LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN SINDROM NEFROTIK
A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2012). Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein
urine
(proteinuria),
edema,
penurunan
albumin
dalam
darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (Nursalam, dkk. 2009) Sindrom
nefrotik
adalah
penyakit
dengan
gejala
edema,
proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 2007). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Husein (Husein A Latas. 2012) 2012)
B. Etiologi
Menurut Mansjoer (2012) Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1
1. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam
emas,
air
raksa,
Amiloidosis,
penyakit
sel
sabit,
hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. 3. Sindrom nefrotik idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, terbagi menjadi : a. Kelainan minimal Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus. b. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik. c. Glomerulonefritis proliferatif Glomerulonefritis
proliferatif
esudatif
difus.
Terdapat
proliferasi
sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan pen ebalan batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
2
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk. e. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut Muttaqin. 2012 adalah: 1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: a. Glomerulonefritis b. Nefrotik sindrom perubahan minimal 2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: a. Diabetes mellitus b. Sistema lupus eritematosus c. Amyloidosis
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
3
1. Pucat 2. Hematuria 3. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus. 4. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi. 5. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang) 6. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak 7.
Hipoalbuminemia < 30 gr/l
8. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia 9. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri 10. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu. 11. klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah. 12. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah. 13. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
D. Klasifikasi
Whaley dan Wong (membagi tipe-tipe sindrom nefrotik: 1.
Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic s yndrome). Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif. 3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
4
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
Sindrom Nefrotik menurut terjadinya 1. Sindrom Nefrotik Kongenital Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium
dijumpai
hipoproteinemia,
proteinuria
massif
dan
hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang
biasanya
meninggi. 2. Sindrom Nefrotik yang didapat: Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.
E. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara
primer
berkaitan
dengan
berbagai
penyakit
ginjal,
seperti:
Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus, Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
5
mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia. Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan
sirkulasi
volume
darah
mengaktifkan
sistem
renin-angiotensin
menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2012). Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2012 : 383). Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Price, 2015).
6
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2012). Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2012). Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein
serum
meningkat.
Hipoproteinemia
merangsang
sintesis
protein
menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas (Behrman, 2000). Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.
7
F. Pathway
8
G. Pemeriksaan Penunjang 1.
Laboratorium a. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif). b. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. 2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan
jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis. 3. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).
9
H. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko komplikasi. 1. Penatalaksanaan Medis Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan
proteinuria
dan
memperbaiki
keadaan
hipoalbuminemia,
mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu: a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari. b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC c. Diuretikum Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron. d. Kortikosteroid International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut : 1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari. 2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
10
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu. 3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan. 4) Lain-lain Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000) 5) Diet Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 23 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. e. Kemoterapi 1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis
11
umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi. 2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid. 2. Penatalaksanaan Keperawatan a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat). b. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian. c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit. d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
12
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah. f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid. g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan p encegahan dekubitus. h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit. i.
Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).
13
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SINDROM NEFROTIK
A. Pengkajian
1. Identitas a. Identitas Klien 1) Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir. 2) Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik. 3) Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah
genitalnya.
Kebiasaan
ini
dapat
mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi. 4) Agama 5)
Suku/bangsa
6) Status 7) Pendidikan 8) Pekerjaan b. Identitas penanggung jawab Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan klien.
14
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama 1) Edema atau sembab, biasanya pada daerah mata, dada, perut, tungkai, dan genitalia 2) Malaise 3) Sesak nafas 4) Kaki terasa berat dan dingin karena adanya edema 5) Sakit kepala 6) Diare b. Riwayat penyakit sekarang Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal berikut: 1)
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah 3) Kaji adanya anoreksia pada klien 4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise c. Riwayat kesehatan dahulu Perawat perlu mengkaji: 1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema? 2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya? 3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat d. Riwayat kesehatan keluarga Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik e. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual 1. Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah. 2. Pola eliminasi: diare, oliguria.
15
3. Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise 4. Pola istirahat tidur: susah tidur 5. Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif 6. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri f. Riwayat Kesehatan Keluarga. Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Tidak ada hubungan. h. Riwayat kesehatan lingkungan. Endemik malaria sering terjadi kasus NS. i.
