LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNIK OPTIK P-2
BENDING DAN PENGARUH SUHU PADA SERAT OPTIK
Disusun Oleh : AHMAD FATIH BARKAH AHMAD FIRDAUS HILMI MOCH HAFIZH RAMADHAN M. RIFQI PINANDHITO MOH. FIQIH TARMIDZI HAKIM CHRISTOPHER ROBERTO
2413 100 092 2414 100 011 2414 100 032 2414 100 050 2414 100 113 2415 100 125
Asisten : FEBRIANTO BIMO AMARTO
2413 100 047
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK FISIKA JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA i
201 LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNIK OPTIK P-2
BENDING DAN PENGARUH SUHU PADA SERAT OPTIK Disusun Oleh : AHMAD FATIH BARKAH AHMAD FIRDAUS HILMI MOCH HAFIZH RAMADHAN M. RIFQI PINANDHITO MOH. FIQIH TARMIDZI HAKIM CHRISTOPHER ROBERTO
2413 100 092 2414 100 011 2414 100 032 2414 100 050 2414 100 113 2415 100 125
Asisten : FEBRIANTO BIMO AMARTO
2413 100 047
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK FISIKA JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015 ii
ABSTRAK
Pada praktikum tentang Bending dan Pengaruh Suhu Pada Serat Optik bertujuan agar mahasiwa dapat mengetahui prinsip-prinsip transmisi sinyal laser pada serat optik, yang dimana serat optik tersebut diberikan Bending dan juga diberikan pengaruh suhu diluar kemudian diamati dan dianalisis bagaimana nilai daya sinyal yang ditransmisikan pada serat Optik. Hasil yang diperoleh adalah pengaruh bending terhadap loss didapatkan hasil ketika diameter bending 0,5 cm ; 1 cm ; 1,5 cm ; dan 2 cm nilai losses yang dihasilkan secara berturut-turut adalah sebesar 4,416 dBm ; 0,707 dBm ; 0,029 dBm; dan -0,01 dBm. Dari nilai tersebut membuktikan bahwa semakin kecil diameter bending menghasilkan losses yang semakin besar. ketika seerat optik dililitkan pada beberapa benda. Yakni pada spidol diperoleh losses sebesar 0,268 dBm. pada tutup botol Clup diperoleh losses sebesar 0,058 dBm. stella menghasilkan losses sebesar 0,077 dBm. Nilai losses semakin kecil untuk diameter yang lebih besar. Pada percobaan terakhir yakni pengaruh suhu terhadap transmisi loss yang terjadi pada serat optik dengan diberikan variasi suhu sebesar 55 , 100 , 150 yang secara berturut-turut, dan menghasilkan losses daya sebesar 5,789 dBm, 5,793 dBm, 5,784 dBm. Dimana pada hasil tersebut hubungan selisih nilai kenaikan suhu terhadap loss yang terjadi pada tiap-tiap variasi tidaklah besar dikarenakan pengaruh kenaikan suhu tidak mempengaruhi loss daya yang signifikan. Kata kunci : Bending, Pengaruh Suhu, Serat Optik
iii
ABSTRACT
In the lab about Bending and Effect of Temperature on Optical Fiber intended that students can know the principles of signal transmission lasers in optical fibers, in which the optical fiber is given Bending and also given the influence of the temperature outside is then observed and analyzed how the value of the signal transmitted on fiber optics. The results are the effect of bending the loss is obtained when the bending diameter of 0.5 cm; 1 cm; 1.5 cm; and 2 cm values generated losses in a row is equal to 4.416 dBm; 0.707 dBm; 0.029 dBm; and -0.01 dBm. From these values proves that the smaller the diameter of the bending generate greater losses. when the optical seerat wound on a few things. Namely the markers obtained by losses amounted to 0.268 dBm. the bottle cap Clup obtained losses amounted to 0.058 dBm. stella resulted in losses amounting to 0.077 dBm. Value losses is getting smaller for larger diameter. In the last experiment the effect of temperature on the transmission loss that occurs in the optical fiber with a given variation in temperature of 55 C ^ °, 100 C ^ °, 150 C ^ °, respectively, and resulted in losses of power equal to 5.789 dBm, 5.793 dBm, 5.784 dBm. Where the results of the relationship increment in temperature rise to losses that occur in each variation is minimal due to the influence of temperature rise does not affect any significant power loss. Keyword :
Bending, The Effect Of Temperature, Fiber Optic
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Resmi Praktikum Teknik Optika ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dalam kesempatan kali ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Aulia Muhammad Taufiq Nasution.Selaku dosen pengajar mata kuliah Teknik Optika. 2. Saudara asisten laboratorium yang telah membimbing dalam pelaksanaan praktikum Akustik. 3. Rekan-rekan kelompok 3 yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan praktikum. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini baik dari segi materi maupun penyajian. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penyusun sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya. Surabaya, 06 November 2016
Penyusun
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iiv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
viiviii
DAFTAR TABEL
iix
BAB I PENDAHULUAN
Error! Bookmark not defined.
1.1
Latar Belakang
Error! Bookmark not defined.
