LAPORAN PRAKTIKUM PERAKITAN DAN PELEPASAN TRANSMISI SABUK V
Laporan Praktikum ini di susun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Sistem Pemeliharaan Program Studi Proses Manufaktur
Nama : Chandra Hardiyana Danurdjati Galih Prihantono Donny Syahputra Pratama
(151244007) (151244008) (151244009)
Kelas : 3-PM
Program Studi Proses Manufaktur Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bandung 2018
BAB 1 PENDAHULUAN 1.
Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum perawatan mekanik transmisi rantai, diharapkan mahasiswa mampu :
Menjelaskan cara pelepasan transmisi sabuk v
Menjelaskan cara perakitan transmisi sabuk v
Membaca tabel bearing atau bantalan
Membaca kode dan jenis bearing atau bantalan
Menentukan lenturan sabuk v maksimum yang diizinkan
Menjelaskan penyebarisan penyebarisan puli transmisi sabuk v
2.
Melakukan pemasangan dan pelepasan bearing atau bantalan secara konvensional
Menjelaskan jenis-jenis alat yang digunakan dalam melakukan pemasangan dan pelepasan ball bearing atau bantalan gelinding. gelinding.
Dasar Teori
1.2
Transmisi Sabuk V Pemindahan daya dari poros satu ke poros yang lain dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan roda gigi, rantai dan sabuk. Biasanya sabuk digunakan untuk memindahkan daya antara dua poros yang sejajar. Kedua poros harus dipisahkan oleh suatu jarak minimum, jarak ini tergantung pada jenis sabuk yang digunakan. Pemindahan daya dengan sabuk mempunyai karakteristik antara lain : 1. Dapat digunakan untuk jarak sumbu poros yang jauh. 2. Karena adanya slip, maka perbandingan kecepatan sudut antar kedua poros tidak konstan atau tepat sama dengan perbandingan kedua diameter pulley. 3. Dengan digunakannya pulley yang bertingkat, maka dapat diperoleh perubahan perbandingan kecepatan. Pemindahan daya menggunakan sabuk mempunyai beberapa kelebihan : 1. Karena sabuk mempunyai sifat fleksibel, maka susunan poros penggerak dan yang digerakkan mempunyai beberapa macam susunan. 2. Dapat menahan getaran torsi 3. Mudah penanganannya serta harganya murah. Transmisi sabuk V sederhana terdiri dari dari dua puli sabuk V dan satu sabuk V. Puli sabuk V biasanya dipasang pada poros dengan sarung penyesuai. Untuk memindahkan daya yang besar digunakan pasak untuk menjamin agar pul tidak selip terhadap poros. Sabuk V dibuat dari karet di bagian tengahnya diperkuat dengan serat-serta berbentuk tali yang terbuat dari serat gelas. Serat-
serat inilah yang menahan gaya tarik, bagian luarnya terbuat dari kain terpal yang tahan aus.
Gambar: 1.1 Sabuk V
1.2.1
Pemilihan Transmisi Sabuk V Pabrik pembuat sabuk sabuk V memberikan tabel yang lengkap dengan instruksi bagaimana menggunakannya. Pada lampiran dapat dilihat satu contoh penggunaan tabel tersebut. Data yang diperlukan adalah :
1. Diameter poros 2. Jarak antar poros 3. Kecepatan puli penggerak (terkecil) 4. Perbandingan transmisi 5. Daya yang dipindahkan Dengan menggunakan tabel, dan berdasarkan data tersebut diatas akan dapat ditentukan antara lain: 1. Tipe sabuk V 2. Diameter puli sabuk V 3. Panjang sabuk V 4. Diameter sarung penyesuai Ketika memesan sabuk V, maka yang harus disebutkan adalah tipe dan panjangnya. Tipe ditunjukkan dengan huruf Z, A, B dan C Untuk tipe sabuk V yang profilnya kecil, awalan SP sering digunakan sehingga menjadi SPZ, SPA, SPB dan SPC. Perlu dii ngat bahwa panjang yang ditunjukkan pada ukuran bukan ukuran keliling bagian luarnya tetapi panja ng panjang keliling yang diukur pada lingkaran kisar. Untuk memindahkan daya yang besar beberapa sabuk V sering digunakan secara bersamaan dan masingmasing sabuk V memindahkan sebagian daya.
