BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Protein adalah zat makanan yang penting bagi tubuh, karena mempunyai fungsi antara lain sebagai zat pembangun dan pengatur tubuh serta sebagai sumber tenaga. Protein merupakan makromolekul yang tersusun atas asam-asam amino yang mengandung unsurunsur utama C, O, H, dan N. Molekul protein juga mengandung belerang, posfor, besi dan tembaga. Molekul protein mempunyai sifat atau ciri khas protein yang spesifik yang berguna dalam kegiatan analisis. Sifat atau ciri khas molekul mole kul tersebut te rsebut antara lain yaitu: 1) Mempunyai ukuran berat molekul (BM) besar, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk fisik dan aktivitas biologi. Hal ini dapat bermanfaat untuk mengenali dan memisahkan dari komponen bahan pangan lain. 2) Struktur molekul protein mengandung unsur nitrogen (N) relatif banyak, sehingga keberadaan protein di dalam bahan pangan dapat ditentukan berdasarkan kandungan nitrogen (N) jumlah unsur N dan unsur unsur lain dalam molekul protei dapat dilihat dalam tabel 1.1. 3) 3) Protein merupakan polimer yang yang tersusun oleh banyak monomer asam-asam amino (lebih dari 20 jenis), sehingga protein di dalam bahan pangan juga banyak jenisnya (Legowo, 2007). Tabel 1.1 Jumlah Unsur Protein di dalam Molekul Protein No.
Jenis Unsur
Jumlah (%)
1
Karbon (C)
50-55
2
Oksigen (O)
20-25
3
Nitrogen (N)
15-18
4
Hidrogen (H)
5-7
5
Belerang (S)
0,4-2,5
6
Posfor (P)
Sedikit
7
Besi (Fe)
Sedikit
8
Tembaga (Cu)
Sedikit
Sumber: Sudarmadji (1996) dalam Legowo (2007). Pengukuran kadar protein yang paling banyak digunakan adalah penetapan metode protein kasar. Penetapan kadar protein kasar bertujuan untuk menera jumlah protein total di dalam bahan pangan. Metode pengukuran jumlah protein tersebut yaitu metode Kjeldahl, metode Biuret, metode Lowry, dan metode pengikatan zat warna. Disamping itu
ada beberapa metode lain untuk analisi asam amino dan komponen protein lainnya (Legowo, 2005). Menurut Tejasari (2005), Kandungan protein pangan dapat ditentukan antara lain dengan metode Kjeldahl dan spektrofotometri penetuan kadar protein metode Kjeldahl dilakukan dengan analisis volumetri dengan teknik titrasi. Prinsip pengukuran kadar nitrogen (N) pangan dengan metode Kjeldahl adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat menjadi karbondioksida, air, dan nitrogen. Senyawa nitrogen (N) dilepas dalam bentuk amonia (amonia Sulfat), sedangkan karbondioksida dan air terpisah oleh proses destilasi. Amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat basa, dan amonium diuapkan lalu diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi asam HCL 0,02 N. Kadar total protein merupakan jumlah gram protein dalam bahan pangan yaitu jumlah gram nitrogen dikali dengan faktor 6,25 didasarkan pada asumsi bahwa protein mengandung jumlah yang 16 persen nitrogen. Namun karena tidak semua protein mempunyai jumlah yang sama, kadar protein yang dihitung merupakan jumlah protei kasar. Faktor Konversi beberapa Jenis Pangan sumber protein disajikan dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2 Faktor Konversi Kadar Protein beberapa Jenis Bahan Pangan Sumber Protein Jenis Pangan
X
Faktor Konversi/F
(% N dalam Protein)
(100/X)
Campuran
16,00
6,25
Daging
16,00
6,25
Maizena
16,00
6,25
Roti, gandum, makaroni, bakmi
16,00
6,25
Susu dan produk susu
15,66
6,38
Tepung
17,54
5,70
Telur
14,97
6,68
Gelatin
18,02
5,55
Kedelai
17,51
5,71
Beras
16,81
5,95
Kacang tanah
18,32
5,46
Sumber : Puspitasari (2012).
1.2. Tujuan
1.2.1. Untuk mengetahui cara analisis kadar protein metode Kjeldahl pada bahan pangan dan hasil pertanian; 1.2.2. Untuk menetapkan kadar protein dengan metode Kjeldahl.
