LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS
Oleh: Rizka Rahmaharyanti, S.Kep G4D014001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS PURWOKERTO 2014
SINDROM NEFROTIK
A. Latar Belakang Kedaan klinis berupa kumpulan gelaja atau fase awal dari suatu penyakit baik akut maupun kronis bisa saja mengganggu bahkan mempengaruhi kehidupan penderitanya seperti penyakit. Salah satu keadaan klinis tersebut ialah sindrom nefrotik. Kumpualan keabnormalan yang terdapat pada sindrom nefrotik meliputi proteinuria, hipoalbuminemia, edema serta hiperlipidemia. keabn ormalan tersebut utamanya disebabkan oleh rusaknya glumerolus ginjal dengan berbagai sebab, sehingga fungsi filtrasinya terganggu. Sindrom nefrotik, walaupun hanya berupa kumpulan gejala, memiliki kondisi yang perlu ditangani segera agar tidak berlanjut ke gagal ginjal akut maupun kronis. Keadaan ini paling banyak terjadi pada anak usia 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2013).
B. Definisi Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri
glomerular
dengan
karakteristik
proteinuria,
hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suryadi & Yuliani, 2001). Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan adanya proteinuria masif (>3,5 g/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia dengan kadar BUN yang biasanya normal (Price & Wilson, 2005).
C. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik pada dewasa terbagi menjadi dua menurut Mansjoer, dkk (2001), yakni : 1. Glumerulonefritis primer (sebagian besar tidak diketahui sebabnya)
-
Glumerulonefritis membranosa
-
Glumerulonefritis kelainan minimal
-
Glumerulonefritis membranoproliferatif
-
Glumerulonefritis pascastreptokokus
2. Glumerulonefritis sekunder
-
Lupus eritematosus sistemik
-
Obat (emas, penisilamin, kaptopril, anti inflamasi nonsteroid)
- Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus) -
Penyakit sistemik yang mempengaruhi glumerulus (diabetes, amiloidosis)
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013), etiologi sindrom nefrotik umumnya dibagi menjadi : 1. Sindrom nefrotik bawaan
-
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal
-
Resisten terhadap pengobatan
-
Gejala edema pada masa neonatus
-
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya
2. Sindrom nefrotik sekunder
-
Malaria quartana
-
Penyakit kolagen (SLE, purpura anafilaktoid)
-
Glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena renalis
-
Bahan kima (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa)
-
Amiloidosis,
penyakit
sel
sabit,
hiperprolinemia,
nefritis
membraneproliferatif hipokomplementemik 3. Sindrom nefrotik idiopatik Dikenal pula dengan sebutan sindrom nefrotik primer. Hal tersebut dikarenakan sindrom ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain
D. Patofisiologi Etiologi utama dari sindrom nefrotik ialah kerusakan glumerolus, baik berupa lesi maupun infeksi. Kerusakan tersebut dapat terjadi karena bawaan (diturunkan oleh orangtua, akibat sekunder (penyakit lain seperti Malaria quartana, penyakit kolagen, glumerulonefritis, bahan kima, dll) serta idiopatik (tidak diketahu penyebabnya) (Nurarif & Kusuma, 2013). Kerusakan glomerolus ketiga jenis etiologi tersebut mengakibatkan perubahan permeabilitas atau kemampuan membran glomerolus dalam melakukan filtrasi. pada keadaan
normal, membran basal glomerolus memiliki mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier ) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier ). Terganggunya kedua penghalan tersebut pada penderita sindrom nefrotik mengakibatkan protein yang seharusnya tertahan, ikut keluar bersama urin. Keluarnya protein baik yang bermolekul kecil (albumin) maupun yang bermolekul besar (immunoglobulin) tersebut membuat jumlah albumin di dalam tubuh berkurang (hipoalbumin), pengeluaran trombin dan penurunan sel imun (Price & Wilson, 2005). Kurangnya jumlah protein di dalam tubuh membuat tubuh meningkatkan aktivitas sintesis protein di hati, termasuk albumin, protombin, fibrinogen dan faktor pembekuan lain. Peningkatan aktivitas sintesis tersebut menghasilkan