Imunisasi. Tidak ada hubungan.
j.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan 1. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 2. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir. 3. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah. 4. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu. 5. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan
dunia
dengan
bahasa,
bermain
dan
meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
16
6. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa. 7. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman. k. Riwayat Nutrisi. Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik). 3. Pemeriksaan Fisik a. Status kesehatan umum Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat Kesadaran: biasanya compos mentis TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan. b. Pemeriksaan sistem tubuh 1) B1 (Breathing) Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura. 2) B2 (Blood) Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban volume .
17
3) B3 (Brain) Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat. 4) B4 (Bladder) Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola 5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen. 6) B6 (Bone) Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. 2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. 4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi). 5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius. 6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan. 7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan 8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh. 9. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema.
18
C. Rencana Keperawatan No
1
Diagnosa
Tujuan &
Keperawatan
Kriteria Hasil
Kelebihan
Tujuan :
Intervensi
Rasional
Mandiri :
volume cairan Pasien
tidak 1. Kaji
masukan 1. Perlu relatif
untuk
berhubungan
menunjukkan
yang
dengan
bukti-bukti
terhadap
ginjal,
kehilangan
akumulasi cairan
keluaran secara
penggantian cairan
protein
(pasien
akurat.
dan
sekunder
mendapatkan
terhadap
volume
peningkatan
yang
resiko
cairan
badan
setiap
cairan.
tepat)
hari (ataui lebih 2. Mengkaji
glomerulus.
diindikasikan). Kriteria hasil:
edema
ascites
lingkar protein
darah meningkat Output
urine 600 –
700 ml/hari
dan nadi dalam batas normal.
:
ukur
kelebihan
retensi
cairan 3. Untuk
mengkaji
ascites dan karena merupakan
sisi
umum edema.
abdomen
pada 4. Agar
tidak
umbilicus serta
mendapatkan lebih
pantau
dari jumlah yang
edema
sekitar mata. 4. Atur
darah
jika
3. Kaji perubahan
enurunan edema,
Tekanan
penurunan
berat
sering
adekuat
kebutuhan
2. Timbang
permiabilitas
Kadar
menentukan fungsi
dibutuhkan
masukan 5. Untuk
cairan
dengan
cermat. 5. Pantau
mempertahankan masukan
infus
yang
diresepkan
intra vena
Kolaborasi :
1. Berikan
1. Untuk menurunkan
19
kortikosterod
ekskresi
sesuai
proteinuria
ketentuan.
2. Untuk memberikan
2. Berikan diuretik
2
penghilangan
bila
sementara
diinstruksikan.
edema.
dari
Perubahan
Tujuan :
Mandiri :
nutrisi
Kebutuhan
1. Catat intake dan 1. Monitoring asupan
kuruang
dari nutrisi
kebutuhan
akan
terpenuhi
secara akurat
berhubungan dengan
2. Kaji Kriteria Hasil :
malnutrisi
Napsu
sekunder
baik
terhadap
Tidak
kehilangan protein
output makanan
makan
adanya
dan Porsi makan yang
dapat terjadi secara
hipoproteinema,
sebagai
diare.
edema intestinal
reaksi
anak 3. Mencegah
status
mendapat
nutrisi
makanan
lebih buruk.
dihidangkan
dengan
napsu makan.
dihabiskan
yang cukup.
bergizi 5. Batasi
menjadi
diet 4. Membantu
dan 4. Beri diet yang
ascites tidak ada.
nutrisi
perlahan. Diares
penurunan
Edema
2. Gangguan
anoreksia,
terjadi 3. Pastikan
hipoprtoeinemia
nutrisi bagi tubuh
pemenuhan nutrisi anak
dan
meningkatkan daya natrium
tahan tubuh anak
selama
edema 5. asupan
dan
trerapi
kortikosteroid 6. Beri lingkungan
natrium
dapat memperberat edema usus yang menyebabkan
yang
hilangnya
nafsu
menyenangkan,
makan anak
20
bersih,
dan 6. agar
anak
rileks pada saat
mungkin
makan
makan
7. Beri
porsi
sedikit
pada 8. untuk
awalnya
nafsu makan anak
agar
makanan
spesial
mendorong anak
mau
makan
dan 9. untuk menrangsang
disukai anak 9. Beri
untuk
makanan 7. untuk merangsang
dalam
8. Beri
lebih
nafsu makan anak
makanan
dengan
cara
yang menarik 3
Resiko tinggi Tujuan :
Mandiri :
infeksi
Tidak
berhubungan
infeksi
dari
dengan
Kriteria hasil :
orang
imunitas tubuh menurun.