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
2 Error! Bookmark not defined.
BAB II LANDASAN TEORI
3
2.1
Fiber Optic
3
2.2
Bending
9
2.3
Total Internal Reflection (TIR)
11
2.4
Jenis-jenis Serat Optik
15
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
20
3.1
Alat dan Bahan
20
3.2
Prosedur Percobaan
20
vi
BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
23
4.1
Analisa Data
23
4.2
Pembahasan
25
BAB V PENUTUP
33
5.1
Simpulan
33
5.2
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
35
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur Serat Optik
6
Gambar 2.2 Perambatan Cahaya Dalam Serat Optik
7
Gambar 2.3 Hukum Snelius
8
Gambar 2.4 Skema Peristiwa Total Internal Reflection
12
Gambar 2.5 Skema Pemantulan Cahaya Pada Serat Optik 14 Gambar 2.6 Serat Optik SingleMode Step Index
18
Gambar 2.7 Serat Optik MultiMode Step Index
17
Gambar 2.8 Serat Optik Graded Index
18
Gambar 3.1 Set Up Eksperimen 1
20
Gambar 3.2 Set Up Eksperimen 2
21
Gambar 3.3 Skema Percobaan
22
Gambar4.1 Grafik Pengaruh Loss terhadap Bending
23
Gambar4.1 Grafik Pengaruh Loss Terhadap Suhu
25
viii
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel Pengaruh Bending
23
Tabel 4.2 Tabel Pengaruh Bending Terhadap Loss Benda
24
Tabel 4.3 Tabel Suhu
24
ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita tentu mengenal laser, mikroskop, teropong, kacamata, fiber optik, dan lain sebagainya. Berbagai peralatan tersebut merupakan jenis peralatan optik yang tentu saja memberikan polesan pada kehidupan di era modern ini. Berawal dari hanya sepotong lensa kecil, dapat diterapkembangkan menjadi sebuah instrumen optik nan canggih, instrument itu dinamakan sebagai divais optik. Dalam aplikasinya, divais optik digunakan dalam banyak bidang, seperti dalam bidang kedokteran sebagai alat terapi, dalam bidang penelitian, bahkan dalam bidang peralatan elektronik seperti komputer, mikrochip dan lain sebagainya. Divais optik seperti laser juga banyak dimanfaatkan, seperti sebagai sensor, penginderaan jarak jauh, juga di bidang kedokteran seperti alat bantu pembedahan. Dalam perkembangan zaman, kecepatan transmisi data yang cepat, efektif dan efisien semakin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, karena transmisi data dapat membantu mengirim sebuah data yang mengandung informasi dapat sampai secara akurat ke penerima transmisi data tersebut. Teknologi yang mendukung semakin cepat, efektif dan efisien salah satunya adalah serat optik dimana merupakan aplikasi dari ilmu optik yang telah ada, yaitu mengenai hukum snellius. Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini P2 tentang Bending dan Pengaruh suhu pada serat optik aka dibahas 1
didalam fiber optik pastinya memiliki kehilangan daya yang salah satunya diakibatkan oleh pembelokan pada fiber optik atau bisa disebut bending. Terjadinya bending juga bisa dipengaruhi oleh kebutuhan pemasangan dari serat optik tersebut. 1.2
Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang terjadi pada praktikum P-2 bending dan pengaruh suhu pada serat optik ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana prinsip-prinsip transmisi sinyal laser pada serat optik ? b. Bagaimana pengaaruh lekukan (bending) pada daya sinyal keluaran serat optik? c. Bagaimana pengaruh suhu pada daya keluaran pada serat optik ? 1.3
Tujuan Adapun tujuan dari praktikum P-2 bending dan
pengaruh suhu pada serat optik ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui prinsip-prinsip transmisi pada serat optik. b. Mengetahui seberapa besar pengaruh bending pada jalannya transmisi dalam serat optik. c. Mengetahui seberapa besar pengaruh suhu pada daya keluaran pada serat optik.
2
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Fiber Optik Fiber optik merupakan saluran transmisi (pemindah
informasi) yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Fiber Optik terbuat dari serat kaca dan bentuknya panjang dan tipis serta berdiameter sebesar rambut manusia. Serat kaca ini merupakan serat yang dibuat secara khusus yang terbuat dari bahan kaca murni dan kemudian diproses menjadi sebentuk gulungan kabel agar dapat digunakan untuk melewati data yang ingin dikirim atauditerima. Fiber optik ini terdiri dari beberapa bagian yaitu Cladding, Core, dan Buffer Coating. Core adalah kaca tipis yang merupakan bagian inti dari fiber optik dan menjadi tempat berjalannya cahaya sehingga pengiriman cahaya dapat dilakukan. Cladding adalah lapisan luar yang membungkus Core dan memantulkan kembali cahaya yang terpancar keluar kembali ke dalam Core. Sedangkan Buffer Coating merupakan lapisan plastik yang melindungi serat dari kerusakan dan kelembaban. Terdapat dua jenis fiber optik yang umumnya digunakan, yaitu Single Mode dan Multi Mode. Kabel Single 3
Mode mempunyai ukuran Core yang kecil dan dapat menjangkau jarak yang lebih jauh hingga ratusan kilometer serta hanya dapat mengirim satu sinyal pada satu waktu (contoh: telepon dan TV kabel). Sedangkan Multi Mode memiliki ukuran Core yang lebih besar, dapat mengirim sinyal yang berbeda pada saat yang bersamaan, namun hanya mampu menjangkau kurang dari 550 meter. Di dalam sistem komunikasi menggunakan fiber optik, sinyal informasi yang lalu-lalang di dalamnya adalah berwujud cahaya karena cahaya relatif lebih kebal terhadap gangguan dari luar. Kecepatan sehingga
sangat
transmisi bagus
fiber
optik
digunakan
sangat
sebagai
tinggi saluran
komunikasi seperti telepon, TV kabel, atau internet. Fiber optik juga digunakan untuk keperluan pemotretan medis , sensor, dan optik pencitraan. Komunikasi di dunia tidak akan berkembang demikian cepat tanpa adanya teknologi yang satu ini. Fiber optik memiliki banyak kelebihan di antaranya adalah informasi yang ada ditransmisikan dengan kapasitas (bandwidth) yang besar. Fiber optik dapat dipergunakan dengan kecepatan yang tinggi, hingga mencapai beberapa gigabit/detik. Karena murni terbuat dari kaca dan plastik maka sinyal tidak terpengaruh pada 4
gelombang elektromagnetik dan frekuensi radio. Ukurannya kecil
dan
ringan
sehingga
sangat
memudahkan
pengangkutan dan pemasangan di lokasi. Fiber optik juga sangat aman dipasang di tempat-tempat yang mudah terbakar karena tidak akan terjadi hubungan api pada saat kontak atau terputusnya fiber optik. Fiber optik memerlukan daya listrik yang relatif tidak terlalu besar. Karena fiber optik tidak digunakan untuk melewatkan sinyal-sinyal listrik, maka fiber optik tidak akan mengalami kepanasan dan penipisan akibat tegangan listrik yang lewat di dalamnya. Fiber optik bisa ditanam di tanah jenis apapun atau digantung di daerah manapun tanpa harus cemas
mengalami
korosi/berkarat.
