BAB I PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Kalazion merupakan peradangan lipogranuloma pada kelenjar Meibom atau kelenjar Zeis yang tersumbat.1 Penyebabnya tidak diketahui dan akan mengakibatkan pembengkakan yang tidak sakit pada kelopak.2,3 Kalazion yang sumbatannya pada Kelenjar Zeis akan bermanifestasi pada pangkal rambut, sedangkan kelenjar Meibom pada tarsus. Kelenjar Meibom merupakan kelenjar sebasea yang menghasilkan minyak yang membentuk permukaan selput air mata dengan infeksi ringan dan mengakibatkan peradanga kronis pada kelenjar tersebut. Kalazion dapat mengenai semua umur.1,4 Biasanya kelainan ini dimulai akibat penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan jaringan parut lainnya. Kalazion awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip Hordeolum, yang membedakannya yaitu tidak ada tanda-tanda peradangan akut.5 Terapi kalazion dapat dengan dilakukannya kompres hangat dengan pijatan ringan diatas lesi, selain itu dapat juga disertai dengan pemberian antibiotika topikal atau steroid. Jika kalazion tidak bisa sembuh setelah 3-4 minggu melalui terapi medis yang tepat, maka dapat dilakukan insisi dan kuretase. Sebenarnya, kalazion dapat hilang dalam beberapa bulan atau akan diserap setelah beberapa tahun. Apabila ukurannya kecil maka dapat disuntik dengan steroid dan yang besar dapat dilakukan pengeluaran isi. Dan bila terdapat sisa maka dapat diberikan kompres hangat.2,6
1
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Nn. RO
Umur
: 21 tahun
Pekerjaan
: PNS
Alamat
: Tulehu
Agama
: Islam
No. RM
: 07-72-89
Tanggal MRS : 21 April 2015 pukul 10.30 WIT
B. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada Nn. RO di Bangsal THT-Manipa RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tanggal April 2015 pukul 17.00 WIT. Keluhan Utama
: Benjolan pada kelopak mata kanan bagian atas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan timbul benjolan pada kelopak mata kanan bagian atas sejak tahun 2012 lalu (hampir 3 tahun). Sebelumnya pasien merasa tidak nyaman pada kelopak mata kanan atas, terasa nyeri, sedikit gatal dan kemudian muncul benjolan. Pada awalnya benjolan tersebut berukuran kecil namun kemudian membesar dan menetap, dan kemudian keluhan-keluhan tidak dirasakan lagi. Benjolan sebesar biji kacang hijau dengan diameter kurang lebih 0,4 cm, dengan konsistensi keras, tidak ada kemerahan, tidak sakit dan nyeri ketika penekanan, tidak ada penurunan ketajaman penglihatan serta kabur dalam pandangan. Pasien juga menyangkal pernah timbul mata merah sebelumnya. Riwayat demam (-).
2
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Keluhan baru pertama kali terjadi dan bersifat menetap. Riwayat Penyakit Keluarga
:
Di keluarga tidak ada yang pernah mengeluhkan sakit yang sama. Riwayat Sosial
:
Dalam lingkungan sekitar, tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat Pengobatan
:
Pasien mengaku semenjak benjolan muncul, pasien tidak pernah mengonsumsi dan menetes obat apapun. Riwayat Alergi
:
Alergi obat (-), alergi makanan (-), alergi cuaca (-).
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 April 2015 pada pukul 17.00 WIT. Pemeriksaan fisik meliputi:
Status Generalis. Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, GCS: E4 V5 M6, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 72x/menit, pernapasan 19x/menit, suhu badan 36,8o C.
3
Pemeriksaan Fisik Mata (Status Oftalmologikus)
Okuli Dekstra Orthophoria
Baik ke segala arah
Status Oftalmologikus Kedudukan Gerak bola mata
Benjolan pada palpebra superior bagian medial, dengan diameter ± 0,4 cm, mobile, berwarna sedikit keputihan, konsistensi keras, hiperemis (-), nyeri tekan (-), edema (-), pseudoptosis (-), sikatriks (-).
Palpebra
Injeksi konjungtiva (-), injeksi silliar (-), injeksi episklera (-), sekret (-). Jernih, infiltrat (-), sikatriks (-), ulkus (-). Kedalaman dalam, jernih, hipopion (-), hifema (-). Cokelat, sinekia (-) Bulat, sentral, diameter 2 mm, Refleks cahaya (+) Jernih VOD >2/60
Konjungtiva
Kornea Bilik Mata Anterior Iris Pupil Lensa Visus
Okuli Sinistra Orthophoria
Baik ke segala arah Benjolan (-), edema (-), nyeri tekan (-), pseudoptosis (-), sikatriks (-).
