0
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR PROSES
ANALISIS KADAR PROTEIN (G)
NAMA
:
ITA SHOLIHATIN 12/333352/TK/39733 TRI HARFAN 12/333644/TK/39988
HARI/TGL
:
SENIN/ 17 MARET 2014
ASISTEN
:
ARINI MUTHIAH ROSMAYA PUTRI
LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR PROSES dengan judul mata praktikum :
ANALISIS KADAR PROTEIN
Disusun oleh: Nama Praktikan
NIM
Ita Sholihatin
12/333352/TK/39733
Tri Harfan
12/333644/TK/39988
Tanda Tangan
Yogyakarta, 21 April 2014 Dosen Pembimbing Praktikum,
Asisten,
Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.E., M.Eng., D.Eng. NIP. 19800329 2003121001
Arini Muthiah Rosmaya Putri NIM: 11/313556/TK/37948
2
ANALISIS KADAR PROTEIN
I.
TUJUAN PERCOBAAN Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kadar protein dalam suatu bahan dengan metode Gunning.
II. DASAR TEORI Protein adalah suatu makromolekul berupa senyawa organik yang selalu ada dalam setiap organisme di alam. Protein merupakan suatu polimer alami yang tersusun atas monomer-monomer asam amino dengan rumus kimia COOH-R-NH2. Masing-masing asam amino terhubung membentuk rantai linear yang disebut ikatan polipeptida. Ikatan peptida ini terbentuk antara gugus karboksil atau gugus amin dari asam amino yang bersebelahan. Hasil analisis elementer berbagai macam protein menunjukkan bahwa setiap molekul protein mengandung karbon (51-55% berat), nitrogen (6,5-7,3%), oksigen (20-24%), hidrogen (15-18%), belerang (0-2%), dan fosfor (1-10%) (Wertheim and Jeskey, 1956). Karakteristik yang dimiliki oleh protein antara lain terdenaturasi pada suhu tinggi, memiliki gugus amin dan karboksil, terdestruksi oleh suatu asam kuat, dan bersifat amfoter. Dalam larutan asam denga pH < 4, gugus karboksil (-COO-) akan berikatan dengan ion hidrogen (H+) membentuk ikatan COOH yang tidak bermuatan. Dalam larutan basa dengan pH > 9, gugus amonium (-NH3+) kehilangan ion hidrogen (H+) dan menjadi gugus amino (-NH2). Dalam rentangan pH 4-8, akan terbentuk ion dipolar (ion zwitter). (www.britannica.com). Adanya unsur nitrogen merupakan ciri khusus senyawa-senyawa protein karena unsur ini tidak ditemukan dalam senyawa-senyawa lemak dan karbohidrat sederhana. Oleh karena itu, kadar protein dalam suatu bahan dapat ditentukan dengan mengatur kadar nitrogen pada bahan tersebut. Pada dasarnya, analisis nitrogen dalam bahan-bahan organik dilakukan dengan mengonversikan nitrogen menjadi NH3 kemudian
3
menentukan jumlah NH3 yang terbentuk. Salah satu cara penentuan nitrogen total yang banyak dilakukan di laboratorium adalah metode Gunning (Griffin, 1955). Beberapa metode yang digunakan dalam analisis protein secara umum dapat dibedakan menjadi dua garis besar yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. 1.
Metode Kuantitatif a. Metode Biuret Larutan protein ditambahkan NaOH sehingga larutan menjadi basa. Kemudian ditambah larutan CuSO4 encer untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida. b. Metode Lawry Prinsipnya adalah pengukuran konsentrasi protein diukur berdasarkan optical density pada panjang gelombang 600 nm. c. Metode spektrofotometer UV Pengukuran kadar protein berdasarkan adsorbsi sinar UV.
2.