Komunikasi
menggunakan fiber optik lebih aman karena informasi yang lewat tidak mudah untuk disadap atau dikacaukan dari luar. Di antara begitu banyak kelebihan yang dimilikinya, fiber optik juga memiliki kekurangan di antaranya adalah harganya yang cukup mahal serta fiber optik ini susah untuk disambung dibandingkan kabel biasa karena metode penyambungannya yang harus menggunakan teknik dan alat khusus serta ketelitian yang tinggi. Serat optik adalah suatu pemandu gelombang dieletrik yang berbentuk silinder terbuat dari material low5
loss seperti kaca silika[6]. Bagian utama dari serat optik terdiri dari core dan cladding yang dilindungi oleh coating. Kedua bagian utama tersebut memiliki indeks bias yang berbeda.
Gambar 2.1 Struktur Serat Optik[4]
Struktur dasar dari sebuah serat optik yang terdiri dari 3 bagian : a. Core (inti) : sebuah batang silinder terbuat dari bahan dielektrik (bahan silika (SiO2), biasanya diberi doping dengan germanium oksida (GeO2) atau fosfor penta oksida (P2O5) untuk menaikan indeks biasnya) yang tidak menghantarkan listrik, inti ini memiliki jari-jari, besarnya sekitar 8 – 200 μm dan indeks bias n1, besarnya sekitar 1,5. b. Cladding (selimut) : merupakan bagian yang membungkus core sehingga pulsa-pulsa cahaya yang akan keluar dari core terpantul ke dalam core kembali sehingga pulsa cahaya tidak hilang di 6
perjalanan. Cladding mempunyai diameter yang bervariasi antara 125 μm (untuk single mode dan multimode step index) dan 250 μm (untuk multimode graded index). c. Coating (jaket) : terbuat dari bahan plastik yang elastis, berfungsi sebagai pelindung core dan cladding dari gangguan luar. Ada 3 jenis perambatan cahaya yang terjadi pada serat optik, yaitu:
Gambar 2.2 Perambatan Cahaya dalam Serat Optik
1. Sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami refleksi atau refraksi. 2. Sinar mengalami refleksi total karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pantulan – pantulan.
7
3. Sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis. Prinsip yang digunakan pada perambatan cahaya pada serat optik adalah hukum Snellius. Snellius menyatakan bahwa “perbandingan sinus antara sudut datang dan sudut bias sebanding ratio kecepatan cahaya pada dua media tersebut atau berbanding terbalik dengan ratio indeks bias dari kedua.”
…………………………………………………2.1
Gambar 2.3 Hukum Snelius Dari hukum snellius didapatkan bahwa jika sebuah cahaya merambat pada dua medium yang indeks bias medium asal lebih tinggi dari pada indeks bias medium tujuannya maka 8
cahaya akan dapat terpantul sempurna ( Total Internal Reflection). Dari prinsip cahaya dipandu pada serat optik dengan memanfaatkan total internal reflection. 2.2
Bending Suatu serat optik yang memiliki panjang tertenu
memiliki beberapa aspek kerugian nilai yang perlu diperhitungkan.Salah satu nilai yang diperhitungkan adalah daya.
Nilai
rugi
daya
yang
disebabkan
dengan
membengkokan sepotong pendek serat optik biasanya akan memiliki bilai yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan serat optik dengan panjang yang nilainya jauh lebih besar. Lengkungan
tajam
tersebut
harus
dihindarkan
guna
memperoleh kinerja serat optik yang optimal.Bending radius serat optik yang diukur adalah radius paling kecil ketika serat optik dapat dilengkungkan tanpa membuatnya kusut, menghancurkannya ataupun memperpendek umur dari serat optik tersebut. Bending merupakan salah satu faktor (selain absorbtion, scattering) yang menyebabkan terjadinya redaman (atenuasi) dalam proses transmisi sinyal pada serat optik. Redaman serat optik merupakan karakteristik penting yang harus diperhatikan mengingat kaitannya dalam menentukan jarak pengulang (repeater), jenis pemancar dan 9
penerima optik yang harus digunakan[1]. Redaman sinyal cahaya yang merambat di sepanjang serat merupakan pertimbangan
penting
dalam
desain
sebuah
sistem
komunikasi optik, karena menentukan peran utama dalam menentukan jarak transmisi maksimum antara pemancar dan penerima. Ada dua jenis bending (pembengkokan) yaitu macrobending dan microbending. Macrobending adalah pembengkokan serat optik dengan radius yang panjang bila dibandingkan dengan radius serat optik. Redaman ini dapat diketahui dengan menganalisis distribusi modal pada serat optik. Microbending adalah pembengkokan-pembengkokan kecil pada serat optik akibat ketidakseragaman dalam pembentukan serat atau akibat adanya tekanan yang tidak seragam pada saat pengkabelan. Salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan menggunakan jacket yang tahan terhadap tekanan[6]. Redaman sinyal atau rugi-rugi serat optik didefenisikan sebagai perbandingan antara daya output optik (Pout) terhadap daya input optik (Pin) sepanjang serat L, dimana dapat ditunjukkan pada Persamaan 2.2.
10
……………………………………………………… …..2.2
L Pin Pout
= Panjang serat optik (km) = Daya input optik (Watt) = Daya output optik (Watt) = Redaman
Menurut rekomendasi ITU-T, kabel serat optik harus mempunyai koefisien redaman 0.5 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.4 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm. Tapi besarnya koefisien ini bukan merupakan nilai yang mutlak, karena harus mempertimbangkan proses pabrikasi, desain komposisi serat, dan desain kabel. Untuk itu terdapat range redaman yang masih diijinkan yaitu 0.3 0.4 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.17 0.25 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm.
2.3
Total Internal Reflection (TIR) Total internal reflection (TIR) merupakan prinsip
pemanduan
cahaya
ditunjukkan
pada
pada
serat
Gambar
optik
2.4[8].
seperti Cahaya
yang dapat
ditransmisikan atau dipandu pada serat optik disebabkan 11
karena berkas cahaya datang dari medium yang mempunyai indeks bias lebih besar ke medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil. Jika sudut berkas cahaya datang lebih kecil daripada sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari serat optik.
