SKENARIO I KELAINAN JARINGAN PENYANGGA GIGI SAAT KONDISI HAMIL
NM, perempuan usia 29 tahun dengan gravida 6 para 2032 (6 kali hamil, memiliki 2 lahir hidup usia kehamilan >20 minggu/0 prematur/3 keguguran/2 anak hidup) dengan usia kehamilan 19 minggu datang ke dokter gigi dengan keluhan sakit, merah dan bengkak pada gusi dan mudah berdarah ketika kontak. Pasien mengatakan tidak ada riwayat trauma, merokok, alkohol, atau penggunaan obat terlarang. Riwayat kesehatan rongga mulutnya didapatkan gingivitis kronis (gambar. 1) yang berlanjut ke penyakit periodontal (gambar. 2). Sebelum kehamilan, pasien pernah melakukan perawatan terhadap penyakit yang telah didiagnosa
sebagai
periodontitis
kronis
ringan
sampai
sedang
melalui
pemeriksaan menyeluruh jaringan periodontalnya, termasuk pemeriksaan jaringan lunak, pendarahan dan eksudat. Pasien telah menjalani perawatan pembersihan jaringan nekrotik secara bedah. Pemeriksaan klinis rongga mulutnya diperoleh multipel karies pada gigi-gigi molar bawah kanan, merah dan bengkak pada margin gingiva, dan sakit saat tekanan ringan. Pasien menerima perawatan antiboitik untuk penyakitnya tersebut dan pasien mendapatkan perawatan dari dokter kandungan sehubungan dari riwayat kehamilannya. Dokter kandungannya mendiagnosa keguguran yang tidak bisa tertolong karena ada kebocoran cairan serbiks setelah melewati pemeriksaan fisik pasien dan sonografi terhadap janin. Bayi lahir mati kurang adari 7 jam setelah induksi. Tidak ada kelainan kehamilan dan pemeriksaan genetik menunjukkan tidak ada kelainan kromosom.
Gambar 1. Pregnancy gingivitis
Gambar 2. Penyakit periodontal
KATA KUNCI Kehamilan, Periodontitis kronis, dan Pregnancy gingivitis
5
STEP 1
1. Gravida 6 para 2032 : “Gravida” Gravida” merupakan merupakan jumlah kehamilan dan “ para” para” merupakan ibu yang sedang hamil yang mampu melahirkan bayi lahir hidup. Sedangkan angka “6” merupakan jumlah berapa kali kehamilan pasien p asien dan angka “2” yang “2” yang pertama menunjukkan jumlah bayi lahir hidup, angka “0” menunjukkan jumlah kelahiran premature, angka “3” menunjukkan jumlah keguguran, dan angka “2” yang terakhir menunjukkan jumlah menunjukkan jumlah anak hidup. 2. Induksi : Proses
merangsang
kontraksi
rahim
sebelum
waktu
lahir
untuk
mengeluarkan bayi yang lahir mati. 3. Sonografi : Sebuah gelombang suara melalui radio yang kemudian ditampilkan di monitor untuk mengetahui ukuran janin, organ internal dan otot, struktur dan luka patologi dengan frekuensi 2-13 megahertz.
STEP 2
1. Apakah riwayat kesehatan rongga mulut berhubungan dengan indeks di skenario? 2. Apakah ada hubungan antara keguguran dengan riwayat kesehatan rongga mulut pasien? 3. Apa hubungan gigi karies dengan kehamilan? 4. Apakah perawatan untuk gigi karies dapat dilakukan pada ibu hamil? 5. Bagaimana menjaga kesehatan rongga mulut ibu hamil? 6. Antibiotik apa yang dapat diberikan kepada ibu hamil? 7. Secara klinis apakah ada perbedaan antara gingivitis pada ibu hamil dan gingivitis pada orang normal? Manakah yang lebih berpengaruh pada kehamilan? Apakah gingivitis atau periodontitis? 8. Apakah gejala yang ditimbulkan pada gingivitis atau periodontitis saat hamil dapat hilang setelah melahirkan?
6
STEP 3
1. Apakah riwayat kesehatan rongga mulut berhubungan dengan indeks di skenario? -
Riwayat penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri P.gingivalis yang
akan
memicu
peradangan
pada
gingiva
stimulasi
prostaglandin yang akan menghambat aktivasi limfosit T, limfosit B, sel NK berperan dalam proses imun
menghambat
kematangan
mempengaruhi kesehatan kehamilan. -
3 kali keguguran kemungkinan karena gingivitis yang berlanjut periodontitis. Hormon estrogen dan progesteron ↑ prostaglandin ↑
menginduksi
menstimulasi
lahir prematur, prostaglandin dapat
menyebabkan kontraksi otot hamil
menyebabkan
adanya rasa mau
melahirkan -
Bakteri yang mempengaruhi yaitu F.nucleatum mengacu pada jumlah banyak kehamilan yang berpengaruh pada kondisi RM pada kehamilan pertama yang bisa dibilang bahwa ibu itu mudah terkena gingivitis sehingga mempengaruhi kesehatan dan mempengaruhi kehamilan selanjutnya.
