SKENARIO 1
Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke klinik dokter keluarga dengan keluhan nyeri di perut kiri bawah, nyeri kepala, nyeri di punggung, dada, dan sendi lutut. Pasien juga mengeluhkan sering merasa mual dan kembung, serta pernah beberapa kali merasakan keseimbangannya terganggu saat berjalan. Keluhan-keluhan di atas telah dirasakan pasien sejak sekitar 5 tahun yang lalu. Bila nyeri dada muncul pasien merasa sangat khawatir dengan kondisi jantungnya dan terkadang merasakan nafasnya menjadi pendek. Pasien yakin bahwa ia memiliki penyakit jantung dan usus. Ia sudah berkali-kali memeriksakan dirinya ke beberapa dokter termasuk dokter-dokter umum yang terkenal, dokter ahli saraf, dokter ahli jantung dan dokter ahli penyakit dalam, dan selalu meminta pemeriksaan yang teliti termasuk pemeriksaan penunjang yang banyak dan lengkap karena ia sangat yakin bahwa pasti ada masalah dengan dirinya terutama dengan jantung dan ususnya.
Saat ini pasien bekerja sebagai seorang karyawan di perusahaan swasta, dimana sebagai akibat dari seringnya pasien merasakan sakit dan meminta izin tidak masuk kerja ia sudah seringkali ditegur oleh atasannya dan terancam akan diberhentikan dari pekerjaannya. Menurut pasien pekerjaannya saat ini memang bukanlah pekerjaan impiannya. Sejak kecil pasien sebenarnya ingin berprofesi sebagai dokter yang bisa bekerja secara mandiri.
Pasien saat ini tampak cemas terutama tentang organ-organ yang dikeluhkannya sehingga ia mengalami sulit tidur dan merasa pesimis bahwa ia akan sembuh. Pasien suka makan mie instan, telur, dan KFC serta sangat menyukai minuman dalam kemasan kotak dan botol yang berwarna, ia jarang minum air mineral dan tidak suka makan sayur-sayuran dan buah-buahan.
Kata Sulit
-
Kalimat Kunci
Laki-laki 28 tahun
Nyeri perut kiri bawah, punggung, dada dan sendi lutut
Perasaan Mual dan Muntah
Keseimbangan terganggu saat berjalan
Keluhan sejak 5 tahun yang lalu
Sudah berkali-kali diperiksakan ke dokter
Selalu meminta pemeriksaan yang teliti dan lengkap
Pasien yakin memiliki masalah dengan dirinya
Pekerjaan sekarang bukan pekerjaan impian
Pesimis akan sembuh
Masalah Dasar
Pssien merasa cemas karena tidak ditemukan gangguan pada organ tubuh yang dikeluhkan, padahal pasien yakin ada masalah dengan dirinya
Pertanyaan dan Pembahasan
Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ricky
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Malalayang
Keluhan Utama
Nyeri perut kiri bawah, punggung, dada dan sendi lutut
Perasaan Mual dan Muntah
Keseimbangan terganggu saat berjalan
Keluhan sejak 5 tahun yang lalu
Keluhan yang lain:
Perasaan Mual dan Muntah
Keseimbangan terganggu saat berjalan
Riwayat Perjalanan Penyakit (Riwayat Penyakit Sekarang)
Kita harus menggali penyakit yang sekarang sedang dialami, meliputi :
Onset Penyakit (kapan mulai muncul) :
Sejak 5 tahun yang lalu
Gejala Fisik :
Nyeri perut kiri bawah, punggung, dada dan sendi lutut, perasaan Mual dan Muntah
Faktor Presipitasi (Pencetus Utama)
Gejala Prodormal (Perubahan Tingkah Laku)
Upaya Pengobatan Yang Telah Dilakukan
Riwayat Perjalanan Penyakit (Riwayat Penyakit Dahulu)
Gangguan Jiwa Sebelumnya : Pernah menderita gangguan jiwa sebelumnya (gejala, pengobatan, lama pengobatan dan hendaya nya seperti apa)
Penyakit Medis Umum : Pernah Trauma Otak (Kecelakaan), Operasi otak dll
Riwayat Pengobatan dan Penyalahgunaan NAPZA : Pernah diobati (sudah bisa beraktivitas normal kembali/kambuh lagi), Berhenti obat dan tidak kontrol ke dokter, pernah mpndok di RSJ, sering minum alkohol, merokok, minum pil dll.
Riwayat Keluarga
Pola Keluarga : apakah anggota keluarga memberi dukungan sosial, hubungan pasien dengan keluarga, bagaimana pola asuh dia sejak kecil dari keluarganya, tingkat sosial-ekonomi keluarganya, apakah orang tuanya cerai, anak ditelantarkan.
Riwayat Penyakit Keluarga : apakah ada keluarga yang mengalami penyakit serupa
Silsilah Keluarga : digambar silisilah keluarga/pohon silsilah posisi dia berada (dia anak ke berapa dari berapa saudara, orang tuanya masih hidup semua/tidak)
Riwayat Pribadi
Pre Natal (Masa Kehamilan)
Peri Natal (Persalinan)
Masa Kanak-Kanak Awal (sampai umur 3th)
Masa Kanak Pertengahan
Masa Pubertas (Remaja/Masa Labil
Masa Sekarang (Dewasa) :
Riwayat Pekerjaan : hub dengan pekerjaannya (bekerja sbg apa, lingkungan pekerjaanya gmna)
Riwayat Perkawinan Riwayat Pendidikan : (apa pasien berhenti sekolah, pasien mengalami DO, pasien terkena sanksi dari sekolah)
Riwayat Keagaman : latar belakang orang tua mendidik keagamannya , konflik hub agama dengan orang tuannya, pernah mengikuti ajaran aliran aneh
Aktivita Sosial : bagaiman hubngan pasien dengan lingkungan sekitarnya, hubungan dengan sesama jenis dan lain jenis.
Situasi Hidup Sekarang : pasien sekarang hidup dengan siapa, hubungan pasien dengan lingkunga tempat tinggalnya
Pemeriksaam Fisik
Status Generalis
KU : Tampak lemas
Sensorium : Compos Mentis
Vital Sign :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,80C
Status Intrenus
Kepala
Normosefali, deformitas tidak ada
Mata
Edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva palpebra anemis -/-
Hidung
Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret
Teliga
Simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas (-), sekret (-), nyeri tekan tragus mastoid tidak ada
Mulut
Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher
Dalam batas normal, tiroid tidak membesar
Thorax
Tidak terdapat skar, spider nevi (-), simetris kiri dan kanan
Paru
Inspeksi : Pernapasan statis-dinamis kiri=kanan
Palpasi : Stemfermitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi: Suara napas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas Jantung normal
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tampak benjolan (-)
Auskultasi: Bising Usus (+)
Perkusi : Timpani (+) di seluruh regio abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Superior, inferior, dekstra, sinistra dalam batas normal
Pemeriksaan Khusus Psikis
Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 08 febuari 2016, hasil pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan home visite
Deskripsi Umum
Penampilan
Laki-Laki berusia 28 tahun, paras wajah sesuai umur dengan postur tubuh yang atletikus, kesan gizi cukup.. Kebersihan cukup baik. Pasien tampak senang saat didatangi pada waktu home visite.