Injeksi konjungtiva (-), injeksi silliar (-), injeksi episklera (-), sekret (-). Jernih, infiltrat (-), sikatriks (), ulkus (-). Kedalaman dalam, jernih, hipopion (-), hifema (-). Cokelat, sinekia (-) Bulat, sentral, diameter 2 mm, Refleks cahaya (+) Jernih VOS >2/60
D. Resume
Seorang pasien perempuan berusia 21 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan benjolan di mata kanan atas yang sudah dialami sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Benjolan timbul sebesar biji kacang berdiameter kurang lebih 0,4 cm, konsistensi keras, berwarna sedikit lebih putih dibandingkan kulit, tidak ada kemerahan, tidak sakit dan tidak nyeri saat ditekan, tidak gatal, dan tidak ada penurunan ketajaman penglihatan serta kabur dalam pandangan. Penderita menyangkal pernah mengalami mata merah sebelumnya. Pada pemeriksaan oftalmologikus didapatkan Benjolan pada palpebra superior bagian medial, dengan diameter ± 0,4 cm, berwarna sedikit keputihan, konsistensi keras,
4
hiperemis (-), nyeri tekan (-), edema (-), pseudoptosis (-), sikatriks (-), visus ODS >2/60. Berikut merupakan gambar kalazion pada pasien.
Gambar 1. Tampakan Kalazion pada Pasien
5
E. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien di atas, maka diagnosis pada pasien ini adalah : Kalazion Palpebra Superior Oculus Dextra .
F. Diagnosis Banding
Hordeolum
Meibomianitis
Keganasan
G. Penatalaksanaan
Pro Insisi dan Kuretase Kalazion
H. Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia ad bonam
Catatan: Pasien menjalani pembedahan Insisi dan Kuretase Kalazion pada tanggal 22 April 2015.
6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pembengkakan fokal pada kelopak mata adalah keluhan umum di kedua perawatan primer dan perawatan urgensi. Seringkali pembengkakan tersebut diidentifikasi sebagai salah satu Kalazion, yang muncul sebagai nodul yang keras dan tidak nyeri, atau sebuah Hordeolum (stye), meskipun beberapa jenis proses jinak dan maligna lainnya dapat disalah artikan dengan keduanya.7,8 Kalazion merupakan peradangan granulomatosis kronis kelenjar Meibom yang tersumbat.8
B. Etiologi
Kalazia/kalazion terjadi setelah blokade kelenjar, dimana dapat berhubungan dengan:7
Higienis kelopak mata yang buruk (belum terbukti)
Dermatitis seboroik
Akne rosacea
Blepharitis kronis
Konsentrasi lipid yang tinggi dalam darah
Leishmaniasis
Tuberculosis
Infeksi viral
Stress (belum terbukti dan mekanisme belum diketahui)
C. Epidemiologi
Dalam data United States dan statistik International, kalazia/kalazion umum terjadi, tapi angka insidensi dan prevalensi yang pasti tidak diketahui. Dikatakan
7
bahwa kalazion merupakan lesi inflamasi terbanyak pada kelopak mata dan 13,4% seluruh lesi jinak pada kelopak mata merupakan Kalazia. Meskipun kalazia/kalazion dapat terjadi di seluruh kelompok usia, kalazion lebih sering terjadi pada kelompok usia dewasa dibandingkan dengan anak-anak, mungkin karena hormon androgenik meningkatkan sebum viskositas. Pengaruh hormonal pasda sekresi sebasea dan viskositas mungkin menjelaskan pengelompokkan pada saat pubertas dan selama kehamilan; Namun sejumlah besar pasien tanpa perubahan hormonal menunjukkan bahwa mekanisme lain juga berlaku. Kalazion jarang terjadi di usia ekstrim, tetapi kasus pada pediatrik masih ditemui.7,9 Kalazion yang berulang terutama pada pasien usia lanjut, harus meminta praktisi untuk mempertimbangkan kondisi yang hampir menyerupai kalazion (misalnya, karsinoma sebasea, karsinoma sel squamous, karsinoma adneksa mikrositik, TBC). Kalazion berulang pada anak atau dewasa muda harus meminta sebuah evaluasi untuk konjungtivitis virus.7 Kalazion tampaknya dapat terjadi sama pada pria maupun wanita, namun perlu dicatat informasi tentang prevalensi dan insiden tidak tersedia.Bertentangan pada opini populer saat ini, penelitian tidak menunjukkan bahwa penggunaan produk kosmetik pada kelopak mata baik menyebabkan atau memperburuk kondisi tersebut. Tidak ada informasi juga tentang prevalensi atau kejadian yang berkaitan dengan ras.7