BAB 2 BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA 2.1. Bahan
2.1.1. bahan yang Digunakan dalam Analisa a. Tempe Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe merupakan bahan makanan tradisional Indonesia hasil fermentasi kedelai rebus atau jenis kacang – kacangan lainnya yang menggunakan jamur Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Tempe telah lama digunakan sebagai bagian dari diet, selain karena kandungan zat gizi juga mengandung senyawa isoflavon yang mempunyai aktivitas biologis terhadap peningkatan kesehatan.
Kedelai
sebagai
sumber
senyawa
bioaktif,
dan produk
fermentasinya diketahui mengandung 3 senyawa isoflavon, yaitu daidzein, genistein dan glisitein baik dalam bentuk bebas (aglikon) maupun dalam bentuk terikat (glukosida) (Deddy, 2010). Selama proses fermentasi dalam pembuatan tempe, banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dan lebih mudah dicerna. Setengah dari kandungan protein awal dipecah menjadi produk yang lebih kecil dan larut dalam air, misalnya asam amino, peptida, asam lemak dan monosakarida. Adapun ciri – ciri tempe yang baik adalah Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, ada lapisan putih di sekitar kedelai pada saat di potong, tempe tidak hancur, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor (penyimpanan cita rasa dan aroma pada produk pengolahan kedelai ) spesifik setelah fermentasi (Ernawati, 2006).
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya. Tabel 2.1. Kandungan Gizi antara Kedelai dan Tempe (100 g) Kandungan gizi
Kedelai
Tempe
Protein
46,2
46,5
Lemak
19,1
19,7
Karbohidrat
28,2
30,2
Kalsium (mg)
254
347
Besi (mg)
11
9
Fosfor (mg)
781
724
Vitamin B1
0,48
0,28
Vitamin B12
0,2
3,9
Serat
3,7
7,2
Abu
6,1
3,6
Sumber : Sutomo (2008)
b. Daging Sapi Menurut Astawan, (2007) daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Selain kaya protein sekitar 27 %, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100 g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam serabut-serabut otot, yang disebut lemak marbling. Kadar lemak pada daging berkisar antara 5-40 persen, tergantung pada jenis dan spesies, makanan dan umur ternak. Daging juga mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak. Kadar kolesterol daging sekitar (500 mg/100g) lebih rendah daripada kolesterol otak (1.800-2.000 mg/100 g) atau kolesterol kuning telur (1.500 mg/100 g). Di dalam daging sapi juga terdapat mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, natrium, fosfhor, khorl, besi, belerang, tembaga, dan mangan. Viatamin yang terdapat terutama golongan vitamin B (B1, B12, B6, dan B2), viatamin C, A, E, D, dan K. selain itu daging pigmen pemberi warna merah (mioglobin). Perubahan warna daging dari karkas menjadi merah cerah karena pembentukan oksimioglobing dan ketika berubah menjadi coklat karena mioglobin menjadi metmioglobin (Sudarwati, 2007). Warna daging sapi adalah warna merah cerah, karena dianggap daging tersebut adalah daging yang berkualitas jika dibandingkan dengan daging yang berwarna meraH tua. Daging sapi yang baik harus berwarna merah segar, mengkilat, tidak pucat, seratnya halus, tidak berbau asam, tidak busuk, apabila dipanggang terasalekat pada tangan dan masih terasa kebasahannya serta lemaknya berwarna kuning.
Banyak faktor yang
mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktifitas), tipe otot, pH, dan oksigen.
Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi
penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin (Lawrie, 2004). Flavor atau aroma daging adalah sensasi komplek dan sangat terkait. Bau dan rasa paling sukar untuk didefinisikan secara objektif. Daging dari ternak yang lebih tua lebih menyengat dari ternak yang lebih muda. Bau dan aroma pada daging sangat dipengaruhi oleh prekusor yang larut dalam air dan lemak, serta pembebasan substansi atsiri (volatil) yang terdapat didalam daging (Soeparno,2005) dalam (Lena, 2007).
