SINDROM DISPEPSIA (DYSPEPSIA SYNDROME) A.
Definisi
dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. kekambuhan. Dispepsi adalah istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan keluhan perut bagian atas. Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak nyaman, kembung, banyak flatus, rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang dan borborygmi (suara keroncongan dari perut). Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluranpencernaan). Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, te ratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress. Dyspepsia disebabkan oleh beragam hal yang dapat ditelusuri berdasarkan kategorinya. a. Non-ulcer dyspepsia adalah dyspepsia yang tidak diketahui penyebabnya karena – biladiendoskopi – bagian kerongkongan, perut, atau duodenum terlihat normal, tidak menunjukkan borok sama sekali. Diperkirakan 6 dari 10 penderita dyspesia tergolongdalam kategori ini, b. Duodenal and stomach (gastric) ulcers yakni dyspesia yang disebabkan oleh borok diusus duabelas jari atau lambung. Jenis ini kerap dinamai peptic ulcer, c. Duodenitis and gastritis atau radang di usus duabelas jari dan/atau lambung. Radangtersebut bisa saja ringan atau parah, tergantung luksnya. Gastritis akut dapatdisebabkan oleh karena stres, zat kimiam isalnya obat-obatan dan alkohol, makananyang pedas, panas maupunasam. Pada para yang mengalami stres akan terjadiperangsangan sarafsimpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksiasamklorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambungakan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makananyang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus,mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambungkarena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosagaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerahfundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksiHCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri iniditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambungakibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi selmukosa gaster akan mengakibatkan erosipada sel mukosa. Hilangnya sel mukosaakibat erosi memicu timbulnya perdarahan.Perdarahan yang terjadi dapat mengancamhidup penderita, namundapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehinggaerosimenghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan. Helicobacter pylorimerupakan bakteri gram negatif. Organisme inimenyerang sel permukaan gaster,memperberat timbulnya desquamasi seldan muncullah respon radang kronis padagaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia d. Acid reflux, oesophagitis and GERD. Acid reflux terjadi ketika zat asam keluar darilambung dan naik ke kerongkongan.Acid reflux bisa menyebabkan esofagitis (radangkerongkongan) atau gastro-oesophageal reflux disease (GERD – acid reflux, denganatau tanpa esofagitis). Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal(esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70% merupakan tipikal,yaitu : Heart burn. Heart burn adalah sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejalaheart burn adalah gejala yang tersering, Regurgitasi. Regurgitasi adalah kondisi di mana material lambung terasa dipharing. Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Kejadian ini dapatmenyebabkan komplikasi paru paru, Disfagia. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.
B.
Etiologi
Tidaklah mengherankan bahwa penyakit gastrointestinal telah banyak dikaitkan dengan dispepsia. Namun, banyak penyakit non-gastrointestinal juga telah dikaitkan dengan dispepsia. Contoh yang terakhir termasuk diabetes, penyakit tiroid, hiperparatiroidisme (kelenjar paratiroid yang terlalu aktif), dan penyakit ginjal berat. Tidak jelas, bagaimana penyakit non-gastrointestinal dapat menyebabkan penyakit dispepsia. Penyebab kedua yang penting dari dyspepsia adalah obat. Ternyata bahwa banyak obat yang sering dikaitkan dengan dispepsia, misalnya, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs seperti ibuprofen ), antibiotik, dan estrogen ). Pada kenyataannya, kebanyakan obat dilaporkan menyebabkan dispepsia dalam setidaknya beberapa pasien. Seperti telah dibahas sebelumnya, dispepsia sebagian besar (bukan karena penyakit nongastrointestinal), namun diyakini disebabkan fungsi abnormal dari otot-otot organ saluran pencernaan atau saraf mengontrol organ. Kontrol saraf pada saluran pencernaan sangatlah