Metode kualitatif a. Tes Biuret Suatu senyawa positif mengandung protein jika terjadi perubahan warna larutan menjadi biru-ungu atau merah-ungu saat ditambahkan suatu basa. b. Tes Milon Misalnya untuk membuktikan ada tidaknya asam amino tirosin akan muncul endapan putih yang kemudian dipanaskan menjadi merah. c. Tes Hopkins-Cole Tes ini membuktikan ada tidaknya asam amino triptofan. Bila positif, akan terbentuk cincin ungu pada perbatasan dua cairan. Analisis dengan metode Gunning mengikuti prosedur Kjedahl dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Destruksi
4
Selama proses destruksi, protein terurai menjadi unsur-unsur penyusunnya sehingga nitrogen dapat terpisah dari senyawa proteinnya dalam bentuk ion NH4+. Dalam percobaan ini digunakan sampel kacang hijau yang dihaluskan untuk memperluas daerah permukaan kontak sehingga kecepatan reaksi meningkat. Serbuk kacang hijau dimasukkan ke dalam labu Kjedahl bersama dengan K2SO4, CuSO4, dan H2SO4 pekat lalu dipanaskan. Padatan Tembaga (II) Sulfat berperan sebagai katalis sekaligus sumber daya oksigen untuk mengoksidasi karbohidrat, lemak, dan protein. Sementara padatan K2SO4 akan menaikkan titik didih campuran sehingga H2SO4 tidak cepat menguap. Larutan H2SO4 sendiri adalah destruktor sehingga protein terpecah menjadi unsur-unsurnya. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah: 2 CuSO4(aq)CuSO4(aq) +SO2(g) +CuO2(aq)
(1)
2 CuSO4(aq)+2 H2SO42 CuSO4(aq) +2 H2O(g) +2 SO2(g)
(2)
2 CHON(s)+O2(g)+H2SO4(l)CO2(g) +CO(g) +H2O(g) +(NH4)2SO4(aq) (3) Ketika ke dalam labu Kjedahl ditambahkan H2SO4, campuran akan berwarna cokelat kehitaman hingga proses pemanasan. Indikator saat telah terbentuk ion NH4+adalah warna larutan yang sebelumnya berwarna cokelat kehitaman berubah menjadi hijau bening. Pemanasan labu Kjedahl dilakukan antara suhu 370-410oC dan dilakukan di lemari asam agar gas yang keluar akibat destruksi yaitu CO,CO2, dan SO2. Posisi labu Kjedahl diletakkan miring agar gas-gas yang dihasilkan tidak langsung terbuang, tetapi membantu mendistribusikan panas di dasar labu. Selama percobaan, labu Kjedahl diputar sesekali agar pemanasan merata ke semua sisi, sehingga mempercepat pemecahan protein. Selama proses pemanasan, blower dimatikan agar pemanasan berjalan dengan cepat. Namun saat akumulasi gas hasil reaksi CO, CO2, dan SO2 sangat banyak serta dikhawatirkan dapat terhirup, maka blower dinyalakan sesekali.
5
2. Distilasi Distilasi adalah proses pemisahan campuran menjadi produk atas dan bawah berdasarkan perbedaan volatilitas. Dalam percobaan, distilasi dilakukan untuk mengambil unsur N dalam bentuk NH3. Saat larutan dalam labu Kjedahl telah berwarna hijau bening, blower dinyalakan untuk mendinginkan larutan. Kemudian ditambahkan aquadest, butiran zink, indikator phenolphthalein, dan larutan NaOH 50% ke dalam labu Kjedahl. Saat penambahan indikator phenolphthalein, warna larutan berubah dari hijau bening menjadi biru keunguan. Saat penambahan NaOH 50%, akan terjadi reaksi eksotermis, oleh karena itu labu dicelupkan ke dalam baskom yang berisi air dan es dan ditambahan aquadest serta butiran zink agar tidak terjadi superheating dan gelembunggelembung gas yang besar. Superheating menyebabkan distribusi panas menjadi tidak merata dan mempercepat terbentuknya uap. Indikator phenolphthalein digunakan untuk mengetahui perubahan warna saat penambahan larutan NaOH 50%. Penambahan larutan NaOH 50% dimaksudkan untuk membuat larutan bersifat basa agar seluruh ion NH4+ dalam garam (NH4)2SO4 berubah menjadi NH3. Menurut Petruci, keseimbangan antara ion NH4+ dan NH3 dalam cairan pada suhu 25°C adalah (Kalsum dkk., 1997): 𝐶𝑁𝐻 + 4
𝐶𝑁𝐻 4
=
1.74 10 −5 𝐶𝑂𝐻 −
(4)
Reaksi yang terjadi: (NH4)2SO4(aq)+ NaOH(aq)Na2SO4(aq) + 2 NH4OH (aq)
(5)