Gambar 2.4 Skema Peristiwa Total Internal Reflection[8]
Sedangkan jika sudut berkas cahaya datang lebih besar daripada sudut kritis, maka cahaya akan dipantulkan lagi ke dalam serat optik. Sudut kritis adalah besar sudut datang yang menghasilkan sudut bias sebesar 90°. Jika dituliskan dalam persamaan matematis, persamaan sudut kritis dapat diturunkan dari persamaan Snellius yang mempunyai sudut bias sebesar 90° menjadi persamaan (2.3).
12
……………………………2.3
c = sudut kritis n1 = indeks bias medium yang lebih rapat (besar) n2 = indeks bias medium cahaya yang lebih renggang (kecil)
TIR hanya terjadi pada berkas cahaya kedua dan ketiga. Berkas cahaya pertama tidak terjadi TIR disebabkan karena sudut datangnya lebih kecil daripada sudut kritis. Oleh karena itu berkas cahaya yang dimasukkan ke dalam core serat optik harus mempunyai sudut maksimal yang dapat diterima agar menghasilkan sudut kritis yang minimal. Gambar 2.5 menjelaskan berkas cahaya yang dimasukkan ke dalam core serat optik yang menghasilkan sudut kritis agar terjadi pemanduan cahaya pada serat optik. Nilai θo maksimal yang dapat diterima dapat dicari menggunakan persamaan (2.4).
13
1/2
……….2.4
dimana n adalah indeks bias medium di luar serat optik, n1 adalah indeks bias core, n2 adalah indeks bias cladding, θo max adalah sudut penerimaan berkas cahaya maksimal agar terjadi total internal reflection dan θc adalah sudut kritis.
Gambar 2.5 Skema Pemantulan Cahaya Pada Serat Optik[8]
Nilai sin θo maksimal dapat direpresentasikan dengan NA
(Numerical
Aperture),
yaitu
angka
yang
merepresentasikan sudut penerimaan maksimal serat optik agar terjadi pemanduan cahaya yang sempurna. Nilai NA selalu < 1. Persamaan matematis untuk mendapatkan NA 14
dapat diturunkan dari persamaan (2.3) menjadi persamaan (2.5). 1/2
√
….2.5
dimana Δ adalah perbedaan indeks core-cladding yang dapat dicari menggunakan persamaan (2.5).
…………………………………………..2.6
dimana n1 adalah indeks bias core dan n2 adalah indeks bias cladding.
2.4
Jenis-Jenis Serat Optik
1. Single mode serat optik dengan inti (core) yang sangat kecil (biasanya sekitar 8,3 mikron), diameter intinya sangat sempit mendekati panjang gelombang sehingga cahaya yang masuk ke dalamnya tidak terpantul-pantul ke dinding selongsong (cladding). Bahagian inti serat optik singlemode terbuat dari bahan kaca silika (SiO2) dengan sejumlah kecil kaca Germania (GeO2) untuk meningkatkan indeks 15
biasnya. Untuk mendapatkan performa yang baik pada kabel ini, biasanya untuk ukuran selongsongnya adalah sekitar 15 kali dari ukuran inti (sekitar 125 mikron). Kabel untuk jenis ini paling mahal, tetapi memiliki pelemahan (kurang dari 0.35dB per kilometer), sehingga memungkinkan kecepatan yang sangat tinggi dari jarak yang sangat jauh. Standar terbaru untuk kabel ini adalah ITU-T G.652D, dan G.657
Gambar 2.6 Serat Optik Singlemode Step Index[2]
2. Multi mode serat optik dengan diameter core yang agak besar yang membuat laser di dalamnya akan terpantul-pantul di dinding cladding yang dapat menyebabkan berkurangnya bandwidth dari serat optik jenis ini.
16
Gambar 2.7 Serat Optik Multi mode Step Index[2]
Serat optik ini pada dasarnya mempunyai diameter core yang besar (50 – 200 um) dibandingkan dengan diameter cladding (125 – 400 um). Sama halnya dengan serat optik singlemode, pada serat optik ini terjadi perubahan index bias dengan segera (step index) pada batas antara core dan cladding. Diameter core yang besar (50 – 200 um) digunakan untuk menaikkan efisiensi coupling pada sumber cahaya yang tidak koheren seperti LED. Karakteristik penampilan serat optik ini sangat bergantung pada macam material/bahan
yang
digunakan.
Berdasarkan
hasil
penelitian, penambahan prosentase bahan silica pada serat optik ini akan meningkatkan penampilan (performance). Tetapi jenis serat optik ini tidak populer karena meskipun 17
kadar silicanya ditingkatkan, kerugian dispersi sewaktu transmit tetap besar, sehingga hanya baik digunakan untuk menyalurkan data atau informasi dengan kecepatan rendah dan jarak relatif dekat. Dalam multi mode step index mempunyai kelebihan diantaranya mudah terminasi, kopling efisien serta tidak mahal sedangkan kerugiannya adalah dispersi lebar dan mempunyai bandwidth minimum.
3. Multimode Graded Index
Gambar 2.8 Serat Optik Graded Index
Pada Graded-index multimode terdapat lapisan pada inti kacanya sehingga index sinar yang merambat tidak menabrak lapisan cladding. Sinar yang masuk dalam inti tidak dipantulkan sepanjang melewati inti tersebut. Cahaya 18
merambat lurus membentuk ”envelope” dengan kombinasi interval biasa. Kecepatan perambatannya ditentukan oleh kerapatan index n1. Jenis serat optik ini sangat ideal untuk menyalurkan informasi pada jarak menengah dengan menggunakan sumber cahaya LED maupun LASER, di samping juga penyambungannya yang relatif mudah.