α2-
Macroglobulin dan lipoprotein dalam jumlah yang banyak. Hal tersebut diikuti pula oleh peningkatan kolesterol darah dan LDL (Low density lipoprotein) serta VLDL (Very low density lipoprotein). Keadaan berkurangnya jumlah albumin di dalam tubuh menurunkan tekanan koloid yang berakhir pada edema akibat cairan masuk ke ekstraseluler sehingga terjadi kelebihan volume cairan pada genitalia, mata dan paru-paru (efusi pleura) yang dapat mengakibatkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Akibat dari edema lainnya meliputi penekanan tubuh yang meminimalkan suplai nutrisi dan oksigen dalam tubuh sehingga terjadi hipoksia pada jaringan yang tertekan, berlanjut iskemia dan nekrosis. Penekanan saraf vagus yang diinterpretasikan sebagai rasa kenyang, sehingga nafsu makan menurun dan pemenuhan nutrisi
terganggu dan mengakibatkan kelemahan yang bermuara pada hambatan mobilitas fiisik dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Cairan yang masuk ke ekstraseluler menyebabkan penurunan volume intravaskuler diikuti peningkatan ADH dan penurunan volume urin yang dikeluarkan (oliguria), yakni < 500 ml/hari. Hal tersebut juga membuat usus mengabsorbsi air sehingga feses mengeras dan mengakibatkan konstipasi. Hipovolemia dan peningkatan granulasi sel-sel glomerolus mengaktifkan pengeluaran renin oleh sel jukstaglomerular pada bagian arterior aferen ginjal. Renin yang disekresikan mengubah angiotensin menjadi angiotensin I dan II sebagai respon tubuh untuk meningkatkan volume plasma dengan meningkatkan aldosteron sehingga merangsang reabsorbsi natrium dan air. Perubahan tersebut juga membuat efek vasokonstriksi arterioral perifer sehingga meningkatkan tekanan darah bersamaan dengan meningkatnya volume plasma. peningkatan tekanan darah tersebut mengakibatkan beban kerja jantung meningkat sehingga terjadi penurunan curah jantung (Nurarif & Kusuma, 2013).
E. Tanda dan Gejala Gejala utama yang sering dijumpai pada penderita sindrom nefrotik, yaitu : 1. Proteinuria, > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak. 2. Hipoalbuminemia < 30g/l 3. Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan pula edema pada wajah, asites dan efusi pleura. 4. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia. 5. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri (Mansjoer, dkk., 2001)
F. Pemeriksaan Penunjang Manifestasi klinis dari sindrom nefrotik dapat terlihat dengan : 1. Pemeriksaan urin dan darah. hal tersebut untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia dan hiperlipidemia.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal dan hematuria untuk melihat apakah terdapat penurunan kalsium plasma. 3. Biopsi ginjal.
G. Pathway
H. Pengkajian Data-data yang perlu dikaji pada penderita sindrom nefrotik meliputi (Doenges, 1999) : 1.
Aktivitas/istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus.
2.
Sirkulasi Tanda : Hipotensi/hipertensi
(termasuk
eklampsia/hipertensi
akibat
hipertensi
kehamilan),
disritmia
malignan, jantung,nadi
lemah/halus,hipotensi ortostatik (hipovolemia), edema jaringan umum (termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum), pucat, kecenderungan perdarahan. 3.
Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih berupa penurunan frekuensi/oliguria. Tanda : Perubahan warna urin
4.
Makanan/cairan Gejala : Peningkatan berat badan akibat edema, mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati. Tanda : Perubahan
turgor
kulit/kelembaban,
edema
(umumnya
pada
ekstremitas bawah) 5. Neurosensori Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang Tanda : ketidakmampuan konsentrasi, penurunan tingkat kesadaran 6. Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala Tanda : Perilaku distraksi, gelisah 7.