Reaksi yang terjadi saat penambahan logam Zn: Zn(s)+ 2 H2SO4(aq)ZnSO4(aq) +SO2(g) + 2 H2O(l)
(6)
Zn(s)+ 2 NaOH(aq)Na2ZnO2(aq) + H2(g)
(7)
Pada awal distilasi, timbul lapisan warna biru yang akan hilang setelah larutan mendidih. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan NH4OH menjadi NH3 dengan reaksi yang terjadi: NH4OH (aq)NH3(g) + H2O (l)
(8)
6
Uap NH3 yang terbentuk ditangkap oleh penangkap percikan lalu masuk pada pendingin balik dan berubah menjadi tetesan NH3 cair dan ditangkap oleh larutan HCl penangkap yang telah diberi indikator methyl orange. Seiring dengan bertambahnya NH3 ke dalam larutan HCl, warna larutan perlahan-lahan memudar karena pH larutan yang semakin naik. Reaksi yang terjadi : NH3(aq)+ HCl (l)
NH4Cl (aq)
(9)
Distilasi dihentikan saat volume larutan HCl menjadi 150 mL. Pada saat akhir distilasi, terdapat endapan hitam pada larutan sisa yang disebabkan oleh adanya endapan Cu. Reaksi yang terjadi: CuSO4(aq) + Zn(s) ZnSO4(aq)+CuS(s)
(10)
3. Titrasi Tahap titrasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi HCl penangkap setelah distilasi, tujuannya untuk mengetahui kadar nitrogen dalam sampel. Caranya yaitu menghitung perbedaan mgrek larutan HCl sebelum distilasi dan sesudah distilasi. Perbedaan ini disebabkan adanya HCl yang bereaksi dengan NH3 saat distilasi.Selanjutnya larutan distilat yang telah tertampung dalam larutan HCl penangkap dititrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi kuning. Reaksi yang terjadi : HCl(aq) + NaOH (aq) NaCl (aq) + H2O (l)
(11)
Dikarenakan metode ini tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan suatu faktor konversi untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 (𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑁 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙) (12) Secara kasar, dengan menganggap bahwa kadar nitrogen rata-rata dalam protein adalah 16% berat, maka: 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑁 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
=
100 16
= 6,25
(13)
Faktor konversi 6,25 digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya berupa nilai rata-rata. Hal ini dikarenakan setiap
7
protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung pada komposisi asam aminonya. Sebelum melakukan proses destruksi, larutan HCl dan NaOH distandardisasi untuk mengetahui normalitas sesungguhnya dari larutan standar sekunder HCl dengan larutan standar primer larutan boraks. Reaksi selama titrasi : Na2B4O7.10H2O(aq)+ 2HCl(aq) 2 NaCl(aq)+4 H3BO3(aq)+ 5 H2O(l) (14) Indikator yang digunakan adalah methyl orange (trayek pH 3,14,4). Selama standardisasi larutan, perlahan-lahan larutan mengalami perubahan warna dari kuning menjadi merah muda. Kemudian larutan HCl yang sudah distandardisasi digunakan untuk menitrasi larutan NaOH. Standardisasi larutan NaOH menggunakan larutan HCl karena bersifat asam yang bisa menetralkan NaOH yang bersifat basa. Reaksi yang terjadi: HCl(aq) + NaOH (aq) NaCl (aq)+ H2O (l)
(15)
Indikator yang digunakan adalah phenolphthalein (trayek pH 8,310,0) sehingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi bening. Setelah standardisasi selesai, normalitas larutan NaOH dapat dihitung karena normalitas HCl telah diketahui. Kelebihan
menggunakan
metode
Gunning
dalam
analisis
kandungan protein adalah: 1. Relatif mudah dilakukan dibanding dengan analisis kadar protein lainnya. 2. Cocok digunakan untuk skala kecil (laboratorium). 3. Proses dan alat yang digunakan selama percobaan relatif sederhana. Sementara kekurangan metode Gunning adalah: 1. Analisis yang kurang akurat (kasar) karena nitrogen yang terurai tidak hanya berasal dari protein saja, melainkan juga dari asam nukleat dan lemak dalam sampel. 2. Memakan waktu yang cukup lama. 3. Penggunaaan asam pekat yang cukup berbahaya.