19
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1. Alat Dan Bahan
Adapun Pada percobaan ini alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut : 1. Laser 2. Serat optik multimode 3. Serat optik singlemode 4. Penggaris 5. Optical Power Meter (OPM) Thorlabs 3.2. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur prosedur percobaan dibagi menjadi dua, yaitu bending serat optik dan pengaruh suhu pada serat optik sebagai berikut : 3.1.1
Bending
Gambar 3.1 Set Up Eksperimen 1 Modul 2[5] 20
1. Peralatan dirancang seperti pada gambar 3.1 2. Dilakukan pengukuran pada daya cahaya LASER yang keluar dari serat optic sebelum diberi gangguan (berupa bending) menggunakan OPM. 3. Serat optik diberikan gangguan berupa bending dengan kelengkungan diameter 2cm, dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM. 4. Dilakukan variasi kelengkungan diameter serat optic 2cm, 1,5cm, 1cm, dan 0,5cm. dengan 3 lilitan secara bertahap dan diukur daya cahayanya mengunakan OPM. 5. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya laser terhadap jari-jari bending yang diberikan menggunakan grafik.
Gambar 3.2 Set Up Eksperimen 2 Modul 2[5]
6. Serat optik dililitkan pada silinder seperti gambar 3.2 dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM (variasi jumlah lilitan sesuai arahan asisten). 7. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya laser terhadap jumlah lilitan serat optik menggunakan grafik.
21
3.3.2
Pengaruh Suhu terhadap daya keluaran serat optik
Gambar 3.3 Skema Percobaan
1. Peralatan disusun seperti pada Gambar 3.3 2. Suhu pada magnetic stitrrer diatur pada suhu 50ºC 3. Salah satu bagian serat optik diletakkan pada plat magnetic stirrer (tidak menempel) dan diujung lainnya dihubungkan dengan Optical Power Meter. 4. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pada masingmasing suhu dan dicatat dayanya yang dihasilkan oleh Optical Power Meter. 5. Langkah 3-5 diulangi dengan suhu 100ºC dan 150ºC. 6. Grafik hubungan dibuat antara daya yang dihasilkan akibat perubahan suhu yang dilakukan. 7. Hasil percobaan tersebut dianalisa.
22
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1
Analisa Data
Pada praktikum berikut ini dilakukan penngamatan loss serat optik terhadap bending dan perubahan suhu yang terdapat pada serat optik. Dari data pengukuran yang dilakukan maka didapatkan loss dari bending serat optik adalah sebagai berikut :
Loss bending 5
Loss (dBm)
4 3 2
Loss
1 0 -1 0
0.5
1 1.5 Diameter bending
2
2.5
Gambar 4.1 Grafik pengaruh Loss terhadap Bending Tabel 4.1 Tabel Pengaruh Bending Diameter Bending (Cm) 0,5 1 1,5 2
Loss (DBm) 4,416 0,707 0,029 -0,01
23
Dilakukan juga eksperimen pengaruh bending dari benda benda yang sering ditemui seperti Spidol, tutup botol dan pengharum ruangan stella. Dimana respon loss yang dihasilkan pada percobaan tersebut sebesar Tabel 4.2 Tabel Pengaruh Bending Terhadap Loss Benda Diameter Bending (Cm) spidol (1,4) tutup botol (2,7) Stella(5,3)
Loss (DBm) 0,268 0,058 0,077
Pada pengukuran pengaruh suhu terhadap loss yang terjadi pada serat optik didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 4.3 Tabel Suhu Suhu (°C) 55 100 150
Loss (dBm) 5,789 5,792 5,784
Apabila data tersebut di plot pada grafik maka, akan didapatkan hasil sebagai berikut :
24
Loss terhadap suhu 5.794 5.792 5.79 5.788 5.786 5.784 5.782
Loss
0
50
100
150
200
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Loss Terhadap Suhu 4.2
Pembahasan a. Moh. Fiqih Tarmidzi Hakim (2414100113)
Praktikum Teknik Optik kali ini adalah tentang Bending dan pengaruh suhu pada serat optik yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana prinsip dari transmisi pada serat optik dan juga mengetahui transmisi optik ketika diberikan bending dan ketika diberikan pengaruh suhu pada serat optik. Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Fotonika teknik fisika. Tahap awal pada praktikum P2 ini adalah pengujian pengaruh bending terhadap loss didapatkan hasil ketika diameter bending 0,5 cm ; 1 cm ; 1,5 cm ; dan 2 cm nilai losses yang dihasilkan secara berturut-turut adalah sebesar 4,416 dBm ; 0,707 dBm ; 0,029 dBm; dan -0,01 dBm. Dari nilai tersebut membuktikan bahwa semakin kecil diameter bending menghasilkan losses yang semakin besar. percobaan selanjutnya adalah ketika seerat optik dililitkan pada beberapa benda. Yakni dililitkan pada spidol dengan diameter 1,4 cm dan diperoleh losses sebesar 0,268 dBm. Kemudian dililitkan pada tutup botol Clup dengan 25
diameter 2,7 cm dan diperoleh losses sebesar 0,058 dBm. Dan yang terakhir dililitkan pada tabung pewangi ruangan stella dengan diameter 5,3 cm yang menghasilkan losses sebesar 0,077 dBm. Nilai losses semakin kecil untuk diameter yang lebih besar. Pada percobaan terakhir yakni pengaruh suhu terhadap transmisi loss yang terjadi pada serat optik dengan diberikan variasi suhu sebesar 55 , 100 , 150 yang secara berturut-turut, dan menghasilkan losses daya sebesar 5,789 dBm, 5,793 dBm, 5,784 dBm. Dimana pada hasil tersebut hubungan selisih nilai kenaikan suhu terhadap loss yang terjadi pada tiap-tiap variasi tidaklah besar dikarenakan pengaruh kenaikan suhu tidak mempengaruhi loss daya yang signifikan. b. Muhammad Rifqi Pinandhito (2414100050)
