TUGAS REFERAT PENYAKIT PENYAKIT LARINGOFARINGEAL LARI NGOFARINGEAL REFLUKS
Disusun Oleh: Ida Ayu Arie Krisnayanti HA !! !"#
Pe$%i$%in&: dr' (ar)us Ra$%u* S+'THT, KL
DALA( RANGKA (ENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK (ADYA -AGIAN IL(U PENYAKIT TELINGA* HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNI.ERSITAS (ATARA( RSU PRO.INSI NT/!0 -A- I PENDAHULUAN
' Latar -ela)an&
Laringofaringeal Refluks (LPR) didefinisikan sebagai gejala kronis atau kerusakan mukosa laring yang disebabkan oleh refluks abnormal isi lambung ke dalam saluran napas bagian atas. Laringofaringeal refluks (LPR) merupakan suatu keadaan adanya refluks asam lambung ke ruang laringofaring, di mana laringofaring merupakan bagian yang berdekatan dengan jaringan di traktus aerodigestive atas.1,2 Laringofaingeal refluks banyak ditemukan di belahan bumi bagian barat serta sering mengenai usia diatas ! tahun. "idak ditemukan predileksi ras pada penyakit laringofaringeal refluks. #amun prevalensi pria dibandingkan $anita yaitu %%& ' %& dan meningkat pada usia lebih dari tahun. Penyebab yang menimbulkan hal ini belum diketahui seara pasti diduga berhubungan dengan pola konsumsi masyarakat barat, olahraga genetik dan kebiasaan berobat. *eberapa penulis mempertimbangkan bah$a pada dasarnya LPR merupakan manifestasi ekstraesofageal dari gastroesofageal refluks (+R-). merika /erikat beranggapan LPR merupakan bentuk lain dari +astroesofageal refluks (+R-) karena pada pasien LPR tidak perlu ditemukan gejala spesifik +R- seperti rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi. 0alaupun penyebab kedua penyakit tersebut sama, LPR harus dibedakan dari +R-. Pasien dengan LPR biasanya mempunyai keluhan di daerah kepala dan leher sedangkan pada +R biasanya didapatkan keluhan klasik seperti esofagitis dan rasa panas di dada (heartburn). Perbedaan
ini
menyebabkan
kedua
penyakit
tersebut
memerlukan
perbedaan
penatalaksanaan.2,
-A- II TIN1AUAN PUSTAKA 1
/' ANATO(I /'' Anat2$i Farin&
ntuk keperluan klinis faring dibagi manjadi bagian utama, yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring atau hipofaring. #asofaring merupakan sepertiga bagian atas faring, yang tidak dapat bergerak keuali palatum mole di bagian ba$ah. rofaring terdapat pada bagian tengah faring, dari batas ba$ah palatum mole sampai permukaan lingual epiglotis. Pada orofaring terdapat tonsila palatina dengan arkusnya, dan tonsila lingualis pada dasar lidah. 3ipofaring merupakan bagian ba$ah faring yang menunjukkan daerah saluran napas atas yang terpisah dari saluran penernaan bagian atas.
Gambar 1. Anatomi Faring 1
#asofaring #asofaring merupakan ruang berbentuk trape4oid di belakang koana dengan dinding kaku di bagian superior, posterior, dan lateral yang berhubungan dengan orofaring dan terletak di superior palatum molle. -inding superior nasofaring dibentuk oleh korpus sfenoid dan prosesus basilar os. ksipital, sebelah anterior oleh koana dan palatum mole, sebelah posterior oleh vertebra servikalis, dan di sebelah inferior nasofaring berlanjut menjadi orofaring. rifisium tuba ustahius terletak pada dinding lateral nasofaring, di belakang ujung posterior konka inferior. -i sebelah atas belakang orifisium tuba ustahius terdapat
2
satu penonjolan yang dibentuk oleh kartilago ustahius %. Ruang nasofaring memiliki hubungan dengan beberapa organ penting ' 5 5
Pada dinding posterior terdapat jaringan adenoid yang meluas ke arah kubah. Pada dinding lateral dan pada resesus faringeus terdapat jaringan limfoid yang dikenal
5
sebagai fossa Rosenmuller. "orus tubarius merupakan refleksi mukosa faringeal di atas bagian kartilagi tuba eustahius, berbentuk lonjong, tampak seperti penonjolan ibu jari ke dinding lateral
5 5
nasofaring di atas perlekatan palatum mole. 6oana posterior rongga hidung. 7oramen kranial yang terletak berdekatan dan dapat terkena akibat perluasan penyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui nervus glosofaringeus, vagus, dan
5
asesorius spinalis, dan foramen hipoglosus yang dilalui nervus hipoglosus. /truktur pembuluh darah yang penting dan terletak berdekatan adalah sinus petrosus inferior, vena jugularis interna, abang5abang meningeal dari oksipital dan arteri
5
faringeal asenden. "ulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang letaknya dekat dengan
5
bagian lateral atap nasofaring. stium dari sinus5sinus sfenoid.