8
Ada metode-metode lain yang bisa digunakan dalam menentukan kadar protein yaitu metode Kjedahl, metode Gunning dan metode KjedahlGunning-Arnold. Pada dasarnya, ketiga metode ini tidak jauh berbeda. Masing-masing metode diklaim sebagai penyempurna dari metode sebelumnya. Perbedaannya terletak pada bahan kimia yang akan digunakan dan lama pemanasan (destruksi). 1. Metode Kjedahl adalah metode paling awal yang digunakan untuk menganalisis kadar protein dalam suatu bahan. Metode Kjedahl menggunakan campuran asam sulfat (H2SO4) dan asam fosfat (H3PO4) untuk proses destruksi. Menurut Kjedahl, kedua asam ini cukup baik digunakan untuk berbagai macam senyawa organik. Selanjutnya, digunakan senyawa permanganat sebagai oxidixing agent. Penggunaan asam fosfat sebagai akselerator meskipun titik didihnya lebih rendah dari asam sulfat. Namun penggunaan asam fosfat saat destruksi menyebabkan goresan-goresan pada labu Kjedahl. Proses destruksi dengan metode Kjedahl memerlukan waktu yang lama. 2. Metode Gunning prinsipnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Kjedahl, namun Gunning menggunakan potasium sulfat (K2SO4) dan atau tembaga sulfat (CuSO4) dan asam sulfat (H2SO4) dalam proses destruksi untuk menaikkan titik didih larutan sehingga proses destruksi lebih cepat daripada metode Kjedahl. 3. Metode Kjedahl-Gunning-Arnold digagas oleh Arnold pada tahun 1886. Arnold menggunakan gabungan metode yang dilakukan oleh Kjedahl dan Gunning sehingga bahan kimia yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4) dan potasium sulfat (K2SO4), tembaga sulfat (CuSO4), dan katalis Cu dan Hg. Dengan metode ini, proses destruksi berjalan cepat.
9
III. PELAKSANAAN PERCOBAAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Kacang hijau diperoleh dari pasar tradisional 2. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 3. H2SO4 pekat (98%) diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 4. K2SO4 (Merck) diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 5. CuSO4 (Merck) diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 6. HCl (Merck) diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 7. NaOH (Merck) diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 8. Zink (Merck) diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 9. Indikator phenolphpthalein diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 10. Indikator methyl orange diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 11. Boraks (Merck) diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
10
B. Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lemari asam Statif Klem Labu Kjedahl Kompor listrik Knop pengatur daya
Gambar 1.Rangkaian Alat Destruksi
Keterangan: 1. Pendingin balik 2. Erlenmeyer 125 ml 3. Penangkap percikan 4. Corong pemasukan sampel 5. Keran pengatur pemasukan sampel 6. Penampung 7. Keran pengeluaran 8. Gelas beker 250 ml 9. Erlenmeyer 1000 ml 10. Kompor listrik 11. Knop pengatur daya 12. Botol pengaman 13. Pompa vakum 14. Knop on-off
Gambar 2.Rangkaian Alat Distilasi
11