Pada praktikum P-3 kami melakukan 2 percobaan guna mengetahui faktor-faktor yang mungkin memengaruhi kinerja dan performasi dari serat optik. Percobaan pertama yaitu percobaan mengenai pengaruh Bending pada serat optik dan yang kedua mengetahui pengaruh suhu pada serat optik. Adapun variabel terikat pada 2 percobaan diatas sama-sama meninjau daya keluaran dari serat optik. Pada percobaan pengaruh bending variable indepenent yang digunakan berupa ukuran diameter bend pada serat optik dengan nilai 0,5 cm, 1 cm, 1,4 cm, 1,5cm, 2 cm, 2,7 cm dan 5,3 cm. Hasil keluaran dari daya output ternyata secara keseluruhan berbanding lurus dengan besarnya diameter bending dimana semakin kecil diameter bending maka hasil keluaran daya output serat optik pun semakin rendah dengan kata lain loses yang terjadi semakin besar. Sebagaimana kita ketahui serat optik bekerja mengunakan prinsip hukum snellius guna mendapatkan Totally Internal Reflection 26
dimana seudut datang dari cahaya yang melalui suatu medium harus lebih besar daripada sudut kritisnya. Hal ini dikarenakan saat terjadinya bending maka otomatis terjadi penekanan pada serat optik, dengan adanya penekanan tadi mengakibatkan ada sebagian berkas cahaya datang dengan sudut lebih kecil daripada sudut kritis sehingga mengakibatkan cahaya keluar dari serat optik mengakibatkan terjadinya loss pada daya keluaran serat optik. Percobaan yang kedua yaitu mengenai pengaruh suhu pada daya keluaran serat optik. Secara keseluruhan daya keluaran yang dihasilkan hasil pengaruh variabel bebas suhu tidak berpengaruh pada outputan daya yang ditransmit oleh fiber optik. Hal ini dapat dlihat dari grafik 4.2 dimana nilai outputan daya hasil pengaruh suhu pada fiber optik tidak berbeda secara signifikan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pentrasmisian cahaya melalui serat optik tidak terpengaruh suhu karena suhu tidak mempengaruhi arah rambatan cahaya pada medium. Mungkin perbedaan yang sangat kecil pada hasil daya keluaran fiber optik dikarenakan adanya micro bending yang sangat kecil pada lapisan struktur fiber optik akibat perbedaan suhu pada sisi yang tidak dipanasi oleh magnetic stirring. c. Christopher Roberto (2415100125)
Telah dilakukan percobaan pengukuran transmission loss pada kabel serat optic (fiber optic) menggunakan dua tipe percobaan, yakni pengukuran transmission loss akibat terjadinya bending dan pengukuran transmission loss akibat pengaruh besar temperatur. Pada percobaan dengan variasi diameter bending 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 diperoleh loss yang semakin menurun dari 4,416 dBm hingga 0,077 dBm. Sehingga dapat dikatakan apabila dilakukan peningkatan diameter bending, maka 27
sebagai kebalikannya akan diperoleh penurunan transmission loss. Hal ini dikarenakan semakin kecil diameter bending dari kabel serat optic akan membuat besar sudut kritis yang memantul terhadap core semakin mengecil sehingga intensitas cahaya yang mengalami TIR (Total Internal Reflection) akan berkurang, sehingga daya keluarannya semakin besar pengurangannya dan hasilnya diperoleh koefisien loss yang semakin besar. Selanjutnya pada percobaan dengan variasi temperatur sebesar 55 , 100 , 150 berturut turut menghasilkan daya sebesar 5,789 dBm, 5,793 dBm, 5,784 dBm. Menurut hukumnya cahaya yang merambat pada suatu material yang dipanaskan, apabila temperature pemanasannya amatlah tinggi, dapat mengubah kerapatan material tersebut sehingga memperbesar indeks biasnya, sehingga memperlambat kecepatan cahaya yang merambat pada material itu. Adapun karena fiber optic memiliki bagian coating yang tahan terhadap suhu tinggi, dapat mempertahankan indeks bias core dan cladding di dalamnya, sehingga loss yang terjadi amatlah kecil yakni kurang dari 0,1 dBm. d. Akhmad Firdaus Hilmi (2414100011) Praktikum P-2 ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui transmisi optik ketika diberikan pengaruh bending dan perubahan temperatur pada serat optik serta mengetahui bagaimana prinsip transmisi pada serat optic. Percobaan Pertama, yaitu pengujian pengaruh bending terhadap transmission loss ketika diameter bending diubah menjadi 0,5 cm , 1 cm , 1,5 cm , dan 2 cm, nilai transmission loss yang dihasilkan (sesuai urutan) adalah 4,416 dBm , 0,707 dBm , 0,029 dBm , dan 0,01 dBm. Percobaan selanjutnya adalah ketika serat optik dililitkan pada beberapa benda. Pertama, dililitkan pada 28
spidol dengan diameter 1,4 cm dan diperoleh loss sebesar 0,268 dBm. Kemudian dililitkan pada tutup botol dengan diameter 2,7 cm dan diperoleh loss sebesar 0,058 dBm. Terakhir, dililitkan pada tabung dengan diameter 5,3 cm yang menghasilkan loss sebesar 0,077 dBm. Dari data -data tersebut kita dapat dilihat bahwa semakin kecil diameter pada bending maka nilai loss yang dihasilkan akan semakin besar. Hipotesis awal adalah, hal ini disebabkan pengecilan diameter bending dari kabel serat optic membuat besar sudut kritis yang memantul terhadap core semakin mengecil sehingga intensitas cahaya yang mengalami TIR (Total Internal Reflection) akan berkurang, sehingga daya keluarannya semakin besar pengurangannya dan hasilnya diperoleh koefisien loss yang semakin besar. Pada percobaan kedua yaitu pengaruh suhu terhadap transmission loss pada serat optik dengan d variasi suhu sebesar 55 , 100 , 150 (berturut 0-turut) menghasilkan loss sebesar 5,789 dBm, 5,793 dBm, 5,784 dBm. Data - data dari hasil percobaan tersebut memiliki selisih nilai yang jumlahnya kurang signifikan . Hal pengaruh kenaikan suhu tidak mempengaruhi transmission loss. e. Lucky Rizky Febriansyah (2414100094) Dari praktikum yang telah dilakukan pada pengujian pertama yaitu pengaruh bending terhadap loss didapatkan hasil ketika diameter bending 0,5 cm ; 1 cm ; 1,5 cm ; dan 2 cm nilai losses yang dihasilkan secara berturut-turut adalah sebesar 4,416 dBm ; 0,707 dBm ; 0,029 dBm; dan -0,01 dBm. Dari nilai tersebut membuktikan bahwa semakin kecil diameter bending menghasilkan losses yang semakin besar. Dikarenakan pada diameter yang kecil, fiber optic 29