Kesadaran
Compos mentis, secara kualitas tidak berubah.
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
Pembicaraan
Kuantitas: pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan cukup jelas.
Kualitas: pasien dapat menjawab pertanyaan jika ditanya dan menjawab pertanyaan dengan spontan, Pasien sering bercerita dengan spontan mengenai keadaan dirinya saat ini. Intonasi berbicara pasien cukup jelas. Pembicaraan dapat dimengerti.
Tidak ada hendaya dalam berbahasa.
Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata adekuat. Pasien selalu menjawab pertanyaan dengan melihat kearah pemeriksa. Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan cukup baik.
Keadaan Afektif
Mood : Labil
Afek : menyempit
Gangguan Persepsi
Tidak terdapat gangguan persepsi
Proses Pikir
Bentuk pikir : realistik
Arus pikir
Produktivitas : Pasien dapat menjawab spontan saat diajukan pertanyaan.
Kontinuitas : Koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan.
Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
Isi pikiran : waham (-), fobia (-), obsesi (-), konpulsi(-).
Fungsi Intelektual / Kognitif
Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Taraf pendidikan
Pasien lulusan Sekolah Menengah Atas
Pengetahuan Umum
Baik, pasien dapat menjawab dengan tepat siapa gubernur Sulut, dan Presiden Republik Indonesia
Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien baik, pasien dapat menghitung dengan benar angka-angka yang diberikan pemeriksa 100-7-7-7+20 ..
Orientasi
Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu wawancara dilakukan yaitu sore hari.
Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada di rumahnya, dan menjalani pengobatan
Orang : Baik, pasien mengetahui nama ibu dan saudara – saudaranya. Selain itu pasien juga mengetahui dirinya diwawancarai oleh siapa.
Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan wawancara.
Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat nama-nama teman pasien pada saat di sekolah dasar
Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat umur berapa dia menikah dan pertama kali memiliki anak.
Daya ingat jangka pendek
Baik, pasien dapat mengingat secara tepat, pasien sarapan dengan lauk apa saja.
Daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat nama pemeriksa, dan dapat menyebutkan nama benda yang baru saja diucapkan oleh pemeriksa.
Akibat hendaya daya ingat pasien
Tidak ada hendaya dalam daya ingat pada pasien
Kemampuan baca tulis: baik
Kemampuan visuospasial: baik
Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan jeruk dan apel.
Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri sehari - hari secara mandiri seperti mandi, makan dan minum.
Daya Nilai
Daya nilai sosial : baik.
Uji daya nilai realitas pasien : baik.
Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien baik, selama wawancara pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik dan tampak selama pemeriksaan dilakukan pasien menceritakan kondisinya dengan tenang.
Tilikan
Tilikan derajat 4. Pasien menyadari bahwa dirinya sedang sakit, namun pasien tidak mengetahui penyebabnya. Pasien berusaha untuk mencari pengobatan gangguan yang dia alami dan memiliki motivasi untuk sembuh yang sangat baik.
Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur mengenai peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari teman pasien yang menceritakan kejadian yang serupa.
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ III, Diagnosis Multiaksial
Diagnosis Multiaksial terdiri atas :
Aksis I :
Gangguan klinis atau kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis menyangkut gangguan jiwa / mental pasien.
Pada kasus : - F45.0 Gangguan Somatisasi : banyaknya keluhan fisik
F45.2 Gangguan Hipokondrik : keyakinan menetap adanya penyakit yang serius
Aksis II :
Gangguan kepribadian atau gangguan mental yang dimiliki pasien
Pada kasus : tidak ada diagnosis aksis III
Aksis III :
Kondisi medic umum
Pada kasus : tidak ada
Aksis IV :
Masalah psikososial dan lingkungan
Pada kasus : pasien terancam kehilangan pekerjaan, pekerjaan yang sekaranng bukanlah pekerjaan impian pasien.
Aksis V :
Penilaian fungsi secara global / Global Assessment of Functioning Scale – Total scoring 0-100 untuk menilai status pasien apakah berfungsi baik secara psikologis, social, dan kupasional sebagai suatu kesianambungan hipotesis kesehatan mental.
Pada kasus : <71
Criteria Diagnostik DSM-IV-TR > Gangguan Somatisasi
Riwayat banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama 1 periode beberapa tahun menyebabkan pencarian terapi atau hendaya fungsi social, pekerjaan, atau area fungsi penting lain yang signifikan
. Masing-masing criteria berikut harus terpenuhi
1. Empat gejala nyeri
Pada kasus : nyeri perut kiri bawah, nyeri punggung, dada, sendi lutut.
2. Dua gejala gastrointestinal
Pada kasus : mual dan kembung
3. Satu gejala seksual
Pada kasus : tidak disebutkan
4. Satu gejala pseudoneuurologis
Pada kasus : pernah beberapakali keseimbangan terganggu saat berjalan
Diagnosis Banding
Hipokondriasis
Criteria diagnostic DSM-IV-TR Hipokondriasis
Preokupasi sengan rasa takut atau gagasan bahwa seseorang memiliki penyakit serius berdasarkan pada kesalahan.
Pada kasus : pasien yakin bahwa ia memiliki penyakit jantung dan usus, ia sangat yakin bahwa ada masalah dengan dirinya.
Preokupasi tetap ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan medis yang sesuai
Keyakinan pada criteria a tidak memiliki intensitas waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran terbatas mengenai penampilan
Preokupasi menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya didalam fungsi social, pekerjaan dan area penting lain
Preokupasi tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan ansietas menyeluruh, gangguan global obsesif kompulsif, ganggian panic, episode depresi berat, ansietas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Epidemiologi
Somatisasi adalah gangguan yang kerap ditemukan. Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, yaitu diperkirakan sebanyak 0,2 sampai 2 persen pada wanita, dan <0,2 persen pada pria, dengan perbandingan 5:1.Prevalensi somatisasi subklinis mencapai 100 kali lebih besar. 2
Di antara pasien yang datang ke tempat praktek dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen pasien memenuhi criteria diagnostik untuk gangguan somatisasi. Gangguan berhubungan terbalik dengan posisi sosial, terjadi paling sering pada pasien dengan pendidikan rendah dan miskin. Gangguan somatisasi didefinisikan sebagai dimulai sebelum usia 30 tahun; tetapi seringkali mulai selama usia belasan tahun.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan somatisasi seringkali bersama-sama dengan gangguan mental lainnya. Kira-kira duapertiga dari semua pasien dengan gangguan somatisasi memliki gejala psikiatrik yang dapat diidentifikasi, dam sebanyak separuh pasien dengan gangguan somatsasi memiliki gangguan mental lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang seringkali meyertai adalah yang ditandai oleh cirri penghindaran, paranoid, mengalahkan diri sendiri, dan obsesif-kompulsif. Dua gangguan yang tidak lebih sering ditemukan pada pasien dengan gangguan somatisasi dibandingkan dengan populasi umum adalah gangguan bipolar dan penyalahgunaan zat.