1.2.2
Tegangan Awal Sabuk V Bekerjanya sabuk V adalah karena gesekan. Jika tidak ada tegangan, puli yang digunakan akan tetap diam. Tegangan dapat diberikan dalam tiga cara, yaitu:
1. Menggunakan penegang rol 2. Menggunakan penegang geser 3. Menggunakan motor yang mudah digeser
Gambar: 1.2 Alat Bantu Penegang Penyetelan tegangan yang benar dapat dihitung berdasarkan t abel. Aturan umum yang dapat dipakai adalah bahwa sabuk V harus dapat ditekan kebawah dengan ibu jari setebal sabuk. Untuk tipe yang lebih berat jarak lenturannya harus lebih kecil. Untuk jarak poros yang lebih panjang jarak lenturannya sebanding. 1.2.3
Perawatan Sabuk. Untuk mendapatkan umur panjang pada sistem pemindah daya dengan sabuk, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. 2. 3. 4. 5.
Menjaga sabuk tetap kencang. Mengatasi sabuk yang kendor. Pembersihan sabuk yang kotor. Melembabkan sabuk. Running-in sabuk yang baru.
Bila sistem transimi dilengkapi dengan roda pengencang, maka tegangan sabuk diatur secara otomatis. Bila lokasi dimana sabuk terpasang kondisinya berdebu, atau ada kotoran lain seperti partikel pelumas, maka ada kecenderungan sabuk menjadi kaku dan licin sehingga dapat menimbulkan slip.
Perawatan rutin.
Perawatan sistem pemindah daya dengan sabuk rata ada dua kondis : 1.. Bila sistem tidak beroperasi. - Perisa kondisi sambungan (sambungan engsel atau logam) - Periksa tanda-tanda sabuk aus, besihkan sabuk dari kooran. - Periksa kondisi pulley, bersihkan bila permukaannya kotor. - Periksa kondisi bantalan pulley. - Catat data tentang sabuk, misalnya keausan. 2. Bila sistem sedang beroperasi. Periksalah sabuk ketika sedang berjalan, aturlah agar tegangan sabuk dan kelurusannya pada kondisi yang baik. Bila memungkinkan aturlah tegangan sabuk ketika sabuk sedang beroperasi.
1.2.4
Penyesuaian antara poros dengan pulley. Sabuk tidak akan memberikan pelayanan yang baik bil a pulley dan poros posisinya tidak sesuai (alignment). Tanda bahwa timbulnya ketidak sesuaian dari posisi pulley dan poros adalah :
- Sabuk keluar dari pulley pada salah satu sisi. - Penggosokan atau pemanjatan pada pulley bertingkat. Cara yang mudah untuk mengecek apakah kesalahan tersebut diatas karena ketidak suaian posisi pulley dan poros atau memang sabuk sudah bengkok ialah dengan membalik posisi sabuk yaitu bagian dalam (dekat dengan mesin) diletakkan pada posisi luar, bila masih berputar seperti keadaan awal, maka kesalahan terletak pada ketidak suaian posisi pulley dan poros. Posisi poros dan pulley perlu dicek paling sedikit satu kali sel ama 1 tahun. Beberapa ketidak suaian posisi poros dan pulley adalah : - Poros penggerak dan yang digerakkan tidak sejajar. - Poros melentur (sebaiknya bantlan dipasang dekat dengan pulley) - Pulley penggerak dan yang digerakkan menyimpang (tidak segaris) - Posisi pulley pada poros eksentris.