cenderung lebih menekuk sehingga akibat perubahan sudut yang besar mengakibatkan sinar yang melintas di core banyak yang keluar menuju cladding. Hal ini dibuktikan pada percobaan selanjutnya yaitu ketika fiber optic dililitkan pada beberapa benda. Ketika dililitkan pada spidol dengan diameter 1,4 cm diperoleh losses sebesar 0,268 dBm. Sementara ketika dililitkan pada tutup botol dengan diameter 2,7 cm diperoleh losses sebesar 0,058 dBm. Nilai losses semakin kecil untuk diameter yang lebih besar, seperti pada fiber optic yang dililitkan pada stella dengan diameter 5,3 cm yang hanya menghasilkan losses sebesar 0,077 dBm. Sedangkan pada percobaan pengaruh suhu terhadap transmisi loss yang terjadi pada serat optic diukur dengan variasi suhu sebesar 55 , 100 , 150 yang secara berturut turut menghasilkan loss daya sebesar 5,789 dBm, 5,793 dBm, 5,784 dBm. Dimana pada hasil tersebut hubungan selisih nilai kenaikan suhu terhadap loss yang terjadi pada tiap-tiap variasi tidaklah besar dikarenakan pengaruh kenaikan suhu tidak mempengaruhi loss daya yang signifikan. f. Mochammad Hafizh Ramadhan (2414100032) Dari percobaan yang kami lakukan dengan variasi bending 0,5, 1, 1,5, 2, 2,5 didapatkan besar loss 4,416 dBm, 0,0707 dBm, 0,0209 dBm, -0,01 dBm. Sedangkan pada bending dengan menggunakan spidol, tutup botol dan pengharum ruangan stella didapatkan data sebesar 0,268 dBm, 0,058 dBm, 0,077 dBm. Pada hasil tersebut didapatkan bahwa semakin besar bending yang terjadi pada serat optic maka semakin kecil pula loss yang terjadi. Begitu pula sebaliknya semakin kecil diameter bendng yang ada maka semakin besar pula loss transmisi daya yang terjadi. 30
Sedangkan pada percobaan pengaruh suhu terhadap transmisi loss yang terjadi pada serat optic diukur dengan variasi suhu sebesar 55 , 100 , 150 yang secara berturut turut menghasilkan loss daya sebesar 5,789 dBm, 5,793 dBm, 5,784 dBm. Dimana pada hasil tersebut hubungan selisih nilai kenaikan suhu terhadap loss yang terjadi pada tiap-tiap variasi tidaklah besar dikarenakan pengaruh kenaikan suhu tidak mempengaruhi loss daya yang signifikan. g. Ahmad Fatih Barkah (2413100092) Praktikum P-2 ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui transmisi optik ketika diberikan pengaruh bending dan perubahan temperatur pada serat optik serta mengetahui bagaimana prinsip transmisi pada serat optic. Percobaan Pertama, yaitu pengujian pengaruh bending terhadap transmission loss ketika diameter bending diubah menjadi 0,5 cm , 1 cm , 1,5 cm , dan 2 cm, nilai transmission loss yang dihasilkan (sesuai urutan) adalah 4,416 dBm , 0,707 dBm , 0,029 dBm , dan 0,01 dBm. Percobaan selanjutnya adalah ketika serat optik dililitkan pada beberapa benda. Pertama, dililitkan pada spidol dengan diameter 1,4 cm dan diperoleh loss sebesar 0,268 dBm. Kemudian dililitkan pada tutup botol dengan diameter 2,7 cm dan diperoleh loss sebesar 0,058 dBm. Terakhir, dililitkan pada tabung dengan diameter 5,3 cm yang menghasilkan loss sebesar 0,077 dBm. Dari data -data tersebut kita dapat dilihat bahwa semakin kecil diameter pada bending maka nilai loss yang dihasilkan akan semakin besar. Pada percobaan kedua yaitu pengaruh suhu terhadap transmission loss pada serat optik dengan d variasi suhu sebesar 55 , 100 , 150 (berturut 0-turut) 31
menghasilkan loss sebesar 5,789 dBm, 5,793 dBm, 5,784 dBm. Data - data dari hasil percobaan tersebut memiliki selisih nilai yang jumlahnya kurang signifikan . Hal pengaruh kenaikan suhu tidak mempengaruhi transmission loss.
32
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Dari praktikum teknik optik tentang pengaruh bending dan suhu pada serat optik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain: 1. Fiber Optik mentransmisikan data melewati inti serat optik (core) berupa gelombang cahaya 2. Semakin kecil diameter bending yang dibentuk pada serat optik, semakin menurun nilai daya keluaran yang diemisikan 3. Daya keluaran dari serat optik tidak terpengaruh oleh tingkat temperatur disekitar serat optik 5.2
Saran Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum desain optik kali ini. Sebaiknya praktikum ini dilakukan dengan menggunakan fiber optik yang baru sehingga loss yang dihasilkan tidak terlalu besar akibat sering digunakannya fiber optik untuk keperluan praktikum lainnya.
33
DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim. Modul Percobaan P-3Desain OptikSurabaya. Laboratorium Fotonika JTF-FTI-ITS [2] Chapter II, Serat optik. Universitas Sumatera Utara. (repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf, diakses 24 Oktober 2014) [3] Roychoudhuri, Chandrasekhar.Fundamental of Photonics. USA : SPIE Press. 2008. [4] Ahmad,Imam. Sistem Transmisi Serat Optik (http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?view=article&catid=11 %3Asistem-komunikasi &id=681%3Asistem-transmisi-seratoptik&option=com_content& Itemid=14, diakses 10 Oktober 2013) [5] Smith,Graham.Optiks and Photonics:An Introduction. USA:John Wiley & Sons, Ltd. 2007 [6] Wiley, John. 1990,” Principles Of Optical Engineering”. Departement of Electrical Enginering The Pennslyvania University, New York. [7] Saleh, Bahaa E., Teich, Malvin Carl, “Fundamental Of Photonics”. New York : John Wiley & Sons, Inc. 1991 [8] Hukum Snellius. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Snellius, diakses 30 Oktober 2013) [9] Keiser, Gerd. 2000. “Optical Fiber Communications Third Edition”. New York : McGraw-Hill.