Etiologi
Faktor etiologi dari gangguan somatisasi masih belum diketahui. Tidak terdapat penyebab tunggal dari gangguan somatisasi, sebagaimana sebagian besar kasus psikiatri lainnya, gangguan ini merupakan hasil akhir dari interaksi faktor genetik dengan berbagai peristiwa di kehidupan individu. Teori terkini mengenai etiologi gangguan somatisasi dibagi 3, yaitu psikososial, organic, dan genetik.3
1. Faktor Psikososial
Gejala somatik merupakan bentuk pertahanan psikologi terhadap instabilitas mental. Pada somatisasi, serangan terhadap mental seseorang menghasilkan kecemasan yang memobilisasi pertahanan somatik, di mana terdapat perubahan dari "sakit psikologis" menjadi "sakit fisik".4 Gejala somatik yang timbul merupakan komunikasi sosial seseorang untuk menghindari kewajiban (cnt : melakukan pekerjaan yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (cnt: kemarahan terhadap saudara), atau untuk simbolisasi perasaan atau kepercayaan (cnt : nyeri perut).1
Pengalaman "sakit" merupakan faktor penting dari somatisasi. Anak yang menjumpai orang tua atau saudara yang sakit (terutama penyakit kronis atau berat) dapat mengalami gangguan somatoform ketika dewasa. Etnik, pendidikan, dan gender juga merupakan faktor sosial yang relevan terhadap somatisasi. Terdapat korelasi tinggi antara somatisasi dan etnik, kelas sosial rendah dengan tingkat edukasi minimal, dan jenis kelamin wanita.Selain itu, jenis kepribadian juga diduga mempengaruhi gangguan somatisasi. Pasien gangguan somatisasi yang memiliki ciri kepribadian kelompok B (dependen, histrionic, agresif-sensitif) tampak sejumlah 2 kali lipat dari pasien dengan anxietas atau depresi. 3
Pandangan perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengakaran parnteral, contoh parental, dan etika moral mungkin mengajarkan anak-anak untuk lebih bersomatisasi dibandingkan anak lain. Di samping itu, beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah mengalami penyiksaan fisik. Faktor sosial, cultural, dan etnik mungkin juga terlibat di dalam perkembangan gejala gangguan somatisasi.
2. Faktor Organik
Beberapa penelitian menunjukkan dasar neuropsikologi pada gangguan somatisasi. Beberapa studi mengaitkan antara gangguan somatisasi dengan patologi otak, seperti epilepsy dan multiple sclerosis, namun asosiasi ini ditemukan hanya pada 3% pasien.6 Diduga juga bahwa disfungsi atensi dan kognitif yang berhubungan dengan inhibisi stimulasi aferen terdapat pada pasien (terutama pada lobus frontalis dan hemisphere yang tidak dominan), menghasilkan persepsi yang tidak tepat dan kesalahan penilaian input somatosensoris .1 Ditemukan hubungan antara somatisasi dan peningkatan level kortisol 24 jam (rangsangan psikologis),sebagaimana juga ditemukan terdapat asosiasi antara tekanan darah sistolik dengan somatisasi. 3
Beberapa penelitian mengarah pada dasar neuropsikologis untuk gangguan somatisasi. Penelitian tersebut mengajukan bahwa pasien memiliki gangguan perhatian dan kognitif karakteristik yang dapat menyebabkan persepsi dan penilaian yang salah terhadap masukan (input) somatosensorik. Gangguan yang dilaporkan adalah distraktibilitas yang berlebihan, ketidakmampuan untuk membiasakan terhadap stimulus yang berulang, pengelompokan konstruksi kognitif atas dasar impresionistik, asosiasi parsial, dan sirkumstansial.. Sejumlah penelitian yang terbatas mengenai pencitraan otak telah melaporkan penurunan metabolisme di lobus frontalis dan hemisfer nondominan.
Satu bidang riset neuroilmiah dasar yang sangat relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatiform lainnya menunjukkan pengaruh sitokin (cytokines). Sitokin adalah molekukl pembawa pesan (messanger molecules) yang digunakan oleh sistem kekebalan untuk berkomunikasi dalam dirinya sendiri dan berkomunikasi dengan sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah interleukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon. Beberapa percobaan awal menyatakan bahwa sitokin dapat membantu penyebabkan suatu gejala nonspesifik dari penyakit, khususnya infeksi, seperti hipersomnia, anoreskia, kelelahan, dan depresi. Walaupun data belum mendukung hipotesis, regulasi abnormal sistem sitokin mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform.
3. Faktor Genetik.
Terdapat pola keturunan yaitu sebesar 10-20% insidens terjadi pada saudara perempuan derajat pertama dari penderita gangguan somatisasi. 2 Ditemukan bahwa saudara lelaki pasien gangguan somatisai memiliki peningkatan prevalensi alkoholisme dan kepribadian antisosial.7 Beberapa penelitian pada populasi kembar menemukan bukti komponen genetik, namun lainnya menghasilkan kesimpulan sebaliknya. Mai (2004) menyimpulkan bahwa terdapat peran faktor genetik dalam gangguan somatisasi, namun efeknya terbatas. 3
Data genetika menunjukkan bahwa, sekurang-kurangnya pada beberapa keluarga, transmisi gangguan somatisasi memiliki suatu komponen genetika. Data menyatakan bahwa gangguan somatisasi cenderung berjalan di dalam keluarga, terjadi pada 10 sampai 20 persen sanak saudara wanita dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga tersebut, sanak saudara laki-laki derajat pertama adalah rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribaian antisosial. Suatu penelitian juga melaporkan angka kesesuaian pada 29 persen kembar monozigotik dan 10 persen kembar dizigotik, jadi menyatakan suatu efek genetika.
Patofisiologi
Gangguan kecemasan disebabkan karena ketidakseimbangan kimia tertentu di dalam otak, yaitu zat kimia yang membawa informasi dalam otak dan disebut neurotransmiter. Dua neurotransmiter yang berhubungan dengan gangguan kecemasan adalah serotonin and noradrenalin. Seimbangan neurotransmiter ini mengarah ke perubahan fisik dan suasana hati dan manifestasi tertentu. Masalah yang paling umum adalah rendah serotonin dan tinggi noradrenalin. Gangguan dari gamma - asam (GABA) sistem di dalam otak adalah lain penyebab gangguan kecemasan.
Koneksi neurotransmitter :
Amigdala mengirim impuls ke hipotalamus mengaktivasi sistem saraf simpatetik menuju nukleus retikuler talamik untuk meningkatkan refleks2 menuju N.V dan N.VI menuju ke area tegmentum ventral, lokus seruleus dan nu. Tegmentum laterodorsalis untuk mengaktivasi dopamin, norepinefrin dan epinefrin.
Stresor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari adrenal melalui mekanisme berikut ini:
Ancaman dipersepsi oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian ke sistem limbik dan RAS (Reticular Activating System), lalu ke hipotalamus dan hipofisis. Kemudian kelenjar adrenal mensekresikan katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf otonom (Mudjaddid, 2006). Hiperaktivitas sistem saraf otonom akan mempengaruhi berbagai sistem organ dan menyebabkan gejala tertentu, misalnya: kardiovaskuler (contohnya: takikardi), muskuler (contohnya: nyeri kepala), gastrointestinal (contohnya: diare), dan pernafasan (contohnya: nafas cepat).