2. Apakah ada hubungannya antara keguguran dengan riwayat kesehatan rongga mulut pasien? -
P. Gingivalis, P. Intermediete
barier
darah (endotoksin dan eksotosin)
gingiva masuk lewat pembuluh merusak jaringan
plasenta
dirusak -
Orang hamil mengalami gingivitis kronis darah
inflamasi
amnion dirusak bakteri
masuk
lewat pembuluh
imunoglobulin menghasilkan
TNF α, TGF-2 dibutuhkan untuk lahir atau hamil dan
bertambah kontraksi rahim sebelum waktunya -
Kehamilan menyerang penyakit periodontal peningkatan
estrogen
dan
progesteron
mengkilap, IL-6 menstimulasi sel fagosit
7
keadaan
mulut asam
gingiva
membesar,
-
Periodontitis dan kehamilan saling berkaitan
kondisi kehamilan
memperparah kolonisasi bakteri vaskullarisasi endotoksin masuk merusak
amnion mengganggu tumbuh kembang
janin
mati
3. Apa hubungan gigi karies dengan kehamilan? -
Sebelum pasien hamil sudah punya riwayat kesehatan mulut rendah
hamil mulut asam kolonisasi bakteri gigi karies -
Perawatan karies gigi boleh asal penggunaan antibiotik harus hati-hati obat-obatan
kelas A yang aman untuk ibu hamil
4. Apakah perawatan untuk gigi karies dapat dilakukan pada ibu hamil? - Melakukan sikat gigi, membersihkan sisa-sisa makanan, kumur menggunakan sodium karbonat, melakukan scaling (tidak boleh keras, di supra gingiva). -
Memperhatikan umur kehamilan ; trimester 2 booleh, di trimester 3 boleh tapi dengan pertimbangan.
- Setelah muntah kumur dengan air putih. - Membersihkan sela gigi menggunakan dental floss. - Makan makanan yang sehat, terutama mengandung banyak vitamin c. 5. Bagaimana menjaga kesehatan rongga mulut ibu hamil? Aman pada ibu hamil
golongan
A (antibiotik; mycostatin), B (penilisin,
paling dianjurkan). Penicilin ada dua macam, ada yang tinggi protein dan rendah protein. Yang dianjurkaqn untuk ibu hamil adalah yang tinggi protein agar kadar yang diserap oleh tubuh ibu hamil tidak terlalu tinggi dan berbahaya bagi janin. 6. Antibiotik apa yang dapat diberikan kepada ibu hamil? - Gingivitisnya gejala klinisnya sama Gingivitis ibu hamil
gingivitis
pembengkakan,
kenyal, mengkilat
kehamilan, sama sama berhubungan
- Gingivitis warna gingivitis ibu hamil lebih merah karena mampu memicu histamin dan enzim proteolitik
vasodilatasi
pembuluh darah
- Periodontitis berpengaruh ke kehamilan yang membedakan adalah frekuensinya saat hamil bakteri anaerob lebih banyak - Yang berpengaruh pada keguguran dihasilkan oleh produk bakteri yang menginfeksi (LPS) resiko keguguran tinggi
8
- Kebersihan RM itu penting - Perbedaannya berdasarkan etiologi : orang normal plak, penyakit sistemik orang hamil hormonal respon sensitif 7. Secara klinis apakah ada perbedaan antara gingivitis pada ibu hamil dan gingivitis pada orang normal? Manakah yang lebih berpengaruh pada kehamilan? Apakah gingivitis atau periodontitis? -
Kadar asam meningkat / OH buruk
bakteri anaerob ↑
IL-6,
limfosit T ↓ prostaglandin ↓ meningkatkan keratinisasi gingiva -
Menkes RI = sebelum hamil, masa kehamilan, setelah kehamilan
perawatan sikat gigi, pemakaian obat kumur tanpa memperhattikan kondisi fisiologis ibu hamil 8. Apakah gejala yang ditimbulkan pada gingivitis atau periodontitis saat hamil dapat hilang setelah melahirkan? -
Gejala bisa hilang karena hormon estrogen dan progesteron sudah normal (faktor pencetus), PH mulut sudah normal (tidak seasam sewaktu hamil)
-
Peningkatan hormon (trimester 1 & 2) menyebabkan PH asam memperparah penyakit mulut
9
STEP 4
Kehamilan
Faktor Lokal
Plak
Faktor Hormon
OH Buruk
pH Rendah
Estrogen
Progesteron
Manifestasi Rongga mulut
Mukosa
Periodontal
Gigi
Gingivitis
Periodontitis
Lahir Normal
Lahir Kelainan
Lahir Mati
Lahir Premature
STEP 5
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji pengaruh faktor lokal rongga mulut terhadap kehamilan. 2. Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji pengaruh kehamilan dengan kondisi rongga mulut. 3. Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji penaatalaksanaan dental.
10
STEP 7 LO 1. Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji pengaruh faktor lokal rongga mulut terhadap kehamilan.
Pada ibu hamil dengan periodontitis, jaringan periodontal yang terinfeksi dapat bertindak sebagai reservoir bakteri dan produk bakteri dapat menyebar ke unit janinplasenta. Pada ibu hamil dengan periodontitis yang parah, agen infeksi dan produknya dapat mengaktifkan jalur sinyal inflamasi lokal sampai ke ekstraoral, termasuk pada unit janin-plasenta, yang mungkin tidak hanya menginduksi persalinan prematur tetapi juga menyebabkan preeklamsia (toksemia pada kehamilan tua yang ditandai dengan hipertensi, edema, dan proteinurea) dan membatasi pertumbuhan intrauterin. Adanya penyakit periodontal seperti periodontitis akan dapat memudahkan proses patogen dari bakteri, dan adanya produk inflamasi dapat memainkan peranan dalam gangguan perkembangan dan pertumbuhan berat fetus melaui jalan hematogeneus. McGaws (2002) menyatakan bahwa, infeksi pada periodontitis yang kronis dapat memediasi efek sistemik melalui 3 fase.
1.
Fase pertama adalah translokasi bakteri patogen periodontitis menuju plasenta fetus. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Imunoglobulin M (IgM). IgM merupakan imunoglobulin yang tidak dapat melalui plasenta dan lebih menunjukkan respon imun fetus dibandingkan ibunya, yang secara langsung melawan bakteri. Sebuah penelitian menyatakan pada kasus kelahiran prematur BBLR dengan kultur amnion yang positif menunjukkan adanya persebaran F. nucleatum secara hematogen dari mikroflora rongga mulut.
