DISPEPSIA I. PENDAHULUAN Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengleuaran asam lambung berlebih, pertahanan dindins lambung yang lemah, infeksi Helicobacter infeksi Helicobacter pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007). Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Usia Usia 50 50 tah tahun un kea keata tass Kehilan Kehilangan gan bera beratt badan badan tanpa tanpa dise disengaj ngajaa Kesu Kesuli lita tan n men menel elan an Terka erkadan dang g mual mual-m -mun unta tah h Buang Buang air air besa besarr tidak tidak lanc lancar ar Mera Merasa sa pen penuh uh di di daer daerah ah per perut ut (Bazaldua, et al , 1999)
Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia (Richter cit Hadi, Hadi, 2002). muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading, Nyren, Malagelada cit Hadi, cit Hadi, 2002).
II. PEMBAHASAN 1. Definisi Dys-), berarti sulit , dan "πέψη" ( Pepse), Pepse), Dispepsia berasal dari bahasa Yunani Yunani "δυς-" ( Dys-), berarti pencernaan (N.Talley, et al .,., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn (heartburn)) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia Dispepsia organik, organik, bila bila telah telah diketahui diketahui adanya adanya kelaina kelainan n organik organik sebagai sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia Dispepsia nonorga nonorganik nik atau atau dispepsia dispepsia fungsi fungsional, onal, atau atau dispesia dispesia nonulkus nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan). Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu (Bazaldua, et al , 1999)
Tabel 1.1 Diagnosis banding nyeri/ketidaknyamanan abdomen atas
Dispepsia Organik
Dispepsia Fungsional
-Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikul, ventrikul, ulkus -Disfungsi sensorik-motorik sensorik-motorik gastroduodenum duodeni) -Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas idiopatik/hipomotilitas antrum -Gastro-oesophageal -Gastro-oesophageal reflux disease (GORD), -Disritmia gaster dengan atau atau tanpa esofagitis -Hipersensitivitas -Hipersensitivitas gaster/duodenum gaster/duodenum -Obat : OAINS, aspirin
-Faktor psikososial
-Kolelitiasis -Kolelitiasi s simtomatik
-Gastritis H.pylori -Gastritis H.pylori
-Gangguan metabolik (uremia, hiperkalsemia, -Idiopatik gastroparesis DM) -Keganasan (gaster, pankreas, kolon) -Insufisiensi vaskula mesentrikus -Nyeri dinding perut (Mansjoer, et al , 2007)
2. Etiologi reflux. Jika Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. anda memiliki penyakit acid reflux, reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini anti-inflammatory, dapat menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: 1. Mene Menellan udar udaraa (aerofagi (aerofagi)) 2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung gastritis) 3. Irit Iritas asii lam lambu bung ng ( gastritis) 4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis 5. Kank Kanker er lambu ambung ng 6. Pera Peradan danga gan n kandu kandung ng emp empedu edu (kolesistitis (kolesistitis)) 7. Intoleransi Intoleransi laktosa laktosa (ketidakmam (ketidakmampuan puan mencerna mencerna susu dan produknya produknya)) 8. Kela Kelain inan an gera geraka kan n usu ususs 9. Stress Stress psiko psikologi logis, s, kecema kecemasan san,, atau depres depresii 10. Infeks Infeksii Helicobacter pylory
3. Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : dyspepsia), dengan gejala: 1. Dispeps Dispepsia ia dengan dengan keluhan keluhan sepert sepertii ulkus ulkus (ulkus-like (ulkus-like dyspepsia), a. Nyeri Nyeri epigas epigastri trium um terlok terlokali alisas sasii
b. Nyeri hilang hilang setelah setelah makan atau pemberian pemberian antasi antasid d c. Nyer Nyerii saa saatt lap lapar ar d. Nyer Nyerii epis episod odiik dyspesia), dengan 2. Dispeps Dispepsia ia dengan dengan gejala gejala seperti seperti dismot dismotili ilitas tas (dysmotility-like (dysmotility-like dyspesia), gejala: a. b. c. d. e. f.