*atas5batas nasofaring' 5 /uperior ' basis ranii, diliputi oleh mukosa dan fasia 5 8nferior ' bidang hori4ontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, batas ini 5 5
bersifat subyektif karena tergantung dari palatum durum. nterior ' koana, yang dipisahkan menjadi koana dek9tra dan sinistra oleh os vomer Posterior ' vertebra ervialis 8 dan 88, fascia space, mukosa lanjutan dari mukosa
5
bagian atas Lateral ' mukosa lanjutandari mukosa di bagian superior dan posterior, muara tuba ustahii, 7ossa Rosenmuller.
Gambar 2. Anatomi Rongga Hidung dan Nasofaring 5
3
Keterangan: Bintang (uperior !urbinate"# $! ($nferior !urbinate"# %! (%edia !urbinate"# &(tu'ang &omer"# pana itam (torus tubarius"
rofaring rofaring atau disebut juga mesofaring merupakan ruang antara palatum molle dan radiks lingua yang memanjang ke ba$ah sepanjang hyoid bone. "erdapat tosila palatina dan tosila lingua pada bagian faring ini. *atas atasnya adalah palatum mole, batas ba$ahnya adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. /truktur yang terdapa di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual, dan foramen sekum. 1,: "onsil adalah masa yang terdiri dari jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. "erdapat maam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk suatu lingkaran yang disebut inin 0aldeyer. :
Hard palate Soft palate
Lips
Tonsil Oropharynx Tongue
Gambar ). tru*tur +rofaring dan ,incin -a'deer 1
Laringofaring -aerah ini dimulai dari perpaduan dari nasofaring dan orofaring pada daerah setinggi hyoid bone. -aerah laringofaring menurun ke bagian inferior dan dorsal dari laring dan berakhir pada rioid artilage pada akhir bagian inferior dari laring. *atas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas inferior ialah esophagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal 1
4
Gambar /. Bagian0bagian Faring
1
/''/ Anat2$i Larin&
Laring merupakan bagian yang terba$ah dari saluran napas bagian atas. *entuknya menyerupai limas segitiga terpanung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian ba$ah. *atas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas ba$ahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. : *angunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid dan beberapa buah tulang ra$an. "ulang hyoid berbentuk seperti huruf ;< yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh te ndo dan otot. "ulang ra$an yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, dan kartilago tritisea. : +erakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot5otot ekstrinsik dan intrinsik. tot5otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring seara keseluruhan, sedangkan otot5otot intrinsik menyebabkan gerakan bagian5bagian tertentu yang berhubungan dengan gerak pita suara. tot ekstrinsik laring terdiri dari suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid, m.milohioid) dan infrahioid (m.sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid). tot intrinsik laring berada pada bagian lateral dan posterior laring, otot5otot ini kebanyakan adalah otot aduktor. Laring dipersarafi oleh abang5abang n.vagus yaitu, n.laringis superior dan n.laringis inferior. 6edua saraf ini merupakan ampuran saraf motorik dan sensorik. 1,: Perdarahan laring berasal dari perabangan a.tiroid superior dan inferior. rteri yang memperdarahi laring seara langsung dari kedua abang arteri tersebut adalah a.laringis superior dan a.laringis inferior. : 5
Gambar 5. Anatomi aring
5