2.2
Bearing Bearing adalah suatu elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan berumur panjang. Bearing ini harus cukup kokoh untuk menahan beban dari poros yang terhubung dengan komponen mesin lainya sehingga dapat berputar, bekerja sesuai dengan fungsinya. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik, maka prestasi seluruh sistem akan menurun bahkan bisa terhenti. Bantalan dalam permesinan dapat disamakan perannya dengan pondasi pada gedung.
Untuk bearing dengan jenis bola mempunyai kemampuan untuk putaran tinggi dan gesekan yang kecil. Bearing ini bisa mudah didapat dan mudah pula dalam pemasangannya. Bearing mempunyai bentuk Bantalan dalam permesinan dapat disamakan perannya dengan pondasi pada gedung.dan ukuran tertentu sesuai dengan kodenya dan mempunyai ukuran yang presisi. Dengan demikian bahan yang dipakai juga harus mempunyai ketahanan dan kekerasan yang tinggi. Bahan yang biasa dipakai pada pembuatan bearing adalah baja khrom karbon tinggi. Bearing ini dapat diklasifikasikan atas; Bearing Radial, Bearing axial. Menurut jenis elemen gelindingnya dibedakan atas bentuk bola dan rol. 1. Bearing axial : arah beban yang ditumpu adalah tegak lurus sumbu poros. 2. Bearing Radial : arah beban yang ditumpu sejajar dengan sumbu poros. 3. Untuk Bearing khusus ; dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros. Untuk itu dalam penggunaan juga harus diperhatikan bagaimana gaya atau beban bekerja, baru menentukan jenis bearing yang digunakan. Untuk pelumasan pada bearing ini juga sangat penting karena akan menentukan keawetan dari bearing. Karena dengan ada pelumasan, maka akan memperkecil kerusakan akibat gesekan bola dan cincin.
1.2.1 1.
Jenis Bearing Single row groove ball bearings
Bearing ini mempunyai alur dalam pada kedua cincinnya. Karena memiliki alur, maka jenis ini mempunyai kapasitas dapat menahan beban secara ideal pada arah radial dan aksial. Maksud dari beban radial adalah beban yang tegak lurus terhadap sumbu poros, sedangkan beban aksial adalah beban yang searah sumbu poros.
2.
Double row self aligning ball bearings Jenis ini mempunyai dua baris bola, masing-masing baris me mpunyai alur sendiri-sendiri pada cincin bagian dalamnya. Pada umumnya terdapat alur bola pada cincin luarnya. Cincin bagian dalamnya mampu bergerak sendiri untuk menyesuaikan posisinya. Inilah kelebihan dari jenis ini, yaitu dapat mengatasi masalah poros yang kurang sebaris.
3.
Single row angular contact ball bearings Berdasarkan konstruksinya, jenis ini ideal untuk beban radial. Bearing ini biasanya dipasangkan dengan bearing lain, baik itu dipasang secara pararel maupun bertolak belakang, sehingga mampu juga untuk menahan beban aksial.
4.
Double row angular contact ball bearings Disamping dapat menahan beban radial, jenis ini jgua dapat menahan beban aksial dalam dua arah. Karena konstruksinya juga, jenis ini dapat menahan beban torsi. Jenis ini juga digunakan untuk mengganti dua buah bearing jika ruangan yang tersedia tidak mencukupi.
5.
Double row barrel roller bearings Bearing ini mempunyai dua baris elemen roller yang pada umumnya mempunyai alur berbentuk bola pada cincin luarnya. Jenis ini memiliki kapasitas beban radial yang besar sehingga ideal untuk menahan beban kejut.
6.