2. Fase kedua yaitu aksi dari LPS (lipopolysaccharides) yang berasal dari bakteri
periodontal
pada
plasenta
fetus.
LPS
merangsang
produksi
prostaglandin oleh plasenta dan korioamnion, konsentrasi LPS meningkat pada cairan amnion pada kasus kelahiran prematur BBLR. Prostaglandin merupakan derivat asam lemak yang dihasilkan lipida membran sel. Zat-zat ini tampaknya berperan penting dalam respon jaringan normal maupun abnormal terhadap stimulasi otonom, hormon dan trauma. Prostaglandin dilepaskan oleh permukaan sel bilamana fosfolipase A2 diaktifkan oleh
11
trauma dan rangsangan kimia. Asam arakhidonat yang dilepaskan enzim ini dari lipida membran dikonversi menjadi derivat siklik melalui kerja siklooksigenase menjadi prostaglandin. Tingginya prostaglandin dihubungkan dengan adanya gejala klinis yang direfleksikan pada lesi akut dan destruksi jaringan. Hal ini oleh karena keberadaan dan aksi prost a glandin dihubungkan dengan inflamasi dan terjadinya destruksi seperti vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan degradasi kolagen. Dalam keadaan normal menjelang proses persalinan prostaglandin diproduksi terutama pada amnion, produksi ini akan meningkat secara fisiologis hingga ambang batas, yaitu pada saat kelahiran, prostaglandin akan menginduksi dilatasi servikal dan menyebabkan proses kelahiran. Produksi yang abnormal dari mediator ini akan menyebakan kelahiran prematur bayi berat lahir rendah. 3. Fase ketiga adalah aksi mediator inflamasi ( IL-1, IL-6, TNF- α, PGE2) dari jaringan periodontal menuju plasenta fetus. Sitokin proinflamasi IL-1, IL-6, TNF-α
akan
merangsang
sintesis
prostaglandin
pada
plasenta
dan
korioamnion.Sitokin merupakan grup mediator peptida yang penting dalam sistem imun, berfungsi mengatur naik turunnya respon imun, inflamasi dan penyembuhan pejamu (host) akibat cidera. Kadar sitokin pada cairan amnion sering meningkat pada wanita dengan persalinan prematur. Sitokin dapat melalui membran fetus manusia dan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada pasien periodontitis kronis, konsentrasi yang tinggi terdapat pada plasmanya. Hal ini dapat mempengaruhi plasenta fetus yang dapat menyebabkan kelahiran prematur dengan berat lahir yang rendah. Jadi peningkatan konsentrasi sitokin pada cairan gingiva pada ibu hamil yang kesehatan periodontalnya jelek akan merangsang produksi prostaglandin sehingga akan timbul kontraksi uterus yang menyebabkan kelahiran prematur. Oleh karena itu, kebersihan rongga mulut sebelum dan semasa kehamilan sangat perlu diperhatikan dan dipelihara. Resiko kejadian radang gusi dan penyakit periodontal lainnya dapat diperkecil bila kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut pada masa kehamilan selalu terjaga dengan baik.
12
LO 2. Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji pengaruh kehamilan dengan kondisi rongga mulut.
Tabel. Pengaruh kehamilan terhadap fungsi tubuh
Pada saat ibu mengalami kehamilan maka pada ibu akan terjadi kenaikan hormonal yang signifikan dan terjadi perubahan fisiologis, hampir semua organ tubuh sang ibu. Hormon yang berpengaruh pada saat kehamilan adalah hormon estrogen dan progresteron, akibat peningkatan hormon estrogen dan progesteron ini mengakibatkan perubahan pada sistem tubuh yaitu pada sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, pada darah, pada kebutuhan nutrisi ibu dan juga terjadi perubahan pada rongga mulut. Pada sistem kardiovaskuler ibu akan mengalami takikardi, pada sistem respirasi ibu akan mengalami apnea dan dispnea, pada gastrointestinal ibu akan mengalami mual, muntah dan peningkatan asam lambung dan pada perubahan umumnya ibu membutuhkan tambahan nutrisi. Pada rongga mulut terjadi perubahan-perubahan baik itu pada jaringan lunak, jaringan keras dan pada kelenjar. Yang paling sering terjadi pada ibu hamil
13
yaitu gingivitis kehamilan. Gingivitis kehamilan disebut dengan gingivitis eksaserbasi (kambuhan) karena gingivitis ini terjadi hanya pada saat kehamilan oleh karena pengingkatan hormon estrogen dan progresteron. Hormon Estrogen terdiri dari tiga jenis yaitu estradiol, estron dan estriol. Jenis yang paling poten yaitu estradiol yang mana menyebabkan kondisi jaringan periodontal menjadi lebih banyak glikogen sehingga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri plak, selain itu juga terjadi penurunan kemotaksis PMNL, menekan produksi leukosit pada tulang keras. Hormon progresteron menurunkan produksi
IL-6 sehingga menurunkan diferensiasi limfosit B, limfosit T dan
menurunkan aktivasi makrofag dan NK sel sehingga proses fagosit menjadi menurun, selain itu pengaruh hormon progresteron menyebabkan peningkatan Prostaglandin E2 (PGE2) sehingga pengaruh dari pengingkatan hormon estrogen dan progresteron menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah
mengalami
inflamasi.
Tabel. Pengaruh kehamilan terhadap rongga mulut.