C. Cara Percobaan 1. Standardisasi a. Standardisasi larutan HCl Pertama, HCl pekat (37%) diambil sebanyak 2,10 ml dan dituangkan ke dalam gelas beker yang telah berisi aquadest 50 ml. Volume larutan HCl dibuat menjadi 250 ml dengan ditambahkan aquadest. Larutan HCl digunakan untuk mengisi buret hingga penuh. Boraks diambil sebanyak 0,2015 gram dan dilarutkan dengan 25 ml aquadest dalam gelas erlenmeyer 125 ml. Indikator Methyl orange ditambahkan ke dalam larutan boraks sebanyak tiga tetes, kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna dari oranye menjadi merah muda. Volume larutan HCl yang dibutuhkan dicatat. Percobaan diulangi untuk massa boraks sebanyak 0,2005 gram sehingga diperoleh dua data titrasi. b. Standardisasi larutan NaOH Natrium hidroksida pellets sebanyak 1,0957 gram dilarutkan ke dalam 250 ml aquadest dan diaduk hingga homogen sehingga terbentuklah larutan NaOH 0,1 N. Larutan tersebut diambil sebanyak 10 ml dan dituangkan ke dalam erlenmeyer 125 ml. Indikator phenolphthalein ditambahkan ke dalam larutan sebanyak tiga tetes, kemudian larutan dititrasi dengan larutan HCl hingga terjadi perubahan warna dari warna ungu menjadi bening. Volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat. Titrasi diulangi hingga diperoleh dua data. 2. Dekstruksi Kacang hijau ditumbuk kemudian ditimbang dengan neraca analitis digital sebanyak 1,5085 gram. Kemudian, kacang hijau dimasukkan ke dalam labu Kjedahl besama-sama dengan 10,00 gram K2SO4, 0,2090 gram CuSO4 dan 25 ml H2SO4 pekat (98%). Lalu dipanaskan dengan kompor listrik dalam lemari asam. Selama proses
12
pemanasan, sesekali labu diputar dan blower dinyalakan apabila terbentuk asap. Pemanasan dilakukan hingga kabut dalam labu Kjedahl hilang dan warna cairan berubah dari hitam menjadi hijau bening. Proses pemanasan berlangsung selama 2 jam. Selanjutnya, labu didinginkan dengan menyalakan blower dan labu diletakkan di atas keramik sambil dibalut dengan lap basah selama 15 menit. 3. Distilasi Rangkaian alat distilasi dipanaskan selama 30 menit sebelum distilasi dimulai. Baskom berisi air dan pecahan es disiapkan untuk proses pendinginan selama penambahan larutan NaOH. Aquadest sebanyak 175 ml ditambahkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian 2 butir zink dan 3 tetes indikator phenolphthalein juga ditambahkan ke dalam labu Kjedahl. Labu dicelupkan ke dalam baskom sambil digoyanggoyangkan. Larutan NaOH 50% dibuat dengan melarutkan 40,0025 gram NaOH pellets ke dalam 40 ml aquadest hingga larut seluruhnya. Larutan NaOH 50% kemudian ditambahkan ke dalam labu sedikit demi sedikit hingga campuran menjadi basa, ditandai dengan perubahan warna campuran dari hijau bening menjadi ungu kebiruan. Campuran akhir kemudian dibagi menjadi dua bagian dengan volume yang sama. Salah satu sampel dimasukkan ke dalam rangkaian alat distilasi. Gelas erlenmeyer 250 ml pada rangkaian alat distilasi diisi dengan larutan HCl 0,1N sebanyak 75 ml dan ditambahkan 3 tetes indikator Methyl orange sebagai larutan penangkap. Distilasi dihentikan ketika volume larutan penangkap pada gelas erlenmeyer mencapai 150 ml. Larutan sampel dikeluarkan dengan menggunakan pompa vakum. Cara yang sama dilakukan untuk sampel yang ke dua. 4. Titrasi Larutan penangkap hasil distilasi dipindahkan ke dalam gelas erlenmeyer 500 ml. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengna larutan NaOH 0,1N hingga terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi
13