Muda udah keny kenyan ang g Perut Perut cepat cepat terasa terasa penuh penuh saat saat maka makan n Mual Muntah Upper abdominal bloating (bengkak bloating (bengkak perut bagian atas) Rasa Rasa tak tak nyama nyaman n bert bertam ambah bah saa saatt makan makan
3. Dispepsia Dispepsia nonspes nonspesifik ifik (tidak (tidak ada ada gejala gejala seperti seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al , 2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan b erat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi (borborigmi). ). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan. 4. Pemeriksaan Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu: 1. Pemeriksaa Pemeriksaan n laboratorium laboratorium biasany biasanyaa meliputi meliputi hitung jenis jenis sel sel darah yang yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan d an urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, cit Hadi, 2002).
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007). 3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter oleh Helicobacter pylori. pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: a. CLO (rapid urea test ) b. b. Pato Patolo logi gi anat anatom omii (PA) (PA) c. Kultur Kultur mikr mikroor oorgsa gsanis nisme me (MO) (MO) jarin jaringan gan d. PCR ( polymerase polymerase chain reaction), reaction), hanya dalam rangka penelitian 4. Pemeriksaa Pemeriksaan n penunjang penunjang meliputi meliputi pemeriks pemeriksaan aan radiologi, radiologi, yaitu OMD dengan dengan kontras ganda, serologi Helicobacter serologi Helicobacter pylori, pylori, dan urea breath test (belum test (belum tersedia (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran di Indonesia) (Mansjoer,
makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama d i bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin (Hadi, 2002). Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak u mumnya reguler, semisirkuler, semisirkuler, dengan dasar licin cit Hadi, 2002). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa (Vilano et al, cit Hadi, yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah (Shirakabe cit Hadi, cit Hadi, 2002). Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops (Hadi, 2002). 5. Kadang dilakuk dilakukan an pemeriksaa pemeriksaan n lain, seperti seperti pengukuran pengukuran kontraksi kontraksi kerongko kerongkongan ngan atau respon kerongkongan terhadap asam.
Tabel 4.1. Pertimbangan dalam Memilih Strategi Pemeriksaan Dispepsia
Strategi Kelebihan
Kekurangan
Endoskopi Tes baku emas untuk memeriksa Gastroduodenal ulcers, reflux
Mahal Invasif
Esophagitis, dan kanker gastrointestinal
Tidak begitu efektif/praktis untuk
pasien muda tanpa gejala alarm
Bermanfaat karena lebih 40 persen
Jarang, komplikasi endoskopi
pasien dispepsia karena organik Menyediakan cukup jaminan pasien Pilihan tes untuk target terapi
Pengobatan empiris Strategi yang tidak begitu mahal dengan menurunkan Gejala cepat dikenali kadar asam Rata-rata respon yang tinggi
Manfaat manghilang dengan adanya
pengulangan gejala/respon lemah Rata-rata pengulangan gejala tinggi
Dapat mengurangi sejumlah
Dapat menyampaikan kegunaan
endoskopi
medik yang tidak cocok dan lama Dapat menunda tes diagnosis
Dapat menutup gejala malignant ulcers Kemungkinan besar untuk menyediakan jaminan pasien paling kurang Jarang, efek samping yang serius ( gynecomastia gynecomastia atau hematologic disorders) disorders )
Tes H.pylori es H.pylori dan Berdasarkan review literatur, literatur, keli-
Dapat meningkatkan level kebal anti-
perlakuannya jika hatannya sebuah pendekatan yang
Tes H.pylori es H.pylori kurang akurat
hasil tes positif dapat diterima, dan strategi yang
Dapat menghasilkan overtreatment di-
tidak begitu mahal dalam pasien sensitif H.pyloti H.pyloti
karenakan hasil pemeriksaan yang
Direkomendasikan Direkomendasikan oleh American