Laring memiliki rongga laring yang memiliki batas atas aditus laring, batas ba$ah bidang yang melalui pinggir ba$ah kartilago krikoid. *atas depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago tiroid. *atas lateralnya ialah membrane kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus kartilago krikoid. /edangkan batas belakangnya ialah m.aritenois transverses dan lamina kartilago krikoid. :
Gambar . Anatomi aring
5
/''" Anat2$i Es23a&us
sofagus merupakan bagian saluran erna yang menghubungkan hipofaring dengan lambung. *agian proksimalnya disebut introitus esofagus yang terletak setinggi batas ba$ah kartilago krikoid atau setinggi vertebra servikal :. -i dalam
perjalanannya dari daerah
servikal, esofagus masuk ke dalam rongga toraks. -i dalam rongga toraks , esofagus berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke mediastinum posterior 6
di belakang atrium kiri dan menembus diafragma setinggi vertebra torakal 1! dengan jarak kurang lebih m di depan vertebra. khirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu dengan lambung di daerah kardia.1 *erdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal dan abdominal. sofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang ra$an krikoid pada batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung. tot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter. 8nervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut5serabut ganglia simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.1
/'/ LARINGOFARINGEAL REFLUKS Gambar 3. Anatomi 4sofagus
5
/'/' De3inisi
Laringofaringeal Refluks (LPR) didefinisikan sebagai gejala kronis atau kerusakan mukosa laring yang disebabkan oleh refluks abnormal isi lambung ke dalam saluran napas bagian atas. Penyakit gastroesophageal refluks (+R-) didefinisikan sebagai gejala kronis
7
atau kerusakan mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks abnormal isi lambung ke esofagus. +ejala +R- termasuk pyrosis (nyeri ulu hati), regurgitasi, disfagia, batuk, dan nyeri dada atipikal. +ejala yang sering pada LPR termasuk perubahan suara, disfagia, globus, lendir tenggorokan berlebihan dan pembersihan tenggorokan, dan batuk. #yeri ulu hati dan regurgitasi bukan gejala klinis yang sering munul pada LPR. =eskipun LPR dan +Rkeduanya disebabkan oleh refluks abnormal isi lambung, namun keduanya dibedakan berdasarkan entitas klinis dengan mekanisme patofisiologis yang berbeda pula.2,> -alam menentukan diagnosis LPR perlu dilakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan penunjang
seperti laringoskopi fleksibel, p3 dan lain5lain. Pengobatan
LPR
meliputi
kombinasi diet, modifikasi perilaku, antasida, antagonis reseptor 32, proton pump inhibitor (PP8) dan tindakan bedah. 2,?
/'/'/ Pre4alensi
6ejadian laringofaringeal refluks sering ditemukan di negara5negara barat dengan angka kejadian 1!51%& dan umumnya mengenai usia diatas ! tahun (%&). 3al ini berhubungan dengan pola konsumsi masyarakat barat, olahraga, genetik dan kebiasaan berobat. Pada penelitian terdahulu menunjukkan bah$a prevalensi +R- pada populasi @hina lebih rendah dibandingkan dengan populasi negara5negara barat. 3al ini kemungkinan disebabkan perbedaan kebiasaan diet, perbedaan bentuk tubuh, genetik, dan perilaku kesehatan. -i merika /erikat +R- adalah kelainan yang umum dijumpai. /ebesar %!& orang de$asa menderita +R- dan diperkirakan 51!& kelainan laring kronis non spesifik di klinik "3" berhubungan dengan penyakit laringofaringeal refluks. "idak ditemukan predileksi ras pada penyakit laringofaringeal refluks. #amun prevalensi pria dibandingkan $anita yaitu %%& ' %& dan meningkat pada usia lebih dari tahun.