Single row cylindrical bearings Jenis ini mempunyai dua alur pada satu cincin yang biasanya terpisah. Eek dari pemisahan ini, cincin dapat bergerak aksial dengan mengikuti cincin yang lain. Hal ini merupakan suatu keuntungan, karena apabila bearing harus mengalami perubahan bentuk karena temperatur, maka cincinya akan dengan mudah menyesuaikan posisinya. Jenis ini mempunyai kapasitas beban radial yang besar pula dan juga cocok untuk kecepatan tinggi.
7.
Tapered roller bearings Dilihat dari konstriksinya, jenis ini ideal untuk beban aksial maupun radial. Jenis ini dapat dipisah, dimana cincin dalamnya dipasang bersama dengan rollernya dan cincin luarnya terpisah.
8.
Single direction thrust ball bearings
Bearing jenis ini hanya cocok untuk menahan beban aksila dalam satu arah saja. Elemenya dapat dipisahkan sehingga mudah melakukan pemasangan. Beban aksial minimum yang dapat ditahan tergantung dari kecepatannya. Jenis ini sangat sensitif terhadap ketidaksebarisan (misalignment) poros terhadap rumahnya. 9.
Double direction thrust ball bearings Bearing jenis ini hanya cocok untuk menahan beban aksila dalam satu arah saja. Elemenya dapat dipisahkan sehingga mudah melakukan pemasangan. Beban aksial minimum yang dapat ditahan tergantung dari kecepatannya. Jenis ini sangat sensitif terhadap ketidaksebarisan (misalignment) poros terhadap rumahnya.
10. Ball and socket bearings Bearing jenis ini mempunyai alur dalam berbentuk bola, yang bisa membuat elemennya berdiri sendiri. Kapasitasnya sangat besar terhadap beban aksial. Selain itu juga dapat menahan beban radial secara simultan dan cocok untuk kecepatan yang tinggi.
1.2.2
Perawatan Bearing Untuk perawatan dari bearing tidaklah memerlukan perhatian khusus atau pengecekan yang khusus. Hal ini karena bear ing tidak ada komponen yang rumit. Jadi pada intinya adalah pemberian pelumasan sesuai dengan kerja yang ada.
1.2.3
Kondisi Bearing Kondisi bearing yang ada sangat ditentukan dari aspek pemekaian dan cara pemasangan. Untuk kedua aspek ini akan menentukan bearing tersebut rusak atau tidak, cacat, karat dan lainnya. Dan pada akhirnya bearing tersebut harus diganti agar tidak menyebabkan kerusakan poros atau komponen lainya. Beberapa hal yang sering terjadi tentang kerusakan bearing:
a. Tepi Bearing retak b. Bearing kondisi longgar/goyang c. Rumah bearing berkarat d. Kerusakan pada seal (dari pemakaian) e. Terdapat bunyi gemerisik pada bearing f. Roda peluru pecah g. Bearing setelah dipasang menjadi sesak Alasan Masing-masing kerusakan : a. Tepi retak : - Beban kejut - Berhenti mendadak tanpa, sehingga ada momen pengereman - Kesalahan pemasangan yang akibat dari pengepresan yang tidak merata
b Bearing longgar : - Sudah aus karena lama pemakaian - Beban pemakaian yang overload c. Rumah bearing berkarat : - Kurang pelumasan - Pemakaian yang berhubungan dengan air. d. Kerusakan pada seal - Pemakaian yang terlalu panas - Kurang pelumasan - Waktu pemakaian yang terlalu lama e. Bunyi gemerisik : - Kurang pelumasan - Roda peluru aus f. Roda peluru pecah : - Beban overload - Pemakaian yang lama g. Bearing setelah dipasang menjadi sesak : - Suaian dari poros atau rumah bearing terlalu sesa k - Ada ketirusan atau cacat pada poros atau rumah bearing
BAB 2 METODE DAN LANGKAH KERJA
Pemilihan sabuk dilihat dari hasil formula menghitung daya rencana dan table. Formula menghitung daya rencana bergantung dengan putaran transmisi dan faktor keamanan dengan bentuk sebagai berikut Pd = n . Fc Hasil dari formula itu nanti dimasukkan dan dilihat ditabel apakah sabuk merupakan tipe A/B/C/D atau tipe SPA/SPZ/SPB
1.
