LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR A. Pengertian Suatu Kehamilan yang ditandai dengan adanya villi korialis yang tidak normal secara histologis yang terdiri dari beberapa macam tingkatan proliferasi trofoblastik dan edema pada stroma villus. Biasanya kehamilan mola terjadi di dalam uterus, tetapi kadang-kadang terdapat juga di saluran telur ataupun ovarium. Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam : 2008) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2009) B. Etiologi Penyebab mola hidatidosa
tidak
diketahui,
faktor-faktor
yangmenyebabkannya antara lain: 1. Faktor ovum: Ovum memang sudah patologik sehingga mati, 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
tapi terlambat dikeluarkan. Imunoselektif dari trofoblas Keadaan sosio ekonomi yang rendah Paritas tinggi Kekurangan protein Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas Defek pada ovarium abnormalitas pada uterus umur dibawah 20 tahun atau usia diatas 40 tahun : memiliki peningkatan resiko 7x dibanding perempuan yang lebih muda
1
C. Patofisiologi Jonjot-jonjot
korion
tumbuh
berganda
dan
mengandung
cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias: 1. Proliferasi dari trofoblas 2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban 3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik (Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh. D. Manifestasi klinis Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut: 1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata darikehamilan biasa dan amenore 2. Terdapat perdarahan pervaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. 3. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan
tua
kehamilan seharusnya. 4. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin. E. Penatalaksanaan
2
1. Terapi a) Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah, barulah dengan tenang dan hati-hati evaluasi sisanya dengan kuretase. b) Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil: 1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk
memperlebar
pembukaan selama 12 jam. 2) Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin (pitosin atau sintosinon), cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati-hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar: ambillah dulu bagian tengah baru bagian-bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih. 3) Kalau perdarahan banyak, berikan
tranfusi
darah
dan
lakukan tampon utero-vaginal selama 24 jam. c) Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo-patologik dalam 2 porsi: 1) Porsi 1: yang dikeluarkan dengan cunam ovum 2) Porsi 2: dikeluarkan dengan kuretase d) Berikan obat-obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan umum penderita e) 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk pemeriksaan laboratorium.
3
f) Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan, ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk mengeluarkan isi rahim (mola). g) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi (high risk mola): usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih. 2. Periksa ulang ( follow-up) Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun: a) Setiap minggu pada triwulan pertama b) Setiap 2 minggu pada triwulan kedua c) Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya d) Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan. Setiap perikas ulang penting diperhatikan: 1) Gejala klinis: perdarahan, keadaan umum 2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak 3) Reaksi biologis atau imonologis air seni: Satu kali seminggu sampai hasil negatif Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan.Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya molahidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam1 tahun setelah mola keluar. 3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa. Beberapa institut telah memberikan methotrexate (MTX) pada penderita mola dengan tujuan
4
sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang bertahap. Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila: a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasanya tetap positif c. Pada high risk mola F. Pemeriksaan penunjang Untuk mengetahui secara
pasti
adanya
molahidatidosa,
maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu: 1. Reaksi kehamilan: karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji imunologik (galli mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi): a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa. b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar. Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif. 2. Pemeriksaan dalam. Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik 3. Uji sonde: Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan kemungkinan mola (cara Acosta-Sison). 4. Foto rongent abdomen: tidak terlihat tulang-tulang
janin
(pada kehamilan 3-4 bulan). 5. Arteriogram khusus pelvis 6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin.
