resiko
pasien menggigit lidahnya tidak terjadi dan jalan nafas
pasien
menjadi
lebih lancer d. Obat anti kejang dapat mengurangi
derajat
kejang
dialami
yang
pasien, sehingga resiko untuk
cidera
pun
berkurang 3
Gangguan
Mengidentifikasi
a.
diri/identitas
perasaan
pasien
pribadi
metode
berhubungan
koping
dengan
persepsi negative
yang dilakukannya.
pada diri sendiri
b.
berkenaan
harga
stigma
dan untuk dengan
Diskusikan perasaan mengenai
a.
Reaksi
yang
bervariasi
ada
diantara
diagnostic, persepsi diri
individu dan pengetahuan
terrhadap
/
penanganan
Anjurkan
pengalaman
dengan untuk
penyakitnya
awal keadaan akan
dengan
kondisi,
mengungkapkan
/
mempengaruhi
persepsi tentang
mengekspresikan
penerimaan
tidak
perasaannya
b.
c.
merasa takut, marah dan
terkontrol
ditandai
dengan
Identifikasi/antisipasi
pengungkapan
kemungkinan
tentang
orang
reaksi
pada
keadaan
Adanya
sangat
keluhan
memperhatikan
tentang implikasinya di
perubahan
gaya
penyakitnya. Anjurkan
masaa yang akan datang
hidup,
takut
klien
dapat
untuk
tidak
mempengaruhi
penolakan;
merahasiakan
pasien untuk menerima
perasaan
masalahnya
keadaanya
negative tentang
d. Gali bersama pasien
c.
tubuh
mengenai
kesempatan
keberhasilan
Memberikan untuk
yang telah diperoleh atau
berespon
yang
pemecahan masalah dan
akan
dicapai
pada
proses
selanjutnya dan kekuatan
memberikan
yang dimilikinya
control terhadap situasi
e.
Tentukan
sikap
/
tindakan
yang dihadapi
kecakapan
orang
d.
terdekat.
Bantu
aspek yang positif dapat
menyadari
perasaan
Memfokuskan
membantu
pada
untuk
tersebut adalah normal,
menghilangkan perasaan
sedangkan
dari
merasa
bersalah
kegagalan
atau
dan
kesadaran terhadap diri
menyalahkan diri sendiri
sendiri dan membentuk
tidak ada gunanya
pasien mulai menerima
f. Tekankan pentingnya
penangan
orang
terdekat
penyakitnya
tetap
dalam
untuk keadaan
tenang selama kejang
e.
terhadap
Pandangan
negative
dari orang terdekat dapat berpengaruh perasaan harga
diri
mengurangi
terhadap
kemampuan/ klien
dan
dukungan
yang diterima dari orang
terdekat tersebut yang mempunyai
resiko
membatasi
penanganan
yang optimal f. Ansietas dari pemberi asuhan adalah menjalar dan bila sampai pada pasien
dapat
meningkatkan
persepsi
negative
terhadap
keadaan
lingkungan/diri
sendiri 4
Kurang
pengetahuan
a.
pengetahuan
keluarga
keluarga klien.
keluarga
meningkat,
b.
proses perjalanan
keluarga mengerti
pengetahuan
penyakit
dengan
klien.
b.
berhubungan
penyakit epilepsy,
c. Jelaskan pada keluarga
seberapa jauh informasi
dengan
keluarga
klien
yang
kurangnya
tidak
informasi
lagi
tentan
proses
klien bertanya tentang
penyakit, perawatan kondisi klien.
dan
Kaji tingkat pendidikan
salah satu faktor penentu
Kaji
tentang
a. pendidikan merupakan
tingkat keluarga
penyakit
tingkat
pengetahuan
seseorang untuk
mengetahui
telah
mereka
kejang demam melalui
ketahui,sehingga
penyuluhan.
pengetahuan
d. Beri kesempatan pada
nantinya akan diberikan
keluarga
dapat
untuk
menanyakan
hal
yang
yang
sesuai
dengan
kebutuhan keluarga
belum dimengerti.
c. untuk meningkatkan
e.
keluarga
pengetahuan
tindakan
d.
Libatkan
dalam
setiap
pada klien.
untuk
mengetahui
seberapa jauh informasi yang sudah dipahami e. agar keluarga dapat memberikan penanngan yang tepat jika suatuwaktu klien mengalami kejang berikutnnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Nia Kania, dr., SpA., MKes,Kejang pada Anak, Disampaikan pada acara Siang Klinik Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital Bandung, 12 Februari 2007.
2.
Penatalaksanaan status epileptikus, Available at : http://owthey.blogspot.com/ diakses 1 April 2011.
3.
Darto Saharso,Status Epileptikus. Divisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak – FK
Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 4.
Huff, Steven. Status Epilepticus. Available from: http://emedicine.medscape.com/diakses 3 April 2011
5.
Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W. The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child 2000; 83:415-19.
6.
Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin North Am 2001;48:683-94.