kompleks. Sebuah sistem saraf bekerja sepanjang saluran pencernaan dari kerongkongan ke anus di dinding otot dari organ-organ. Saraf ini berkomunikasi dengan saraf lain yang melakukan perjalanan ke dan dari sumsum tulang belakang. Saraf dalam sumsum tulang belakang pada gilirannya berjalanan ke dan dari otak. Dengan demikian, fungsi abnormal dari sistem saraf di dispepsia mungkin terjadi pada organ pencernaan otot, sumsum tulang belakang, atau otak. Sistem saraf mengontrol organ-organ pencernaan, seperti organ lainnya, mengandung kedua saraf sensorik dan motorik. Saraf-saraf terus menerus merasakan apa yang terjadi pada aktivitas dalam organ dan menyampaikan informasi ini ke saraf di dinding organ. Dari sana, informasi dapat disampaikan ke sumsum tulang belakang dan otak. Informasi diterima dan diproses di dinding organ, sumsum tulang belakang, atau otak. Kemudian, berdasarkan pada masukan sensorik dan cara input diproses, perintah (respon) dikirim ke organ melalui saraf motorik. Dua dari respon-respon motor yang paling umum dalam usus kecil adalah kontraksi atau relaksasi otot organ dan pengeluaran cairan dan / atau lendir dalam organ. Seperti telah disebutkan, fungsi abnormal dari saraf organ-organ pencernaan, setidaknya secara teoritis, mungkin terjadi dalam organ, sumsum tulang belakang, atau otak. Selain itu, kelainan mungkin terjadi dalam saraf sensorik, saraf motorik, atau di pusat-pusat pengolahan di usus, sumsum tulang belakang, atau otak. Beberapa peneliti berpendapat bahwa penyebab penyakit-penyakit fungsional adalah kelainan pada fungsi saraf sensorik. Misalnya, aktivitas normal, seperti peregangan dari usus kecil oleh makanan dapat menimbulkan sinyal sensorik yang dikirim ke sumsum tulang belakang dan otak, di mana mereka dianggap menyakitkan. Peneliti lain berpendapat bahwa penyebab penyakit-penyakit fungsional adalah kelainan pada fungsi saraf motorik. Misalnya, perintah abnormal melalui syaraf-syaraf motor mungkin menghasilkan kejang yang menyakitkan (kontraksi) dari otot-otot. Yang lain berpendapat bahwa abnormal disebabkan oleh pusat pengolahan yang berfungsi dan bertanggung jawab untuk penyakit fungsional salah menafsirkan sensasi normal atau mengirim perintah yang abnormal ke organ. Bahkan, beberapa penyakit fungsional mungkin disebabkan oleh disfungsi sensor, disfungsi motor, atau disfungsi baik sensorik dan motorik. Lainnya mungkin karena kelainan di dalam pusat pengolahan. Sebuah konsep penting yang relevan dengan mekanisme beberapa potensi (penyebab) penyakit fungsional adalah konsep “hipersensitivitas visceral”. Konsep ini menyatakan bahwa penyakit yang mempengaruhi organ-organ pencernaan sangat “peka” sehingga mengubah respon saraf-saraf atau pusat pengolahan untuk sensasi yang berasal dari organ. Menurut teori ini, penyakit seperti colitis (peradangan usus besar) dapat menyebabkan perubahan permanen dalam kepekaan saraf atau pusat pengolahan usus besar. Sebagai hasil dari peradangan sebelumnya, rangsangan normal dirasakan sebagai abnormal (misalnya, sebagai hal yang menyakitkan). Dengan demikian, kontraksi usus besar yang normal mungkin menyakitkan. Tidak jelas apa penyakit sebelum dapat mengakibatkan hipersensitivitas pada orang, meskipun penyakit menular (bakteri atau virus) dari saluran pencernaan disebutkan paling sering. Visceral hypersensitivity telah ditunjukkan secara jelas pada hewan dan manusia. Perannya dalam penyakit-penyakit fungsional yang umum belum jelas saat ini. Penyakit dan kondisi lain dapat memperburuk penyakit-penyakit fungsional, termasuk dyspepsia. Kecemasan dan / atau depresi mungkin faktor memperburuk paling sering diakui untuk pasien dengan penyakit fungsional. Faktor lain yang memberatkan adalah siklus
menstruasi . Selama periode haid, wanita seringkali mencatat bahwa gejala fungsional mereka buruk. Hal ini sesuai sewaktu hormon wanita, estrogen dan progesteron berada pada tingkat tertinggi. Selain itu, telah diamati bahwa mengobati wanita yang memiliki dispepsia dengan leuprolida (Lupron), obat injeksi yang menutup produksi tubuh estrogen dan progesteron, yang efektif dalam mengurangi gejala dispepsia pada wanita premenopause. Observasi ini mendukung peran hormon dalam intensifikasi gejala fungsional. Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%. Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu : a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori. b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya. c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik. d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. Dispepsia fungsional dibagi 3, yaitu : a.
Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
b.
Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia mirip ulkus maupun dispepsia mirip dismotilitis. Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-kasus dengan kelainan organik. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: 1. Menelan udara (aerofagi) 2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung 3. Iritasi lambung (gastritis) 4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis 5. Kanker lambung 6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis) 7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) 8. Kelainan gerakan usus 9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi 10. Infeksi Helicobacter pylori Dyspepsia organik Dyspepsia fungsional Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikuli, ulkus duodeni)- Disfungsi sensorikGastro-esophageal reflux disease (GORD), dengan ataugastroduodenumGastroparesis tanpa esofagitis. idiopatik/hipomotilitas antrum
-
Obat : OAINS, Aspirin
-
Disritmia gaster
-
Kolelitiasis simtomatik
-
Hipersensitivitas gaster/duodenum
-
Pancreatitis kronik
-
Faktor psikososial
hiperkalsemia,-
Gastritis H. pylori
Gangguan gastroparesis DM)
metabolik
(uremia,
-
Keganasan (gaster, pancreas, kolon)
-
Insufisiensi vaskula mesenterikus
-
Nyeri dinding perut
C.
