LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD) et. causa HIPERTENSI
DISUSUN OLEH : SRI MULYANI PB1701031
PROGRAM PROFESI NERS STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN TA 2017/2018
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001). Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua penyakit. Selain itu pada individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pamakaian harian obat-obatan analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apa pun sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan penurunan GFR yang progresif (Corwin, 2009).
B. Klasifikasi
-
Berdasarkan
sebabnya,
gagal
ginjal
kronis
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan sebabnya, yaitu sebagai berikut (Suharyanto dan Madjid, 2009): Klasifikasi Penyakit
Penyakit
Penyakit infeksi dan peradangan
Pielonefritis kronik, Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertesif
Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan penyambung
Lupus eritematosus sistemik, Poliartritis nodusa, Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan heredite
Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik
Diabetes Melitus, Gout Disease, Hipertiroidisme
Nefropati toksi
Penyalahgunaan analgesic, Nefropati timbale
Nefropati obstruksi
Saluran kemih bagian atas: kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperineal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi
prostat,
striktur
anomali leher kandung kemih dan uretra.
-
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu: 1.
Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal --- Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti. 2.
Stadium II dinamakan insufisiensi ginjal --- Pada stadium ini
dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25 % dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau seting berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul. 3.
Stadium III dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia -
-- Sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
uretra,
-
Berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010) 1.
Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m 2)
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapatdideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. 2.
Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m 2)
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kitamulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain. 3.
Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m 2)
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemiadan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan: Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampurdengan darah. Kuantitas urin
bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal beradandapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
4.
Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m 2)
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akanmembutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalamlengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea,sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggotakeluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah :
Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pada urin, sakit pada ginjal, sulit tidur
Nausea : muntah atau rasa ingin muntah. Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak.
5.
Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m 2)
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal. Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain :
Kehilangan napsu makan Nausea.
Sakit kepala.
Merasa lelah.
Tidak mampu berkonsentrasi.
Gatal – gatal.
Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
-
Keram otot
Perubahan warna kulit
GFR normal adalah 90 – 120 mL/min/1.73 m2.Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal (Arora, 2009 dalam Desita, 2010). Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus:
C. Etiologi
Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesly, 2008). a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998).
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006). b. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator , karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. c. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau dise but juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998). d. Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan
ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).
D. Faktor Resiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
E. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian CKD
Hipertensi merupakan salah satu penyebab GGK melalui suatu proses yang mengakibatkan hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang progresif danirreversible. Peningkatan tekanan dan regangan yang kronik pada arteriol dan glomeruli diyakini dapat menyebabkan sklerosis pada pembuluh darah glomeruliatau yang sering disebut degan glomerulosklerosis. Penurunan jumlah nefron akanmenyebabkan proses adaptif, yaitu meningkatnya aliran darah, peningkatan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) dan peningkatan keluaran urin di dalam nefron yangmasih bertahan. Proses ini melibatkan hipertrofi dan vasodilatasi nefron sertaperubahan fungsional yang menurunkan tahanan vaskular dan reabsorbsi tubulusdi dalam nefron yang masih bertahan. Perubahan fungsi ginjal dalam waktu yanglama dapat mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada nefron yang ada. Lesi-lesisklerotik yang terbentuk semakin banyak sehingga dapat menimbulkan obliterasiglomerulus, yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal lebih lanjut, danmenimbulkan lingkaran setan yang berkembang secara lambat yang berakhirsebagai penyakit Gagal Ginjal Kronik (Guyton and Hall, 2007). Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Semakin tinggi tekanan darah dalamwaktu lama maka semakin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan (Tessy, 2009). Teori ini diperkuat oleh Hidayati et al (2008) dalam penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara lama hipertensi dengan kejadian CKD, semakin lama menderita hipertensi maka semakin tinggi risiko untuk mengalami kejadian CKD.
F. Manifestasi Klinis
Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai di hampir semua sistem tubuh manusia, seperti: 1. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensinaldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena leher, frekuensi jantung yang tidak regular akibat hiperkalemia. 2. Integumen yaitu
yang
ditandai
dengan
warna
kulit
abu-abu
mengkilat,kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar 3. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas dangkal seta pernapasan kussmaul 4.
Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran GI
5. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang,
kelemahan
pada
telapakkaki, serta perubahan perilaku
tungkai,
rasa
panas
pada
6. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsiumfosfor, Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas serta foot drop. 7. Reproduksi yaitu ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler. 8.
System hematologi yaitu anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. (Smeltzer, 2001; Suyono, 2001).
G. PATOFISIOLOGI
(terlampir)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Urine 1)
Volume : biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) / anuria.
2)
Warna : secara abnormal urine keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah Hb, mioglobulin, forfirin.
3)
Berat jenis :< 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
4)
Osmolalitas :< 350 Mosm / kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio urine / sering 1: 1.
