BAB. 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Protein berasal dari bahasa Yunani “Proteios” berarti yang pertama atau yang utama.Protein berupa senyawa polimer (poliamida) dengan monomernya berupa asam amino yang terbentuk melalui reaksi polimerisasi kondensasi dari bermacam-macam asam amino. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1990). Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak ti dak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno, 1990). Kadar protein yang terkandung dalam setiap bahan berbeda-beda. Karena itu, pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Secara umum analisa protein dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu metode Kjeldahl, metode Biuret, dan metode Lowry Pada praktikum kali ini analisa protein dilakukan dengan metode Lowry.
1.2
Tujuan
a. Untuk mengetahui cara analisis kadar protein metode Kjeldahl pada bahan pangan dan hasil pertanian. b. Untuk menetapkan kadar protein dengan metode Kjeldahl.
BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA
2.1
Bahan
2.1.1
Bahan Pangan yang Digunakan a. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok
kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan atau tanpa penambahan unsur-unsur lain yang diijinkan, sehingga dihasilkan produk tahu berbentuk kotak, kenyal dalam keadaan basah. Biasanya tahu diproduksi dalam jumlah banyak, akan tetapi dalam penjualan tersebut belum tentu habis dibeli konsumen. Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen untuk menghindari kerugian akibat kerusakan tekstur tahu antara lain berjamur, berlendir, sehingga menimbulkan bentuk, warna, rasa dan bau berubah adalah dengan menambahkan pengawet, hal ini dilakukan untuk mendapatkan masa simpan tahu menjadi lebih panjang dan tidak menutup kemungkinan menambahkan zat kimia boraks sebagai pengawet, karena boraks harganya murah dan boraks berfungsi sebagai pengenyal (Winarno F.G, 1994). Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional, 1998). Syarat mutu tahu diatur dalam SNI 01-3142-1998 dan SII No. 0270-1990 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Mutu Tahu menurut SNI 01-3142-1998 dan SII No. 0270-1990 Kriteria uji Keadaan : 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna 1.4 Penampakan
Satuan
Abu Protein Lemak Serat kasar BTP
%b/b %b/b %b/b %b/b %b/b
Persyaratan Normal Normal Putih normal atau kuning normal Normal, tidak berlendir dan tidak berjamur Maks. 1.0 Min. 9.0 Min. 0.5 Maks. 0.1 Sesuai SNI. 0222-M dan Peraturan Men
Kes. No. 722/Men.Kes/Per/IX/88 Cemaran logam : 7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2.0 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30.0 7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0 7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40.0 / 250.0 7.5 Arsen (As) mg/kg Maks. 1.0 Cemaran Mikrobia : 8.1 Escherichia Coli APM/g Maks. 10 8.2 Salmonella /25g Negative 8.3 Angka Lempeng Koloni/g Maks. 1.0 x 106 Total Sumber : SII (1990); Badan Standarisasi Nasional (1998) b. Tepung Kedelai Tepung kedelai sering dikenal sebagai soy flour dan grit. Bahan tersebut biasanya mengandung 40-50% protein. Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas dalam pengolahan diperlukan untuk peningkatan nilai gizi, daya tahan simpan dan meningkatkan rasa (Herman, 1985). Komposisi kimia tepung kedelai dapat dilihat pada tabel. Tabel Komposisi kimia tepung kedelai dalam 100 gram. Komposisi Air % Protein % N terlarut % N amino % Lemak % Gula reduksi % Abu % Nilai cerna protein Sumber : Widodo (2001)
Kandungan 4.87 34.39 4.60 0.05 25.53 0.12 3.72 75,49
Mustakas et al., (1967), memperkenalkan proses pembuatan tepung kedelai skala rumahan yaitu biji kedelai direndam dalam air kemudian direbus dalam air sampai matang. Setelah itu, kedelai dikeringkan dengan sinar matahari. Jika kedelai kering dilanjutkan pengupasan kulit ari. Proses terakhir digiling hingga didapatkan tepung kedelai. Proses pemanasan berupa perebusan bertujuan untuk menginaktifkan beberapa enzim, di samping untuk menghilangkan bau lungu (beany flavor). Bergantung pada penggunaanya, pemanasan dengan uap
pada tahap tertentu dapat diatur sehingga menghasilkan tepung atau bubuk kedelai bebas minyak yang mempunyai nilai NSI (Nitrogen Solubility Index) berbeda. Nilai NSI menunjukkan persentase total nitrogen Kjehdahl yang terekstrak dengan air. Beberapa contoh penggunaan tepung kedelai dengan NSI berbeda misalnya tepung kedelai dengan NSI 50-60 digunakan untuk campuran pembuatan roti, cake, donat dan makaroni, sedangkan tepung kedelai dengan NSI 25-35 digunakan untuk minuman, pancake, waffle dan makanan sapihan (Winarno, 1993). 2.1.2
Bahan Kimia yang Digunakan a. HCl HCl adalah asam kuat, dan memisah sepenuhnya dalam air. HCl dibentuk