D. Patofisiologi
Bentuk kalazia (chalazia form) ketika produk pemecahan lipid, dapat saja dari enzim bakteri atau untuk mempertahankan sekresi sebaceous, terjadi kebocoran ke jaringan sekitarnya dan mendesak terjadinya respon inflamasi granulomatosa. Sejak kelenjar Meibom tertanam dalam Tarsal Plate kelopak mata, edema karena penyumbatan kelenjar ini biasanya terdapat pada bagian porsio konjungtiva kelopak mata (lid); Pada kesempatan, kalazion mungkin membesar dan menerobos tarsal plate ke bagian luar porsio kelopak mata. Kalazia karena penyumbatan kelenjar Zeis biasanya terletak di sepanjang margin kelopak mata. Kalazia berbeda dengan Hordeola dalam 8
penyebab sebagai akibat dari obstruksi kelenjar dan peradangan steril daripada infeksi, dimana kalazion adalah ditandai dengan massa jaringan granulasi dan peradangan kronis (dengan limfosit dan lipid-laden makrofag), sebuah hordeolum internal atau eksternal adalah primer akibat peradangan piogenik akut dengan leukosit polimorfonuklear (PMN) dan nekrosis dengan pembentukan pustula. Secara umum, kalazia cenderung lebih besar, lebih tidak nyeri, dan lebih sedikit tanda-tanda akut dibadingkan dengan hordeola. Bagaimanapun juga, satu kondisi dapat mengakibatkan kondisi lainnya. Inflamasi akut hordeolum dapat menyebabkan terjadinya chronic painless kalazion, sedangkan kalazion dapat menjadi infeksi akut.7,10,11,12
E. Manifestasi Klinis
Kalazion tampak sebagai suatu massa yang membengkak dan tidak atau sedikit nyeri tekan pada tepi kelopak mata atau di dalam kelopak mata itu sendiri. Benjolan pada kelopak yang terjadi dalam beberapa minggu, keras, tidak hiperemis, tidak nyeri tekan, pseudoptosis, kadang-kadang terjadi perubahan bentuk bola mata akkibat tekanan sehingga terjadi kelainan refraksi.1,2,4,8,9,10,11,12 Gejala juga dapat dibagi atas gejala subyektif berupa gejala peradangan ringan, hal ini apabila benjolan ini cukup besar dan dapat menekan bola mata juga dapat menimbulkan gangguan refraksi berupa astigmatisma. Selain itu juga terdapat gangguan obyektif, dapat berupa kelopak mata tampak tebal dan edema, teraba suatu benjolan pada kelopak mata yang konsistensinya agak keras, pada ujung kelenjar meibom terdapat massa kuning dari sekresi kelenjar yang tertahan, dan bila kalazion yang terinfeksi, dapat terjadi jaringan granulasi yang menonjol ke luar. 1,2,4,8,9,10,11,12
9
Gambar 2. Kalazion dilihat dari luar (kiri), Kalazion saat dieversi kelopak mata (kanan)
7
Gambar 3. Kalazion dilihat dari luar (kiri), Kalazion saat dieversi kelopak mata (kanan)
9
F. Diagnosis
Diagnosis kalazion biasanya berdasarkan temuan/manifestasi klinis dan seringkali tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyedia layanan kesehatan harus yakin bahwa lesi kelopak mata adalah suatu bentuk peradangan steril yang akan resolusi dengan tindakan terbatas. Kalazion berulang, terutama jika kambuh meskipun telah berhasil dilakukan drainase sebelumnya di lokasi yang sama, harus dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi karena memiliki kecenderungan merupakan suatu keganasan. Beberapa spesialis merekomendasikan biopsi dan drainase pada semua kalazion, baik primer maupun berulang.10,11,12 Pemeriksaan Fisik 9 Pemeriksaan lengkap mata dan permukaan konjungtiva harus dilakukan. Kalazion dapat berbentuk nodul dan teraba pada kelopak mata, kadang-kadang berukuran