Neurotransmiter
Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
Norepinefrin
Pasien yang menderita gangguan kecemasan mungkin memiliki sistem noradrenergik yang teregulasi secara buruk. Badan sel sistem noradrenergik terutama berlokasi di lokus sereleus di pons rostral dan aksonnya keluar ke korteks serebral, sistem limbik, batang otak, dan medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukkan bahwa stimulasi lokus sereleus menghasilkan suatu respon ketakutan dan ablasi lokus sereleus menghambat kemampuan binatang untuk membentuk respon ketakutan. Pada pasien dengan gangguan kecemasan, khususnya gangguan panik, memiliki kadar metabolit noradrenergik yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meninggi dalam cairan serebrospinalis dan urin.
Serotonin sistem limbik, dan hipotalamus. Pemberian obat serotonergik pada binatang menyebabkan perilaku yang mengarah pada kecemasan. Beberapa laporan menyatakan obat-obatan yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan peningkatan kecemasan pada pasien dengan gangguan kecemasan.
Gamma-aminobutyric acid (GABA)
Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah dibuktikan oleh manfaat benzodiazepine sebagai salah satu obat beberapa jenis gangguan kecemasan. Benzodiazepine yang bekerja meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABAA terbukti dapat mengatasi gejala gangguan kecemasan umum bahkan gangguan panik. Beberapa pasien dengan gangguan kecemasan diduga memiliki fungsi reseptor GABA yang abnormal (Kaplan dan Saddock, 2005).
Badan sel pada sebagian besar neuron serotonergik berlokasi di nukleus raphe di batang otak rostral dan berjalan ke korteks serebral,
Penatalaksanaan
Penangangan Gangguan Somatoform secara Umum.
Teknik kognitif behavioral paling sering pemaparan terhadap respon restrukturisasi kognitif. Secara sengaja memunculkan kerusakan yang dipersepsikan di depan umum dan bukan menutupinya melalui penggunaan rias wajah dan pakaian. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.
Terapi Gangguan Somatisasi (Kaplan Sadock Psiakitari Klinis)
Ketika lebih dari satu klinisi terlibat, pasien memliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kujungan ini harus relative singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk memberikan respons terhadap keluhan somatic baru. Prosedur laboratorium dan diagnostic tambahan umumnya harus dihindari. Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan, dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatic sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi juga dapat memliki penyakit fisik yang sesungguhnya; oleh sebab itu, dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh. Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan primer yang merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan kesadaran pasien akan kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala sampai pasien mampu menemui klinisi kesehatan jiwa. Pada kasus yang rumit dengan banyak tampilan medis, psiakiater lebih mampu menilai apakah harus mencari konsultasi medis atau operasi berdasarkan kemampuan medisnya; meskipun demikian, profesion kesehatan jiwa nonmedis juga dapat menggali hal psikologis sebelumnya dari gangguan tersebut, terutama jika berkonsultasi dengan dokter.
Psikoterapi, baik individu maupun kelompok menurunkan pengeluaran untuk perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen. Sebagian besar dengan menurunkan angka perawatan rumah sakit. Pada lingkungan psikoterapis, pasien dibantu beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari dan membangun strategi alternative untuk mengekspresikan perasaannya.
Memberi obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki risiko, tetapi juga diindikasikan terapi psikofarmakologis dan terapi psikoterapeutik pada gangguan yang timbul bersamaan. Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obatnya dengan tidak teratur dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain, sedikit data tersedia menunjukkan bahwa terapi farmakologis efektif bagi mereka.
Secara umum, penatalaksanaan pasien dengan gangguan somatisasi meliputi 2 hal, yaitu Cognitive and Behavioral Therapy (CBT) dan Farmakoterapi.
Langkah pertama terapi adalah untuk memberi feedback diagnostik pada pasien. Penjelasan dikategorikan menjadi 3 bagian : rejection, conclusion, dan empowerment. Dengan rejection, dokter menyangkal kenyataan terdapat gejala atau mengimplikasikan bahwa pasien memiliki sumber rasa sakit yang imajiner. Pendekatan ini dapat diawali dengan kalimat "Tenang, tidak ada yang salah dengan Anda." Conclusion terjadi ketika dokter secara eksplisit atau implicit menyetujui penjelasan pasien. Pada akhirnya, dengan empowerment, dokter memberikan penjelasan yang nyatadan rasional untuk gejala somatik, bersamaan dengan peluang untuk memanajemen diri. Dokter mengetahui penderitaan pasien, tanpa rasa menuduh, dan membuat kesepakatan terapeutik. Dengan demikian gejala dan emosi dapat dihubungkan dengan baik.
Komplikasi
Komplikasi akibat prosedur diagnostik invasif / prosedur – prosedur surgery untuk menentukan diagnosis. Misalnya pemeriksaan rontgen yang berulang.
Ketergantungan pada substansi- substansi pengontrol yang diresepkan. Penderita gangguan somatoform umumnnya mendapat obat antidepresan yang jika dipakai secara berlebihan akan menimbulkan efek ketergantungan.
Kehidupan yang bergantung pada orang lain. Orang dengan gangguan somatisasi cenderung bergantung pada orang lain untuk menenangkan dirinya. Ia butuh dorongan dan dukungan oleh orang sekitarnya selain itu diperlukan pengawasan dari orang sekitar untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan.
Bunuh diri. Orang dengan gangguan somatisasi seringkali merasa dirinya sakit dan tidak ada yang dapat menyembuhkannya. Sehingga tidak jarang berakhir dengan keputusasaan dan akhirnya pikiran untuk mengakhiri hidup untuk menghilangkan sakit yang ia rasakan.
Prognosis
Prognosis yang baik adalah berhubunga dengan :
Status sosioekonomi yang menengah sampai tinggi.
Ini dikarenakan penderita dengan keadaan sosioekonomi memadai setidaknya tidak mendapat banyak tekanan dari bidang ekonomi dan social. Selain itu, penderita dengan keadaan sosial yang baik dapat lebih mudah penyembuhannya karena mendapat dukungan moril dari orang sekitar.
Tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi medis non psikiatrik yang menyertai.
Tidak ada gangguan kepribadian membuat proses penyembuhan terbilang lebih cepat karena proses terapi dapat terpusat untuk menyembuhan gejala dari gangguan somatisasi tersebut. Terapi berpusat pada penyembuhan emosi dan persepsi pasien terhadap nyeri yang dirasakannya. Untuk pasien gangguan somatisasi anak akan sembuh pada masa remaja akhir atau pada awal dewasa.
Upaya penanganan yang cepat
Dengan upaya penanganan yang cepat dapat mengurangi resiko pasien terhadap hal-hal yang tidak diinginkan misalnya depresi dan keinginan untuk bunuh diri.