5)
Clearance kreatinin : mungkin agak menurun
6) Natrium :> 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium. 7)
Protein
:
derajat
tinggi
proteinuria
(3-4+)
secara
bulat,
menunjukkan kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada. 8)
b.
PH, kekeruhan, glokuso, ketan, SDP dan SDM.
Darah 1)
BUN Urea adalah produksi akhir dari metabolism protein, peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre renal atau gagal ginjal.
2)
Kreatinin Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50 % nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.
3)
Elektrolit Natrium, kalium, calcium dan phosfat
4)
Hematologi : Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit
2. Pemeriksaan Radiologi Berberapa
pemeriksaan
radiologi
yang
biasa
digunanakan
untuk
mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
Flat-Plat radiografy/Radiographic Untuk mengetahui keadaan ginjal, ureter, dan vesika urinaria dengan mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan klasifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
Computer Tomograohy (CT) Scan Untuk
melihat
secara
jelas
struktur
anatomi
ginjal
penggunaannya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
Intervenous Pyelography (IVP)
yang
Untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
Aortorenal Angiography Untuk mengetahui sistem arteri, vena, dan kapiler pada ginjal dengan menggunakan kontras. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi neuropati, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
Ultrasono ginjal Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
Endoskopi ginjal, nefroskopi Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
3. Biopsi Ginjal Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
I. PENATALKSANAAN MEDIS 1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. b. Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. c. Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. d. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali ( sodium bicarbonat ) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L. b. Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. c. Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint ) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. d. Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. e. Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang
adekuat,
medikamentosa
atau
operasi
subtotal
paratiroidektomi. f.
Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). a. Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). b. Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). c. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: 1. Cangkok ginjal (kidney transplant ) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah. 2. Kualitas hidup normal kembali 3. Masa hidup ( survival rate) lebih lama 4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan 5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah: 1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit berlebih. 2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron. 4) Anemia akibat penurunan eritropoitin. 5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik. 6) Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh. 7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan. 8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah. 9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfate.
K. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, sedangkan yang menderita hipertensi kebanyakan usia lanjut b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD terutama hipertensi c. Pengkajian pola fungsional Gordon
- Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien
terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
- Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun, perubahan turgor kulit, penampilan tak bertenaga.
- Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input, oliguria,
anuria,
abdomen
kembung,
diare,.
Tandanya
adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu, perubahan warna urin.
- Aktifitas dan latian. Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, gangguan tidur (insomnis, gelisah ), kelemahan otot, serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
- Pola istirahat dan tidur. Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
- Pola persepsi dan kognitif. Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya
adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
- Pola hubungan dengan orang lain. Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
- Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
- Pola Sirkulasi Gejala: a. Riwayat hipertensi lama atau berat b. Palpitasi, nyeri dada (angina) Tanda: a. Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan b. Disritmia jantung c. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik d. Friction rub perikardial e. Pucat pada kulit f. Kecenderungan perdarahan
- Pola persepsi diri. Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
- Pola mekanisme koping. Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat
mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
- Pola kepercayaan. Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak
dapat
melakukan kegiatan agama seperti biasanya. d. Pengkajian fisik
- Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
- Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
- Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
- Kepala. Kaji apakah rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
- Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
- Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
- Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
- Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
- Ekstremitas. Kelemahan
fisik,
aktifitas
pasien
dibantu,
terjadi
edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
- Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
1)
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
2)
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah 3)
Gangguan pertukaran gas
4)
Perubahan pola nafas berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa, edema paru, asidosis metabolik
5)
Inefektif perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah.
6)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
7)
Kelelahan berhubungan dengan anemia
8)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual muntah.
9)
Kerusakan integritas kulit b/d efek uremia
10) Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis. 11) Kelebihan volume cairan b/d pemasukan cairan cepat/berlebihan. 12) Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
3. Rencana Keperawatan No.
1.
Diagnosa Keperawatan
Kelebihan
volume
Tujuan dan KH
Intervensi
Tujuan :
NIC : Fluid Management
cairan b.d penurunan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor TTV
haluaran
selama … x 24 jam, volume cairan 2. Kaji intake dan output
urine,
kelebihan diet, dan
seimbang
cairan
retensi natrium dan air
3. Monitor
indikasi
KH :
retensi/kelebihan
NOC : Fluid Balance
(crackles,
Indikator
1
2
3
4
5
TTV Edema
distensi
cairan
CVP, vena
edema, jugularis,
ascites) 4. Monitor
status
Suara
hemodinamik
(CVP,
napas
MAP, PAP, dan PCWP)
tambahan
5. Kaji lokasi dan luas edema
Output
6. Monitor hasil lab yang
urine
sesuai
dengan
cairan
retensi
(BUN,
Ht,
osmolalitas urine) 7. Kolaborasi
pemberian
diuretik sesuai indikasi 2.
