LAPORAN PENDAHULUAN Hernia Nukleus Pulposus
a. Definisi dan etiologi Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/ diskogenik. (Muttaqin, 2008) Protusio atau rupture nucleus biasanya didahului dengan perubahan degenerative yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein dalam polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air di nucleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di annulus fibrosus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. HNP terjadi kebanyakan karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga menimbulkan robeknya annulus fibrosus. (Muttaqin, 2008) HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf spinalis sehingga menimbulkan gangguan.
Gambar 1. Ilustrasi HNP Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP 1. Aliran darah ke discus berkurang 2. Beban berat 3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis vertebralis menekan radiks.
Gambar 2. Columna Vertebralis Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae. Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut (Martini, 2009) : - Cervicales (7) - Thoracicae (12) - Lumbales (5) - Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum) - Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu) Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior (Martini, 2009).
Gambar 3. Diskus Intervertebralis Diskus
invertebralis
menyusun
seperempat
panjang
columna
vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma. Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate), nucleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis. Dengan bertambahnya usia, kadar air nucleus pulposus menurun dan diganti oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral (Mutaqqin, 2008).
EPIDEMIOLOGI 1. HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada decade ke-4 dan ke-5. 2. Kelainan ini lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat. 3. Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi discus cenderung terjadi kearah postero lateral, dengan kompresi radiks saraf.
b. Tanda dan gejala Manifestasi klinik HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinik yang paling sering adalah ischialgia. Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut,menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot atau hilangnya reflek tendon patella (KPR) dan achilles (APR). bila mengenai konus atau kauda equine dapat terjadi gangguan miksi, defekasi, dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan suatu kegawatan yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan miksi secara permanen. Nyeri pada HNP akan meningkat bila terjadi kenaikan tekanan intracranial atau intradiskal seperti saat mengejan, batuk,bersin, mengangkat benda berat, dan membungkuk (Mansjoer et al, 2001).
c. Patogenesis HNP (Merdjono, 2009; PPBNI, 2009) Perubahan degeneratif (proses penuaan)
Trauma
protein polisakarida dalam diskus
Kompresi berat
kadar cairan
Nukleus pulposus tertekan
Dehidrasi dan kolaps Mencari jalan keluar Menyebar ke annulus fibrosus Ruptur pada anulus dengan Stres relatof kecil
Pertahanan diskus
Nukleus pulposus mendorong ligamentum longitudinalis (protusi)
HERNIASI
Serabut saraf mengalami hialinisasi
Mendorong ligamentum longitudinalis
Gambar 4. Kelenturan Spinal Disc
d. Patofisiologi HNP (Price & Wilson, 2005; Nugrahaeni, 2010)
e. Faktor resiko (Mansjoer et al., 2001) 1.
Usia 30-50 tahun
2.
Profesi (kuli bangunan, dsb.)
3.
Aktivitas
4.
Vibrasi
5.
Olahraga tidak teratur
6.
Merokok
7.
Berat badan berlebihan
f. Penegakan diagnosis Anamnesa Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas).
Dikarenakan
mengikuti
jalannya
N.
Ischiadicus
yang
mempersarafi kaki bagian belakang. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler). Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua krista iliaka). Nyeri Spontan , yaitu sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat.Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang (Mardjono & Sidharta, 2009). Pemeriksaan Motoris (Mardjono & Sidharta, 2009) 1. Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat. 2. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas. Pemeriksaan Sensoris (Mardjono & Sidharta, 2009) 1. Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat. 2. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara. Tes-tes Khusus (Mardjono & Sidharta, 2009) 1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT) Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°. 2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari kaki (L5). 3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1). Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
4. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi untuk segera operasi. 5. Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan indikasi untuk operasi. 6. Tes kernique
Gambar 5. Kernique Test
Tes Refleks (Mardjono & Sidharta, 2009) Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara L5 –S1 terkena. Penunjang Laboratorium (Mardjono & Sidharta, 2009) 1) Darah (Tidak spesifik) 2) Urine (Tidak spesifik) 3) Liquor Serebrospinalis
Biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil manfaatnya untuk diagnosis. Pemeriksaan Radiologi (Mansjoer et al., 2001) 1) Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela invertebrata dan pembentukan osteofit. 2) Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus. 3) CT scan untuk melihat lokasi HNP 4) MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks saraf. 5) EMG Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer
Gambar 14 & 15. Foto X-ray Tulang Belakang g. Penatalaksanaan 1) Farmakologi (Price & Wilson, 2005) a.
Analgetik : paracetamol, aspirin, tramadol
b.
NSAID : ibuprofen, natrium dilofenak, ethodolak, selekoksib, dan jangan lupa efek samping yang ditimbulkan yaitu ruam pada kulit.
c.
Obat pelemas otot : tinazidin, esperidone, karisoprodol,
d.
Opioid
e.
Kortikosteroid oral
f.
Analgetic adjuvant : amitripilin, carbamazepin, gabapentin
2) Terapi fisik (Price & Wilson, 2005) a.
Traksi pelvis
b.
Korset lumbal
c.
Latihan dan modifikasi gaya hidup
d.
Kompres pana
3) Terapi bedah (Price & Wilson, 2005) Perlu dipertimbangkan bila dalam satu bulan belum ada perbaikan secara konservatif, ischialgia yang berat, defekasi dan seksual, tergangguanya radix saraf adanya paresis otot tungkai bawah.
Gambar 6 & 7. Contoh Penatalaksanaan HNP
4) Non farmakologi a.
Larangan (Mutaqqin, 2008) 1.
Peregangan yang mendadak pada punggung
2.