Menentukan Panjang Sabuk V Untuk menentukan panjang sabuk v pada transmisi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut
Lb
2. L 1.57 d 1
d 2
d
1
d 2
2
4. L
Dimana :
2.
Lb
: panjang sabuk
L
: jarak antara sumbu
d 1
: diameter pulley besar
d 2
: diameter pulley kecil
Penyetelan Kekencangan Sabuk V Pengencangan dilakukan dengan Tensioner dinyatakan dalam indikator (Gaya,Lenturan) atau (N,mm)
Standar Kekencangan Sabuk V
Data yang di dapat dari table dimasukkan ke rumus berikut untuk mendapatkan besar lenturan yang di perbolehkan
y 3.
L
100
.(E)
Langkah Kerja
2.3.1 Pelepasan Pulley
Longgarkan dan lepaskan semua baut yang menempel pada pulley menggunakan kunci L
Pasang dan kencangkan baut untuk melepas pulley menggunakan kunci L hingga pulley lepas dari bush
Lepaskan pulley dan bush dari porosnya
Sabuk V
Kendurkan tensioner sabuk v menggunakan kunci ring 17 Kendurkan baut untuk mengatur jarak antara poros menggunakan kunci 17 dan kunci L Lepas sabuk v dengan cara memutar pulley secara perlahan sekaligus di arahkan ke samping
Bearing
2.3.2 Pulley
Kendurkan dan lepaskan baut pada bearing housing menggunakan kunci ring 17 Cekam poros pada ragum menggunakan plat yang sudah di sediakan Ukur jarak antara bearing dan ujung poros sebelum bearing di lepas Kendurkan dan lepaskan locknut menggunakan kunci spanner Lepaskan bearing dan adaptor sleeve menggunakan alat khusus dan palu
Pemasangan
Bersihkan permukaan komponen yang akan di pasang dari debu dan oli yang masih menempel menggunakan lap yang sudah di sediakan Pasang pulley dan bush ke poros dan atur jarak antara ujung poros sesuai data yang sudah di sediakan
Pasang dan kencangkan baut menggunakan kunci L pada bush
Sabuk V
Bersihkan permukaan pulley dari debu dan oli yang masih menempel menggunakan lap yang telah di sediakan Pasang sabuk v pada pulley Kencangkan tensioner sabuk v menggunakan kunci ring 17 Ukur kekencangan sabuk v menggunakan belt tensioner indicator Atur kekencangan sesuai dengan data yang telah di tentukan sebelumnya
Bearing
Bersihkan permukaan komponen yang akan di pasang dari debu dan oli yang masih menempel menggunakan lap yang sudah di sediakan
Posisikan adaptor sleeve pada poros dengan ulir mengarah ke luar dan atur jarak antara ujung poros sesuai data yang sudah diperoleh
Pasang bearing, looking washer, dan locknut
Kencangkan locknut menggunakan kunci spanner
BAB 3 HASIL PENGAMATAN
Alat Yang Digunakan : No
Nama Alat
Spesifikasi
1
Kunci pas dan Kunci Ring
17 & 19
2
Jangka Sorong
3
Palu Plastik
2pcs
4
Bantalan as
5
Kunci L
2pcs 3pcs
6
Pengukur kekencangan rantai
1pcs
7
Piller Gauge
8
Palu besi
1pcs 1pcs
9
Obeng min
1pcs
10
Meteran
1pcs
11
Penitik
1pcs
150 x 0,05mm
Data Pengamatan : POROS 1 N O 1
NAMA KOMPONEN SHAFT
Shaft diameter (mm) Shaft length (mm) 2
50 700
BEARING HOUSING 1.1
Bearing housing code
3
KODE/UKUR AN
SN 511