/'/'" Eti2l2&i
Penyebab LPR adalah adanya refluks seara retrograd dari asam lambung atau isinya seperti pepsin kesaluran esofagus atas hingga menapai laring dan menimbulkan edera mukosa karena trauma langsung. /ehingga terjadi kerusakan silia yang menimbulkan
8
tertumpuknya mukus, aktivitas berdehem berlebihan dan batuk kronis akibatnya akan menimbulkan iritasi dan inflamasi berulang. ,>
/'/'5 Pat23isi2l2&i
LPR mengau pada aliran balik isi lambung ke dalam laring, faring, dan saluran aerodigestive atas. Pada individu normal, sfingter esofagus bagian atas (/) dan sfingter esofagus bagian ba$ah (L/) bekerja sama untuk menegah refluks isi lambung tersebut sampai ke esofagus. -engan demikian, hal patologis utama pada LPR yaitu pada disfungsi /. /fingter esofagus bagian atas (/) disusun atas krikofaringeal, thyrofaringeal, dan serviks esofagus proksimal, / menempel pada tiroid dan krikoid kartilago dan membentuk sling berbentuk @ yang membungkus di sekitar servikal esofagus dengan persarafan dari pleksus faring, jaringan saraf yang tersusun dari nervus laring superior dan rekuren, nervus glossofaringeal, dan persarafan simpatis yang berasal dari ganglion servikal superior. 6etika terjadi refluks pada /, menyebabkan isi lambung tersebut memungkinkan untuk melakukan kontak dengan segmen laringofaringeal. sam lambung dan en4im pepsin aktif (en4im proteolitik) menyebabkan kerusakan langsung pada mukosa laring. 3al ini menyebabkan gangguan pembersihan mukosiliar, menyebabkan lendir stasis yang selanjutnya memperburuk iritasi mukosa dan memberikan kontribusi untuk gejala pasien seperti post nasal drip, pembersihan tenggorokan, dan sensasi globus. >,A -isfungsi dari sfingter esofagus bagian atas (/) diyakini bukan merupakan penyebaba satu5satunya terjadi LPR, beberapa studi telah menemukan aspek biokimia, menatat korelasi antara LPR dan penurunan kadar isoen4im karbonik anhidrase 888 (@5888) di samping akibat adanya en4im pepsin dalam analisis histologis jaringan laring dipengaruhi oleh kejadian LPR. Penurunan kadar @5888, yang mungkin berhubungan dengan peningkatan konsentrasi en4im pepsin, hal ini penting untuk dipertimbangkan sebagai kondisi yang menyebabkan penurunan jumlah anion bikarbonat untuk menetralkan sifat asam dari isi lambung. Penurunan jumlah isoen4im karbonik anhidrase 888 serta kurangnya dapar kimia pada laring yang bertujuan untuk melindungi mukosa laring, menyebabkan timbulnya gejala klinis dari LPR. >,A
/'/'6 Dia&n2sis
+ejala 6linis +ejala laringofaringeal refluks (LPR) yang beragam dan termasuk disfonia, gangguan bersihan tenggorokan kronis, lendir tenggorokan berlebihan, sialorrhea (hipersalivasi), batuk, sensasi post nasal drip, disfagia, dysgeusia, halitosis, globus atau sensasi benjolan di tenggorokan. #amun, gejala5gejala ini tidak khas munul pada LPR dan dapat disebabkan oleh alergi, penyakit neurologis degeneratif, infeksi, gangguan perilaku, obat, dan neoplasia. 6arena gejala5gejala ini tidak spesifik, klinisi harus mengandalkan kombinasi dari gejala klinis, temuan laringoskopi, monitoring p3, dan perobaan empiris pemberian proton pump inhibitor (PP8) untuk membuat diagnosis yang akurat. 2,? /alah satu aspek yang dapat digunakan untuk memastikan etiologi keluhan pasien berhubungan atau tidak dengan LPR adalah dengan membedakan keluhan LPR tersebut dengan gejala klasik pada penyakit gastroesophageal reflu9 (+R-). +R- biasanya bermanifestasikan dengan gejala nyeri ulu hati, regurgitasi, dan refluks saat berbaring terlentang, sehingga menimbukan esofagitis dan displasia *arrett dibandingkan dengan LPR. -isfagia ditemukan pada LPR maupun +R-, namun masalah suara dan pernapasan lebih sering ditemukan pada LPR. A =ukus berlebihan pada tenggorokan dan gangguan pembersihan tenggorokan kronis merupakan 2 dari gejala yang paling sering dijumpai pada LPR. 6ondisis asam pada esofagus dapat menyebabkan peningkatan produksi saliva, kondisi mulut yang penuh akibat produksi saliva yang berlebih disebut dengan ater bras. *ikarbonat yang efektif dalam menetralkan asam lambung dapat ditemukan dalam air liur. ir liur berlebihan menyebabkan rasa penuh dalam faring yang biasanya merangsang seseorang untuk membersihkan tenggorokannya. =embersihkan tenggorokan seara berlebihan dapat menyebabkan edema hypopharyngeal, yang menyebabkan sekresi saliva berlebihan di tenggorokan, hal ini akan merangsang kembali keinginan untuk membersihkan tenggorokan, dan siklus ini berulang kembali. /elain itu gejala post nasal drip, sensasi globus (benda asing) di tenggorokan serta disfonia dapat ditemukan pada pasien LPR. +ejala5gejala ini dijadikan patokan untuk sistem skoring Ref'u6 mtom $nde6 (R/8) dalam mendiagnosa LPR. 2,% "abel 1. /kor Ref'u6 mtom $nde6 (R/8)2 A+a)ah -e%era+a Per$asalahan -eri)ut (en&&an&&u
! 8 tida) $en&an&&u
Anda 7
6 8 san&at $en&&an&&u 1!