10
sekitar 7-8 mm. Biasanya noneritematosus, non-fluktuan, dan tidak nyeri tekan. Kalazion lebih sering terjadi pada kelopak mata atas dibandingkan kelopak mata bawah dikarenakan jumlah ddan panjang yang meningkat pada kelenjar Meibom di kelopak mata atas. Eversi kelopak mata atas dapat menunjukkan kelenjar Meibom yang dilatasi dan kronis. Kompresi ringan kelenjar ini menghasilkan sekresi mirip pasta gigi. Laboratorium7 Bahan yang diperoleh dari kalazion menunjukkan campuran sel inflamasi akut dan kronik, besar, dan berisi lipid, badan asing- tipe sel raksasa. Analisis lipid dapat menunjukkan asam lemak dengan rantai karbon panjang. Temuan ini memungkinkan untuk terjadinya blokade sekresi. Kultur virus dan bakteri dapat membantu menentukan etiologi infeksi tetapi cenderung memiliki hasil yang rendah. Meskipun temuan kultur bakteri biasanya negatif, tetapi S.aureus, Staphylococcus albus, atau organisme lain di bagian kutaneus mungkin dapat terisolasi. Propionibacterium acnes mungkin ada dalam isi kelenjar. Aspirasi jarum halus sitologi dari kalazion atipikal dapat mengkonfirmasi diagnosis dan menyingkirkan keganasan. Pemeriksaan histologik 7 Pemeriksaan histologik menunjukkan reaksi granulomatosa kronis dengan berbagai jenis pengisian lipid, Touton-tipe sel raksasa. Biasanya, inti dari sel-sel ini terletak di sentral sekitar daerah sitoplasma busa yang berisi materi lipid yang tertelan. Tipe lain dari sel mononuklear (limfosit atau makrofag) juga dapat ditemukan di daerah perifer lesi. Dalam hal terjadi infeksi bakteri sekunder, reaksi nekrotik akut dengan PMN mungkin terjadi.
11
Gambar 4. a) Kalazion b) Sebaceous Cell Carcinoma c) Granuloma Piogenik d) Squamous Cell Papiloma 13
G. Diagnosis Banding
Kalazion dapat didiganosis banding dengan:7
Hordeolum
Abses palpebra
Meibomianitis
Keganasan
Granuloma Piogenik
Dll
12
Gambar 5. Hordeolum Interna (kiri), Hordeolum Eksterna (kanan) 14
H. Penatalaksanaan
Beberapa kalazion sembuh tanpa pengobatan. Sebagian besar penulis menganjurkan pemakaian kompres lembap dan hangat yang sering, untuk mempermudah drainase kalazion. Jika blefaritis terjadi juga, antibiotik topikal dapat diberikan. Jika masalah tidak hilang setelah 1 bulan dengan pemberian terapi konservatif, pasien harus dirujuk ke ahli oftalmologi untuk diinsisi dan dikuret. Beberapa ahli oftalmologi menganjurkan pemberian steroid intralesi melalui suntikan. Kalazion yang rekuren mungkin memerlukan antibiotik oral. Pada kalazion yang berulang-ulang timbul sesudah pembedahan sebaiknya dipikirkan kemungkinan karsinoma, kecuali bila telah dibuktikan secara histopatologik bukan merupakan suatu karsinoma.1,2,3,4,5,7,8,9,10,11,12,13 Cara insisi sama seperti insisi pada hordeolum:11
Diberikan anestesi setempat dengan tetes mata pantocain dan anestesi infiltratif procain 2%,
Kalau perlu diberikan anestesi umum, misal anak-anak atau orang-orang yang takut sebelum diberi anestesi umum,
Insisi sebaiknya dilakukan pada konjungtiva, ke arah muka dan tegak lurus terhadapnya untuk menghindari banyaknya kelenjar-kelenjar yang terkena.
Dalam sumber lain juga disebutkan tindakan ekskokleasi kalazion, sebagai berikut. Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesia topikal pantokain. Obat anestesia infiltratif disuntikkan di bawah kulit di depan kalazion. Kalazion dijepit dengan klem
13
kalazion dan kemudian klem dibalik sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion dilepas dan diberikan salep mata.4 Catatan:4
Dalam menangani hordeolum dan kalazion, kemungkinan keganasan jangan dilupakan,
Apabila peradangan tidak mereda perlu dilakukan uji resistensi dan dicari underlying cause.