oleh ikatan kovalen antara ion hidrogen dan klorida. HCl memiliki banyak kegunaan komersial, termasuk penggunaan dalam produksi baja dan dalam produksi obat-obatan. Selain itu, HCl digunakan oleh perut untuk mengaktifkan enzim yang memecah protein. Kimotripsin dan pepsin adalah dua enzim ini, dan kehadiran HCl akan memungkinkan enzim ini menjadi aktif dan mempercepat proses pencernaan (Sridianti, 2014). b. NaOH NaOH dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa. Natrium Oksida dilarutkan dalam air dan membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia (Hasugian, 2012). c. Aquades Aquades adalah air hasil destilasi atau penyulingan, sama dengan air murni dan tidak ada mineral-mineral lain. Aquades merupakan cairan atau air yang biasanya digunakan di dalam laboratorium sebagai pelarut atau bahan yang ditambahkan saat titrasi. Nama lain aquades adalah air suling, berat molekunya sekitar 18,20gr/mol dan rumus molekulnya adalah H2O. Karakteristik aquades
yaitu cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Dalam penyimpaan sebaiknya di tempat tertutup (Craines, 2013). Aquades disebut juga Aqua Purificata (air murni). Air murni adalah air yang dimurnikan dari destilasi. Satu molekul air memiliki dua hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen. Aquades merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Aquades juga memiliki berat molekul sebesar 18,0 g/mol dan Ph antara 5-7. Rumus kimia dari aquades yaitu H2O. Aquades ini memiliki allotrop berupa es dan uap. Senyawa ini tidak berwarna, tidak berbau dan tidak meiliki rasa. Aquades merupakan elektrolit lemah. Air dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut bagi kebanyakan senyawa (Sarjoni, 2003). d. Indikator MMB Metil
Biru
merupakan
senyawa
yang
memiliki
rumus
molekul
C16H18ClN3S.3H2O dengan berat molekul 373,91 gram/mol, berwarna hijau tua, tidak berbau dan stabil dalam udara serta mudah larut dalam air (larutannya berwarna biru tua), kloroform dan alkohol (Hawley, 1981). Larutan metil merah dapat membedakan antara larutan asam dengan larutan netral. Larutan asam yang ditetesi metil merah akan tetap berwarna merah, sedangkan larutan netral berwarna kuning. Akan tetapi, metil merah juga akan menyebabkan larutan basa berwarna kuning, Berarti, untuk mengetahui apakah suatu larutan bersifat basa atau netral kita tidak dapat menggunakan metil merah (Cahyadi, 2008). e. Selenium Selenium adalah elemen kimia non metalik pada group VI A pada tabel periodik dengan simbol Se nomor atom 34 dan berat atom 78,96 A. Titik beku 217,0ºC, titik didih 684,9ºC. Ada empat tingkat oksidasi yaitu elemen Se (0), selenate (+6), selenite (+4) dan selenide (-2). Selenium memiliki 3 bentuk, yaitu kristal berwarna merah, bubuk berwarna merah dan kristal heksagonal warna abuabu. Selain itu selenium merupakan suatu elemen semilogam golongan transisi yang dapat berperan sebagai antioksidan sebagai pencegah kanker dan merupakan suatu elemen mineral mikro yang diperlukan dalam jumlah kecil tetapi dapat bersifat racun dalam jumlah besar (Whanger, 2006).
f.
H2SO4
Umumnya digunakan untuk pembersih toilet, pembersih logam, cairan batere pada automotif, amunisi dan pupuk. Asam sulfat merupakan cairan tidak berwarna dan amat korosif, Bereaksi hebat dengan air dan mengeluarkan panas (eksotermis). Bereaksi juga dengan logam, kayu, pakaian dan zat organik. asam sulfat pekat bersifat oksidator yang dapat menimbulkan kebakaran bila kontak dengan zat organik seperti gula, selulosa dan lain-lain. Sangat reaktif dengan bubuk zat organik. Konsentrasi asam lebih kental dan padat dibandingkan air. Bahaya terhadap kesehatan tergantung pada konsentrasi larutannya, kurang dari 10% bersifat iritan dan lebih dari 10% bersifat korosif. Asam sulfat merupakan bahan kimia yang sangat kuat yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan rasa terbakar yang sangat parah dan kerusakan jaringan ketika kontak dengan kulit atau membran mukosa. g. Asam Borat Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan nama “pijer”. Digunakan/ditambahkan ke dalam pangan/bahan pangan sebagai pengenyal atau sebagai pengawet (Cahyadi, 2008). Borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat adalah zat padat zat padat kristalin putih, yang sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Garam%garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 1000ºC, akan diubah menjadi asam metaborat. Pada 1400ºC dihasilkan asam piroborat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya asam borat, garam%garam yang larut terhidrolisis dalam larutan, dan karenanya bereaksi basa (Vogel, 1985). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2008).