1. 2. . . %.
/uara serak atau terdapat permasalahan dengan suara anda /ering membersihkan dahak anda Lendir berlebihan di tenggorokan atau post nasa' drip 6esulitan menelan makanan, minuman, atau pil *atuk setelah anda makan atau berbaring
! ! ! ! !
1 1 1 1 1
2 2 2 2 2
% % % % %
:. 6esulitan bernafas atau sering tersedak
!
1
2
%
>. *atuk yang sangat mengganggu
!
1
2
%
?. /ensasi sesuatu menempel di tenggorokan atau benjolan di
!
1
2
%
tenggorokan anda A. -ada seperti terbakar (heartburn), nyeri dada, gangguan
!
1
2
%
penernaan, atau refluks asam lambung TOTAL SKOR
-ata normatif menunjukkan bah$a skor R/8 kurang dari sama dengan 1! adalah normal, sedangkan nilai yang lebih dari sama dengan 1 menunjukkan LPR serta dianjurkan untuk pemeriksaan monitor p3 2 jam. 2,A Pemeriksaan 7isik -apat ditemukan keadaan laring yang diurigai teriritasi asam seperti hipertrofi komissura posterior, globus faringeus, nodul pita suara, laringospasme, stenosis subglotik dan karsinoma laring. ntuk melihat gejala LPR pada laring dan pita suara perlu pemeriksaan Laringoskopi. +ejala paling bermakna seperti adanya eritema, edema dan hipertrofi komissura posterior. Laringitis posterior ditemukan pada >& kasus begitu juga udem serta eritema laring dijumpai pada :!& kasus
LPR. -apat juga terjadi hipertrofi mukosa
interaritenoid dan pada kasus lanjutan dapat berkembang menjadi hyperkeratosis epitel pada komissura posterior. +ranuloma dan nodul pita suara dapat terjadi pada kasus5kasus yang tidak diobati.,>
Gambar 7. Hipertrofi *omisura posterior )
Gambar 8. Granu'oma 9'ica &oca'is )
11
Pemeriksaan Penujang 1. Laringoskopi fleksibelB merupakan pemeriksaan utama untuk mendiagnosis LPR. *iasanya yang digunakan adalah laringoskop fleksibel karena lebih sensitif dan mudah dikerjakan di poliklinik dibandingkan laringoskop rigid. *elfasky (2!!2) membuat tabel penilaian gejala LPR melalui pemeriksaan laringoskop fleksibel (Reflu9 7inding /oreC R7/). /kor dimulai dari nol (tidak ada kelainan) dengan nilai maksimal 2: dan jika nilai R7/ D> dengan tingkat keyakinan A%& dapat di diagnosis sebagai LPR.%,? "abel 2. /kor Ref'u6 Finding core (R7/)% KONDISI 1. dema subglotis
SKOR ! E tidak ditemukan 2 E ditemukan
2. bliterasi ventrikular
2 E sebagian E komplit
. rithema C hiperemia
2 E hanya pada arythenoid E tersebar difus 1 E ringan
. dema voca' cord
1 E edema ringan 2 E edema sedang E edema berat E polipoid 1 E edema ringan 2 E edema sedang E edema berat E obstruksi 1 E edema ringan 2 E edema sedang E edema berat E obstruksi ! E tidak ditemukan 2 E ditemukan
%. dema laring difus
:. 3ipertrofi komisura5P
>. Faringan granulasi C granuloma ?. Lendir endolaryngeal tebal
! E tidak ditemukan 2 E ditemukan
TOTAL SKOR
12
2. =onitor p3 2 jam di faringoesofageal. Pemeriksaan ini disebut ambulatory 2 hours double probe p3 monitoring yang merupakan baku emas dalam mendiagnosis LPR. Pertama kali diperkenalkan oleh 0iener pada 1A?:. Pemeriksaan ini dianjurkan pada keadaan pasien dengan keluhan LPR tetapi pada pemeriksaan klinis tidak ada kelainan. Pemeriksaan ini sangat sensitif dalam mendiagnosis refluks karena pemeriksaan ini seara akurat dapat membedakan adanya refluks asam pada sfingter esofagus atas dengan diba$ah sehingga dapat menentukan adanya LPR atau +R-. 6elemahan pemeriksaan ini adalah mahal, invasif dan tidak nyaman dan dapat ditemukan hasil negative palsu sekitar 2!