Pernapasan Gejala : Nafas pendek Tanda : Dispnea, peningkatan frekuansi, kedalaman (pernapasan kussmaul)
I. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut Nurarif & Kusuma (2013), meliputi : 1. Kelebihan volume cairan 2. Ketidakefektifan pola napas 3. Infeksi ; Resiko tinggi 4. Kerusakan integritas kulit 5. Penurunan curah jantung 6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 7. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer 8. Hambatan mobilitas fisik 9. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan (pada anak)
J. Fokus Intervensi 1. Mempertahankan keseimbangan cairan 2. Mempertahankan keefektifan pola nafas 3. Mencegah infeksi
K. Perencanaan keperawatan Diagnosa Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan pasien dalam keadaan homeostasis (seimbang) dengan kriteria hasil : Fluid Balance Indikator terdapat - Tidak edema perifer - Intake dan output 24 jam seimbang - Tidak ada suara nafas tambahan - JVP tidak tampak
Intervensi Fluid management - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat urin kateter jika - Pasang diperlukan - Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin ) - Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP - Monitor vital sign - Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
- Tekanan
vena sentral dalam batas yang diharapkan kapiler - Tekanan paru dalam batas yang diharapkan - Vital sign dalam batas normal - Berat badan stabil terdapat - Tidak asites - Hidrasi kulit dari - Terbebas kelelahan, kecemasan atau kebingungan Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
Ketidakefektif an pola napas b.d keletihan otot pernapasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- Kaji lokasi dan luas edema - Monitor masukan makanan /
-
-
cairan dan hitung intake kalori harian Monitor status nutrisi Berikan diuretik sesuai interuksi Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring - Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi - Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll) - Monitor berat badan - Monitor serum dan elektrolit urine - Monitor serum dan osmilalitas urin - Monitor BP, HR, dan RR tekanan darah - Monitor orthostatik dan perubahan irama jantung parameter - Monitor hemodinamik infasif - Catat secara akutar intake dan output - Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB - Monitor tanda dan gejala dari odema obat yang dapat - Beri meningkatkan output urin Airway Management - Buka jalan nafas - Posisikan pasien semi fowler untuk memaksi-malkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya
Respiratory status : Ventilation Indikator - Frekuensi pernafasan sesuai yang diharapkan - Irama nafas sesuai yang diharapkan - Kedalaman inspirasi dada - Ekspansi simetris Bersuara secara adekuat terdapat - Tidak penggunaan otot tambahan terdapat - Tidak suara napas tambahan - Tidak dispnea saat istirahat - Tidak didapatkan nafas pendek suara - Auskultasi nafas sesuai yang diharapkan
Vital sign status Indikator darah - Tekanan dalam rentang normal - Nadi dalam rentang normal - Pernapasan sesuai yang diharapkan
Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
pemasangan alat jalan nafas buatan - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan intake untuk - Atur mengoptimalkan keseimbangan cairan. - Monitor respirasi dan status O2 Oxygen Therapy - Pertahankan jalan nafas yang paten - Atur peralatan oksigenasi - Monitor aliran oksigen - Pertahankan posisi pasien - Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi - Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR - Catat adanya fluktuasi tekanan darah VS saat pasien - Monitor berbaring, duduk, atau berdiri - Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan - Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas - Monitor kualitas dari nadi - Monitor frekuensi dan irama pernapasan - Monitor suara paru pola pernapasan - Monitor abnormal - Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit - Monitor sianosis perifer - Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) penyebab dari - Identifikasi perubahan vital sign
Resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol keperawatan diharapkan infeksi) infeksi tidak terjadi dengan - Bersihkan lingkungan setelah kriteria hasil : dipakai pasien lain - Pertahankan teknik isolasi Risk Control - Batasi pengunjung bila perlu Indikator - Instruksikan pada pengunjung - Pengetahuan untuk mencuci tangan saat tentang resiko berkunjung dan setelah - Memonitor faktor berkunjung meninggalkan resiko dari pasien lingkungan - Gunakan sabun antimikrobia - Memonitor faktor untuk cuci tangan resiko dari perilaku - Cuci tangan setiap sebelum dan personal sesudah tindakan kperawtan - Mengembangkan Gunakan baju, sarung tangan strategi kontrol sebagai alat pelindung resiko yang efektif - Pertahankan lingkungan aseptik - Menghindari selama pemasangan alat paparan yang bisa - Ganti letak IV perifer dan line mengancam central dan dressing sesuai kesehatan dengan petunjuk umum - Mengenali - Gunakan kateter intermiten perubahan status untuk menurunkan infeksi kesehatan kandung kencing - Tingktkan intake nutrisi Immune Status - Berikan terapi antibiotik bila Indikator perlu - Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi leukosit - Jumlah dalam batas normal Keterangan : 1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang-kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan n 5. Selalu menunjukkan
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung granulosit, WBC - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Batasi pengunjung - Saring pengunjung terhadap penyakit menular - Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko - Pertahankan teknik isolasi k/p - Berikan perawatan kuliat pada area epidema - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup - Dorong masukan cairan - Dorong istirahat - Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep - Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi - Ajarkan cara menghindari infeksi - Laporkan kecurigaan infeksi - Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001). Kapita selekta kedokteran (Edisi Ketiga ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Media Aesculaplus. NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action Publishing. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC. Suryadi, & Yuliani, R. (2001). Praktek klinik asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: Sagung Seto.