Idiopatik
Faktor Predisposisi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pola hidup. berikut ini berbagai penyakit (kondisi medis) yang dapat menyebabkan keluhan dispepsia : a. Dispepsia fungsional (nonulcer dyspepsia). Dispepsia fungsional adalah rasa tidak nyaman hingga nyeri di perut bagian atas yang setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh tidak ditemukan penyebabnya secara pasti. Dispepsia fungsional adalah penyebab maag yang paling sering. b. Tukak lambung (stomach ulcers). Tukak lambung adalah adanya ulkus atau luka di lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang dirasakan terus menerus, bersifat kronik (lama) dan semakin lama semakin berat. c.
Refluks esofagitis (gastroesophageal reflux disease)
d.
Pangkreatitis
e.
Iritable bowel syndrome
f. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung. Jika pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan maag. g. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis serta pendarahan pada lambung. h.
Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan)
i.
Penyakit kandung empedu
j.
Penyakit liver
k. l.
Kanker lambung (jarang) Kanker esofagus (kerongkongan)(jarang)
m.
Penyakit lain (jarang)
D.
Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan Dengan kriteria tidak adanya kelainan organik pada SCBA, maka teori patogenesisnya sangat bervariasi. Berbagai usaha telah dicoba untuk menerangkan korelasi yang ada antara keluhan dengan sedikitnya temuan kelainan yang ada secara konvensional.
E.
Manifestasi Klinis
a.
Nyeri perut (abdominal discomfort),
b.
Rasa perih di ulu hati,
c.
Mual, kadang-kadang sampai muntah,
d. Nafsu makan berkurang, e.
Rasa lekas kenyang,
f.
Perut kembung,
g.
Rasa panas di dada dan perut,
h.
Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi 3 tipe : 1.
dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala :
-
nyeri epigestrium terlokasi.
-
Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid.
-
Nyeri saat lapar.
-
Nyeri episodik
2.
dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala :
-
mudah kenyang.
-
Perut cepat terasa penuh saat makan.
-
Mual.
-
Muntah
-
Uuper abdominal bloating.
-
Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
3.
dispepsia non spesefik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)
G.
Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, di mana merupakan pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.
H.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non farmakologis 1)
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres 3)
Atur pola makan
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah) Penatalaksanaan yang tepat pada pasien dengan dispepsia, antara lain : 1. Edukasi kepada pasien untuk mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia 2.
Modifikasi pola hidup
Menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai faktor pencetus. Pola makan porsi kecil tetapi sering dan makanan rendah lemak. 3.
Obat-obatan
Obat-obatan yang dianjurkan adalah golongan antasida, anti sekresi dan prokinetik dapat digunakan untuk mengurangi keluhan. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu : - Antasid 20-150 ml/hari Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat dalam antasid antara lain Na bikarbonat, AL (OH)3, Mg (OH)2 dan Mg trisilikat. Pemakaian obat ini sebaiknya jangan diberikan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg trisilikat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. - Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. - Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin dan famotidin. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)Sesuai dengan namanya, golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol dan pantoprazol.
- Sitoprotektif Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE) dan enprestil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (sebagai site protective), yang senyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). - Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan prokinetik, yaitu sisaprid, dom peridon dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
I.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius, terutama kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa endoskopi. berikut merupakan pemeriksaan penunjang: a.
Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan. b.
Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO). Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural. Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ , endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa lambung. c.
DPL : Anemia mengarahkan keganasan
d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas.
J.
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum diinvestigasi terutama hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia. Pasien dispepsia dengan alarm symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik. Menurut Wibawa (2006), yang termasuk keluhan alarm adalah: 1.
Disfagia,
2.
Penurunan Berat Badan (weight loss),
3. Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia, anemia defisiensi besi,atau fecal occult blood ), 4.
Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh).
Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk menyingkirkan penyakit tukak peptic dengan komplikasinya, GERD (gastroesophageal reflux disease), atau keganasan.
K.
Pencegahan
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung. Berikut adalah 11 solusi mencegah gangguan pencernaan 1.
biasakan makan teratur
2. Kunyah makanan dengan baik supaya enzim ptialin dalam kelenjar ludah dapat melakukan fungsinya dengan sempurna 3.
Jangan makan terlalu banyak
4.
Jangan berbaring setelah makan
5. Hindari waktu makan yang terlalu ber-dekatan supaya proses mencerna tidak terganggu (interval 2-3 jam)
6. Jangan makan sambil minum (setiap cairan yang dikonsumsi dengan makanan padat akan mengurangi aktivitas cairan pencernaan yang terlibat dalam proses pe ncernaan) 7.
Tingkatkan konsumsi makanan sumber serat
8.
Konsumsi makanan probiotik
9. Kurangi konsumsi makanan pembentuk asam (protein hewani dan karbohidrat sederhana) 10. Jangan makan makanan yang terlalu panas atau dingin (dapat mengiritasi lapisan dinding lambung) 11. Kurangi stress