Gambar 6. Prosedur Insisi dan Drainase Kalazion (mulai dari atas kiri ke arah kanan) a) Mengatur pasien agar lesi dapat terlihat jelas. Pertama, mata dianestesi topikal. Kemudian campuran lidokain dan epinefrin disuntikkan ke kelopak mata untuk memberikan anestesi lokal. b) Klem kalazion ditempatkan dan dieratkan dengan lesi pada bagian tengah lingkaran dan kelopak mata di eversi. c) Pisau skalpel ukuran 11 digunakan untuk insisi di sepanjang garis tengah lesi, membedah sampai ke bagian bawah tarsal plat. d) Lesi dapat dibuka dengan satu jenis, insisi vertikal ditunjukkan pada gambar ini, atau dengan dua perpendicular insisi berbentuk "X". Biasanya lebih sering dengan sayatan tunggal karena potensial gangguan pada kelenjar Meibom yang berdekatan lebih minimal. e) Beberapa isi bagian dapat di drainase/kuretase dengan tekanan yang minimal menggunakan aplikator kapas. f) Alat kuret dimasukkan pada lesi untuk mengeluarkan sisa isinya dan memecahkan perlengketan. Penjepit kemudian dilepas dan sayatan dibiarkan terbuka untuk mendorong drainase lanjut. 9
Injeksi Kortikosteroid
14
Injeksi intralesi menggunakan steroid kerja panjang (triamcinolone) telah dilaporkan menyebabkan resolusi pada 50% kasus, terutama pada kalazion yang berukuran kecil dan halus. Diinjeksikan sekitar 0,1-0,2 ml dengan dilusi menggunakan lignocaine menghasilkan konsentrasi 5mg/ml pada konjungtiva menggunakan jarum gauge-30. Keberhasilan juga diutarakan dapat terjadi hingga 80%. Pada kasus yang tidak berespon, injeksi kedua dapat diberikan 2 minggu kemudian. Triamcinolone Acetonide
merupakan
suspensi
kortikosteroid
aqueous
(10mg/ml)
dengan
benzylalcohol, sodium chloride, sodium carboxymethylcellulose dan polysorbate 80.15,16,17
Gambar 7. Injeksi Intralesi Kortikosteroid Kerja-Panjang15
Gambar 8. Kalazion sebelum injeksi kortikosteroid (kiri), 2 Minggu Setelah injeksi Kortikosteroid (kanan)15 Tabel 1. Perbandingan Injeksi Kortikosteroid dan Insisi-Kuretase pada Kalazion 9
15
I. Komplikasi
Komplikasi kalazion meliputi potensi terjadinya superinfeksi jika kalazion dimanipulasi oleh pasien atau nonmedis lainnya. Komplikasi kalazion yang paling sering adalah rekurensi. Selain itu dari segi deformitas kosmetik juga berpengaruh.10
J. Prognosis
Manajemen konservatif membantu resolusi kalazion, dan pasien yang menerima terapi biasanya mendapatkan hasil yang sangat baik. Kalazion yang tidak diobati terkadang akan terjadi resolusi dengan sendirinya tapi lebih mungkin akan bertahan dan terjadi peradangan akut yang intermiten dibandingkan dengan kalazion yang diobati.7
16
DAFTAR PUSTAKA
1. America Academic of Ophtalmology. External Disease and Cornea. Singapore. 2008-2009. p. 87-8. 2. Sidharta HI. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal.28-9. 3. Nana W. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Abadi Tegal. Jakarta. 1993. Hal. 20-1. 4. Sidharta HI. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2010. Hal 94-5. 5. Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika. Jakarta. 1996. 6. Ehlers P, Justis, Chirag SP. The Wills Eye Manual Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. Wolter Kluwer. Philadelphia. 2005. 7. Deschenes J, Fansler JL, etc. Chalazion: England, Medscape [online] 2014 [cited 2015 Apr 24]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1212709-overview 8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2009. Hal. 70-1. 9. Kuiper J, Jesse M, Vislisel, Oetting TA. Chalazion: Acute Presentation and Recurrence in a 4-year old Female: Iowa, University of Iowa Health Care Ophtalmology [online] 2014 [cited 2015 Apr 24]. Available from: http://www.webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/cases/193-chalazion.htm 10. Greenberg M. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2004. Hal. 87. 11. SMF Ilmu Penyakit Mata. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya. 2006. Hal. 85-7.
17
12. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Supplement to Review of Optometry: The Handbook of Occular Disease Management. 14th Edition. 2012. p. 5-6. 13. Ozdal PC, Codere F, Callejo S, Caissie AL, Burnier MN. Accuracy of Clinical Diagnosis of Chalazion: Clinical Study. Nature Publishing E ye Group 2004; 18. p.135-8. 14. Skorin L. Hordeolum and Chalazion Treatment: The Full Gamut. Optometry United Kingdom. 2002. p.25-7. 15. Watson AP, Austin DJ. Treatment of Chalazions with Injection of a Steroid Suspension. British Journal of Ophthalmology. 1988; 68. p.8 33-5 16. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology a Systemic Approach. Fifth Edition. Publisher of Elsevier Science. Philadelphia. 2003. p.13. 17. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New age Publisher. New Delhi. 2007. p.346-7.
18