Laporan Individu 19 Desember 2012
”
BRONKIEKTASIS LAPORAN TUTORIAL MODUL 1 BATUK DAN SESAK PADA ORANG DEWASA BLOK RESPIRASI
DISUSUN OLEH : NAMA
: Andry Aulia Zulkarnaen
NO. STAMBUK
: 11 777 024
KELOMPOK
: IV ( empat )
PEMBIMBING
: 1. dr. Sarniwaty, Sp. PD 2. dr. Machyono 3. dr. Andi Rifai
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2012
”
BAB I PENDAHULUAN
A. SKENARIO 1 : Seorang Laki-laki 69 th, pensiunan pensiunan pekerja di pabrik semen, semen, dibawa ke rumah sakit sakit umum oleh anaknya yang juga seorang dokter puskesmas karena menderita sesak yang hebat dan sangat lemah. Kondisi kelemahan ini sebenarnya telah dialami sejak 4 bulan yang lalu dimana pada saat itu dia menderita batuk yang tidak produktif yang disertai demam, yang membaik setelah diberikan antibiotic selama 6 hari dita mbah obat-obat simptomatik. Saat ini juga menderita batuk yang prouktif dengan sputum yang kecoklatan sejak 4 hari yang lalu, dan sejak 2 hari yang lalu ia mengeluh demam yang disertai muntah. Tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras. Tidak pernah keluar kota atau melakukan perjalanan jauh 1 tahun terakhir dan tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya. Selain itu dia sering mengalami gastric reflux yang disertai mual dan muntah.
B. KATA SULIT Gastric reflux = yakni kondisi dimana cairan dari paru di muntahkan kembali (refluks) kedalam oesofagus.
C. KATA KUNCI
1. Laki – Laki – laki laki 69 tahun pensiunan di pabrik semen 2. Sesak yang hebat dan sangat lemah 3. Kelemahan dialami sejak 4 bulan yang lalu 4. Menderita batuk yang tidak produktif yang disertai demam 5. Membaik setelah diberi antibiotic selama 6 hari ditambah obat simptomatik 6. Sputum yang kecoklatan 4 hari yang lalu 7. Sejak 2 hari yang lalu mengeluh demam disertai demam 8. Tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras 9. Tidak pernah kontak sebelumnya dengan orang sakit 10. Sering mengalami gastric reflux disertai mual dan muntah
C. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi dari sistem respirasi ?
2. Jelaskan mekanisme batuk, sesak dan demam ? 3. Perjalanan batuk tidak produktif menjadi batuk produktif ? 4. Mengapa sering mengalami gastric reflux yang disertai dengan mual dan muntah ? 5. Apa hubungan pekerjaan dengan gejala di skenario ? 6. Apa manfaat pemberian obat antibiotic dan obat simptomatik ? 7. Apa definisi batuk dan sesak ? 8. Kenapa sputum berwarna kecoklatan ? 9. Bagaimana hubungan antara riwayat merokok dan minuman keras pada skenario ? 10. Differensial diagnosis dari skenario ?
BAB II PEMBAHASAN I. PENDAHULUAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai: Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru,
atau Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua
biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan
asma. Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas. Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa)
mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari: Sel penghasil lendir Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu
partikel – partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan. Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan
tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya. Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan.
II. INSIDENSI
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital.
III. EPIDEMIOLOGI
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis
mengalami
penurunan
seiring
dengan
kemajuan
pengobatan.
Prevalensi
bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990 menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap.
IV. ETIOLOGI
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses berikut: 1. Infeksi a. Campak b. Pertusis c. Infeksi adenovirus d. Infeksi
bakteri
Pseudomonas. e. Influenza f.
Tuberkulosa
g. Infeksi mikoplasma 2. Penyumbatan bronkus
contohnya
Klebsiella,
Staphylococcus
atau
a. Benda asing yang terisap b. Pembesaran kelenjar getah bening c. Tumor paru d. Sumbatan oleh lendir 3. Cedera penghirupan a. Cedera karena asap, gas atau partikel beracun b. Menghirup getah lambung dan partikel makanan 4. Kelainan imunologik a. Sindroma kekurangan imunoglobulin b. Disfungsi sel darah putih c. Defisiensi komplemen d. Infeksi HIV e. Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid, f.
kolitis ulcerativa1
5. Keadaan lain a. Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
V. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen. Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mucus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang
terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. Silia mengalami kerusakan dan daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan. Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.
VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya
oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah t otal sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan
dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.
2. Gambaran Radiologis - Foto thorax
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini: Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’ . Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.
Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.
Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis.
Glove finger shadow
Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan.
- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat. Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.
- CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang
terkena,
terutama
penting
untuk
menentukan
apakah
diperlukan
pembedahan.
- Patologi Anatomi Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit. Perubahan morfologis bronkus yang terkena :
a. Dinding bronkus Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otototot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. b. Mukosa bronkus Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. c. Jaringan paru peribronkial Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kistakista berisi nanah.
Variasi kelainan anatomi bronkiektasis Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut : a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis) Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis) Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadangkadang berbentuk kista.
Varicose bronkiektasis Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena.
VII. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok : A. Pengobatan konservatif, terdiri atas : 1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi : a.
Menciptakan
lingkungan
yang
baik
dan
tepat
untuk
pasien
:
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut: • Melakukan drainase postural Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari. • Mencairkan sputum yang kental Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya. • Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum. c. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan
jalan
mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
2. Pengelolaan khusus
a. Kemotherapi pada bronchitis. Kemotherapi dapat digunakan :
secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
atau kedua-duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric. Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus iberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang
semula
berwarna
kuning/hijau
menjadi
mukoid
(
putih
jernih).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. b. Drainase secret dengan bronkoskop Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan bstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan pasien. a. Pengobatan obstruksi bronkus Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru ( % FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
c. Pengobatan haemaptoe. Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
d. Pengobatan demam. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik. B. Pengobatan pembedahan
a. Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
b. Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
c. Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD
Pasien bronchitis berat
Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
d. Syarat-syarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
e. Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdapat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
f. Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional ).
Scanning dan USG.
Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien.
Memperbaiki keadaan umum pasien.
VIII. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
Efusi pleura atau empisema
Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabangcabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas
Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
IX. PROGNOSIS
Prognosis pasien bronchitis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat ( konservatif atau pembedahan ) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-10 tahun. Kematian pasien karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, haemaptoe dan lainnya.
BAB III PENUTUP
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk congenital tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literatur untuk mencegah terjadinya bronkiektasis ada beberapa cara :
Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah ( mengurangi ) timbulnya bronkiektasis.
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis ( influenza, pneumonia ) pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya bronkiektasis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Emmons EE. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update Januari 2007. 2. Anonymous . Bronkiektasis . http://medicastore.com/med/detail_pyk.php. Last update 2004 3. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last update Januari 2008. 4. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Kelima. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-
871. 5. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya. 2006. hal 256-261. 6. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740. 7. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41. 8. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115. 9. Harrison. Manual Kedokteran Jilid 1. Kharisma Publishing Group. Jakarta. 2009. Hal 399 – 404. 10. Irawaty, dr. Sp.P. Manual CSL Sistem Respirasi FKUA. Palu. 2012. Hal. 8-11.
MIND MAP