Bearing housing high(bottom to center) (mm)
72
Hole Diameter (mm)
50
Bearing housing thickness (mm)
95
Diameter baut pada bearing housing (mm)
10
Pitch ulir baut pada bearing house (mm)
1.5
Kode bahan baut pada bearing housing Kekuatan Tarik maksimum baut pada bearing housing (N/mm²) Standar kekencangan baut pada bearing housing (Nm)
8.8 880 50
BEARING 1.1
Bearing code
22211EIK C3
Bearing type
4
Bearing outer diameter (mm)
100
Bearing hole diameter (mm)
55
Bearing thickness (mm)
25
Standard radical clearance (µm)
30-40
Actual radial clearance(µm)
< 50
ADAPTOR SLEEVE 1.1
Adaptor sleeve code
5
75
Adaptor sleeve length (mm)
45
LOCK NUT 1.1
75
Lock nut hole diameter (mm)
53.5
Thread type Thead pitch (mm)
11 Metric 2
LOCKING WASHER 1.1
Locking waster code
MB11
Locking waster outer diameter
81
Locking waster hole diameter
56
Locking waster thickness (mm)
1.5
BEARING HOUSING 1.2
Bearing housing code
8
KM 11
Lock nut outer diameter (mm) Lock nut thickness (mm)
7
H3-11
Adaptor sleeve outer diameter (mm)
Lock nut code
6
SPHERICLE
SN 511
Bearing housing high(bottom to center) (mm)
72
Hole Diameter (mm)
50
Bearing housing thickness (mm)
95
Diameter baut pada bearing housing (mm)
10
Pitch ulir baut pada bearing house (mm)
1.5
Kode bahan baut pada bearing housing Kekuatan Tarik maksimum baut pada bearing housing (N/mm²) Standar kekencangan baut pada bearing housing (Nm)
8.8 880 50
BEARING 1.2
Bearing code
HIC 2211
Bearing type
Ball
Bearing outer diameter (mm)
100
Bearing hole diameter (mm)
55
Bearing thickness (mm) Standard radical clearance (µm) Actual radial clearance(µm) 9
Adaptor sleeve length (mm)
45
LOCK NUT 1.2
KM 11
Lock nut outer diameter (mm)
75
Lock nut hole diameter (mm)
53.5
Thread type
11 Metric
Thead pitch (mm)
2
LOCKING WASHER 1.2
Locking waster code
MB11
Locking waster outer diameter
81
Locking waster hole diameter
56
Locking waster thickness (mm)
1.5
POROS 2 N O 1 SHAFT
NAMA KOMPONEN
Shaft diameter (mm) Shaft length (mm)
KODE/UKUR AN
50 700
BEARING HOUSING 2.1
Bearing housing code
3
H3-11 75
Lock nut thickness (mm)
2
<50
Adaptor sleeve outer diameter (mm)
Lock nut code
11
30-40
ADAPTOR SLEEVE 1.2
Adaptor sleeve code
10
25
SN 511
Bearing housing high(bottom to center) (mm)
72
Hole Diameter (mm)
50
Bearing housing thickness (mm)
95
Diameter baut pada bearing housing (mm)
10
Pitch ulir baut pada bearing house (mm)
1.5
Kode bahan baut pada bearing housing Kekuatan Tarik maksimum baut pada bearing housing (N/mm²) Standar kekencangan baut pada bearing housing (Nm)
8.8 880 50
BEARING 2.1
Bearing code
SKF 1211 EK
4
Bearing type
Ball
Bearing outer diameter (mm)
100
Bearing hole diameter (mm)
55
Bearing thickness (mm)
21
Standard radical clearance (µm)
30-50
Actual radial clearance(µm)
< 50
ADAPTOR SLEEVE 2.1
Adaptor sleeve code
5
Adaptor sleeve outer diameter (mm)
75
Adaptor sleeve length (mm)
37
LOCK NUT 2.1