Hubungan Hormon Steroid Dengan Jaringan Periodontal
Regulasi proliferasi sel, diferensiasi, dan pertumbuhan dengan hormon estrogen dan progesteron tidak hanya terjadi di organ reproduksi, tetapi juga 14
terjadi pada jaringan lain. Untuk pertama kalinya ditemukan bahwa gingiva merupakan jaringan target untuk estrogen dengan menunjukkan reseptor estrogen tertentu (ER) dalam jaringan gingiva. Dua subtipe yang berbeda dari reseptor, yaitu ERα dan ERβ telah ditemukan untuk memediasi efek langsung dari estrogen. Jaringan target estrogen yang klasik, seperti endometrium, ovarium dan kelenjar susu, mengandung sebagian besar ERα, sedangkan ERβ juga ditemukan dalam jaringan non-produktif, termasuk ligamen periodontal, epitel gingiva dan kelenjar ludah. Selain ERβ, jaringan periodontal juga mengandung reseptor untuk androgen dan progesteron. Hal ini menjelaskan mengapa jaringan periodontal yang sensitif terhadap perubahan tingkat sirkulasi hormon steroid. Perubahan yang terjadi pada jaringan periodontal berupa perubahan yang berefek pada imunologi, vaskular, maupun sel pada jaringan periodontal tersebut seperti pada gambar berikut.
Reseptor estrogen dan progesteron ditemukan pada jaringan periodontal. Begitu pula halnya pada peningkatan progresif kadar hormon dalam kehamilan juga akan mempengaruhi respon jaringan. Matriks ekstra selular, pembuluh gingiva dan fibroblas merupakan bagian yang terpengaruh. Estrogen mengatur proliferasi sel, diferensiasi dan keratinisasi dan dengan demikian estrogen
15
kemudian
merangsang
sintesis
matriks
bersama
dengan
progesteron
meningkatkan produksi lokal mediator inflamasi, terutama prostaglandin E2 (PGE2). Fibroblas ligamen periodontal, serta osteoblas. Efek dari estrogen dan progesteron pada periodonsium diringkas dalam Tabel 2.2 dan 2.3.
16
Proses fertilisasi sel telur dan implantasi sampai pengembangan plasenta, korpus luteum berperan atas peningkatan produksi progesteron dan estrogen. Plasenta mengambil alih peran korpus luteum dari trimester kedua dan terus meningkatkan produksi hormon seks wanita. Puncak tertinggi tingkat progesteron dan estrogen dalam serum ditemukan pada akhir trimester ketiga kehamilan. Saat ibu hamil, setiap hari akan menghasilkan sekitar 20 mg estradiol dan hampir 300 mg progesteron. Ketika plasenta terlepas pada proses kelahiran, tingkat hormon seks wanita ini sangat menurun, mencapai konsentrasi seperti pada wanita umumnya yang tidak hamil dalam waktu dua hingga tiga hari setelah melahirkan.4 Peran utama dari progesteron adalah untuk menjaga kehamilan (yaitu untuk memungkinkan
perkembangan
janin)
dengan
mendukung
endometrium,
penurunan kontraktilitas otot polos di dalam rahim, dan mempengaruhi respon imun maternal. Adapun peran estrogen adalah meningkatkan ukuran rahim, menebalkan dinding rahim dan mukosa vagina, dan meningkatkan suplai darah dalam jumlah yang besar. Selanjutnya, bersama-sama dengan estrogen, progesteron yang diperlukan untuk pengembangan kelenjar susu Selama fase yang berbeda dari kehidupan reproduksi wanita, seperti pada masa pubertas, siklus menstruasi, kehamilan, dan menopause, interaksi bakteri dengan
jaringan
host
dapat
dimodifikasi,
baik
dengan
memungkinkan
pertumbuhan bakteri tertentu ataupun dengan merusak mekanisme pertahan host.4 Ketidakseimbangan hormon seks ini dapat menimbulkan efek merugikan pada gingiva. Perubahan fisiologis terkait hormon seks menyebabkan perubahan permeabilitas kapiler dan meningkatkan retensi cairan di jaringan.12 Beberapa hormon endokrin terkait dengan perubahan oral dan paling biasa terjadi selama masa kehamilan akibat peningkatan kadar hormon plasma. Setelah pembuahan dan implantasi, korpus luteum terus memproduksi estrogen dan progesteron, sementara plasenta berkembang. Progesteron dan estrogen mencapai tingkat puncak plasma masing-masing 100ng/ml dan 6ng/ml, pada akhir trimester ketiga. Dampak biologis potensi estrogen dan progesteron terjadi pada jaringan periodontal selama periode ini
17
Efek hormon estrogen terhadap jaringan periodontal
Mengurangi keratinisasi sambil meningkatkan glikogen epitel yang
mengakibatkan penurunan dalam efektivitas barier epitelium
Meningkatkan proliferasi sel dalam pembuluh darah
Merangsang PMNL fagositosis
Menghambat kemotaksis PMNL
Produksi Suppress leukosit dari sumsum tulang
Menghambat cytokins proinflamasi yang dihasilkan oleh sumsum
Mengurangi peradangan dimediasi sel T
Merangsang proliferasi fibroblas gingival
Merangsang sintesis dan pematangan jaringan ikat gingival
Meningkatkan jumlah inflamasi gingiva tanpa peningkatan plak
Efek hormon progesteron terhadap jaringan periodontal
Meningkatkan
dilatasi
pembuluh
darah,
sehingga
meningkatkan
permeabilitas
Meningkatkan produksi prostaglandin
Meningkatkan PMNL dan prostaglandin E2 dalam cairan sulkus gingiva (GCF)
Mengurangi glukokortikoid efek anti-inflamasi
Menghambat sintesis kolagen dan noncollagen di PDL fibroblast
Menghambat proliferasi proliferasi fibroblast gingiva manusia
Menghambat tingkat dan pola produksi kolagen pada gingiva sehingga potensi perbaikan dan pemeliharaan berkurang Meningkatkan kerusakan metabolisme folat yang diperlukan untuk
pemeliharaan dan perbaikan jaringan
LO 3. Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji penaatalaksanaan dental.