SKENARIO 2
Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke klinik dokter keluarga dengan keluhan jantung berdebar, berkeringat dingin, sesak nafas, pusing, sulit tidur, kaki dan tangan terasa kesemutan, nyeri dada, merasa takut mati, takut mendapat serangan jantung. Keluhan-keluhan ini sudah berlangsung sejak beberapa bulan yang lalu dan semakin hari semakin sering. Pasien juga mengeluhkan timbul kemerahan di bagian tubuh tertentu, bersisik, kadangkala terasa gatal. Suami pasien hidup terpisah dan memiliki selingkuhan. Pekerjaan pasien adalah seorang karyawan swasta di sebuah pabrik dimana sehari-hari ia harus naik angkutan umum dan berdesak-desakan karena tidak ingin terlambat ke pabrik. Setiap pagi dan sore hari ia juga suka minum kopi bahkan kadangkala siang hari pun ia meneguk segelas kopi di pabrik. Sejak mengalami keluhan-keluhan tersebut di atas pasien menjadi tidak berani berolahraga dan selalu ingin ditemani oleh saudaranya bila keluar dari rumah.
Kata Sulit
-
Kata Kunci
Perempuan, 25 tahun
Jantung berdebar, berkeringat dingin, sesak nafas, pusing, sulit tidur, kaki dan tangan terasa kesemutan, nyeri dada,
Merasa takut mati dan takut mendapat serangan jantung.
Berlangsung sejak beberapa bulan yang lalu dan semakin hari semakin sering.
Timbul kemerahan di bagian tubuh tertentu, bersisik, kadangkala terasa gatal.
Suami pasien hidup terpisah dan memiliki selingkuhan.
Selalu ingin ditemani bila keluar dari rumah.
Masalah Dasar
Wanita, 25 tahun datang dengan keluhan jantung berdebar, berkeringat dingin, sesak nafas, nyeri dada, takut mendapat serangan jantung.dan takut mati, sehingga selalu ingin ditemani bila keluar rumah
Pertanyaan dan Pembahasan
Anamnesis
Data Identitas pasien :
Nama : Nn. Bunga
Usia : 25 tahun
Status perkawinan : menikah
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : karyawan swasta
Alamat : jalan Kembang
Agama : Kristen
Keluhan Utama :
Keluhan jantung berdebar, berkeringat dingin, sesak nafas, pusing, sulit tidur, kaki dan tangan terasa kesemutan, nyeri dada, merasa takut mati, takut mendapat serangan jantung
Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah ada keluhan penyerta yang dirasakan pasien? Jika ya, keluhan apa? Ya, timbul kemerahan di bagian tubuh tertentu dan bersisik, kadang kala terasa gatal
Sejak kapan keluhan ini dirasakan? Keluhan dirasakan sejak beberapa bulan yang lalu dan semakin hari semakin sering
Adakah faktor pencetus atau pemicu berdekat yang menimbulkannya? Suami pasien hidup terpisah dan berselingkuh, sering berdesak-desakan dalam angkutan umum
Adakah yang memperingan atau memperberat keluhan pasien? Pasien sering mengkonsumsi kopi 3x sehari
Bagaimana penyakit pasien memengaruhi aktivitas kehidupannya (misalnya pekerjaan, hubungan yang penting)? Pasien tidak berani berolahraga dan jika keluar rumah harus ditemani saudaranya
Bagaimana sifat disfungsi (misalnya detail mengenai perubahan faktor seperti kepribadian, memori atau cara berbica)?
Bagaimana pasien mengatasi ansietas ini? Ia sering mengkonsumsi kopi
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah memiliki riwayat kelainan psikiatri sebelumnya? Jika ya, perlu ditanyakan
Bagaimana gejalanya?
Derajat ketidak mampuan?
Jenis tatalaksana yang diterima
Nama rumah sakit tempat dirawat?
Durasi tiap kali sakit?
Egek pengobatan sebelumnya?
Derajat kepatuhan?
Apakah memiliki penyakit umum sebelumnya? Jika ya, penyakit apa yang diderita?
Sejak kapan diderita?
Apakah sudah mencari atau mendapat pengobatan sebelumnya?
Apakah penyakitnya sembuh?
Apakah anda peminum? Tidak
Berapa banyak alkohol yang anda minum dalam sehari?
Apakah anda peroko? Tidak
Berapa batang rokok yang anda hisap seharinya?
Apakah pernah menggunakan obat-obatan terlarang dan adiktif lainnya? Jika ya jenis apa yang digunakan? Tidak pernah
Riwayat Keluarga
Adakah riayat penyalahgunaan alkohol atau zat lain atas perilaku anti sosial dalam keluarga?
Bagaimana kepribadian dan tingakat intelegensi orang yang serumah dibandingkan denagn pasien?
Bagaimana keadaan tempat tinggal pasien dan perlengkapan rumah tangganya?
Apakah pasien merasa anggota keluarganya bersifat suportif, acuh, atau destruktif?
Apakah makna penyakit pasien bagi keluarga?
Bagaimana sikap pasien terhadap orang tua dan saudara kandungnya?
Apakah pekerjaan saudaranya dibanding dengan pekerjaan pasien dan bagaimana pasien menanggapi hal tersebut?
Siapa yang paling disukai pasien dalam keluarganya dan mengapa?
Pemeriksaan Fisik
Status Internus dan Neurologis:
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi 88x/menit
Nafas 24x/menit
Suhu afebris
Paru dan jantung dalam batas normal
Abdomen dan ekstremitas juga dalam batas normal.
Tidak ditemukan kelainan neurologis.
Status Mental:
Kontak psikis dapat dilakukan ,cukup wajar dan lama.
Bicara cukup jelas
Orientasi baik, afek hipotim, emosi labil, arus emosi cepat.
Pasien menguraikan riwayat perjalanan masa lalunya dengan emosi yang sangat labil : sedih, sekali-kali berusaha menahan isak tangisnya.
Ansietas ada– banyak.
Proses fikir cepat, jelas dan tajam.
Diskriminatif insight derajat lima (pasien menyadari ketakutan tidak wajar, tapi tidak bisa melepaskan diri dari keadaan tersebut).
Tidak ditemukan gangguan persepsi dan isi fikiran, psikomotor aktif, hubungan dengan realita masih cukup baik
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis
Diagnosis Kerja
--- Gangguan Panik dengan Agorafobia. ---
Multiaxial (DSM IV-TR):
Aksis I : Gangguan Ansietas 300.21 Gangguan Panik + Agorafobia
Aksis II : 799.9 (Diagnosis Aksis II tertunda – harus tu dari lahir sampai sekarang)
Aksis III : Psoriasis Vulgaris (kemerahan bersisik, kadang gatal)
Aksis IV : Tinggal berpisah dengan suami, suami berselingkuh, takut terlambat, tidak berani olahraga.