positif palsu atau undertreatment dikaundertreatment dika-
Gastroenterological Gastroenterological Association Dapat mengurangi sejumlah endoskopi
biotik
reanakan hasil pemeriksaan yang negatif palsu
Manfaat untuk pasien dispepsia fungsional kemungkinan kecil atau tidak ada sama sekali Kanker dan penyakit ulcer bisa ulcer bisa terlewati Pasien menjadi tidak punya waktu banyaknya pengobatan Dapat menyebabkan efek samping yang serius ( pseudomembranous colitis ) Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi jangka panjang tidak terdokumentasi secara pasti
H.pylori dan Pemberantasan Mencegah pembiayaan pembiayaan H.pylori empiris H.pylori empiris H.pylori endoskopi (penyimpanan biaya aktual mungkin sedikit bila pasien
Beberapa bukti tidak mendukung pendekatan ini
Dapat meningkatkan level kebal anti-
secara rutin membutuhkan endoskopi) biotik Dapat mengurangi sejumlah
Manfaat untuk pasien dispepsia
endoskopi
fungsional kemungkinan kecil atau tidak ada sama sekali
Kanker dan penyakit ulcer bisa ulcer bisa terlewati Pasien menjadi tidak punya waktu banyaknya pengobatan Dapat menyebabkan efek samping
yang serius ( pseudomembranous colitis ) Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi jangka panjang tidak terdokumentasi secara pasti
Tes untuk H.pylori H.pylori Endoskopi akan mendeteksi gastroduodenal ulcers, reflux dan melakukan gastroduodenal
Tidak efektif biaya dibandingkan H.pylori diikuti dengan tes untuk H.pylori
endoskopi jika hasil esophagitis, dan kanker gastrotes positif intestinal atas
Dapat terjadi penggunaan endoskopi
Meminimalisir Meminimalisir kebal terhadap antibiotik
oleh pengobatan jika hasilnya positif
secara berlebihan karena terjadi tes
positif palsu Invasif cit Bazaldua, 1999) (N. Talley et al , cit Bazaldua,
5. Penatalaksanaan Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu: 1. Anta Antasi sid d 2020-150 150 ml/h ml/har arii Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. 2. Anti Antiko koli line nerrgik gik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 3. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. proton pump inhibitor = inhibitor = PPI) 4. Penghambat pompa asam ( proton Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. 5. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif ( site site protective), protective ), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). 6. Golo Golonga ngan n prok prokin inet etik ik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan clearance) (Mansjoer et (Mansjoer et al, 2007). memperbaiki bersihan asam lambung (acid (acid clearance) 7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)
Hasil (-)
Rujuk
Hasil (+) Usia > 45 tahun atau usia < 45 tahun dengan tanda-tanda alarm
Terapi empiris selama 2 minggu : -Antasida -H2 antagonis/PPI (omeprazol) -Obat-obat prokinetik Kambuh (maksimal 3x) Rujuk Dispepsia tetap (+) Gastroenterelogis Gastroenterelogis / internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi Dispepsia
Usia , 45 tahun tanpa tanda-tanda alarm
Tes serologi Hp
Rujuk
Dispepsia (-) Terapi dihentikan
Skema 5.1. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia di masyarakat (Mansjoer et (Mansjoer et al , 2007)
Dispepsia
Endoskopi
Tes serologi Hp
Hasil (-) Pemeriksaan CLO, PA, kultur (untuk Hp) Hasil (+)
CLO (+) PA (+) Kultur (+)
CLO (+) PA (+) Kultur (+)
CLO (+) PA (+) Kultur (+)
CLO (+) PA (+) Kultur (+)
CLO (+) PA (+) Kultur (+)
Seleksi kasus
Tidak dilakukan terapi eradikasi hanya diberikan terapi empiris sambil dicari penyebab lain
Terapi eradikasi
Skema 5.2. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia oleh gastroenterolog/internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi (Mansjoer et (Mansjoer et al , 2007)
Tabel 5.1. Golongan obat antagonis reseptor H2
Obat
Indikasi
Dosis Cara, waktu, dan Efek samping
lama pemberian Simetidin Tukak peptik akut dan kronik