kuning. Volume larutan NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat. Cara yang sama dilakukan untuk sampel ke dua. D. Analisis Data 1. Menghitung Normalitas Larutan HCl NHCl =
2.𝑚 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠 𝑉 𝐻𝐶𝑙 .𝑀𝑟 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠
dengan, NHCl
(16)
: Normalitas larutan HCl (N)
m boraks
: massa boraks yang digunakan (mgram)
VHCl
: volume larutan HCl (ml)
Mr boraks
: massa relatif boraks : 382 mg/mmol
Normalitas larutan HCl rata-rata dihitung dengan persamaan: NHCl rata-rata =
𝑁𝐻𝐶𝑙 1 + 𝑁𝐻𝐶𝑙 2 2
dengan, NHCl rata-rata
(17)
: Normalitas rata-rata larutan HCl (N)
NHCl 1
: Normalitas larutan HCl sampel 1 (N)
NHCl 2
: Normalitas larutan HCl sampel 2 (N)
2. Menghitung Normalitas Larutan NaOH NNaOH =
V HCl . N HCl rata −rat .a 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
(18)
dengan, NNaOH : Normalitas larutan NaOH (N) NHCl rata-rata
: Normalitas rata-rata larutan HCl (N)
VHCl
: Volum larutan HCl (ml)
VNaOH
: Volum larutan NaOH (ml)
Normalitas larutan NaOH rata-rata dihitung dengan persamaan: NNaOH rata-rata =
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 1 + 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 2 2
(19)
dengan, NNaOH rata-rata : Normalitas rata-rata larutan NaOH (N) NNaOH 1
: Normalitas larutan NaOH sampel 1 (N)
NNaOH 2
: Normalitas larutan NaOH sampel 2 (N)
3. Menentukan Jumlah Larutan Penangkap HCl Mula-Mula Dalam percobaan dengan metode Gunning, digunakan larutan HCl sebanyak 75 ml untuk sampel 1 maupun sampel 2 dengan normalitas larutan HCl 0,10 N, maka:
14
mgrek HCl = 𝑉𝑎 . 𝑁𝑎 dengan, Va
(20)
: Volum larutan HCl 0,10 N (ml)
Na
: Normalitas larutan HCl rata-rata (N)
mgrek HCl
: Jumlah larutan penangkap HCl mula-mula (mgrek)
4. Menentukan Sisa Larutan HCl Penangkap Setelah Distilasi mgrek NaOH = 𝑉𝑏 . 𝑁𝑏
(21)
dengan, Vb
: Volum larutan NaOH untuk titrasi (ml)
Nb
: Normalitas larutan NaOH rata-rata (N)
mgrek NaOH : Sisa larutan penangkap setelah titrasi (mgrek) 5. Menentukan Jumlah NH3 Hasil Distilasi mgrek NH3= 𝑉𝑎 . 𝑁𝑎 − 𝑉𝑏 . 𝑁𝑏
(22)
dengan, mgrek NH3 : Jumlah mgrek NH3 hasil distilasi (mgrek) 6. Menentukan Jumlah N total di dalam larutan mgrek N total = mgrek NH3 1 + mgrek NH3 2
(23)
dengan, mgrek N total : Jumlah total mgrek NH3 hasil distilasi (mgrek) mgrek NH3 1 : Jumlah mgrek NH3 hasil distilasi 1 (mgrek) mgrek NH3 2 : Jumlah mgrek NH3 hasil distilasi 2 (mgrek) 7. Menentukan Berat N Total dalam Bahan mN = mgrek Ntotal . Mr N dengan, mN Mr N
(24)
: massa nitrogen total dalam bahan (mg) : massa atom relatif nitrogen (14 mg/mgrek)
8. Menentukan Berat Protein dalam Bahan Wp = mN. F dengan, Wp F
: massa protein dalam bahan (mg) : faktor konversi (6,25)
9. Menentukan Kadar Protein dalam Bahan
(25)
15
P= dengan, W
𝑊𝑝 𝑊
𝑥100 %
(26)
: massa kacang hijau yang dianalisis (gram)
Wp
: massa protein dalam bahan (mg)
P
: kadar protein dalam bahan (%)
10. Menghitung Kesalahan Relatif kadar protein di dalam bahan Kesalahan relatif =
𝑃𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 −𝑃𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖
dengan, Ppercobaan Preferensi
𝑃𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖
𝑥 100 %
(27)