2.1.2. Bahan Kimia yang Digunakan dalam Analisa a. Larutan H2SO4 Fungsi H2SO4 pekat yaitu untuk membebaskan amonium sulfat dari sampel yang mengandung protein. Penambahan dilakukan didalam lemari asam dengan tujuan untuk menghindari sulfur (S) yang berada didalam protein terurai menjadi SO 2 yang sangat berbahaya sehingga SO2 yang terbentuk langsung diserap oleh blower dalam lemari asam. b. Selenium Selenium adalah elemen kimia non metalik pada group VI A, pada tabel periodik dengan symbol Se, nomor atom 34, berat atom 78,96 A. Titik beku 217,0
0
C, titik didih
684,9 0C. Ada 4 tingkat oksidasi, yaitu elemental Se (0), selenate (+6), selenite (+4) dan selenide (-2). Selenium memiliki 3 bentuk, yaitu kristal berwarna merah, bubuk berwarna merah dan kristal heksagonal warna abu-abu. Di alam, terdapat berbagai senyawa yang mengandung selenium, yaitu elemental selenium, garam inorganik (selenite dan selenate), organik (selemomethionine, selenocystein dan selenocystine), gas (hydrogen selenide) dan cair (selenium oksiklorid, selenium dioksid dan asam selenius). c. Larutan NaOH Fungsi utama tahap destilasi yaitu untukmemecah amonium sulfat menjadi amonia dengan penambahan NaOH sampai alkali dandipanaskan dengan pemanas dalam alat unit destilasi. Masing-masing labu Kjeldahl dimasukkan ke dalam pemanas unit destilasi. Selanjutnya ditekan tombol reagent sehingga NaOH akan masuk ke dalam labu Kjeldahl melalui selang yang terhubung antara unit destilasi dengan botol berisi NaOH. Penambahan NaOH yaitu untuk menetralkan sifat amonium sulfat yang asam. Tombol reagen ditekan sampai terjadi perubahan warna menjadi keruh kecoklatan pada sampel dalam labu Kjeldahl.Selanjutnya ditekan tombol start yang berarti proses destilasi dimulai dengan adanya pemanasan dengan pemanas dalam alat unit destilasi. Proses destilasi berlangsungselama 3 menit. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan amonium sulfat menjadi amonia.
d. Larutan Asam Borat (H 3BO3)
Asam borat juga disebut hydrogen borat, asam boraks, asam orthoborat dan acidum boricum adalah monobasa asam Lewis boron lemah yang sering digunakan sebagai antiseptic, insektisida, tahan api, neutron absorber, atau precursor untuk senyawa kimia lainnya. Senyawa ini memiliki rumus kimia H 3BO3 dan ada dalam bentuk Kristal tidak berwarna atau serbuk putih yang larut dalam air. Ketika berbentuk mineral, senyawa ini disebut Sassolite. Larutan standar dibuat dengan 50 ml larutan asam borat yang ditambah dengan 4 tetes indicator kjeldahl dan digojog supaya larutan yang terbentuk homogeny dan menghasilkan warna ungu. Larutan standar asam borat berada di dalam 4 erlenmeyer yang berbeda. Asam borat berfungsi untuk membebaskan ammonium yang ditandai dengan perubahan warna menjadi kuning.
e. Larutan HCl Larutan asam klorida atau yang biasa kita kenal dengan larutan HCl dalam air, adalah cairan kimia yang sangat korosif dan berbau menyengat. HCl termasuk bahan kimia berbahaya. Di dalam tubuh HCl diproduksi dalam perut dan secara alami membantu menghancurkan bahan makanan yang masuk ke dalam usus. Dalam skala industri, HCl biasanya diproduksi dengan konsentrasi 38%. Ketika dikirim ke industri pengguna, HCl dikirim dengan konsentrasi antara 32~34%. Pembatasan konsentrasi HCl ini karena tekanan uapnya yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan kesulitan ketika penyimpanan. Asam klorida digunakan pada industri logam untuk menghilangkan karat atau kerak besi oksida dari besi atau baja. HCl merupakan bahan baku pembuatan besi (III) klorida (FeCl3) dan polyalumunium chloride (PAC), yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan baku koagulan dan flokulan. Koagulan dan flokulan digunakan pada pengolahan air. Selain itu asam klorida dimanfaatkan pula untuk mengatur pH (keasaman) air limbah cair industri, sebelum dibuang ke badan air penerima. Di laboratorium, asam klorida biasa digunakan untuk titrasi penentuan kadar basa dalam sebuah larutan. 2.2. Preparasi Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tempe dan daging sapi yang disiapkan dengan cara dihancurkan terlebih akan proses pembebasan nitrogen (N) dari bahan
berlangsung
sempurna.