&. ,> . Pemeriksaan ndoskopi dengan menggunakan esofagoskop dapat membantu dalam penegakan diagnosis. +ambaran esofagitis hanya ditemukan sekitar !& pada kasus LPR. +ambaran yang patut diurigai LPR adalah jika kita temukan gambaran garis melingkar GbarretH dengan atau tanpa adanya inflamasi esofagus. > . Pemeriksaan 3istopatologi pada biopsi laring ditemukan gambaran hyperplasia epitel skuamosa dengan inflamasi kronik pada submukosa. +ambaran ini dapat berkembang menjadi atopi dan ulserasi epitel serta penumpukan fibrin, jaringan granulasi dan fibrotik didaerah submukosa. > 5. /elain itu terdapat beberapa pemeriksaan lain yang telah diusulkan sebagai membantu dalam mengevaluasi LPR. #amun masih sedikit studi dan bukti akuran mengenai pemeriksaan tersebut, sehingga tidak dijadikan pemeriksaan penunjang rutin yang dianjurkan dlam mendiagnosa LPR. *eberapa pemeriksaan tersebut adalah ' acidification
tests#
broncoa'eo'ar
'aage#
esopagogastro0duodenoscop#
esopagram# f'e6ib'e endoscopic ea'uation of sa''oing# manometr# mucosa' biops# ref'u6 scan# ref'u6ate ana'sis# oice ana'sis.A /'/'0 Penatala)sanaan
Pilihan pengobatan untuk LPR dapat dibagi menjadi tiga modalitas utama' modifikasi gaya hidup, farmakologi, dan bedah. =odifikasi gaya hidup yang mirip dengan perubahan gaya hidup yang disarankan untuk orang yang mengalami +R-. Pasien diinstruksikan untuk menghindari asupan oral 25 jam sebelum berbaring terlentang dan meninggikan kepala tempat tidur. levasi harus dilakukan dengan memposisikan tempat tidur bukan dengan menambahkan bantal. /elain itu, pasien dianjurkan untuk tidur di sisi kiri sesuai dengan arah krura diafragma, agar tidak menyebabkan kekakuan alami persimpangan gastroesophageal ketika seseorang berada dalam posisi dekubitus lateral kiri. =enurunkan berat badan biasanya membantu mengurangi gejala LPR dan +R-. Pasien dianjurkan untuk 13
menghindari alkohol, kafein, minuman berkarbonasi, okelat, tembakau, dan makanan yang digoreng, pedas, atau mengandung jeruk sebagai faktor5faktor ini telah diatat memperparah refluks.2,A pabila gagal mengatasi LPR dengan modifikasi perilaku, dapat diberikan antasida atau antagonis reseptor histamin 2 (32*) yaitu ranitidin telah terbukti lebih poten untuk menghambat sekresi gaster dibanding simetidin untuk LPR dengan gejala ringan. #atrium alginat membentuk barier fisik pada bagian atas lambung untuk menegah regurgitasi isi lambung ke esofagus dapat diberikan sebagai ajuvan dan telah terbukti seara signifikan mengurangi jumlah episode refluks dan p3 esofagus kurang dari ,!. #atrium alginat dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk semua gejala LPR atau sebagai terapi tunggal pada LPR dengan gejala ringan. Proton Pump 8nhibitor atau penghambat pompa proton (PP8 (omepera;o'e# esomepra;o'e# rabepra;o'e# 'ansopra;o'e, dan pantopra;o'e)) merupakan terapi LPR yang utama dan paling efektif dalam menangani kasus refluks terutama pada LPR dengan gejala berat. @ara kerja PP8 dengan menurunkan kadar ion hidrogen airan refluks tetapi tidak dapat menurunkan jumlah dan durasi ref luks. PP8 dapat menurunkan refluks asam lambung sampai lebih dari ?!&. kan tetapi efektifitas obat PP8 terhadap LPR
tidak