: Kadar protein dalam percobaan (%) : Kadar protein menurut referensi (%)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kadar protein dalam suatu sampel bubuk kacang hijau yang telah disiapkan. Metode yang digunakan adalah metode Gunning yang analisisnya bisa dibagi menjadi 3 tahap yaitu dekstruksi, distilasi dan titrasi. Pada tahap destruksi, perubahan warna yang terjadi yaitu dari hitam menjadi hijau. Pada tahap destruksi-distilasi, perubahan warna yang terjadi yaitu dari hijau menjadi ungu. Sedangkan pada tahap distilasi, perubahan warna yang terjadi yaitu dari ungu menjadi merah muda. Tahap terakhir dari percobaan ini adalah titrasi. Perubahan warna yang terjadi dalam proses ini adalah dari merah muda menjadi kuning bening. Tujuan dari titrasi ini adalah menentukan asam yang masih tersisa pada larutan asam penangkapnya. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh sisa asam penangkap untuk sampel 1 adalah 6,4495 mgrek sedangkan untuk sampel 2 adalah 6,4310 mgrek. Selanjutnya, dengan perhitungan, diperoleh berat nitrogen sebesar 8,0430 mgram sehingga kadar protein di dalam sampel adalah 3,33 %. Kadar protein yang telah diperoleh dari percobaan selanjutnya dibandingkan dengan kadar protein dalam kacang hijau berdasarkan referensi. Besarnya kandungan protein dalam kacang hijau adalah 22,00 % (sumber referensi: www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan -gizi-kacang-
16
hijau-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html). Dari perbandingan kedua nilai kadar protein dalam kacang hijau tersebut, diperoleh kesalahan relatif sebesar 84,84 %. Adapun penyebab-penyebab terjadinya kesalahan relatif dalam percobaan ini antara lain: 1. Larutan yang dibuat belum homogen dan masih ada sampel yang menempel di dinding labu Kjedahl. 2. Pada saat proses destruksi, ada ammonia yang teruapkan dan terhisap oleh blower yang menyala sehingga kadar nitrogen yang diamati kurang dari seharusnya. 3. Waktu distilasi kurang lama sehingga masih terdapat ammonia yang belum teruapkan dan tertangkap oleh HCl. 4. Pada saat penambahan larutan NaOH ke dalam larutan hasil destruksi, larutan tidak didinginkan dengan baik sehingga reaksi tidak berjalan dengan sempurna. 5. Kualitas sampel kurang baik, mungkin saja terdapat air di dalam kacang hijau sehingga berat sampel bukan berat murni kacang hijau. 6. Proses distilasi berjalan tidak sempurna karena kurang tingginya konsentrasi NaOH dalam sistem yang menentukan kebasaan distilasi tersebut karena diperlukan reaksi (NH4)2SO4 dengan basa kuat yang berjumlah besar untuk membebaskan NH3. 7. Pembacaan volume untuk titrasi pada standardisasi larutan HCl dan NaOH tidak tepat sehingga menyebabkan perhitungan kadar protein kurang tepat.
V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini antara lain : 1. Analisis kadar protein dapat dilakukan dengan metode Gunning yang terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, distilasi, dan titrasi. 2. Dari hasil perhitungan standardisasi, diperoleh: a. Normalitas larutan HCl rata-rata sebesar 0,0897 N b. Normalitas larutan NaOH rata-rata sebesar 0,0915 N
17
3. Kadar protein yang terkandung di dalam sampel yaitu 3,3344 % dengan kesalahan relatif sebesar 84,84 %. 4. Bahan yang diuji dalam percobaan ini adalah kacang hijau dengan kadar protein berdasarkan referensi yaitu sebesar 22,00 % (sumber referensi: www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-kacang-hijau-komposisinutrisi-bahan-makanan.html).