Aksis V : GAF 52
DIAGNOSIS SERANGAN PANIK Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) adalah :
Adanya satu periode ketakutan sangat hebat atau kegelisahan dimana 4 (empat) atau lebih gejala-gejala dibawah ini dapat ditemukan dan mencapai puncaknya dalam waktu 10 menit :
1. Palpitasi, jantung terasa berat dan peningkatan denyut jantung.
2. Keringat banyak.
3. Menggigil atau gemetaran.
4. Perasaan nafasnya pendek atau tertahan-tahan.
5. Merasa tercekik.
6. Nyeri dada.
7. Mual atau rasa tidak nyaman diperut.
8. Merasa pusing, goyang / hoyong, kepala terasa ringan atau nyeri.
9. Derealisasi (merasa tidak didunia realita), atau depersonalisasi (merasa terpisah dari diri sendiri).
10. Takut kehilangan kendali diri atau menjadi gila.
11. Takut mati
12. Parestesia (menurunnya sensasi).
13. Merasa kedinginan atau merah kepanasan.
DIAGNOSIS GANGGUAN PANIK menurut DSM IV ADALAH :
A. Harus ada 1 dan 2 kriteria
dibawah ini :
Adanya Serangan Panik yang tidak diharapkan secara berulang-ulang.
Paling sedikit satu Serangan Panik diikuti dalam jangka waktu 1 bulan (atau lebih) oleh satu (atau lebih) keadaan-keadaan berikut :
- Kekhawatiran yang terus menerus tentang kemungkinan akan mendapat serangan panik.
- Khawatir tentang implykasi daripada serangan panik atau akibatnya (misal: hilang kendali diri, mendapat serangan jantung atau menjadi gila).
- Adanya perubahan yang bermakna dalam perilaku sehubungan dengan adanya serangan panik.
B. Ada atau tidak adanya agorafobia.
C. Serangan Panik tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari satu zat (misal: penyalahgunaan zat atau obatobatan) atau kondisi medis umum (hipertiroid).
D. Serangan Panik tidak bisadimasukkan pada gangguan mental emosional lain.
Kriteria Diagnostik :
1. Baik (a) dan (b)
(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan.
(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akbitnya (misalnya : kehilangan kendali, mederita serangan jantung, "menjadi gila"
(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
2. Terdapat agoraphobia
3. Serangan panik bukan karena efek fisiologi langsung dari zat (misalnya : obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya : hipertiroidisme)
4. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya : terjadi saat mengalami situasi sosial yang ditakuti), fobia spesifik (misalnya, mengalami situasi fobik tertentu), gangguan obsesif-kompulsif (misalnya : terpapar kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stress pascatraumatik (misalnya : sebagai respons terhadap stimuli yang berhubungan stressor parah, atau gangguan cemas perpisahan (misalnya, sebagai repsons jauh dari rumah atau sanak saudara dekat).
DIAGNOSIS AGORAFOBIA MENURUT DSM IV ADALAH:
A. Cemas berlebihan apabila berada ditempat-tempat atau situasi-situasi yang sangat sulit untuk menyelamatkan diri (atau akan mengalami rasa malu hebat) atau pertolongan mungkin tidak bisa didapatkan dalam keadaan yang tidak diharapkan atau situasi yang menjadi predis-posisi serangan panik atau gejala-gejala menyerupai panik. Ketakutan pada Agorafobia ciri khasnya adalah takut pada situasi-situasi terbuka (misal: diluar rumah sendirian, berada dalam keramaian atau berdiri dalam satu antrian, berada diatas jembatan, dalam perjalanan dengan bus, kereata api atau mobil).
B. Situasi-situasi tersebut akan dihindari (membatasi perjalanan) atau bila dikerjakan akan ditandai dengan adanya distress atau kecemasan akan kemungkinan terjadinya satu serangan panik atau gejala-gejala menyerupai panik, atau sering minta ditemani ditemani kalau keluar rumah.
C. Kecemasannya atau penghindaran terhadap situasi yang ditakuti (fobia) tidak bisa digolongkan kedalam gangguan mental lainnya
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk seorang pasien dnegan gangguan panic adalah sejumlah besar gangguan medis dan juga banyak gangguan mental.
Gangguan Medis. Bilamana seorang pasien, terlepas dari usia atau faktor risiko, datang ke ruang gawat darurat dengan gejala suatu kondisi yang kemungkinan fatal (sebagai contoh, infark miokardium), riwayat medis yang lengkap harus diperoleh dan dilakukan pemeriksaan fisik. Prosedur laboratiorium satndar adalah hitung darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, glukosa puasa, konsentrasi kalsium, fungsi hati, urea, kreatinin dan tiroid; suatu urinalisis; suatu skrining obat; dan suatu elektrokardiogram (EKG). Jika adanya suatu kondisi yang segera membahayakan hidup telah disingkirkan, kecurigaan klinis adalah bahwa pasien memiliki gangguan panic. Kemungkinan bahwa prosedur diagnostic medis tambahan akan mengungkapkan kondisi medis harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan efek merugikan dari prosedur dalam membantu pasien menerima suatu diagnosis gangguan panic. Namun demikian, adanya gejala atipikal (sebagai contoh, vertigo, hilangnya kontrol kandung kemih dan tidak sadar) atau onset serangan panic pertama yang lambat (di atas usia 45 tahun) harus menyebabkan klinisi mempertimbangkan kembali adanya kondisi medis non-psikiatrik dasar.
Pemeriksaan standar yang dibicarakan di atas membantu klinisi untuk memeriksa pasien untuk adanya penyebab tiroid, paratiroid, adrenal dan penyebab berhubungan zat dari serangan panik.
Diagnosis Banding Organik untuk Gangguan Panik.
1. Penyakit Kardiovaskuler
Anemia
Angina
Gagal Jantung Kongestif
Keadaan adrenergic β hiperaktif
Hipertensi
Prolapsus katup mitralis
Infark miokardium
Takikardia atrium paradoksikal
2. Penyakit Pulmonal
Asma
Hiperventilasi
Embolus paru – paru
3. Penyakit Neurologis
Penyakit serebrovaskular
Epilepsi
Penyakit huntington
Infeksi
Penyakit meniere
Migrain
Sklerosis multipel
Serangan iskemik transien
Tumor
Penyakit Wilson
4. Penyakit Endokrin
Penyakit Addison
Sindrom karsinoid
Sindrom cushing
Gejala seperti nyeri dada, khususnya pada pasien dengan faktor risiko jantung (sebagai contoh : obesitas dan hipertensi) mungkin mengharuskan pemeriksaan jantng lebih lanjut, termasuk EKG 24 jam, stress test, sinar-X dada dan pengukuran enzim – enzim jantung. Adanya gejala neurologis atipikal mungkin mengharuskan didapatkannya elektroensefalogram atau MRI untuk memeriksa kemungkinan bahwa pasien menderita epilepsy lobus temporalis, sklerosis multipel, atau lesi otak yang memakan tempat (space-occupying lesion). Kemungkinan jarang bahwa pasien menderita sindroma karsinoid atau feokromositoma dapat diperiksa dengan mengukur metabolit serotonin atau katekolamin dari sampel urin 24 jam. Walaupun hipoglikemia pernah dianggap berhubungan dengan gangguan panik, khususnya di dalam literature awam, data yang tersedia sekarang ini menyatakan bahwa hipoglikemia jarang menyebabkan serangan panic tanpa adanya gejala lain yang mengarahkan pada hipoglikemia.