5
G. Pathways
6
KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Aktivitas a. Kelemahan b. Kesulitan ambulasi 2. Sirkulasi a. Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok) b. Edema jaringan 3. Eliminasi a. Ketidakmampuan defekasi dan flatus b. Diare (kadang-kadang) c. Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam d. Penurunan haluan urine, warna gelap e. Penurunan/tak ada bising usus (ileus), bunyi keras
hilang
timbul, bising usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.Hiperesonan/timpani (ileus), hilang suara pekak di atas hati (udara bebas dalam abdomen). 4. Cairan a. Anoreksia, mual/muntah, haus b. Muntah proyektil c. Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk 5. Kenyamanan/Nyeri a. Nyeri abdomen, distensi, kaku, nyeri tekan 6. Pernapasan a. Pernapasan dangkal, takipnea 7. Keamanan Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca-melahirkan, abses retroperitoneal. B. Diagnosa keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan 2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder 3. Gangguan rasa nyaman
(nyeri)
berhubungan
kerusakan jaringan intrauteri 4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan C. Rencana tindakan 1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan dengan perdarahan
7
dengan
berhubungan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas Kriteria Hasil: a. TTV stabil b. Membran mukosa lembab c. Turgor kulit baik Intervensi: a. Kaji kondisi status hemodinamika Rasional: Pengeluaran cairan
pervaginam sebagai
akibat
abortus memiliki karekteristik bervariasi b. Ukur pengeluaran harian Rasional: Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginam c. Catat haluaran dan pemasukan Rasional: Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah merah d. Observasi nadi dan tensi Rasional: Mengetahui tanda hipovolemi (perdarahan) e. Berikan diet halus Rasional: Memudahkan penyerapan diet f. Nilai hasil lab. HB/HT Rasional: Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah g. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi Rasional: Mempertahankan keseimbangan elektrolit dan transfusi h. Evaluasi status hemodinamika Rasional: Penilaian dapat melalui pemeriksaan fisik 2. Resiko tinggi terhadap infeksi
dilakukan berhubungan
cairan
secara dengan
adekuat pertahanan sekunder Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan Kriteria hasil: a. TTVnormal b. Ekspresi tenang
8
dan
harian tidak
c. Hasil lab normal Intervensi: a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar, jumlah, warna, dan bau Rasional: Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan Rasional: Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart Rasional: Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart d. Lakukan perawatan vulva Rasional: Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeks e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi Rasional: Berbagai manifestasi klinik dapat menjadi tanda non spesifik infeksi, demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi f. Anjurkan pada suami untuk tidak
melakukan
hubungan
senggama selama masa perdarahan Rasional: Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan
ibu, senggama
dapat memperburuk
kondisi
dalam sistem
kondisi reproduksi
perdarahan ibu
dan
sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan g. Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk
mencuci
tangan yang baik. Rasional: Mencegah cross infeksi h. Observasi suhu tubuh Rasional: Mengetahui infeksi lanjut i. Berikan obat sesuai terapi Rasional: Antibiotika profilaktik atau pengobatan 3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan
dengan
kerusakan jaringan intrauteri Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
9
Kriteria hasil: a. Klien mengungkapkan nyeri hilang/berkurang b. Tampak rileks c. Mampu istirahat dengan tepat Intervensi: a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Rasional: Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun diskripsi b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya Rasional: Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri c. Kolaborasi pemberian analgetika Rasional: Mengurangi onset
terjadinya
nyeri
dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik 4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan Tujuan: Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat Kriteria hasil: a. Klien tenang b. Klien dapat informasi tentang penyakitnya Intervensi: a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien terhadap penyakit Rasional: Ketidaktahuan
dapat
menjadi
dan
dasar
rasa cemas b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien Rasional: Kecemasan yang tinggi dapat
keluarga
peningkatan
menyebabkan
penurunan penilaian objektif klien tentang penyakit c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan Rasional: Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama Rasional: Peningkatan nilai objektif masalah berkontribusi menurunkan kecemasan
10
terhadap
e. Terangkan
hal-hal
seputar
Mola
Hidatidosa
yang
perlu
diketahui oleh klien dan keluarga. Rasional: Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga
11
DAFTAR PUSTAKA Rustam Mochtar. 2008. Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC: Jakarta Prawirohardjo, 2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. YBPSP Dongoes, M.E., 2010, Rencana Keperawatan Maternal Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Pasien(terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
12