seoptimal efektifitasnya pada kasus +R-. kan tetapi pengobatan PP8 ternyata ukup efektif dengan atatan harus menggunakan dosis yang lebih tinggi dan pengobatan lebih lama dibandingkan +R-. Rekomendasi dosis dengan dosis PP8 2 kali sehari rentang $aktu sampai : bulan untuk LPR dengan gejala berat. PP8 baik diminum !5:! menit sebelum makan. 7ollo$ up terapi dilakukan bulan setelah pemberian PP8 dosis 2 kali sehari. -ari hasil studi didapatkan bah$a berkurangnya gejala LPR dialami pasien setelah pemberian PP8 dosis 2 kali sehari, namun inflamasi laring baru akan terjadi resolusi pada bulan ke5: pengobatan. /ehingga setelah pemberian terapi selama bulan, pasien harus difollo$ up, apabila terjadi penurunan gejala, dosis PP8 dapat diturunkan menjadi 1 kali sehari. pabila hasil follo$ up bulan tidak adanya perbaikan pada gejala pasien, dapat dilakukan p3 monitoring (terapi pada pasien dihentikan selama 1 minggu terlebih dahulu), jika hasil yang didaptkan abnormal maka pasien dikatakan resisten PP8, sedangkan bila hasilnya normal maka yang menyebabkan gejala pasien tidak membaik harus diari 2,A "erapi pembedahan dilakukan dengan memperbaiki barier pada daerah pertemuan esofagus dan gaster sehingga dapat menegah refluks seluruh isi gaster kearah esofagus. 6eadaan ini dianjurkan pada pasien yang harus terus menerus minum obat atau dengan dosis yang makin lama makin tinggi untuk menekan asam lambung. /ekarang ini tindakan yang 14
sering dilakukan adalah funduplikasi laparoskopi yang kurang invasif. #amun semua tindakan pembedahan memiliki risikonya sehingga tindakan pembedahan bukan merupakan pilihan utama dalam menangani LPR.berikut algoritma penatalaksanaan LPR. A *agan 1. lur Penatalaksanaan LPR A /uspet LPR berdasarkan gejala klinis
R/8 I 1 danCatau R/7 I >
Fo''o up setelah bulan
+ejala teratasi
"erapi empiris, perubahan gaya hidup, PP8, 32*
+ejala menetap namun keluhan berkurang
-osis PP8 ditingkatkan
"urunkan dosis PP8 dan 32*
/'/'9 K2$+li)asi
+ejala tidak responsif
=engesampingkan alergi, tidak patuh berobat, alkohol, merokok, asma, penyalahgunaan suara
"erapi definitif ' p3 monitoring dan atau pembedahan
LPR yang tidak diobati akan menyebabkan komplikasi seperti odinofagia, batuk5batuk kronis, sinusitis, infeksi telinga, pembengkakan pita suara, ulkus pada plika vokalis, pembentukan granuloma (massa) di tenggorokan, dan perburukan asma, emfisema, bronhitis, spasme laring serta stenosis laring. LPR yang dibiarkan saja juga kemungkinan berperan dalam perkembangan kanker pada daerah laring.%
/'/'# Pr2&n2sis
ngka keberhasilan terapi ukup tinggi bahkan sampai A!&, dengan atatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet yang ketat dan gaya hidup. -ari salah satu kepustakaan 15
menyebutkan angka keberhasilan pada pasien dengan laryngitis posterior berat sekitar ?& setelah diberikan terapi : minggu dengan omepra4ol. -an sekitar >A& kasus alami kekambuhan
setelah
berhenti
berobat,
sedangkan
prognosis
keberhasilan
dengan
menggunakan Lansopra4ole ! mg 2 kali sehari selama ? minggu memberikan angka keberhasilan ?:&.
-A- III PENUTUP
Laringofaringeal refluks (LPR) merupakan refluks seara retrograd dari asam lambung atau isinya seperti pepsin ke saluran esofagus atas hingga menapai laring dan menimbulkan edera mukosa karena trauma langsung. /ehingga terjadi kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya mukus, aktivitas mendehem dan batuk kronis akibatnya akan menimbulkan iritasi dan inflamasi berulang. +ejala yang sering pada LPR yakni perubahan suara, disfagia, globus, lendir tenggorokan berlebihan dan pembersihan tenggorokan, dan batuk. #yeri ulu hati dan regurgitasi bukan gejala klinis yang sering munul pada LPR.