Dalam melakukan perawatan gigi dan mulut pada masa kehamilan, dokter gigi harus berhati-hati dengan mempertimbangkan perlindungan bagi ibu hamil dari calon bayi yang sedang berkembang, khususnya pada (Burket, 1971 ;
trimester pertama
McCarthy, 1979; Lynch, 1984). Adakalanya dokter 18
gigi
menghindari perawatan gigi dan mulut
pada trimester pertama dengan
berdasarkan pertimbangan riwayat medis pasien, misalnya pada pasien yang mengalami rasa lesu, pusing, mual dari muntah-muntah. Waktu perawatan yang terbaik adalah pada trimester kedua (Lynch, 1984; Sculy dan Cawson 1993). Pada umumnya perawatan yang dilakukan terhadap pasien hamil dibatasi pada prosedur-prosedur operative yang sederhana, seperti penambalan karies gigi, pencabutan gigi yang tidak menimbulkan komplikasi dari tindakan skeling/root planing (Burket, 1971; Lynch,1984; Barber dan Graber,1974). Perawatan terutama ditujukan untuk mengontrol penyakit yang sedang terjadi dan menyingkirkan faktor-faktor yang dapat memperburuk keadaan rongga mulut pada akhir kehamilan dan setelah melahirkan. Prosedur endodontik standart dapat dilakukan selama masa kehamilan, dilakukan dengan menggunakan tehnik yang asepsis dan menghindari keadaan yang dapat menimbulkan stress bagi pasien (Barber dan Graber,1974). Prosedur-prosedur yang dapat menimbulkan stress atau yang melelahkan bagi pasien, seperti pengambilan gigi terpendam sebaiknya dihindari atau ditunda dulu
(Burket,1971; McCarthy,1979).
Prenancy tumor apabila menimbulkan
gangguan,perdarahan yang berlebihan, dokter gigi dapat melakukan perawatan dengan pembedahan pada masa kehamilan. Perawatan yang dilakukan yaitu dengan melakukan eksisi, kauterisasi atau gingivektomi di bawah anestesi lokal (Barber dan Graber, 1974; Killey, 1979; Sonis dkk,1995). Berikut tindakan dental yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada pasien ibu hamil : A. Tindakan dental yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada pasien trimester pertama kehamilan
1. Mengedukasi pasien tentang perubahan di rongga mulut selama masa kehamilan. 2. Memberi instruksi kontrol plak dan oral higiene. 3. Membatasi tindakan perawatan dental, terbatas hanya pada profilaksis dan kasus-kasus darurat. 4. Hindari tindakan perawatan dental elektif.
19
5. Hindari penggunaan radiografi secara rutin, hanya digunakan secara selektif dan bila diperlukan. B. Tindakan dental yang direkomendasikan pada trimester kedua 1. Instruksi oral higiene dan kontrol plak. 2. Perawatan dental rutin aman dilakukan. 3. Kontrol penyakit mulut. 4. Perawatan dental elektif aman dilakukan. 5. Hindari penggunaan radiografi secara rutin. Hanya digunakan secara selektif dan jika diperlukan. C. Tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada pasien trimester ketiga kehamilan
1. Instruksi oral higiene, kontrol plak, profilaksis khususnya pada pasien yang menderita penyakit mulut dan memiliki oral higiene buruk. 2. Bila perlu dapat dilakukan skeling, polish dan kuretase. 3. Hindari perawatan dental elektif mulai pertengahan trimester ketiga. 4. Hindari penggunaan radiografi secara rutin. Hanya digunakan secara selektif dan jika diperlukan. Berdasarkan sumber lain yaitu dalam jurnal Sevi Burack, et all(2007) menjelaskan penatalaksanaan dental yang dapat dilakukan untuk ibu hamil, antara lain:
20
I)
Medikasi
Masa 2-4 minggu dari waktu menstruasi terakhir merupakan masa predifferensiasi fetus, dimana pada masa ini fetus relatif bersifat resisten terhadap sifat teratogen obat. Sebaliknya, waktu dengan resiko terbesar fetus untuk terpapar teratogen adalah pada masa organogenesis, yang terjadi pada akhir periode predifferensiasi hingga akhir minggu ke 10 setelah waktu menstruasi terakhir. II)
Perawatan rutin gigi
Perawatan untuk gigi pada masa kehamilan dibagi menjadi dua, yaitu ; Elective Treatment atau Optional Treatment dan emergency treatment. Elective treatment dapat dilakukan dan juga dapat tidak di lakukan tergantung dari
waktu
kehamilan
pasien.
Elective
treatment
bertujuan
untuk
mempertahankan OH baik dan juga untuk pencegahan kemungkinan infeksi yang terjadi pada rongga mulut ibu hamil. Sedangkan Emergency Treatment adalah perawatan mendadak yang harus dilakukan agar tidak terjadi infeksi yang lebih lanjut. Emergency Treatment karena bersifat serius dan mendadak dapat dilakukan kapan saja pada saat kehamilan, tujuan dari perawatan ini adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan kontrol infeksi. a. Ideal timing
Trimester pertama
:
disarankan
untuk
menunda
Elective
Treatment karena ketidakmampuan janin untuk bertahan di lingkungan yang berubah karena efek obat-obatan
Trimester kedua
:
waktu
teraman
untuk
dilakukannya
perawatan rutin gigi. Di periode ini, pada saat perencanaan perawatan harus termasuk menghilangkan masalah yang berpotensi dapat timbul di kehamilan selanjutnya ataupun selama waktu setelah postpartum.
Awal trimester ketiga : relatif merupakan waktu yang baik untuk perawatan rutin gigi atau Elective Treatment
Akhir trimester ketiga :
tidak
Treatment.