Gangguan Mental. Diagnosis banding psikatrik untuk gangguan panic adalah pura – pura, gangguan buatan, hipokondriasis, gangguan depersonalisasi, fobia sosial dan spesifik, gangguan stresss pascatraumatik, gangguan depresif dan skizofrenia. Di dalam diagnosis banding, klinisi harus menentukan apakah serangan panic adalah tidak diperkirakan, berikatan dengan situasional, atau dipredisposisikan oleh situasi. Serangan panic yang tidak diperkirakan (unexpected) adalah tanda utama dari gangguan panik ; serangan panic yang berikatan dengan situasional biasanya menyatakan suatu keadaan yang berbeda, seperti fobia sosial / fobia spesifik (jika terappar dengan situasi fobik), gangguan obsesif – kompulsif (jika mencoba menahan suatu kompulsi) atau suatu gangguan depresif (jika terlanda dengan kecemasan). Fokus kecemasan atau ketakutan adalah penting. Apakah tidak terdapat fokus (seperti pada gangguan panic), atau apakah terdapat fokus spesifik (sebagai contoh : ketakutan akan menjadi tidak dapat bicara pada seseorang dengan fobia sosial). Gangguan somatoform juga harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding, walaupun seorang pasien memenuhi kriteria untuk gangguan somatoform maupun gangguan panik.
Fobia Spesifik dan Sosial. DSM-IV menjawab tugas diagnostic yang sulit dalam membedakan antara gangguan panik dan agoraphobia, pada satu pihak dan fobia spesifik dan sosial, pada pihak lain. Beberapa pasien mengalami serangan panik tunggal pada lingkungan spesifik (sebagai contoh : di elevator) mugnkin terus-menerus harus menghindari lingkunga spesifik, terlepas dari apakah mereka akan pernah mengalami serangan panik lainnya. Pasien tersebut memenuhi kriteria diagnostic utnuk fobia spesifik, dan klinisi harus menggunakan pertimbangannya tentang apa yang merupakan diagnosis yang tepat. Dalam contoh lain, seseorang akan mengalami satu atau lebih serangan panik mungkin takut berbicara di depan public karena takut akan mengalami serangan panik di dalam situasi tersebut. Walaupun gambaran klinis hamper identic dengan gambaran klinis fobia sosial, suatu diagnosis fobia sosial adalah disingkirkan karena menghindari situasi public adalah didasarkan pada rasa takut akan mendapatkan sernagan panik, bukannya ketakutan terhadap berbicara di depan public itu sendiri. Karena data empiris tentang perbedaan tersebut adalah terbatas, DSM-IV menganjurkan klinisi untuk menggunakan pertimbangan klinisinya untuk membuat diagnosis dalam kasus yang sulit.
Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik
Diagnosis banding agrofobia tanpa suatu riwayat gangguan panik adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi. Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepriadian menghindar dan gangguan kepribadian dependen.
Etiologi
Faktor Biologik
Penelitian berdasarkan biologik pada Gangguan Panik ditemukan peningkatan aktifitas syaraf simpatis. Penelitian neuroendokrin menunjukkan beberapa abnormalitas hormon terutama kortisol. Neurotransmitter yang berpengaruh pada Gangguan Panik adalah Epinefrin, Serotonin, dan Gama Amino Butyric Acid (GABA) . Zat-zat yang bisa menginduksi terjadinya "Serangan Panik" (Panicogens) antara lain :
Carbon Dioksida (5 s/d 35%)
Sodium Laktat dan Bicarbonat
Bahan Neurokimiawi yang bekerja melalui sistem Neu-rotransmitter spesifik (yohimbin, α2-adrenergik receptor antagonist, mchlorophenylpiperazine/mCP, bahan yang berefek sero-tonergik)
Cholecystokinin dan caffeine
Isoproterenol
Zat-zat yang menginduksi serangan panik tersebut diperkirakan berreaksi mulanya pada baroreseptor cardiovaskuler di perifer dan signal ke sistem vagal-afferent terus ke nucleus tractus solitarii diteruskan ke nucleus paragigantocellularis di medulla. Terjadinya hiperventilasi pada pasien gangguan panik mungkin disebabkan hipersensitif akan kekurangan oksigen karena peningkatan tekanan CO2 dan konsentrasi laktat dalam otak yang selanjutnya akan mengaktifkan monitor asfiksia secara fisiologis. Bahan Neurokimiawi yang menginduksi panik diduga mempengaruhi sistem noradrenergik, serotonergik dan reseptor GABA dalam susunan syaraf pusat secara langsung.
Faktor Genetik
Kembar monozigot resiko lebih besar daripada dizigot
Faktor Psikososial
Teori Kognitif Perilaku: kecemasan bisa sebagai satu respon yang dipelajari dari perilaku orangtua atau melalui proses kondisioning klasik yang terjadi sesudah adanya stimulus luar yang menyebabkan individu menghindari stimulus tersebut.
Teori Psikososial: serangan panik muncul karena gagalnya pertahanan mental menghadapi impuls / dorongan yang menyebabkan ansietas. Sedangkan Agorafobia akibat kehilangan salah satu orang-tua pada masa anak-anak dan ada-nya riwayat cemas perpisahan. Pengalaman perpisahan traumatik pada masa anak-anak bisa mempengaruhi susunan syaraf yang menyebabkannya menjadi mudah jatuh kepada anxietas pada masa dewasa. Pasien dengan riwayat pelecehan fisik dan seksual pada masa anak juga beresiko untuk menderita Ganggaun Panik.
Patofisiologi
Pada awalnya stimulus yang memprovokasi terjadinya ketakutan. Hal ini menyebabkan pelepasan adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan respon fight or fight dimana tubuh seseorang mempersiapkan untuk aktivitas yang berat. Hal ini menyebabkan peningkatan denyut jantung (takikardia), napas cepat ( hiperventilasi) yang dianggap sebagai sesak napas (dispnea) dan berkeringat. Karena aktivitas berat jarang berlanjut, hiperventilassi mengarah ke penurunan kadar karbon dioksida di paru-paru dan kemudian ke dalam darah. Hal ini menyebabkan pergeseran dalam PH darah (alkalosis respiratori atau hipokapnia), yang aselanjutnya dapat menyebabkan banyak gejala lain, seperti kesemutan atau mati rasa, pusing dan kepala terasa ringan. Selain itu,pelepasan adrenalin selama serangan panik menyebabkan vasokontriksi sehingga aliran darah sedikit berkurang ke kepala yang menyebabkan pusing dan kepala ringan. Sebuah serangan panik dapat menyebabkan gula darah yang bisa diambil dari otak dan menuju otot-otot besar. Hal ini juga mungkin bagi orang yang mengalami serangan seperti itu untuk merasa seolah- olah mereka tidak dapat bernafas dan mereka mulai mengambil napas lebih dalam, dan akhirnya mengurangi kadar karbon dioksida dalam darah.
Terganggunya keseimbangan otonomik: penurunan gamma aminobutyric acid (GABA) eric, polimorfisme alel dari gen catechol O methyltransferase (COMT), peningkatan fungsi reseptor adenosin, peningkatan cortisol, hilngnya fungsi reseptor benzodiazepine, dan gangguan pada serotonin, serotonin transporter (5-HTTLPR) dan gen promotor (SLC6A4), norepinefrin,ndopamine, cholecystokinin, dan interlekuin 1-beta.