34
LAMPIRAN
PENGEMBANGAN SENSOR NAPAS BERBASIS SERAT OPTIK PLASTIK DENGAN CLADDING TERKELUPAS UNTUK APLIKASI DI BIDANG MEDIS Pendahuluan Dewasa ini telah dikembangkan berbagai macam sensor untuk memantau kondisi pernapasan manusia dengan menggunakan serat optic. Sensor napas berbasis serat optik yang telah dibuat, yaitu dengan memanfaatkan aliran udara pernapasan, dan pergerakan otot perut an otot dada. Sensor napas yang memanfaatkan aliran udara pernapasan dibuat dengan mengukur temperature, kelembaban, dan gas CO2 dalam udara pernapasan, Sebagian besar sensor napas jenis ini memerlukan material tambahan sebagai pengganti cladding atau sebagai penyerap panas. Sementara itu, sensor napas yang memanfaatkan pergerakan otot perut bekerja dengan mengukur perubahan intensitas cahaya terpandu karena perubahan jari-jari tekukan serat optic. Sensor jenis pertama memerlukan serat optik yang relatif panjang sehingga biayanya menjadi lebih mahal sedangkan jenis kedua proses pembuatannya lebih rumit. Berdasarkan pada kekurangan-kekurangan tersebut pada penelitian ini dibuat sensor napas dengan berdasarkan fenomena absorbs medan evanescent. Fenomena medan evanescent muncul dari kenyataan bahwa ketika cahaya merambat sepanjang serat optik, medan listrik cahaya tersebut tidak sepenuhnya berada pada daerah core serat optik namun sebagian masuk di daerah cladding. Bagian 35
medan listrik yang berada di daerah cladding itulah yang disebut dengan medan evanescent.menunjukkan medan evanescent pada serat optik. Ketika cahaya merambat pada serat optik dengan indeks n2 yang berbeda maka intensitas medan evanescent yang terserap mengalami perubahan. Adanya perubahan intensitas medan evanescent mengakibatkan adanya perubahan kedalaman penetrasi medan evanescent. Semakin dalam penetrasi medan evanescent maka semakin kecil intensitas cahaya yang terpandu.
Metode Penelitian Pada penelitian ini probe sensor dibuat dari serat optik plastik jenis multimode step index dengan spesifikasi diameter core 0,98 mm, diameter cladding 1 mm, indeks bias core 1,49, dan NA 0,5. Probe sensor dibuat sepanjang 10 cm. Jaket dan cladding probe sensor dikupas sepanjang 3 cm tepat di bagian tengahnya. Pada penelitian ini dilakukan percobaan pada tiga jenis pernapasan, yaitu pernapasan biasa, pernapasan terengah-engah, dan pernapasan dengan batuk. Pernapasan biasa merupakan pernapasan seseorang dalam kondisi santai atau istirahat. Pernapasan terengah-engah yaitu pernapasan seseorang setelah melakukan aktivitas fisik berlari ditempat selama 5 menit. Probe sensor diletakkan pada masker lalu dihubungkan dengan blok rangkaian instrumentasi. Namun, sebelum alat digunakan pada percobaan terlebih dahulu dilakukan pengukuranpengukuran awal meliputi temperature, kelembaban, dan tekanan udara untuk diketahui pengaruhnya terhadap respon sensor. Pada pengujian ini akuisisi data dilakukan oleh mikrokontroler dan hasilnya ditampilkan melalui PC. 36
Hasil Pengujian Pada pengujian awal dilakukan beberapa percobaan untuk mengetahui respon sensor. Pertama adalah ketika tekanan dan kelembaban relative tetap sementara temperature dinaikkan. Keluaran sensor mengalami kenaikan saat temperatur udara dinaikkan. Ketika temperatur udara berubah maka terjadi perubahan indeks bias core sensor (n1) dan indeks bias udara yang melingkupinya (n2). Semakin tinggi temperatur, n1 menjadi semakin besar sedangkan n2 menjadi semakin kecil. Hal ini menyebabkan dp menjadi kecil. Semakin kecil dp, penyerapan medan evanescent menjadi semakin menurun. Menurunnya penyerapan medan evanescent mengakibatkan cahaya yang terpandu pada serat optik mengalami peningkatan dan pada akhirnya menaikkan tegangan keluaran sensor. Sehingga dengan mengamati hasil dalam bentuk grafik didapatkan bahwa pada daerah temperatur napas (29,8 - 30,6)◦C, keluaran sensor naik 0,023 volt. Kedua adalah ketika temperature dan tekanan tetap sementara kelembaban naik. Hasil yang didapat adalah nilai keluaran sensor turun drastic. Penurunan tersebut mengindikasikan adanya kenaikan indeks bias n2. Uap air mengalami pengembunan dan menempel pada permukaan robe sensor. Indeks bias air lebih besar dari indeks bias udara maka indeks bias cladding berubah dari indeks bias udara ke indeks bias air, akibatnya keluaran sensor turun secara drastis. Semakin tinggi kelembaban relatif, semakin banyak permukaan probe sensor yang tertutup titik-titik air. Penurunan keluaran sensor pada daerah kelembaban relatif napas (83,7 -85,4)% adalah 0,653 volt. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh 37
kelembaban lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh temperature. Pada pengujian tiga jenis pernafasan didapatkan hasil bahwa sensor telah bekerja dengan baik, sensor mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi sehingga dapat membedakan ketiga jenis pernafasan. Pada pernapasan biasa keluaran sensor naik saat inspirasi dan turun saat ekspirasi dengan selisih keluaran maksimum minimumnya 1,012 volt. Sedangkan pada pernafasan terengah-engah rata-rata selisih keluaran maksimum-minimum sensor lebih besar daripada pernapasan biasa, yaitu 2,157 volt. Ketika batuk, keluaran sensor turun drastis dengan rata-rata selisih keluaran maksimum minimumnya 4,026 volt.
38