21
disarankan
adanya
Elective
Perawatan rekontruktif seperti pembuatan crown dan gigi tiruan sebagian tidak dapat dilakukan selama kehamilan. Diharapkan pasien dapat menunda perawatan tersebut hingga selesai melahirkan untuk mencegah terjadinya keracunan janin yang dikandungnya akibat bahan kimia. b. Dental Radiograph Penggunaan radiograph sebaiknya dihindari terutama pada trimester pertama dari kehamilan. Pada
saat ini perkembangan janin sangat peka
terhadap radiasi (Lynch,1984;Scully dan Cawson,1993; Sonis dkk,1995). Bila wanita hamil terkena radiasi akan mengakibatkan
keguguran, perubahan
bentuk atau kelainan pertumbuhan pada janin dan kematian pada janin yang sedang dikandung (Lukman,1995). Apabila radiograph diperlukan sekali, terutama untuk membantu menegakkan diagnosa yang tepat, pada pasien hamil
harus diberikan
pengamanan untuk menghindari terjadinya pengaruh negatif radiasi pada janin. Baju timah atau apron dapat digunakan sebagai perlindungan yang adekuat (Lynch,1984; Sonis dkk,1995; Lukman,1995) . Sifatnya cukup aman tergantung dari faktor yang mempengaruhi, yaitu ; dosis dari sinar dan waktu dari kehamilan. Berdasarkan data baik dari hewan maupun manusia degan jelas mendukung dari kesimpulan bahwa tidak ada anomali kongenital yang terjadi sebagai hasil dari eksposure dengan total dosis kurang dari 0.05 hingga 0.1 Gy atau 5-10 cGy selama kehamilan. Sedangkan untuk membuat sebuah dental radiograph untuk film panoramik hanya dibutuhkan 0.0008 cGy. Pengambilan foto radiografi ini optimal dilakukan selama trimester kedua dan dengan penggunaan alat pengaman seperti apron pelindung. c. Restorasi Amalgam Penggunaan dental amalgam untuk wanita hamil masih bersifat kontroversial. Hal ini disebabkan karena restorasi amalgam diketahui melepaskan merkuri, dan merkuri diketahui menyebabkan malformasi kongenital.
22
Data terbaru mengkonfirmasi bahwa jumlah total uap merkuri yang dilepaskan dari restorasi amalgam –sekitar 1 sampai 3 μg setiap harimerupakan angka dibawah level toksis dari merkuri itu sendiri. Hal ini membutikkan bahwa jumlah dari merkuri di restorasi amalgam ini tidak cukup tinggi untuk membuat efek teratogenik terjadi. Bagaimanapun juga, meskipun tidak ada bukti terkait penggunaan amalgam dan efek pada kelahiran atau pada saat kelahiran, para ahli menyarankan untuk melakukan prosedur pelepasan ataupun penempatan amalgam dengan hati-hati.
d. Nitrous Oxide Sedation Penggunaan Nitrous Oxide selama kehamilan juga merupakan suatu kontroversi. Hal ini dikaitkan dengan efek negatif yang berhubungan dengan chornic exposure dari obat anastesi ini. Pada percobaan pada hewan coba, nitrous oxide diketahui dapat menghambat sintesis metionin, yang dapat berefek pada sintesis DNA. Anomali yang berhubungan dengan nitrous oxide ini terjadi akibat terhambatnya sintesis metionin tersebut. Karena penggunaan nitrous oxide jangka pendek tidak terbukti menyebabkan efek negatif, penggunannya pada wanita hamil masih diperbolehkan. Dengan catatan apabila dibutuhkan , waktu terbaik untuk penggunannya adalah pada trimester kedua dan trimester ketiga. Dan pada saat penggunaan di trimester manapun, harus digunakan kurang dari 30 menit dan dengan tambahan oksigen minimal sebanyak 50%.
23
Penggunaan Antibiotik
Pemberian obat-obatan pada masa kehamilan merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Seperti kita ketahui, dalam kedokteran gigi obat-obatan
berfungsi untuk menyempurnakan hasil perawatan gigi yang dilakukan. Tetapi pada pasien hamil sebaiknya pemberian obat-obatan sedapat mungkin dihindari, terutama pada trimester pertama (Mc Carthy,1979; Scully dan
Cawson,1993;
Sonis dkk,1995). Hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya pengaruh teratogenik obat pada janin. Penganuh
teratogenik yaitu terjadinya
gangguan pertumbuhan janin, merupakan kejadian yang sungguh penting karena dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim, keguguran dan cacat bawaan yang sementara ataupun menetap (Samin,1986).
Faktor penentu terjadinya
pengaruh teratogenik pada penggunaan obat bagi wanita hamil yaitu status fisiologi ibu, status patologi
ibu, usia kehamilan saat
pemberian obat,
kemudahan filtrasi obat melalui plasenta, dosis dan lama terapi obat dan daya teratogenik obat (Samin,1986). Beberapa
obat-obatan yang biasa digunakan di kedokteran gigi belum
menunjukkan pengaruh yang buruk pada janin (Mc Carthy,1979; Scully dan Cawson,1993; Sonis dkk,1995). Tetapi ada obat-obatan yang dengan cepat dapat melalui plasenta, dan setiap dokter gigi harus sadar akan kemungkinan pengaruh negatif yang mengenai janin (Salim, 1 980; Lynch,1984). Pada
tabel
1
menunjukkan
obat-obatan
yang
diindikasikan
dan
kontraindikasi pasien hamil.Obat ini harus diketahui dokter gigi agar dapat memakai obat yang dan tidak menggunakan obat yang kontraindikasi (Mc Carthy, 1979; Scully dan on, 1993; Salim, 1980; Sonis dkk, 1995). Tabel 1.Pemberian obat-obatan pada pasien hamil. Jenis Obat Analgesik
Ya
Tidak
Paracetamol
Aspirin As. Mefeamat Diamorphine Pentazocine
24
Antibiotik
Anestasi Lokal
Penesilin
Strepmisin
Eritromisin
Tetrasikin
Sefalosporin
Rifampisin
Lidokain
Lain – lain
Kortikosteroid Karbamazepin Danazol Thalidomide Diazepam
A. Trimester I Trimester
pertama
kehamilan
merupakan
fase
implantasi
dan
fase
organogenesis.Fase implantasi terjadi pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu.Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).
Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
Pengaruh subletal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ, seperti misalnya fokolemia karena talidomid.
Penggunaan antibiotik pada wanita hamil trimester pertama sebaiknya dihindari sebisa mungkin, karena pertumbuhan janin masih rentan pada tahap awal kandungan. Namun jika penggunaan antibiotik sangat diperlukan pada kehamilan trimester pertama, antibiotik yang diindikasikan adalah antibiotik kategori A dan B. Dimana antibiotik kategori A merupakan yang paling aman
25
dikonsumsi oleh wanita hamil dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin seperti keguguran atau cacat lahir. Contoh antibiotik kategori A adalah mycostatin. Antibiotik kategori B juga aman untuk wanita hamil dan tidak beresiko bagi janin, namun dapat menimbulkan efek samping bagi ibu hamil berupa diare, gangguan tidur, mual, dan sakit kepala.Contoh antibiotik kategori B adalah penicillin (seperti amoxicillin dan ampicillin), erithromycin, sefalosporin, dan clindamycin.
Penicillin
pada
wanita
hamil
trimester
pertama
perlu
dilakukan
penambahan dosis agar efek terapeutik yang ditimbulkan optimal, karena kadarnya dalam darah ibu dan janin relatif lebih rendah dibandingkan saat tidak hamil dan usia kehamilan tahap akhir akibat dari kecepatan aliran darah antara ibu dan janin yang meningkat pada awal kehamilan.
Erithromycin pada wanita hamil relatif aman karena meskipun dapat terdifusi secara luas ke hampir semua jaringan (kecuali otak dan cairan serebrospinal), tetapi kadar pada janin hanya mencapai 1-2% dibanding kadarnya dalam serum ibu. Di samping itu, sejauh ini belum terdapat bukti bahwa eritromisin dapat menyebabkan kelainan pada janin. Kemanfaatan eritromisin untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia pada wanita hamil serta pencegahan penularan ke janin cukup baik, meskipun bukan menjadi obat pilihan pertama. Namun ditilik dari segi keamanan dan manfaatnya, pemakaian eritromisin untuk infeksi tersebut lebih dianjurkan dibanding antibiotika lain, misalnya tetrasiklin.
Sefalosporin sama halnya dengan penisilin, sefalosporin relatif aman jika diberikan pada trimester pertama kehamilan. Kadar sefalosporin dalam sirkulasi janin meningkat selama beberapa jam pertama setelah pemberian dosis pada ibu, tetapi tidak terakumulasi setelah pemberian berulang atau melalui infus. Sejauh ini belum ada bukti bahwa pengaruh buruk sefalosporin seperti misalnya anemia hemolitik dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang mendapat sefalosporin pada trimester terakhir kehamilan.
Sedangkan antibiotik yang dikontraindikasikan bagi wanita hamil trimester I adalah antibiotik kategori D karena terbukti menimbulkan risiko terhadap janin
26
manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan), seperti tetrasiklin dan aminoglikosida.
Tetrasiklin dapat dengan mudah melintasi plasenta dan mancapai kadar terapetik pada sirkulasi janin. Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan terjadinya deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan tulang, terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali setelah proses remodelling, namun sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut.
Aminoglikosida penggunaannya oleh wanita hamil diketaui meningkatkan angka kejadian malformasi dan kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Pemberian aminoglikosida pada wanita hamil sangat tidak dianjurkan. Selain itu aminoglikosida juga mempunyai efek samping nefrotoksik dan ototoksik pada ibu, dan juga dapat menimbulkan kerusakan ginjal tingkat seluler pada janin, terutama jika diberikan pada periode organogeneis. Kerusakan saraf kranial VIII juga banyak terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat aminoglikosida pada kehamilan.
B. Trimester II Usia kehamilan trimester kedua merupakan fase fetal. Dalam fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin.Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi.tetapi mungkin dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Obat-obatan antibiotik yang diindikasikan bagi wanita hamil masa trimester kedua sama dengan pada masa trimester pertama yaitu antibiotik kategori A dan B. Antibiotik kategori C hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari risiko yang mungkin ditimbulkan pada janin karena dapat menimbulkan efek samping pada janin, berupa efek teratogenik. Sedangkan antibiotik yang tidak
27
dianjurkan adalah antibiotik kategori C yaitu kloramfenikol dan kategori D yaitu tetrasiklin.
Kloramfenikol pemberian pada trimester II dan III, di mana hepar belum matur, dapat menyebabkan angka terjadinya sindroma Grey pada bayi, ditandai dengan kulit sianotik (sehingga bayi tampak keabuabuan), hipotermia, muntah, abdomen protuberant, dan menunjukkan reaksi menolak menyusu, di samping pernafasan yang cepat & tidak teratur, serta letargi. Kloramfenikol dimasukkan dalam kategori C, yaitu obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik. Pengaruh ini dapat bersifat reversibel. Pemberian kloramfenikol selama kehamilan sejauh mungkin dihindari, terutama pada minggu-minggu terakhir menjelang kelahiran dan selama menyusui.
Tetrasiklin jika diberikan pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, tetrasiklin akan mengakibatkan terjadinya perubahan warna gigi (menjadi kekuningan) yang bersifat menetap disertai hipoplasia enamel. Mengingat kemungkinan risikonya lebih besar dibanding manfaat yang diharapkan maka pemakaian tetrasiklin pada wanita hamil sejauh mungkin harus dihindari.