Lock nut code
75
Lock nut hole diameter (mm)
53.5
Thread type Thead pitch (mm)
Metric 2 MB11
Locking waster outer diameter
81
Locking waster hole diameter
56
Locking waster thickness (mm)
1.5
BEARING HOUSING 2.2
Bearing housing code
8
11
LOCKING WASHER 2.1
Locking waster code
7
KM 11
Lock nut outer diameter (mm) Lock nut thickness (mm)
6
H2-11
SN 511
Bearing housing high(bottom to center) (mm)
72
Hole Diameter (mm)
50
Bearing housing thickness (mm)
95
Diameter baut pada bearing housing (mm)
10
Pitch ulir baut pada bearing house (mm)
1.5
Kode bahan baut pada bearing housing Kekuatan Tarik maksimum baut pada bearing housing (N/mm²) Standar kekencangan baut pada bearing housing (Nm)
8.8 880 50
BEARING 2.2
Bearing code
SKF 1211 EK
Bearing type
Ball
Bearing outer diameter (mm)
100
Bearing hole diameter (mm)
55
Bearing thickness (mm)
9
Standard radical clearance (µm)
30-50
Actual radial clearance(µm)
< 50
ADAPTOR SLEEVE 1.2
Adaptor sleeve code
10
H3-11
Adaptor sleeve outer diameter (mm)
75
Adaptor sleeve length (mm)
45
LOCK NUT 1.2
Lock nut code
KM 11
Lock nut outer diameter (mm)
75
Lock nut hole diameter (mm)
53.5
Lock nut thickness (mm) Thread type
11 Metric
Thead pitch (mm) 11
21
2
LOCKING WASHER 2.2
Locking waster code
MB11
Locking waster outer diameter
81
Locking waster hole diameter
56
Locking waster thickness (mm)
1.5
Transmisi V Belt No
Nama Komponen
Kode/Ukuran
1
Kode sabuk
SPA 1600 LW
2
Panjang sabuk (mm)
3
Jumlah sabuk
4
Jarak sumbu puli antara shaft 1 dan shaft 2 (mm)
450
5
sudut penampang sabuk (°)
38
6
Kode puli pada shaft 1
7
Kode taper lock puli pada shaft 1
8
Tipe/Jenis puli pada shaft 1
9
Diameter pitch puli pada shaft 1
280
10
Jumlah groove puli pada shaft 1
2
11
Sudut groove puli pada shaft 1 (°)
38
12
Kode puli pada shaft 2
13
Kode taper lock puli pada shaft 2
14
Tipe/Jenis puli pada shaft 2
15
Diameter pitch puli pada shaft 2 (mm)
1600 2
SPA-280-2 2517 2 Groove
SPA 140 -2 2012 2 Groove 140
16
Jumlah groove puli pada shaft 2
2
17
Sudut groove puli pada shaft 2 (°)
38
INSTALASI No
Nama komponen
Standard
Aktual
1
Levelling poros 1
0.06 /m
Center
2
Levelling poros 2
0.06 /m
Center
3
Ketidaksejajaran poros
0.05 /m
Delta = 0.1 (toleransi)
4
Kekencangan sabuk
50 N/10.35 mm
10.3mm
BAB 4 PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini yaitu, Perakitan dan Pelepasan Tranmisi Sabuk V. Dimana terdiri dari berbagai komponen, diantaranya shaft, bearing housing, pulley, bearing, v-belt, adaptor sleeve, locking washer, locknut, dan tensioner. Dari komponen-komponen tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Pulley di sini berfungsi sebagai penyalur tenaga. Bearing berfungsi untuk menahan beban ketika poros berputar. V-belt berfungsi untuk menstranmisikan daya dari poros yang satu ke poros yang lainnya melalui puli yang berputar dengan kecepatan sama atau berbeda.
BAB 5 KESIMPULAN