Jangan sekali-kali mengangkat benda atau sesuatu dengan tubuh
dalam
keadaan
fleksi
atau
dalam
keadaan
membungkuk. 3. Hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi kambuhnya gejala setelah episode awal. b.
Saran yang harus dikerjakan Istirahat mutlak di tempat tidur, kasur harus yang padat. Diantara kasur dan tempat tidur harus dipasang papan atau “plywood” agar kasur jangan melengkung. Sikap berbaring terlentang tidak membantu lordosis lumbal yang lazim, maka bantal sebaiknya ditaruh di bawah pinggang. Orang sakit diperbolehkan untuk tidur miring dengan kedua tungkai sedikit ditekuk pada sendi lutut. Bilamana orang sakit dirawat di rumah sakit, maka sikap tubuh waktu istirahat lebih enak, oleh karena lordosis lumbal tidak mengganggu tidur terlentang jika fleksi lumbal dapat diatur oleh posisi tempat tidur rumah sakit (Mutaqqin, 2008). Istirahat mutlak di tempat tidur berarti bahwa orang sakit tidak boleh bangun untuk mandi dan makan. Namun untuk keperluan
buang
air
kecil
dan
besar
orang
sakit
diperbolehkan meninggalkan tempat tidur. Oleh karena buang air besar dan kecil di pot sambil berbaring terlentang justru membebani tulang belakang lumbal lebih berat lagi. Analgetika
yang
non
adiktif
perlu
diberikan
untuk
menghilangkan nyeri. Selama nyeri belum hilang fisioterapi untuk mencegah atrofi otot dan dekalsifikasi sebaiknya jangan dimulai setelah nyeri sudah hilang latihan gerakan sambil berbaring terlentang atau miring harus diajurkan (Mutaqqin, 2008).
Traksi dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang sesuai dapat dilakukan “pelvic traction”, alat-alat untuk itu sudah automatik. Cara “pelvic traction”, sederhana kedua tungkai bebas untuk bergerak dan karena itu tidak menjemukan penderita. Maka pelvic traction dapat dilakukan dalam masa yang cukup lama bahkan terus-menerus. Latihan bisa dengan melakukan flexion excersise dan abdominal excersise. Masa istirahat mutlak dapat ditentukan sesuai dengan tercapainya perbaikan. Bila iskhilagia sudah banyak hilang tanpa menggunakan analgetika, maka orang sakit diperbolehkan untuk makan dan mandi seperti biasa. Korset pinggang atau griddle support sebaiknya dipakai untuk masa peralihan ke mobilisasi penuh (Mutaqqin, 2008). Penderita dapat ditolong dengan istirahat dan analegtika antirheumatika serta nasehat untuk jangan sekali-kali mengangkat
benda
berat,
terutama
dalam
sikap
membungkuk. Anjuran untuk segera kembali ke dokter bilamana terasa nyeri radikuler penting artinya. Dengan demikian ia datang kembali dan “sakit pinggang” yang lebih jelas mengarah ke lesi diskogenik (Mutaqqin, 2008). h. Komplikasi 1) Kelemahan dan atropi otot 2) Trauma serabut syaraf dan jaringan lain 3) Kehilangan kontrol otot sphinter 4) Paralis / ketidakmampuan pergerakan 5) Perdarahan 6) Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal (Carpenito, 2000)
i. Prognosis Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik dapat menyebabkan atrofy otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit (Harsono, 2009). j. Kesimpulan 1. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/ diskogenik. (Muttaqin, 2008). 2. Manifestasi
klinis
HNP
diantaranya
ischialgia,
parestesia,
gangguan miksi, defekasi, dan seksual, serta nyeri saat bersin dan batuk. Pada pemeriksaan fisik sebagian besar ditemukan refleks tendon Achilles yang menurun atau bahkan hilang (Mansjoer et al, 2001). 3. Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan adalah MRI (gold standard). Selain itu pemeriksaan lain yang sering dikombinasikan adalah elektromielografi (EMG), X-Ray, dan CTScan (Mansjoer et al., 2001). 4. Penatalaksanaan pada HNP terutama adalah terapi konservatif (tirah baring). Selain itu diberikan NSAID untuk mengurangi rasa sakit, dan terapi fisik. Tindakan operatif dilakukan bila tidak ada kemajuan dari terapi awal (Price & Wilson, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi Edisi 2. Yogyakarta : GMUP http://www.scribd.com/doc/42554392/Hernia-Nukleus-Pulposus?olddoc=1 http://www.scribd.com/doc/42554392/Hernia-Nukleus-Pulposus?olddoc=1 http://www.scribd.com/doc/48965995/HERNIA-NUKLEUS-PULPOSUS Diakses pada tanggal 23 Maret 2012 Ibrahim Al Luwimi, Ahmed Ammar and Majed Al Awami. 2011. Pathophysiology of Paresthesia. Department of Neurosurgery and General Surgery, Cardiothoracic and Vascular Division College of Medicine, University of Dammam, Kingdom of Saudi Arabia Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. Mardjono, Mahar; Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : EGC. Martini, Frederic H; Nath, Judi L. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology Eight Edition. San Fransisco : Pearson International Education. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika Nugreheni, Kustati. 2010. Presus Saraf “HNP (Ischialgia)”. Available from, URL
:
http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=PRESUS+SARAF+%22H NP%28Ischialgia%29%22. Diakses pada tanggal 21 Maret 2012. Price, Sylvia Anderson; Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC. Putz, Reinhard; Pabst, Reinhard. 2006. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia Edisi 22 Jilid 2. Jakarta : EGC. www.fkumyecase.net/storage/users/215/215/images/120/syaraf.pdf. diakses pada tanggal 25 Maret 2012