C. Trimester III Trimester ketiga kehamilan merupakan fase fetal sama dengan trimester kedua yaitu tahap perkembangan janin lebih lanjut dan maturasi. Maka dari itu antibiotik yang diindikasikan sama dengan pada saat usia kehamilan trimester kedua, yaitu antibiotik kategori A dan B, serta kategori C hanya dapat diberikan jika sangat diperlukan dan manfaat yang diperoleh lebih besar dari risiko yang mungkin ditimbulkan pada janin karena dapat menimbulkan efek samping pada janin, berupa efek teratogenik. Antibiotik yang tidak dianjurkan pun sama dengan pada trimester kedua yaitu kloramfenikol (kategori C) dan tetrasiklin (kategori D), serta sulfonamida yang merupakan antibiotik kategori D. Sulfonamida mampu mendesak bilirubin dari tempat ikatannya dengan protein sehingga mengakibatkan terjadinya kernikterus pada bayi yang baru lahir yang menetap sampai 7 hari setelah lahir. Kernikterus merupakan sindrom kerusakan otak yang ditandai
28
dengan athetoid cerebral palcy, ketulian, gangguan penglihatan, dan retardasi mental. Jumlah obat Xenobiotic yang mampumenembus barier plasenta tergantung pada : a.
Jenis obat. Oleh karena jumlah obat yangterikat pada protein dan mengalamimetabolisme sangat tergantung pada jenisantibiotika yang dipakai.
b.
Dosis obat. Makin tinggi dosis yangdiberikan, akan makin tinggi pula kadarXenobiotic yang masuk kedalam unit janin.
c.
Kondisi plasenta. Pada umumnya kondisiplasenta berkaitan erat dengan usia hamil.Proses pertumbuhan plasenta akansempurna pada usia hamil 16-20 minggu.Pada usia hamil 21-28 minggu barierplasenta akan lebih kuat dibanding denganusia hamil diatas 28 minggu.
Jenis antibiotika
EFek toksik Pada ibu
Pada janin
Depresi Bone Marrow
Sindrom Grey
Kontraindikasi Kloramfenikol
Hepatotoksik, Tetrasiklin (Tr.I)
Pankreatitis, Haemorragie,
Pewarnaan abnormal Gagal Dysplasia gigi
ginjal Erithromycin Estolate Quinolone
Hepatotoksik
-
-
Atropati janin hewan
Pertimbangkan Aminoglikosida
Clindamisin
Ototoksik,
Toksi N.VII
Nefrotoksik Alergi,Colitis pseudomembran
-
Nitrofurantion
Neuropatia
Hemolitik
Metronidazole
Blood dyscrasia
-
Trimethoprim-
Vaskulitis
Antagonis asam folat
29
Sulfamethox Sulfonamide
Alergi
Kern ikterus
Aztrenon
Alergi
-
Penisilin
Alergi
-
Sefalosporin
Alergi
-
Erythromycin base
Alergi
-
Alergi
-
Alergi
-
Aman
Eruthromycin Ethinylusuccinate Spectinomisin
Program Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dalam Kehamilan
Keperluan akan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada masa kehamilan
untuk diperhatikan. Adanya kerusakan gigi atau pendarahan dan
pembengkakan gusi atau gejala lainnya di rongga mulut akan menimbulkan berbagai gangguan terutama pada
waktu makan (Adyatmaka,1992). Untuk
mencegah timbulnya ganguan di rongga mulut selama masa kehamilan, perlu diciptakan tingkat kebersihan mulut yang optimal. Pelaksanaan program kontrol plak penting dilakukan untuk mencegah peradangan pada gingiva akibat iritasi lokal, gangguan keseimbangan hormonal dan kelainan-kelainan di rongga mulut selama masa kehamilan. Ada beberapa hal yang perlu ditekankan kepada ibu hamil dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut selama masa kehamilan, yaitu : 1. Bila ibu hamil mengalami muntah-muntah, setelah ini segera bersihkan mulut dengan berkumur-kumur atau menyikat gigi. 2. Mengatur pola makanan 4 sehat 5 sempurna dan menghindari makanan yang bersitat kariogenik. 3. Menyikat gigi secara teratur. 4. Memeriksakan keadaan rongga mulut ke dokter gigi. Kunjungan ke dokter gigi pada masa kehamilan bukanlah merupakan hal yang kontraindikasi.
30
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, Mohamad. 2015. Pemakaian Antibiotik pada Ibu Hamil dan Menyusui. Yogyakarta. Anggraini, Rani; Andreas, Peter. 2015. Kesehatan Gigi Mulut dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi Mulut pada Ibu Hamil (Studi Pendahuluan di Wilayah Puskesmas Serpong, Tangerang Selatan). Jakarta : Magister Ilmu Kedokteran Gigi Komunitas dan Pencegahan, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia. Cengiz, DDS, PhD., Sevi Burack. 2007. The pregnant patient : Consideration for dental management and drug use in Quintessence International. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti 4th ed. Jakarta : EGC; 2004. hal.21-4. Giglio, DDs, Med., James A., Susan M. Lanni, MD, et al. 2009. Oral Health Care for the Pregnant Patien. Guncu GN, Tozum TF, Caglayan F. Effects of endogenous sex hormones on the periodontium-review of literature. Australian Dental Journal;2005:50(3):138145. Availablefrom: http://www.ada.org.au/app_cmslib/media/lib/0610/m28332_v1_63297286734700 3750.pdf Via website http://www.google.com diakses 14 Desember 2013. Gursoy M. Pregnancy and periodontium. Finlandia . Medica-Odontologica. 2012.Availablefrom: https://www.doria.fi/bitstream/handle/10024/86313/Annales%20D%201047%20 G%C3%BCrsoy%20DISS.pdf?sequence=1. Via website http://www.google.com diakses 7 Desember 2013. Hasibuan Sayuti. 2004. Perawatan Dan Pemeliharaan Kesehatan Gigi – Mulut Pada Masa Kehamilan. Universitas Sumatera Utara : Bagian Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi.
31