terjadi
Tanda-tanda
1. Lindungi anak 1. Meminimalkan orangyang
masuknya organisme.
terkena
infeksi 2. Mencegah
melalui
terjadinya
Tanda vitaldalam
pembatasan
nosokomial.
batas normal
pengunjung.
yang infeksi tidak ada
Ada
3. Mencegah
perubahan 2. Tempatkan
terjadinya
perilaku keluarga
anak di ruangan
dalam
non infeksi.
melakukan perawatan.
3. Cuci sebelum
infeksi
infeksi
nosokomial. 4. Membatasi
tangan dan
masuknya
bakteri
ke
tubuh.
dalam
sesudah
Deteksi dini adanya
tindakan.
infeksi
4. Lakukan
dapat
mencegah sepsis.
21
tindakan invasif 5. Untuk secara aseptik 5. Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
pajanan
hangat
dan kering
pada
organisme infektif 6. Untuk
6. Jaga agar anak tetap
meminimalkan
memutus
mata
rantai
penyebarkan infeksi
7. Pantau suhu.
7. Indikasi
8. Ajari orang tua
adanya
tentang
tanda
dan
gejala 8. Memberi
infeksi
awal tanda
infeksi
pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
4
Kecemasan
Tujuan :
anak
Kecemasan anak
perasaan
berhubungan
menurun
atau cemas.
dengan
hilang
lingkungan
Kriteria hasil :
kontak
perawatan
ooperatif
klien.
yang
1. Validasi
atau
1. Perasaan takut
2. Pertahankan
pada
asing tindakan
dengan
3. Upayakan
(dampak
keperawatan
keluarga
hospitalisasi).
omunikatif pada
menunggu
perawat Secara
tua
nyata
dan
membantu
pasien
untuk
tebuka
sehingga
dapat
menghadapinya. ada 2. Memantapkan yang
hubungan, meningkatan ekspr
4. Anjurkan orang verbal
adalah
esi perasaan.
untuk 3. Dukungan
yang
mengatakan
membawakan
terus
tidak takur.
mainan
mengurangi
atau
foto keluarga
menerus
ketakutan
atau
22
kecemasan
yang
dihadapi. 4. Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah
dari
anggota keluarga.
5
Perubahan
Tujuan :
proses
Pasien (keluarga)
keluarga
dan
kebuutuhan
keluarga
mendapat
kebutuhan akan
dibutuhkan
berhubungan
dukungan
informasi,
keluarga
dukungan
2. Keluarga
dengan yang
1. Kenali masalah 1.
yang
anak adekuat Kriteria hasil :
2. Kaji
Mengidentifikasi yang
akan
beradaptasi
menderita
pemahaman
terhadap
penyakit
keluarga
tindakan
serius.
tentang
keperawatan
diagnosa
dan
rencana
yang
dilakukan 3. Agar keluarga juga
perawatan 3. Tekankan
segala
mengetahui dan
jelaskan profesional
masalah kesehatan anaknya 4. Mengoptimalisasi
kesehatan
pendidikan
tentang kondisi
kesehatan terhadap
anak,
prosedur 5. Untuk
dan terapi yang
memfasilitasi
dianjurkan,
pemahaman
serta
6. Keluarga
dapat
23
prognosanya 4. Gunakan setiap
mengidentifikasi perilaku
anak
kesempatan
sebagai orang yang
untuk
terdekat
meningkatkan
anak
pemahaman
dengan
7. Mempermantap
keluarga
rencana yang telah
Keluarga
disusun
tentang
sebelumnya
penyakit
dan
terapinya 5. Ulangi informasi sesering mungkin 6. Bantu keluarga mengintrepetasi kan
perilaku
anak
serta
responnya 7. Jangan tampak terburu-buru, bila
waktunya
tidak tepat 6
Intoleransi
Tujuan :
aktifitas
Anak
berhubungan
melakukan
dengan
aktifitas
kelemahan.