Ketidakseimbangan
Tujuan :
NIC
nutrisi : kurang dari
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Management
kebutuhan tubuh b.d
selama … x 24 jam, nafsu makan klien
a. Kaji status nutrisi klien
anoreksia, vomitus, membran oral
nausea, meningkat perubahan mukosa
:
b. Monitor BB klien c. Kaji
KH : NOC : Nutritional status : nutrient intake
Nutrition
adanya
alergi
makanan d. Monitor
intake
nutrisi
klien e. Berikan informasi tentang
Indikator
1
2
3
4
kebuthan nutrisi
5
f. Kolaborasi
BB
untuk
dengan
ahli
Intake
gizi
menentukan
nutrisi
jumlah kalori dan nutrisi
Nafsu
yang dibutuhkan klien
makan 3.
Intoleransi b.d anemia,
aktivitas keletihan,
Tujuan :
NIC : Energy management
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Kaji
retensi selama … x 24 jam, toleransi aktivitas
produk sampah
klien meningkat
faktor
yang
menimbulkan keletihan 2. Tingkatkan
kemandirian
KH :
dalam aktivitas perawatan
NOC : Activity tolerance
diri yang dapat ditoleransi,
Indikator
Respiratory
1
rate
3
4
5
bantu jika keletihan terjadi 3. Anjurkan
aktivitas
alternatif sambil istirahat
with activity Systolic
blood
pressure
with
4. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis 5. Sediakan
activity Diastolic
blood
pressure
with
activity Ease of performing activities of Daily Living (ADL)
2
tentang keletihan
informasi indikasi
tingkat
4. Rencana Asuhan Keperawatan Klien CKD yang Menjalani Hemodialisa
NOC:
- Hemodyalisis access o
Warna kulit pada area shunt/fistula tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
o
Hematoma pada area shunt minimal/tidak ada
o
Edema perifer pada area distal shunt tidak ada
- Pengetahuan: diet o
Pasien mengetahui dan mematuhi diet yang direkomendasikan
o
Pasien mengetahui pembatasan makan dan minum
o
Pasien mengetahui fluktuatif berat badan yang harus diwaspadai
- Pengetahuan : treatment o
Pasien mematuhi jadwal hemodialysis yang dianjurkan
- Skin care o
Tanda-tanda inflamasi minimal
o
Pasien mengerti cara perawatan vena shunt
- Fluid overload severity o
Edema kaki tidak ada
o
Kongesti vena tidak ada
o
Peningkatan berat badan minimal
o
Pusing tidak ada
o
Kelemahan tidak ada
o
Penambahan tekanan darah minimal
NIC : Pre-hemodialisis
- Pertahankan intake dan output - Kaji adanya pertambahan berat badan - Monitor site insersi vena dan arteri - Monitor hasil lab jika diperlukan - Monitor vital sign
Intra hemodialysis
- Monitor vital sign - Monitor blood flow - Monitor keadaan umum pasien: kelemahan, pusing, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba sebagai tanda hipotensi, hipoglikemia
- Kaji adanya nyeri yang tak tertahankan - Ajari teknik relaksasi napas dalam jika terjadi nyeri saat insersi - Monitor kestabilan alat hemodialisis Post hemodialysis
- Monitor vital sign - Monitor keadaan umum pasien - Ukur berat badan pasien - Monitor adanya edema pada lokasi insersi
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi (diterjemahkan oleh Nkhe Budhi subekti). Jakarta : EGC Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott William & Wilkins. Desita, 2010. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Peningkatan Kualitas. Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUP Doenges, Marilynn. 2000. Nursing Care Plans Guidelines For Planning and Documenting Patients. Jakarta: EGC. Guyton, A.C., and Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11thed, Jakarta: EGC, pp. 231-237 dan 326-327. Hidayati, T., Kushadiwijaya, H., Suhardi., 2008. Hubungan Antara hipertensi, Merokok Dan Minuman Suplemen Energi Dan Penyakit Ginjal Kronis . Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., dan Setiowulan, W., 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I . Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius. Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi.EGC : Jakarta. Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular . Jakarta: Salemba Medika.
National Kidney Foundation, 2009. Chronic Kidney Disease. New york: National Kidney
Foundation.
Available
http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm#whatis,
from: diakses
pada tanggal 19 Juli 2016. Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Ed 1. Jakarta: Salemba Medika. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-prosesPenyakit . Edisi 4. Jakarta : EGC Prodjosudjadi, W., 2006. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I . Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 527-530. Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I . Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 579-580. Roesly, R. 2008. Hipertensi, Diabetes, dan Gagal Ginjal di Indonesia. Dalam Lubis. H. R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. Medan: USU Press Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC Soenardi, Tuti & S. Soetardjo. 2000. Hidangan Sehat untuk Penderita Hipertensi . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Trans Info Media: Jakarta Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik . Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD. Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI Suparman. 2000. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II . Jakarta: FKUI. Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Edisi keempat. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I . Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 570-573. Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada Penyakit
Ginjal .
In:
Sudoyo,
A.W.,
Setiyobudi,
B.,
Alwi,
I.,
Simadibarata, M., Setiati, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 5th ed, Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, pp. 1086-1089.