ditambah
3x200mg, Selama 4 minggu Penekanan eritropoesis,
sampai pansitopenia
200mg
atau neutropenia
sebelum t idur Gastritis kronik dengan hiperskresi HCl
200mg Lanjutan, setiap malam Gangguan SSP seperti
konfusi mental, somnolen, letargi, halusinasi Gangguan endokrin yaitu impotensi, ginekomastia
Roksatidin Gastritis akut dan kronik kronik 75mg/hari, Oral, malam hari,selama dengan saya saya selektif disesuaikan 1 minggu minggu reseptor H2 6 kali lebih dengan baik daripada daripada simetidin simetidin bersihan setara ranitidin kreatinin
Ranitidin
Dispepsia akut dan 2x150mg Selama 4-6 minggu kronik, khususnya khususnya lanjutan : tukak duodenum aktif 1x150mg Malam hari (Mansjoer et (Mansjoer et al , 2007)
Tabel 5.2. Golongan obat penghambat pompa proton Obat
Indikasi
Omeperazol Tukak peptik
Dosis
Pemberian
1x20mg/hari
Setiap pagi, selama Sakit kepala, nuase, diare, 1-2 minggu, oral
Tukak duodenum
Lansoprazol Tu Tukak peptik
1x2050mg/hari 1x30mg/hari
Pantopraz Pantoprazol ol Tukak Tukak peptik, inhibito inhibitorr pompa 1x40mg/hari proton yang reversibel
Efek samping
mabuk, lemas, nyeri epigastrik, banyak gas
Selama 2-4 hari minggu, oral 4 minggu, oral
Idem
Oral
Idem
(Mansjoer et (Mansjoer et al , 2007)
Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu memuaskan. Hasil penelitian controlled trials secara umum masih mengecewakan dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai placebo mengenai placebo dengan histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam ( proton-pump proton-pump inhibitors), inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori. pylori. W trials, Walaupun alaupun sejumlah penelitian pene litian acak (randomized (randomized ), ), controlled trials, dan meta-analisis telah menunjukkan keunggulan sisaprid dibandingkan placebo dibandingkan placebo,, sekarang kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek samping pada jantung. (Holtmann et al , 2006)
Di Jepang, itoprid, yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja menghambat acetylcholinesterase, acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia fungsional. Walaupun obat ini telah menunjukkan merangsang kemampuan gerak spontan (motality (motality)) lambung, penelitian yang dirancang secara tepat, acak, dan controlled trials terhadap pasien dispepsia fungsional masih lemah. Di Jepang, itoprid diresepkan 5 0 mg untuk tiga kali sehari. Bagaimanapun, respon kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari populasi lainnya. (Holtmann et al , 2006) Penelitian yang dilakukan oleh Holtmann dkk membandingkan antara pasien dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50,100, atau 200 mg untuk tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin efikasi utama dianalisa: perubahan dasar berbagai gejala dispepsia fungsional (seperti yang diujikan melalui Leeds melalui Leeds Dyspepsia Questionnaire), Questionnaire), pengujian global dari efikasi pasien (proporsi pasien tanp a gejala atau tanda peningkatan gejala), dan berbagai keluhan nyeri dan sakit yang dihitung dalam skala tingkat lima. Setelah delapan minggu, 41 persen dari pasien yang menerima placebo ternyata bebas gejala, sebagai perbandingan dengan 57 persen, 59 persen, dan 64 persen yang menerima itoprid dosis 50, 100, 200 mg untuk tiga kali sehari (P<0.05 untuk semua oerbandingan antara placebo dan itoprid). (Holtmann et al , 2006) Walaupun penilaian bebas gejala secara siginifikan terjadi di keempat kelompok, analisis keseluruhan menyingkap bahwa itoprid lebih unggu l secara signifikan daripada placebo, dengan nilai perkembangan bebas gejala untuk kelompok 100 dan 200 mg (-6.24 dan -6.27) versus (-4.50) untuk kelompok placebo; P=0.05. Analisis akhir dan lengkap menunjukkan bahwa itoprid menghasilkan nilai respon yang lebih baik daripada placebo (73 persen versus 63 persen, P=0.04) (Holtmann et al , 2006).