2.2
Persiapan Bahan Tahu/tepung kedelai , Blanko (aquades)
Penghalusan sampel (tahu/tepung kedelai)
Penimbangan sampel (0,5 g) dan pengukuran volume aquades (0,5 ml)
Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah tahu dan tepung kedelai. Sebelum dilakukan analisa dilakukan persiapan bahan terlebih dahulu dengan mengecilkan ukuran atau menghaluskan sampel. Setelah sampel halus kemudian sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram.
2.3
Prosedur Analisa
Sampel 0.5g, blanko (aquades) 0.5 mL
Pemasukkan pada labu Kjeldahl
Penambahan 1g selenium + 5mL H2SO4
Pemasangan labu ke alat destruksi
Dekstruksi 1 jam
Pendinginan 1,5 jam
Penambahan 15mL asam borat dan 2 tetes MMB dalam Erlenmeyer
Pemasangan labu pada destilator
Pemasangan penampung
Destilasi 4 menit
Titrasi dengan HCl
mL titrasi dihitung sebagai jumlah N Pada praktikum analisa kadar protein ini, langkah pertama yang dilakukan adalah sampel yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal lalu ditambahkan 1 gram selenium dan 5 ml H2SO4. Penambahan H 2SO4 ini bertujuan untuk mendestruksi protein dimana hydrogen teroksidasi unsu N ammonium sulfat, sedangkan penambahan selenium ini bertujuan untuk menaikkan titik didih dari H2SO4 sehingga destruksi berjalan dengan cepat. Blanko ditambahkan aquades 0.5ml sebagai pengenceran. Setelah itu dilakukan destruksi selama 1 jam dengan skala destruksi 8. Lalu didinginkan selama 1,5 jam agar reaksi selanjutnya berjalan dengan baik. Pada erlenmeyer ditambahkan 15 ml asam borat dan 2 tetes MMB. Asam borat berfungsi untuk menangkap amonia bebas, sedangkan MMB berfungsi sebagai penanda untuk mengetahui larutan telah pada keadaan asam berlebih. Setelah 1 jam pendinginan atau sudah dirasa dingin, labu kjeldahl dan erlenmeyer dipasang pada destilator. Setelah itu dilakukan destilasi selama 4 menit. Setelah 4 menit didestilasi, larutan yang ada pada erlenmeyer dititrasi dengan HCl. HCl ini berguna untuk menangkap amonium kembali dari asam borat membentuk amonium klorida. Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna menjadi warna ungu. Jumlah ml titrasi ini dihitung sebagai jumlah nilai N.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil Analisa
3.1.1
Data pengamatan
Sampel
Tepung kedelai
Tahu
Ulangan
gram
miligram
1 2 3 4 5 1
0,5020 0.5089 0,5021 0,1974 0,2053 0,5054
502,0 508,9 502,1 197,4 205,3 505,4
2 3 4 5
0,5050 0,2128 0,2028 0,2061
505,0 212,8 202,8 206,1
3.1.2 Data perhitungan a. Tahu Ulangan N Total (%) 1 2 3 4 5
Berat sampel
1,3785 0,7212 0,4854 5,4925 5,4040 Rata SD RSD
Titrasi sampel (ml) 35,4
Titrasi blanko(ml)
23,8 19,4 39,6 40,5 3,4
10,7 10,7 10,7 0,9 0,9 10,7
58,9 10,1 10,2 11,5
10,7 0,9 0,9 0,9
Kadar Protein (% atau g/100 g) bb 7,9262 4,1468 2,7913 31,5819 31,0728 15,5038 14,5680 93,9641
bk 8,1571 4,2676 2,8726 32,5017 31,9778 15,9553 14,9923 93,9641
b. Tepung Kedelai Ulangan N Total (%) 1 2 3 4 5
3.2
Kadar Protein (% atau g/100 g) bb -2,5291 16,7125 7,5701 8,0297 9,0056 7,7578 6,8497 88,2949
-0,4047 2,6740 1,2112 1,2848 1,4409 Rata SD RSD
bk -18,0653 119,3751 54,0722 57,3552 64,3259 55,4126 48,9265 88,2949
Pembahasan
Rata-Rata Protein tahu
tepung kedelai
55.4126
15.5038
15.9553
7.7578
rata-rata bb
rata-rata bk
Pada praktikum analisa kadar protein ini menggunakan prinsip metode Kjheldahl. Kelebihan metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga mempunyai kebolehulangan (Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya tidak memiliki kekurangan. Kekurangan metode ini adalah memakan waktu lama (Time Consuming), membutuhkan biaya besar dan ketermpilan tekhnis tinggi (Juiati dan Sumardi, 1981). Pada praktikum analisa kadar protein dengan sampel tahu dan tepung kedelai yang telah dihaluskan didapatkan data sebagai berikut, kadar protein berat basah pada tahu dengan ulangan 1 dan 2 berturut turut didapatkan 15,5038% dan