Penghancuran
dilakukan
dengan
cara
ditumbuk
menggunakan mortar sampai halus kemudian bahan tempe atau daging sapi ditimbang sebanyak 0,5 gram. 2.3. Prosedur Analisa
Penetapan kadar protein kasar dengan metode kjeldahl dibagi 3 tahap yaitu: a. Tahap Penghancuran (Digestion) Tahap ini dilakukan untuk dengan menambahkan asam kuat (asam kuat) pada bahan tempe atau daging yang telah disiapkan sebelumnya sambil dilakukan pemanasan. Tahapan ini bertujuan untuk membebaskan nitrogen (N) dari bahan tempe atau daging. Kemudian ditambahkan katalis berupa selenium untuk menaikkan titik didih larutan asam sulfat dan mempercepat proses penghancuran sehingga menjadi sempurna. Pada saat proses penghancuran bahan terhadap asam sulfat, terjadi reaksi nitrogen (N) pada bahan dengan asam sulfat membentuk amonium sulfat. Reaksi yang terjadi selama proses penghancuran adalah:
emanasan N (bahan) + H2SO4
katalis
(NH4)4SO4
b. Tahap Netralisasi dan Distilasi Setelah proses penghancuran terjadi kemudian dinetralisasi dengan cara larutan yang mengandung amonium sulfat diperlakukan dengan penambahan alkali (NaOH) pekat untuk menetralkan asam sulfat. Adanya larutan NaOH pekat mampu memecah amonium sulfat menjadi gas amoniak (NH3). Kemudian dilanjutkan dengan proses distilasi dengan cara gas amoniak diuapkan dan ditangkap oleh asam borat (H 3BO3) membentuk NH4H2BO3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
(NH4)4SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2H3BO3
c. Tahap Titrasi
Na2SO4 + 2 H2O + 2 NH3 2 NH4H2BO3
Senyawa NH4H2BO3 dititrasi menggunakan asam klorida (HCl) encer (0,02 N) sehingga asam borat terlepas kembali dan terbentuk amonium klorida. Reaksi yang terjadi selama proses titrasi adalah:
2 NH4H2BO3 + 2HCl
2NH4Cl + 2 H3BO3
Jumlah asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah NH 3 yang dibebeaskan.
3.2. Analisa Data
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar protein pada 2 jenis bahan pangan yang berbeda yaitu tempe dan daging sapi dengan menggunakan metode kjedahl. Pada praktikum ini kadar protein dinyatakan dengan jumlah asam klorida (HCl) yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas NH 3 yang dibebaskan dari proses distilasi yang mana 1 mol HCl setara dengan 14 gram nitrogen akan tetapi karena tidak semua unsur nitrogen terdapat pada protein maka asumsi kadar nitrogen dalam nitrogen sekitar 16 %. Untuk daging sapi dan tempe digunakan faktor konvesi protein sebesar 6,25 dan angka ini dimasukkan dalam perhitungan kadar protein. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakuakan sebanyak 8 kali ulangan untuk bahan daging sapi dan 12 kali ulangan untuk bahan tempe, daging sapi memiliki kadar protein rata-rata sebesar % dalam17,37251125 basis basah, sedangkan tempe memiliki kadar lemak rata-rata dalam basis basah sebesar 17,19885167 %. Hasil pengamatan ini memiliki nilai yang jauh dari literatur yang menyatakan bahwa apabila dinyatakan dalam basis basah kandungan protein daging sapi sekitar 27 % sedangkan kandungan lemak tempe adalah 46,5%. Kadar lemak basis kering pada daging sapi memiliki rata-rata 57,90845125 % dan kadar lemak basis kering pada tempe memiliki rata-rata 47,7745875 %. Dari angka hasil analisa yang diperoleh masih ternyata masih jauh dari angka sebenarnya jadi dapat dikatakan analisa ini memeiliki ketepatan yang kurang baik Dari hasil pengulangan yang diperoleh terhadap kedua bahan tersebut memiliki hasil yang berbeda-beda antara pengulangan satu dan lainnya terutama pada analisa kadar protein bahan bahan tempe. Dari suatu pengukuran analisis tersebut, maka diperlukan menghitung Standar Deviasi (SD) untuk mengetahui tingkat variasi suatu kelompok data. Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar tingkat penyimpangan dalam pengukuran analisis kadar protein ini dengan menghitung Relative Standar Deviation (RSD) yang diperoleh dari hasil bagi antara Standar Deviation (SD) dan rata-rata. Dari hasil perhitungan Relative Standart Deviation (RSD), RSD kadar protein basis basah pada daging sapi adalah 0,171512398 % sedangkan pada basis keringnya adalah 0,17151504 %. RSD kadar protein basis basah pada tempe adalah 0,133837753 % dan kadar protein kering basis kering pada tempe adalah 0,133837758 %. Dari hasil perhitungan Relative Standar Deviation tersebut, pengukuran analisa kadar protein pada praktikum kali ini
hasilnya masih bisa diterima apabila selang kepercayaan yang digunakan 95 % bahkan untuk selang kepercayaannya 99 % sehingga bisa dikatakan hasil kadar lemak pada daging sapi dan tempe memiliki ketelitian yang baik karena Relative Standar Deviasi (RSD) yang diperoleh kurang dari 1%.
BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan
4.1.1. Analisa protein metode kjedahl yang terukur adalah total nitrogen (N). Namun karena tidak semua unsur nitrogen ada dalam bahan pangan maka dapat dihitung kadar protein dengan cara total N dikali faktor korversi yang dimiliki oleh jenis bahan pangan. 4.1.2. Analisa protein metode kjedahl ada 4 tahap yakni dekstruksi, distilasi, dan perhitungan kandungan nitrogen (N). 4.1.3. Menurut literatur, menyatakan bahwa apabila dinyatakan dalam basis basah kandungan protein daging sapi sekitar 27 % sedangkan kandungan lemak tempe adalah 46,5% akan tetapi nilai dari hasil analisa memiliki angka yang jauh dari kandungan protein yang sebenarnya sehingga dapat dikatakan hasil analisa memiliki ketepatan yang jelek. 4.1.4. Dari hasil perhitungan Relative Standart Deviation (RSD), RSD kadar protein baik daging sapi maupun tempe nilainya kurang dari 1 %, sehingga pengukuran analisa kadar protein pada praktikum kali ini hasilnya bisa diterima apabila selang kepercayaan yang digunakan 99 % sehingga bisa dikatakan hasil kadar lemak pada daging sapi dan tempe memiliki ketelitian yang baik karena Relative Standar Deviasi (RSD) yang diperoleh kurang dari 1% tetapi karena hasil yang tidak sesuai dengan angka kadar protein yang sebenarnya (literatur) maka dikatakan kegiatan analisa ini memiliki pengukuran dengan ketelitian yang baik namun ketepatan yang jelek. 4.1. Saran
Dari hasil analisis yang dilakukan pada praktikum ini, ketepatan pengukuran masih belum mengenai sasaran pada angka yang sebenarnya. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa perlu berlatih untuk lebih terampil lagi dalam menganalisa.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan. 2007. Mengapa kita perlu makan daging. kompas Cyber Media. Bandung. http://multiply.com/kulinerkita/daging.html. Diakses pada tanggal 06 Oktober 2014. Deddy Muchtadi. 2010. Kedelai komponen Bioaktif untuk Kesehatan. Bogor: Ikatan Penerbit Indonesia.
Anggota
Ernawati. 2006. Perbaikan Kinerja Reproduksi Akibat Pemberian Isoflavon Dari Tanaman Kedelai. Jakarta, FMIPA Universitas Indonesia. Lawrie, R. A. 2004. Ilmu Daging. (Terjemahan Parakasi, A). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Legowo, Anam M. dkk. 2007. Buku Ajar Analisis Pangan. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Fiponegoro. Semarang. Lena Soi, F. 2007.
Pertumbuhan Staphylococcus Aureus pada Daging Sapi dalam
Penyimpan Suhu Kamar . [Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar Puspitsari, 2012. Pengantar Analisis Mutu Pangan dan Hasil Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Sudarwati. 2007. Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan . [Skripsi]. Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara. Sutomo, 2008. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB. Tejasari, 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta. Graha Ilmu.