Tabel 5.3. Pengobatan untuk Dispepsia Fungsional yang Didukung Bukti dan Tanpa Didukung Bukti
Pengobatan yang didukung bukti • • • •
Pemberantasan H. pylori Itoprid Proton-pump inhibitors (PPI) Terapi psikologi (terapi perilaku kognisi, hipnoterapi, psikoterapi)
Pengobatan tanpa didukung bukti • • • • • • • • • • •
Antacids Antispasmodic agents Bismuth salts Dietary therapy Herbal therapy Histamine H2-receptor antagonists Misoprostol Prokinetic agents Selective serotonin-reuptake inhibitors Sucralfate Tricyclic Tricyclic antidepressants (at low doses)
(Longstreth, 2006)
6. Pencegahan Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mence gah terjadinya dispepsia bahkan (Ariyanto, 2007) memperbaiki kondisi lambung secara tidak langsung (Ariyanto, Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia : 1. Atur Atur pola pola makan makan setera seteratur tur mungki mungkin. n. 2. Hindari Hindari makanan makanan berlemak berlemak tinggi tinggi yang yang menghambat menghambat pengosong pengosongan an isi lambung lambung (coklat, keju, dan lain-lain). 3. Hindari Hindari makanan makanan yang menimbu menimbulkan lkan gas gas di lambung lambung (kol, (kol, kubis, kubis, kentang, kentang, melon, melon, semangka, dan lain-lain). 4. Hindar Hindarii makana makanan n yang yang terl terlalu alu pedas. pedas. 5. Hindari Hindari minuman minuman dengan kadar caffeine caffeine dan alkohol alkohol.. 6. Hindari Hindari obat yang mengiri mengiritasi tasi dinding dinding lambung, lambung, seperti seperti obatanti-inflammatory obat anti-inflammatory,, ketoprofen. misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding lambung. 7. Kelola Kelola stres stresss psikolo psikologi gi se-efis se-efisien ien mungki mungkin. n. 8. Jika Jika anda anda perokok perokok,, berhen berhentil tilah ah merok merokok. ok. 9. Jika Jika anda anda memi memili liki ki gang ganggua guan n acid reflux, reflux, hindari makan sebelum waktu tidur. 10. Hindari faktor-faktor faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti makan terlalu banyak, terutama makanan berat dan berminyak, makan terlalu cepat, atau makan sesaat sebelum olahraga. 11. 11. Pertahankan Pertahankan berat berat badan sehat 12. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu) seminggu) untuk mengurangi stress dan mengontrol berat badan, yang akan mengurangi dispepsia. 13. Ikuti rekomendasi rekomendasi dokter Anda Anda mengenai pengobatandispepsia. pengobatan dispepsia. Baik itu antasid, PPI, penghambat histamin-2 reseptor, dan obat motilitas.
Daftar Pustaka 1. Mans Mansjo joer er,, Arif Arif et et al . 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta.: 488-491 2. Hadi, Sujono. Sujono. 2002. 2002. Gastro Gastroenterol enterologi. ogi. Bandung : 156,159 156,159 3. Baza Bazald ldua ua,, O.V O.V.. et al . 2006. Dyspepsia: D yspepsia: What It Is and What to Do About It. http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html, Desember 2006 4. Anonim. Anonim. 2001. Dyspeps Dyspepsia-Sy ia-Symptoms mptoms,, Treatm Treatment, ent, abd Prevention. Prevention. http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html,, 2001 http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html 5. Sawaludin, Sawaludin, Diding. Diding. 2005. 2005. Nyeri Nyeri Ulu Hati Hati yang yang Berulang. Berulang.http://www.pikiranhttp://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm,, 9 Oktober 2005 rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm 6. Ariyanto, W.L. 2007. Mencegah Gangguan Lambung. www.kiatsehat.com, 2007 7. Anon Anonim im.. 2004 2004.. Dispepsia. http://medicastore.com/med/subkategori_pyk.ph p?idktg=7&UID=20071107122240202.162.33.202,, 2004 p?idktg=7&UID=20071107122240202.162.33.202 8. Anon Anonim im.. 2007 2007.. Dysp Dyspeps epsia ia.. http://en.wikipedia.org/wiki/Dyspepsia, 7 Oktober 2007 9. Bazal zaldua dua, OV OV et al .1999. .1999. Evaluation and Management of Dyspepsia. http://www.aafp.org/afp/991015ap/1773.html,, 15 Oktober 1999 http://www.aafp.org/afp/991015ap/1773.html 10. Torpy, orpy, Janet M. 2006. Dyspepsia. http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/295/ 13/1612?maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMA 13/1612?maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESUL TFORMAT=&fulltext=dyspepsia T=&fulltext=dyspepsia &searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT,, 5 April 2006 &searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT 11. 11. Holtmann, Holtmann, Gerald. Gerald. 2006. 2006. A Placebo-Controlled Trial of Itopride in Functional Dyspepsia. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/ 832, 23 Februari 2006
12. Longstreth, Longstreth, George George F. 2006. Functional Dyspepsia — Managing the Conundrum. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/791,, 23 Februari 2006 http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/791