15,9553% dengan SD berat basah serta kering 14,5680 dan 14,9923 serta RSD 93,9641. Menurut Santoso (2005), tahu mengandung air 86%, protein 8-12%, lemak 4-6%, dan karbohidrat 1-6%. Tahu juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium, zat besi, fosfat, kalium, natrium, serta vitamin seperti kolin, vitamin B, serta vitamin E. Pada praktikum ini mengalami penyimpangan dengan literature karena diketahui bahwa kadar protein tidak memenuhi standar atau tidak sesuai dengan literatur. Kadar protein tepung kedelai pada ulangan 1 dan 2 berturut turut adalah pada berat basah didapatkan 7,7578% dan 55,4126% dengan SD berat basah serta kering didapatkan hasil 6,8497% dan 48,9265%, dengan nilai RSD berat basah dan berat kering yakni 88,2949%. Data yang didapat pada berat kering sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa tepung kedelai sering dikenal sebagai soy flour dan grit. Bahan tersebut biasanya mengandung 40-50% protein. Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk menjadi bentuk
tepung.
Penggunaan panas
dalam
pengolahan diperlukan
untuk
peningkatan nilai gizi, daya tahan simpan dan meningkatkan rasa (Herman, 1985). Pada praktikumini terjadi penyimpangan karena menurut Single Laboratory Validation Acceptance Criteria (2006), sedangkan pada berat basah terjadi penyimpangan karena nilai rata-rata protein yang didapat jauh dari 40-50%. ketentuan kriteria RSD yang dapat diterima yaitu yang jauh di atas 15%. Sedangkan menurut Pihlstrom (2009), nilai RSD yang memenuhi persyaratan validasi untuk presisi yaitu RSD < 20 %. Maka dari kedua literatur, diketahui bahwa kadar protein pada sampel tahu dan tepung kedelai tidak memenuhi standar. Maka dari data tersebut, analisis yang dilakukan oleh praktikan memiliki ketepatan serta ketelitian yang rendah. Penyimpangan dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya perbedaan jenis bahan atau varietas sampel yang digunakan, penanganan pasca panen, penyimpanan. Sampel yang berbeda varietas memiliki kandungan yang berbeda-beda termasuk kandungan proteinnya.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu. Kelebihan metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga mempunyai kebolehulangan ( Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya tidak memiliki kekurangan. Kekurangan metode ini adalah memakan waktu lama ( Time Consuming ), membutuhkan biaya besar dan ketermpilan tekhnis tinggi. 2. Kadar protein dapat ditentukan cara mengukur titrasi HCl pada sampel karena %N pada sampel sama dengan volume titrasi pada sampel.
4.2 Saran
1. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham 2. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.
DAFTAR PUSTAKA
Herman. 1985. Pengolahan Kedelai Menjadi Berbagai Bahan Makanan dalam Kedelai. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Ningsih, Sri Rahayu. 2004. Sains Kimia. Jakarta : Bumi Aksara Sandjaja. 2009. Kamus Gizi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Sardjoni.2003. Kamus Kimia. Jakarta : PT Rineka Cipta. Sarjoni. 2003. Kamus Kimia. Jakarta: PT Bineka Cipta. Sirdianti.2014. Apakah Fungsi Sukrosa Bagi Tubuh. Bandung : Padjajaran press. Standar Nasional Indonesia. 1998. Tahu . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Widodo, S. 2001. Pengaruh Suhu dan Lama Perkecambahan Biji Kedelai (Glycine max) terhadap Mutu Kimia dan Nutrisi Tepung yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Winarno FG. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.