Hubungan stimulasi stress dengan berbagai aspek
1). Sistem Neurotransmiter
Respon neurontransmiter terhadap stres mengaktivasi sistem noradrenergik di otak, tepatnya di locus ceroleus, menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stress juga mengaktivasi sistem serotonergic di otak. Demikian pula, stress meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada jalur mesofrontal.
2). Sistem Endokrin
Sebagai respon terhadap stress, hipotalamus mengeluarkan CRF ke dalam sistem portal hipofisis pituitary.CRF mencetuskan pelepasan ACTH yang merangsang pembuatan dan pelepasan glukokortikoid di korteks adrenal. Hal ini meninmbulkan peningkatan penggunaan tenaga, meningkatkan aktivitas kardiovaskular, dan menghambat beberapa fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.n
3). Sistem Imunologik
Stress menyebabkan glukokortikoid menghambat sistem imun, sehingga menimbulkan aksi kompensasi dari aksis hipotalamic-pituitary-adrenal untuk mengurangi efek fisiologis dari stress. Sebaliknya stress juga dapat mengakibatkan aktivasi sistem imun melalui beberapa jalur. CRF merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF di lokus cereleus yang kemudian mengaktifkan sistem saraf simpatik sehingga meningkatkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal. Ada juga jalur neuron norepinefrin yang bersinaps di sel target imun, peningkatan aktivitas sistem imun juga melalui pelepasan faktor imun humoral.
Epidemiologi
Penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka Prevalensi seumur hidup adalah 3,8 persen untuk gangguan panik, 5,6 persen untuk serangan panik dan 2,2 persen untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap. Wanita adalah dua sampai tiga kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun kurangnya diagnosis (underdiognosis) gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit hitam adalah kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenal berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda usia 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagia contohnya, gangguan panik lebih dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja, dan kemungkinan kurang didiagnosis pada mereka.
Di Indonesia sendiri gangguan panik masih sulit di lakukan pendataan epidemiologi karena gangguan panik masih sulit di diagnosis karena banyak penderita gangguan panik yang tidak ingin mengakui bahwa ia menderita gangguan panik bahkan cenderung menyangkalnya.
Faktor resiko dan Manifestasi Klinis
Faktor resiko
Memiliki gangguan panic
Mengalami peristiwa kehidupan yang penuh stres, termasuk pelecehan seksual atau fisik selama masa kanak-kanak
Memiliki kecenderungan untuk menjadi gugup atau cemas
Mengalami penyalahgunaan alkohol dan zat terlarang
Riwayat keluarga dari serangan panik atau gangguan panik
Stres berat
Kematian atau penyakit serius yang menyerang orang yang disayangi
Mengalami perubahan besar dalam hidup Anda, seperti mempunyai bayi
Mengalami peristiwa traumatis, seperti kecelakaan atau hal buruk lain selama diluar rumah atau beraktivitas.
Manifestasi klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda akan terjadi serangan panik
Kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional.
Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit.
Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat.
Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya.
Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian.
Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat.
Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30menit.
Pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit mendapatkan bantuan.
Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka keluar rumah
Mereka lebih suka bepergian bersama teman atau saudara pada daerah-daerah yang ramai/sibuk seperti: pasar, jalan raya.
pada keadaan yang sudah cukup berat pasien menolak keluar rumah.
Penatalaksanaan
Dua terapi paling efektif untuk pasien gangguan panic dan agoraphobia adalah farmakoterapi dan terapi kognitif perilaku.
Farmakoterapi
Penggolongan :
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
Sertraline, Fuoxetine, Paroxetine, Fluvoxamine, Citalopram
Semua SRRI efektif untuk gangguan panic.
Trisiklik
Impramine, clomipramine
Benzodiazepine
Alprazolam
Reversible Inhibitor of Monoamine Oxydase-A)
Moclobemide
Terapi perilaku dan kognitif
Terapi perilaku dan kognitif adalah terapi yang efektif untuk gangguan panic. Dari berbagai respon disimpulkan bahwa terapi kognitif dan perilaku mengungguli terapi farmakologi; laporan lain melaporkan sebaliknya.
Aplikasi Relaksasi
Pelatihan Pernapasan
Pejanan In Vivo
Terapi psikososial lain
Terapi Keluarga
Psikoterapi berorientasi Tilikan
Psikoterapi Kombinasi dan Farmakoterapi
Untuk pasien dalam scenario tersebut yang sering mengonsumsi kafein, langkah pertama mengurangi atau menghentikan konsumsi kafein adalah meminta pasien menentukan konsimsi kafein harian, kemudian pasien dan klinisi menentukan jadwal kinsumsi kafein yang semakin berkurang. Sebaiknya menghindari putus kafein secara mendadak, karena gejala putus zat cenderung timbul dengan penghentian mendadak.
Komplikasi
Bila serangan panik dan gangguan panik tidak diobati dapat mengakibatkan komplikasi parah yang mempengaruhi hampir setiap bidang kehidupan Anda. Anda mungkin begitu takut memiliki serangan panik lagi sehingga Anda hidup dalam keadaan takut secara konstan, sehingga merusak kualitas hidup Anda.
Komplikasi yang disebabkan atau berkaitan dengan serangan panik meliputi:
Berkembangnya fobia spesifik, seperti takut mengemudi atau meninggalkan rumah
Riwayat berobat yang sering /banyak karena kekhawatiran akan penyakit dan kondisi medis lainnya
Menghindari situasi sosial
Masalah di tempat kerja atau sekolah
Depresi. Gangguan cemas dan gangguan psikiatrik lainnya.
Peningkatan risiko bunuh diri atau pikiran untuk bunuh diri
Penyalahgunaan zat atau alkohol
Masalah keuangan
Untuk beberapa orang, gangguan panik biasanya disertai agoraphobia – menghindari suatu tempat atau situasi yang menyebabkan kecemasan pada seseorang karena mereka takut tidak bisa lari atau mendapatkan bantuaan saat terkena serangan panik. Atau menjadi bergantung pada orang lain saat ingin meninggalkan orang / harus ditemani.
Prognosis
Sebagian besar kasus agoraphobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan panik. Jika gangguan panik diobati, agoraphobia seringkali membaik dengan berjalannya waktu. Untuk mendapatkan reduksi agrofobia yang cepat dan lengkap, terapi perilaku kadang – kadang diperlukan. Agorafobia tanpa riawayat gangguan panik seringkali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan depresif dan ketergantungan alcohol mengkomplikasi perjalan agrofobia.
Kira-kira 30% – 40% pasien sembuh sempurna, 50% masih mempunyai gejala yang ringan tapi tidak mengganggu aktifitas kehidupan seharihari. Sekitar 10% – 20% masih terus mengalami gejala yang signifikan
Daftar Pustaka
http://psikiatri.forumid.net/t263-gangguan-somatisasi
http://emedicine.medscape.com/article/294908-treatment
https://www.academia.edu/4919387/Gangguan_somatoform
Sadock, Benjamin. Buku Ajar Psikiatri Klinis ed. 2. 2010. Jakarta : EGC