dengan
1. Pertahankan dapat
sesuai
tirah
baring
1. tirah baring yang sesuai
gaya
awal bila terjadi
gravitasi
edema hebat
menurunkan
2. Seimbangkan
dapat
edema
24
kemampuan dan
istirahat
dan 2. ambulasi
mendapatkan
aktifitas
bila
istirahat
dan
tidur
ambulasi
kelelahan
yang 3. Rencanakan
adekuat
dan
3. aktivitas
yang
berikan
tenang mengurangi
aktivitas tenang
penggunaan energi
4. Instruksikan Kriteria hasil :
menyebabkan
istirahat
yang bila
anak
mulai
merasa lelah 5. Berikan periode istirahat
dapat
menyebabkan kelelahan 4. mengadekuatkan fase istirahat anak
tanpa 5. anak
gangguan
dapat
menikmati
masa
istirahatnya
7
Gangguan citra
Tujuan :
1. Gali
tubuh Agar
dapat
dan
masalah 1. Untuk perasaan
memudahkan
berhubungan
mengespresikan
mengenai
dengan
perasaan
penampilan
perubahan
masalah dengan 2. Tunjukkan
harga diri klien dan
penampilan
mengikutin
positif
mendorong
dari penampilan
penerimaan
dan
terhadap
dan
aktivitas
aspek yang
sesuai
dengan
minat
dan
kemampuan anak.
koping
penurunan edema 3. Dorong sosialisasi
bukti
2. Meningkatkan
kondisinya 3. Agar merasa
anak
tidak
sendirian
dan terisolasi
dengan individu 4. Agar anak merasa
25
Kriteria hasil :
tanpa
infeksi
diterima
aktif 4. Beri balik
8
Resiko tinggi Tujuan : kerusakan
umpan posisitf
Mandiri :
Kulit anak tidak 1. Berikan
integritas kulit menunjukkan
1. memberikan
perawatan kulit
berhubungan
adanya
2. Hindari pakaian
dengan
kerusakan
ketat
edema,
integritas
: 3. Bersihkan
penurunan
kemerahan
pertahanan
iritasi
atau
tubuh.
anak
dan
mencegah dan
bedaki
kerusakan kulit 2. dapat
permukaan kulit
mengakibatkan
beberapa
area yang menonjol
kali
sehari Kriteria hasil:
kenyamanan pada
4. Topang edema,
tertekan organ 3. untuk seperti
skrotum 5. Ubah
mencegah
terjadinya
iritasi
pada kulit karena posisi
dengan sering ; pertahankan
gesekan
dengan
alat tenun 4. unjtuk
kesejajaran
menghilangkan aea
tubuh
tekanan
dengan
baik
5. karena anak dengan
6. Gunakan
edema
penghilang tekanan
selalu atau
mudah
massif letargis, lelah
26
dan
matras
atau
tempat
tidur 6. untuk
penurun
diam saja mencegah
terjadinya
tekanan
ulkus
sesuai
kebutuhan 9
Resiko tinggi Tujuan : kekurangan
Klien
Mandiri : tidak 1. Pantau
volume cairan menunjukkan (intravaskuler) kehilangan cairan
dan
dengan
intravaskuler
nadi
kehilangan
atau
cairan, edema.
fisik
kualitas 2. Untuk tanda shock frekwensi
shock 3. Ukur
yang
bukti
penipisan cairan
2. Kaji
dan hipovolemik
tanda
vital
berhubungan
protein
1. Untuk mendeteksi
hipovolemik 3. Untuk
tekanan
darah
shock hipovolemik 4. Agar
4. Laporkan
diyunjukkan
adanya
pasien minimum
penyimpangan
atau tidak ada
dari
mendeteksi
pengobatan
segera
dapat
dilakukan
normal
Kriteria hasil :
27
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
Husein A Latas. 2012. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC, Edisi 9. EGC. Jakarta
Muttaqin. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
28
Mansjoer. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius: Jakarta
Ngastiyah. 2007. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC Price . 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process. Suharyanto, Tato, & Mudjid. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.
29