16
6ejadian laringofaringeal refluks sering ditemukan di negara5negara barat, umumnya mengenai usia diatas ! tahun prevalensi sebanyak %& serta sering dihubungkan dengan pola kebiasaan seperti pola konsumsi makanan, olahraga genetik dan kebiasaan berobat. Pada laringofaringeal refluks terjadi disfungsi pada sfingter esofagus bagian atas (/), menyebabkan isi lambung dapat refluks kembali dan memungkinkan untuk berkontak dengan mukosa laringofaringeal. sam lambung dan en4im pepsin aktif (en4im proteolitik) menyebabkan kerusakan langsung pada mukosa laring. 6adar isoen4im karbonik anhidrase 888 yang rendah pada pasien LPR juga berperan dalam kerusakan mukosa laring pada LPR. -alam mendiagnosa LPR, ditemukan gejala disfonia intermiten, gangguan bersihan tenggorokan kronis, lendir tenggorokan berlebihan, sialorrhea (hipersalivasi), batuk, sensasi post nasal drip, disfagia, dysgeusia, halitosis, sakit tenggorokan, globus dan sensasi benjolan di tenggorokan (skor R/8) serta ri$ayat gastroesofageal refluks (+R-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema, edema dan hipertrofi di komissura posterior, dapat terjadi hipertrofi mukosa interaritenoid selanjutya dapat berkembang menjadi hyperkeratosis epitel pada komissura posterior. Pemeriksaan penunjan berupa laringoskop, monitoring p3 dan histopatologi "atalaksana berupa modifikasi gaya hidup, medikamentosa serta pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
1. /eeley, /tephen, "ate. Respiratory /ystem. natomy and Physiology. @hapter 2."he =+ra$53ill @ompanies. 2!! 2. *elafsky, Peter @. Rees, @atherine F. 8dentifying and =anaging Laryngopharyngeal Reflu9, -epartment of tolaryngologyC3ead and #ek /urgery. niversity of @alifornia at -avis =edial @enter. 2!!> (vailable at' esed on' 2 Fanuari 2!1:) . 8rfandy, -olly. Laryngopharyngeal Reflu9. *agian "elinga 3idung "enggorok *edah 6epala Leher 7akultas 6edokteran niversitas ndalas. 2!!? (vailable at' esed on' 2> Fanuari 2!1:) . dams +L, *oies LR, 3igler P. *8/' *uku jar Penyakit "3". disi :. Fakarta' +@B 1AA>. 17
%. *allenger, FF. Penyakit "elinga 3idung "enggorok, dan leher. Filid 1. Fakarta. *ina Rupa ksara. 1AA> :. /oepardi ., 8skandar #, *ashiruddin F, Restuti R.-. *uku jar 8lmu 6esehatan "elinga 3idung "enggorok 6epala J Leher. d.K8. Fakarta' *alai Penerbit 768. 2!!> >. nerson, lle. Laryngopharyngeal Reflu9 -evelopment and Refinement f -iagnosti "ools. -ivision of torhinolaryngology niversity of +othenburg. 2!!A (vailable at' esed on' 2 Fanuari 2!1:) ?. 3anda, 6. 6. Laryngpharyngeal Refluks ' @urrent pinion, 8ndian Fournal of tolaryngology and 3ead and #ek /urgery. Kol. %>. #o. . 2!!% (vailable at' esed on' 2% Fanuari 2!1:) A. Pham, Kiet. nderbrink,
=ihael.
uinn,
7ranis
*,
/toner,
=elinda.
Laryngopharyngeal Reflu9 0ith an mphasis on -iagnosti and "herapeuti @onsiderations. -epartment of tolaryngology "he niversity of "e9as =edial *ranh. 2!!A (vailable at' esed on' 2% Fanuari 2!1: ) 1!" 6oufman F et al. Laryngopharyngeal Reflu9' Position statement of the @ommittee on /peeh, Koie and /$allo$ing -isorders of the merian ademy of tolaryngology 3ead and #ek /urgery. tolaryngology 3ead and #ek /urgery. 2!!2.
18